You are on page 1of 22

LONG CASE

BRONCHOPNEUMONIA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Tidar Magelang

Diajukan kepada:
dr. Anto Artsanto, Sp.A

Disusun oleh:
Ricky Andy Setyawan
20090310169

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
LONG CASE
BRONCHOPNEUMONIA

Disusun Untuk Mengikuti Ujian Stase Ilmu Kesehatan Anak


di RSUD Tidar Magelang

Disusun Oleh:
Ricky Andy Setyawan
20090310169

Telah dipresentasikan pada tanggal mei 2014


dan telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

dr. Anto Artsanto, Sp.A


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas limpahan karunia Tuhan Yang Maha Esa, penulis telah
menyelesaikan Long Case yang berjudul BRONCHOPNEUMONIA. Penulis berharap
semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi temam-teman sejawat
yang sedang menempuh pendidikan kepaniteraan umum. Tidak lupa penulis ucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. dr. Anto Artsanto, Sp.A yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat
selama penulis mengikuti kepaniteraan umum.
2. dr. Chrisna Hendrawati, Msi.Med, Sp.A yang telah memberikan bimbingan dan ilmu
yang bermanfaat selama penulis mengikuti kepaniteraan umum.
3. Keluarga yang mendukung dengan doa.
4. Kolega bagian kesehatan anak di RSUD Tidar Magelang & RSB Budi Rahayu atas
bimbingannya.
5. Pihak-pihak lain yang membantu, namun tidak bisa disebutkan satu persatu.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS
Tanggal anamnesis : 19 maret 2014 pukul 09.00 WIB
Macam anamnesis : alloanamnesis dengan ibu pasien
Keluhan utama : batuk

a. Identitas Pasien
Nama : Fajar Isyra
Tempat, Tanggal Lahir : Magelang, 23 mei 2013
Jenis Kelamin : laki laki
Nama Ibu : Sri Indah
Usia Ibu : 26 tahun
Pendidikan Terakhir : tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Ayah : Muljati
Usia Ayah : 30 tahun
Pendidikan Terakhir : tamat SD
Pekerjaan : buruh
Agama : Islam
Alamat : Ngabean Trasan, RT 2 / RW 2, Bandongan
Tanggal Masuk RS : 18 maret 2014
Tanggal Keluar RS : 21 maret 2014

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Hari masuk rumah sakit : Hari Selasa tanggal 18 maret 2014 pukul 20.30WIB,
pasien datang ke IGD RSUD Tidar dengan keluhan batuk. Pasien batuk sejak 7
hari sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak tanpa disertai darah, sesak nafas
ada dan tanpa disertai nafas cuping hidung maupun retraksi dada. Kondisi umum
pasien sedang dengan kesadaran compos mentis. Pasien pilek, demam sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit, demam naik turun, demam terutama saat malam hari,
tidak ada gangguan dalam BAK/BAB, tidak ada mual/muntah, tapi nafsu makan
berkurang. Tidak ada riwayat batuk di keluarga, tidak ada riwayat asma, tidak ada
pabrik di sekitar rumah, kakek merokok dirumah.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat demam : (-)
Riwayat batuk lama : (-)
Riwayat kejang :(-)
Riwayat mondok : (-)
Riwayat PJB : (-)
Riwayat asma : (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Asma : (-)
Riwayat Batuk lama : (-)
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Penyakit Jantung: (-)
Riwayat DM : (-)

e. Riwayat Kehamilan Ibu


Pasien merupakan anak kedua dengan status maternal ibu G2P2A0. Ibu pasien
melahirkan pasien saat berusia 26 tahun dengan masa kehamilan 38 minggu. Ibu
pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan di puskesmas setempat. Pasien
lahir spontan dibidan, langsung menangis, dan gerak aktif. Berat badan lahir
pasien 3400 gram dan panjang badan lahir 47 cm. Riwayat kehamilan 1 lahir
spontan dibidan, perempuan, langsung menangis, dan gerak aktif,imunisasi
lengkap, saat ini berusia 4 tahun.

f. Riwayat perkembangan

Riwayat perkembangan psikomotorik pasien baik, sesuai dengan usia.


