You are on page 1of 5

Nama Peserta: dr.

Erlin Rumpakpakra
Nama Wahana: RSUD Bitung
Topik: Angioedema
Tanggal (kasus): 22 Desember 2014
Nama Pasien: Ny. M M No. RM: 071209
Tanggal Presentasi: Nama Pendamping: dr. Maria Desy Moniaga
Tempat Presentasi: RSUD Bitung
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Seorang perempuan 21 tahun datang dengan keluhan kemerahan, bengkak dan gatal di kedua mata,
bibir, kedua tangan, paha dan kaki setelah makan ikan Tude sejak 6 jam SMRS.
Tujuan: Mampu mendiagnosis angioedema dan melakukan penatalaksaan awal serta edukasi pasien
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasidan Email Pos
diskusi
Data pasien: Nama: Ny. M M Nomor Registrasi:
Nama klinik: RSUD Bitung Telp: 0438-38066 Terdaftar sejak : 2 September 1996
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Seorang perempuan berusia 21 tahun datang dengan keluhan kemerahan, bengkak dan gatal di kedua mata, bibir,
kedua tangan, paha dan kaki setelah makan ikan tude, sejak 6 jam SMRS. Pasien juga mengeluh sesak napas.
Pasien sudah sempat minum obat Lotharson di rumah tapi tidak ada perubahan. Pasien juga sempat muntah 1x di
rumah kira-kira gelas aqua, isi cairan dan sisa makanan. Keluhan lainnya seperti nyeri dada8ataupun
penurunan kesadaran tidak ada dialami oleh pasien.
RPD dan pengobatan : Riwayat alergi(+) pasien alergi terhadap obat amoxcilin dan beberapa jenis makanan
(udang, kacang-kacangan), tapi untuk ikan tude pasien tidak tahu sebelumnya. Pasien biasa mengkonsumsi
Lotharson dari dokter dan keluhan membaik.
Usaha berobat: pasien sudah minum Lotharson (Dexamethasone 0,5 mg + Dexclhorpheniramin Maleat 2 mg).
Obat ini sudah biasa dikonsumsi jika terkena alergi tapi tidak ada perubahan
Keadaan Umum:

Kesadaran : Compos mentis


Kesan sakit : sedang
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 104 kali/menit
Respirasi : 28 kali/menit
Suhu : 36,80C
Kepala : Bentuk/ukuran simetris
Mata : conjunctiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, edema palpebra +/+
Telinga : MT intak, dalam batas normal
Hidung : Rhinoskopi Anterior mukosa, concha, septum, dalam batas normal
Bibir : edema +/+, sianosis (-), stomatitis (-)
Lidah : sianosis (-), ukuran normal, permukaan tidak kotor, bercak (-)
Rongga Mulut : hiperemis (-), apthae (-), bercak (-)
Rongga leher : Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Leher : tiroid TTM, JVP 5+0 cmH2O, KGB tidak teraba membesar
Ketiak : tumor (-), KGB tidak teraba membesar
Thoraks dan paru : bentuk/pergerakan simetris, sela iga tidak melebar, VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : BJM reguler, murmur (-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal
Genitalia : tidak diperiksa
Anus dan rectum : tidak diperiksa
Ekstremitas : sianosis (-), ikterik(-), oedem (+), kemerahan (+), CRT < 2 detik.
Status dermatologi : efloresensi region brachialis dex et sin, femoralis dex et sin dan cruris dex et sin : urtika,
batas jelas, eritema, multiple, ukuran plakat
Pemeriksaan Penunjang: -
Diagnosis:
Diagnosis banding : Angioedema, Urtikaria Akut, Purpura anafilaktoid
Diagnosis kerja : Angioedema
Usulan Pemeriksaan:
- DL
- Tes Alergi (skin prick test)
Penatalaksanaan:
Non Medikamentosa :
- Tirah baring
Medikamentosa:
O2 2-4 liter/menit
IVFD RL 500 cc 20 gtt/menit
Dexamethasone Injeksi IV 1 amp/8 jam
Difenhidramin injeksi IV 10mg/8 jam
Observasi Vital Sign
2. Riwayat Pengobatan: pasien sudah minum Lotharson (Dexamethasone 0,5 mg + Dexclhorpheniramin Maleat 2
mg). Obat ini sudah biasa dikonsumsi jika terkena alergi tapi tidak ada perubahan
3. Riwayat kesehatan/Penyakit: : Riwayat alergi(+) pasien alergi terhadap obat amoxcilin dan beberapa jenis
makanan (udang, kacang-kacangan). Pasien biasa mengkonsumsi Lotharson dari dokter dan keluhan membaik.

4. Riwayat keluarga: -
Daftar Pustaka:
1. Djuanda, Adhi. Hamzah, Mochtar. Aisah, Siti. 2005. Urtikaria. Dalam: Aisah, Siti. Buku Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal.169-176.
2. Soter N. A, Kaplan A.P. Urticaria and Angioedema. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatricks Dermatology In Genereal Medicine 6th ed. New York :
McGraw-Hill Inc; 2003. p. 1129-38.
3. Hall. Vascular Dermatoses. Dalam : Hall. Gordon. Sauers Manual of Skin Disease. Edisi 8. London :
Lippincott William & Wilkins. 2000 : 19-41.
4. Habif. Urticaria. Dalam : Baxter. Clinical Dermatology. Edisi 3. USA : Mosby-year Book Inc. 1996 : 145-
67.
5. Baskoro, Ari. Soegiarto, Gatot. Effendi, Chairul. 2006. Urtikaria dan Angioderma. Dalam : Sudoyo, Aru.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Hal 257-262
Hasil Pembelajaran:
1. Mengenali tanda dan gejala angioedema
2. Mendiagnosis penyakit angioedema berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
3. Memberikan terapi pada pasien dengan angioedema
4. Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya
Subyektif
Seorang perempuan berusia 21 tahun datang dengan keluhan kemerahan, bengkak dan gatal di kedua tangan,
paha dan kaki setelah makan ikan tude, sejak 6 jam SMRS. Pasien sudah sempat minum obat Lotharson di rumah
tapi tidak ada perubahan. RPD dan pengobatan : Riwayat alergi(+) pasien alergi terhadap obat amoxcilin dan
beberapa jenis makanan (udang, kacang-kacangan)
Usaha berobat: pasien sudah minum Lotharson (Dexamethasone 0,5 mg + Dexclhorpheniramin Maleat 2 mg).
Obat ini sudah biasa dikonsumsi jika terkena alergi tapi tidak ada perubahan.
Objektif
Keadaan Umum:
Kesadaran : Compos mentis
Kesan sakit : sedang
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 104 kali/menit
Respirasi : 28 kali/menit
Suhu : 36,80C
Mata : edema palpebra +/+
Bibir : edema +/+
Status dermatologi : eff region brachialis dex et sin dan cruris dex et sin : urtika, batas jelas, eritema multiple,
ukuran.plakat.
Assessment
Diagnosa ditegakkan melalui anamnesis, gejala klinis yang dijumpai dan pemeriksaan fisik diagnostik. Pada
kasus ini, dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, diagnosa Angioedema sudah dapat ditegakkan.
Plan
o Diagnosis
Penegakan diagnosis untuk urtikaria dapat ditegakkan melalui anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik yang tepat
serta pemeriksaan khusus dimana salah satunya adalah skin prick test untuk dapat membuktikan penyebabnya.
Skin Prick Test dapat dipergunakan untuk mencari allergen inhalan, makanan dermatofit, dan kandida. Namun
dalam hal ini tidak tersedia alat untuk pemeriksaan skin prick test di lapangan. Jadi penegakan diagnosis hanya
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Disarankan untuk dilakukan pemeriksaan skin prick
test pada pasien sehingga pasien dapat mengetahui penyebab penyakitnya secara keseluruhan.
o Terapi