a. 0-3 bulan: mengikuti objek dengan mata, melihat muka orang dan tersenyum,
bereaksi terhadap suara/bunyi
b. 3-6 bulan: Berusaha meraih benda disekitar, menaruh benda dalam mulut,
tertawa atau menjerit bila diajak bermain
c. 6-9 bulan: dapat tengkurap dan balik sendiri, merangkak, duduk tanpa dibantu,
mengeluarkan kata tanpa arti, takut kepada orang asing
d. 9-10 bulan: berdiri sendiri tanpa dibantu, berjalan dituntun, menirukan suara,
belajar menyatakan 1-2 kata

g. Riwayat nutrisi
0-6 bulan : bayi minum ASI dan pendamping ASI
6 bulan 10 bulan : anak minum ASI, PASI dan bubur tim

Kesimpulan : riwayat nutrisi secara kuantitas maupun kualitas baik.


h. Riwayat vaksinasi
BCG : + (0 bulan)
Hepatitis B : + (0, 1, 5 bulan)
DPT : + (2, 4, 6 bulan)
Polio : + (0, 2, 4, 6 bulan)
Campak : + 9 bulan

i. Riwayat sosial ekonomi


Pasien tinggal bersama 4 orang anggota keluarganya (Ibu, kakak kandung, kakek,
nenek) ayah pasien tidak tinggal bersama pasien karena bekerja di kalimantan.
Dirumah kakek pasien merokok ,1 hari bisa menghabiskan satu bungkus rokok..
Rumah pasien di perkampungan, sumber air dari PDAM. Ventilasi kurang baik,
berlantai semen, dinding permanen, dan beratap genting. Penghasilan keluarga
tidak menentu tiap bulannya 800.000/bulan
Kesimpulan : Pasien dan keluarga memiliki social ekonomi yang rendah.

II . PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 19 maret 2014,pukul 09.00WIB.


Subjektssesif : batuk (+) disertai dahak (+) darah (-). Pilek (-), sesak (+), demam (+),

mual/muntah (-), BAB/BAK (+) normal, makan sulit, minum ASI (+)
Objektif :
- Keadaan Umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital Sign : Nadi: 110 X/Min
Suhu: 39 0C
Laju Respirasi: 42x/Min
- Berat badan/ Tinggi badan : 8 kg/ 70 cm
- Status gizi:
BB/U = berdasarkan z score menunjukkan nilai 0 : baik
BB/U = berdasarkan z score menunjukkan nilai +1 : baik
Kesimpulan : status gizi baik.
- Kepala : Mesochepal, rambut hitam lurus mudah dipilah
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
- Telinga : ottorhea (-), nyeri telinga (-)
- Hidung : discharge (-), nafas cuping hidung (-)
- Mulut & Bibir : hiperemis faring (-), sianosis (-), pucat (-)
- Leher : Normocoli, tidak ada peningkatan JVP
- Thorax : Inspeksi: simetris ka-ki
Palpasi: Ketinggalan gerak (-), Vocal Fremittus (+)
Perkusi: Sonor (+/+)

Auskultasi : Paru Vesikuler (+/+), Wheezing (-), Ronchi basah

(+)
Cor : S1/S2 (+/+) Reguler
- Abdomen : Inspeksi : perut distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien ttb
Perkusi : Timpani (+)
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik,
Edema di keempat ekstremitas (-), sianosis (-)
- Kulit : Ikterik (-), Hiperpigmentasi (-)
- Genital : laki laki , tidak ada kelainan.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Darah Rutin
Dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Tidar, pada tanggal 18 maret 2014
Parameter Nilai Satuan
3
WBC 30,8 H [10 /ul]
RBC 4,6 [106/ul]
HGB 10,1 L [g/dl]
HCT 30,3 L [%]
MCV 66,2 [fL]
MCH 22,1 [pg]
MCHC 33,3 [gr/dl]
PLT 592 H [103/uL]
RDW-CV 15,5 [%]
RDW-SD 36,1 [fL]

Differential
Parameter Nilai Satuan
Eosinofil 0 %
Basofil 0 %
Neutrofil 64 %
Limfosit 27 %
Monosit 9 %