Perawatan pre-hospital

Saat dibawa ke IGD untuk setiap pasien dengan tanda atau gejala reaksi alergi, termasuk urtikaria,
angioedema, atau syok anafilaksis adalah penting. Urtikaria akut dapat progresif mengancam nyawa
menjadi angioedema dan atau syok anafilaksis dalam periode waktu yang sangat singkat, meskipun
demikian biasanya syok rapid-onset tanpa disertai urtikaria atau angioedema.
Jika angioedema tampak menyertai urtikaria, pemberian 0.3-0.5 mg epinefrin i.m dapat diperlukan.

Jika bronkospasme muncul, nebulisasi bronkodilator seperti albuterol diperlukan.

Penilaian lainnya mungkin diperlukan, seperti EKG serial, monitoring tekanan darah dan pulse oximetry;
berikan kristaloid i.v jika pasien hipotensi; dan berikan oksigen.
Diphenhydramine (25 mg IV atau 50 mg IM or PO) atau hydroxyzine (50 mg IM atau PO) sebaiknya
diberikan

Emergency Department Care

Prinsip terapi utama urtikaria adalah mengindari pajanan antigen.

o Antihistamin, terutama yang menghambat reseptor H1, merupakan terapi lini pertama urtikaria.
o Diphenhydramin dan hydroxyzin adalah H1 blocker yang paling sering digunakan. Ia beraksi lebih
cepat daripada H1 blocker minimal sedatif. Obat-obatan ini berpotensi sedative, dan pasien
sebaiknya tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan dalam 6 jam dari pemberian obat.

o H1 blocker efektif dalam meredakan pruritus dan rash dari urtikaria akut.

o Glukokortikoid dapat menstabilisasi membran sel mast dan menghambat pelepasan histamin lebih lanjut.
Ia juga mengurangi efek inflamasi dari histamin dan mediator lainnya.

o Keefektifan dari glukokortikoid pada urtikaria akut masih kontroversial. Dalam satu kasus,
urtikaria akut membaik lebih cepat pada kelompok yang diterapi dengan prednisone daripada
dengan kelompok yang diterapi dengan placebo.

o Pada dewasa, prednisone 40-60 mg/hari selama 5 hari. Pada anak-anak, terapi 1 mg/kg/hari selama
5 hari. Tapering off dosis kortikosteroid tidak diperlukan pada kebenyakan kasus urtikaria akut.

o Keefektifan epinefrin pada urtikaria akut adalah kontroversial. Jika angioedema tampak disertai dengan
urtikaria, epinefrin 0.3-0.5 mg dapat diberikan secara i.m. Tetapi harus diingat bahwa ACE-inhibitor
induced angioedema biasanya tidak berespon terhadap epinefrin atau pada terapi umum lainnya, karena ia
tidak dimediasi IgE.

o Penggunaan methotrexate, colchicine, dapsone, indomethacin, dan hydroxychloroquine dapat efektif


dalam manajemen vaskulitis urtikaria. Pasien-pasien dengan urtikaria kronik atau rekuren sebaiknya
dirujuk ke ahli kulit untuk evaluasi dan manajemen lebih lanjut.

Non medikamentosa:

- Tirah baring

Medikamentosa:
IVFD RL 500 cc 20 gtt/menit
Dexamethasone Injeksi IV 1 amp/8 jam
Difenhidramin injeksi IV 10mg/8 jam
Observasi Vital Sign
o KIE
- Penjelasan tentang angioedema, penyebab dan pengobatan.
- Menghindari faktor-faktor yang mencetuskan alergi penyebab urtikaria, maupun factor yang memperberat
seperti terlalu panas, stres, alcohol, dan agen fisik.
- Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.
- Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan angioedema

Mengetahui,

Dr. Maria Desy Moniaga

You might also like