Assesment : Bronkopneumonia

Plan :
Infuse D5 NS 8tpm
Injeksi Cefotaxim 2x 200 mg
Paracetamol drop 3x 0,8cc
Ambroxol syr 3x cth
Lasal sirup 2 x cth

B. FOLLOW UP
Tabel. 1. Follow up pasien selama 4 hari
Tgl Subjektif Objektif Assesment Plan
18 4 Batuk (+) darah KU : sedang Bronkopneumonia Infuse D5 NS
-2014 (-),demam (+) pilek KS : compos mentis Inj. Cefotaxim
(-) sesak nafas(+), mata: konjungtiva 2x200 mg
sulit makan, minum anemis (-/-), sclera Ambroxol syr 3
ASI (+), BAB/BAK ikterik (-/-) x cth
(+) normal leher: lnn ttb Paracetamol
thorax : simetris, KG drop 3x 0,8cc
(-), ronchi basah (+/
+), wheezing (-/-)
abdomen : supel, BU
(+) normal, H/l ttb
ekstremitas : akral
hangat, nadi kuat,
CRT<2 detik
19 4 - Batuk (+) darah (-) KU : cukup Bronkopneumonia Infuse D5 NS
2014 dahak (+), pilek KS : compos mentis Inj. Cefotaxim
(-),sesak nafas(-) mata: konjungtiva 2x200 mg
sulit makan, minum anemis (-/-), sclera Ambroxol syr 3
ASI (+), BAB 1 kali ikterik (-/-) x cth
tadi pagi berwarna leher: lnn ttb Paracetamol
kehitaman, lengket, thorax : simetris, KG drop 3x 0,8cc
BAK normal (-), ronchi basah (+/ Lasal syr 2 x
+), wheezing (+/+) cth
abdomen : supel, BU
(+) normal, H/l ttb
ekstremitas : akral
hangat, nadi kuat,
CRT<2 detik
20 4 - Batuk (+)berkurang KU : cukup Bronkopneumonia Infuse D5 NS
2014 darah (-) , dahak (-), KS : compos mentis Inj. Cefotaxim
pilek (-), mau mata: konjungtiva 2x200 mg
makan, minum ASI anemis (-/-), sclera Ambroxol syr 3
(+), BAB (+) 1 kali, ikterik (-/-) x cth
BAK normal leher: lnn ttb Paracetamol
thorax : simetris, KG drop 3x 0,8cc
(-), ronchi basah (+/ Lasal syr 2 x
+), wheezing (+/+) cth
abdomen : supel, BU Nebulasi dengan
(+) normal, H/l ttb ventolin 3 x 1
ekstremitas : akral respul + nacl 3
hangat, nadi kuat, cc
CRT<2 detik

21 4 - Batuk (-) darah (-), KU : cukup Bronkopneumonia Infuse D5 NS


2014 dahak (-), pilek (-), KS : compos mentis Inj. Cefotaxim
mau makan, minum mata: konjungtiva 2x200 mg
ASI (+), BAB (-), anemis (-/-), sclera Ambroxol syr 3
BAK normal ikterik (-/-) x cth
leher: lnn ttb Paracetamol
thorax : simetris, KG drop 3x 0,8cc
(-), ronchi basah Lasal syr 2 x
(-/-), wheezing (-/-) cth
abdomen : supel, BU Nebulasi dengan
(+) normal, H/l ttb ventolin 3 x 1
ekstremitas : akral respul + nacl 3
hangat, nadi kuat, cc
CRT<2 detik. BOLEH
PULANG

C. KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT)


Kunjungan rumah dilakukan pada tanggal 5 april 2014 pukul 15.00. pasien

tinggal bersama 4 orang anggota keluarga lain dalam 1 rumah yaitu Ibu, kakak

kandung, kakek, nenek, ayah pasien tidak tinggal satu rumah karena sedang

bekerja di Kalimantan. Kakek pasien adalah perokok yang sehari-harinya sering

menghabiskan waktu di rumah sambil merokok. Kehidupan keluarga pasien

tergolong ekonomi menengah kebawah dengan rumah sempit, ventilasi minimal,

lantai semen, dinding genteng, dan tembok permanen. Ayah pasien sebagai buruh

di Kalimantan tidak tentu mendapat pekerjaan tiap bulan, sementara ibu pasien

sebagai ibu rumah tangga yang sesekali memberikan jasa cuci baju.
Sehari-hari pasien hanya tinggal di rumah bersama ibunya karena belum

bersekolah. Pasien mendapat cukup perhatian dari ibu,kakek dan neneknya, setiap

pasien batuk selalu dibawa ke puskesmas.

Pemeriksaan fisik di rumah :


Subjektif : batuk (-), pilek (-), sesak (-), demam (-), mual/muntah (-), BAB/BAK (+)

normal, mau makan dan minum


Objektif :
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital Sign : Nadi: 100 X/Min
Suhu: 37 0C
- Kepala : Mesochepal, rambut hitam lurus mudah dipilah
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
- Telinga : ottorhea (-), nyeri telinga (-)
- Hidung : discharge (-), nafas cuping hidung (-)
- Mulut & Bibir : hiperemis faring (-), sianosis (-), pucat (-)
- Leher : Normocoli, tidak ada peningkatan JVP
- Thorax : Inspeksi: simetris ka-ki
Palpasi: Ketinggalan gerak (-)
Perkusi: Sonor (+/+)
Auskultasi : Paru Vesikuler (+/+) wheezing (-/-) ronkhi (-/-)
Cor : S1/S2 (+/+) Reguler
- Abdomen : Inspeksi : perut distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien ttb
Perkusi : Timpani (+)
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik,
Edema di keempat ekstremitas (-), sianosis (-)
- Kulit : Ikterik (-), Hiperpigmentasi (-)
- Genital : laki laki , tidak ada kelainan.
BAB II
BRONCHOPNEUMONIA

Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa


atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumonia hingga saat ini
masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak-anak di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia tenggara. Insiden pneumonia di
negara berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak dibawah usia 5 tahun, 16-22% per
1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada anak yang lebih tua. 6,7

Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Di


Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomer tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberculosis. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,
27.6% kematian bayi dan 22.8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh
penyakit sistem pernapasan, terutama pneumonia. Di RSUD dr. Soetomo Surabaya,
pneumonia menduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat pertahun. Angka kematian pneumonia yang dirawat inap berkisar antara 20-
35%. 9,10
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.11
Berdasarkan data WHO, infeksi saluran nafas akut bagian bawah pada tahun 2000
menyebabkan 2,1 juta kematian anak di bawah umur 5 tahun. 6 Menurut WHO
kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10%-20% per tahun.
Secara teoritis diperkirakan bahwa 10% dari penderita pneumonia akan meninggal
bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini benar maka diperkirakan tanpa pemberian
pengobatan akan didapat 250.000 kematian balita akibat pneumonia setiap tahunnya. 5
Faktor resiko yang meningkatkan insiden bronkopneumonia yaitu :
1. Pertusis
2. Morbili
3. Gizi kurang
4. Umur kurang dari 2 bulan
5. Berat badan lahir rendah
6. Tidak mendapat ASI yang memadai
7. Polusi udara
8. Laki-laki
9. Imunisasi yang tidak memadai
10.Defisiensi Vitamin A
11.Pemberian makanan tambahan terlalu dini
12. Kepadatan tempat tinggal.1,5,11,12
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa di
negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan
bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9 % aspirat
paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah.11
DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau
tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis pneumonia
didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-
lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.
Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh penyebab non infeksi (bahan kimia,
radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya disebut pneumonitis.2
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat
oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di
lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai
penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam infeksi spesifik dan
penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya hanya
dijumpai pada anak-anak dan orang tua. 4 Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
a. pneumonia lobaris
b. pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

ETIOLOGI
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan
sampai 2 tahun, . Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan
distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam
pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae,
Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta kuman atipik Chlamydia
pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. 9
PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi, aspirasi,
hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi infeksi
dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang- lubang sehingga
cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk ke
dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi
dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari
alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus bahkan seluruh paru menjadi
padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan dan sisa-sisa sel.5
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan
bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan
memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel
pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan
multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus
pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri
yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh
alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.2,14
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. 6
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator- mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.

Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)7
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.15 8
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan
akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra
abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah
steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka
mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit.2
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik.13

MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien,
status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa sangat
berbeda, bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda pneumonia
meliputi gejala infeksi pada umumnya demam, menggigil, sefalgia, rewel, dan
gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti
muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 9 Walaupun tanda pulmonal paling berguna,
namun mungkin tanda-tanda itu tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu
meliputi nafas cuping hidung (neonatus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu
nafas interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada
anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa retraksi
(penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan
peningkatan frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus melemah, suara nafas melemah
13
dan ronkhi. Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau
tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau
tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena umumnya kelainan patologisnya
menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
- usia kurang dari 2 bulan : 60 kali per menit
- usia 2 bulan -1 tahun : 50 kali per menit
- usia 1 5 tahun : 40 kali per menit. 9
Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi
basah halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi.
Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya volume thorak biasanya suara nafas saling
berbaur dan sulit diidentifikasi.13
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-
menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi),
dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi
muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan
kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri
abdomen disertai muntah.3,8
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang
sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel. 8 Pada
anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif /
produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.8
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :

Pemeriksaan bakteri Virus micoplasma

Umur Berapapun, bayi Berapapun Anak sekolah

Awitan mendadak Perlahan Tidak nyata

Batuk produktif Nonproduktif Kering

Demam Umumnya 390 C Umumnya <390 C Umumnya <390 C

Auskultasi Ronkhi, suara Ronkhi bilateral, Ronkhi unilateral,


nafas melemah difus, mengi mengi

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga
> 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis.
Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial.
Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan cara
yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak
kecil.9,13
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk
menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai,
terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan
pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh
Staphylokokus pneumonia.3
Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat
pada paru kanan

Gambar 4 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia. 16

b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama
interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP
digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non
infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar
CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang- kadang
digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik. 10
c. Uji serologis Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada
infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.10
d. Pemeriksaan mikrobiologi Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu
dengan pemeriksaan mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing,
sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali
kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman
penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.13

KRITERIA DIAGNOSIS
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)

PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi
suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika
penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama
dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan mengandung
gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana rutin
yang harus diberikan. 9
Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai
kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik
secara empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak memerlukan antibiotik,
tapi pasien tetap diberi antibiotik karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan
bakteri. 9

KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia
dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi
yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

DIAGNOSA BANDING
a. Bronkiolitis
b. Asma Bronchiale
c. Tb paru primer

PROGNOSIS
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar
dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%. 13 Dengan
pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang
terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.5

DAFTAR PUSTAKA
1. Alberta Medical Association. 2001. Guideline for The Diagnosa and Management
of Community Acquired Pneumonia Pediatric. http:/www.albertadoctor.org.
2. Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.
3. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Surabaya.
4. Coder, J. 2008. Bronkopneumonia. http:/www.IyaLaMedicalInformation.com
5. Departemen Kesehatan RI. 2002.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta.
6. Feldman, William. 2000. Evidence-Based Pediatrics, Pneumonia and Bronchiolitis.
University of Toronto: Canada.
7. Guyton & Hall. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Badan Penerbit IDAI : Jakarta
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Simposium Penatalaksanaan Penyakit Paru
Pada Anak Terkini. Jember.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit
IDAI : Jakarta
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1537.A / MENKES/ SK/XII/ 2002
Tanggal : 5 Desember 2002. Pemberantasan Penyakit ISPA
12. Laskmi, A. 2006. Pneumonia pediatric.http://www.emedicine.com.
13. PP IDAI UKK Pulmologi Bagian IKA FK USU/RS HAM MEDAN. 2003.
Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik pada Anak. Medan.
14. Sarma, S. 2005. Pneumonia, bacterial. http:/www.emedicine.com.
15. Soegijanto, Soegeng dr.SpA(K). 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Penerbit Salemba Medika : Jakarta
16. Rector & Visitors of the University of Virginia.2003. Pneumonia. www.med-
ed.virginia.edu/.../pathology3chest.html

You might also like