Professional Documents
Culture Documents
DISTOSIA
Definisi
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.
Etiologi
Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik
), karena kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps
tali pusat ), letak anak (letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan
jalan lahiran
A. Pengertian
1. Tonus otot rahim diluar his tidak seberapa tinggi, lalu meningkatkan pada
waktu his. Pada kala pmbukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang
digambarkan pada srvikogram menurut friedman.
2. Kotraksi rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri,
lalu menjalar keseluruh otot rahim.
3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari
bagian-bagian lain. Bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat
dan tidak sekuat kontraksi fundus uteri bagian bawah (segmen bawah rahim)dan
servik tetap pasif atau hanya berkontraksi sangat lemah.
4. Sifat-sifat his :lamanya, kuatnya, keteraturannya, seringnya dan relaksasinya,
serta sakitnya.
B. Etiologi
C. Penanganan
1. Inersia uteri
Adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang
dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan:
a. Inersia uteri primer
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus dibedakan
dengan his pendahulu yang juga lemah dan kadang-kadang menjadi hilang
(false labour).
b. Inersia uteri sekunder
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat dan kuat teratur dan
dalam waktu yang lama.
Penanganan
Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah
janin dan keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan
tindakan yang akan dikerjakan, misalnya pada letak kepala :
1. berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai dengan
12 tetes permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit.
Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya servik dapat membuka .
2. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat
his setelah pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan
beristirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg
dan esoknya dapat diulang lagi pemberian oksitosin drips.
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya
dilakukan seksio sesarea.
4. Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah,
dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada
multi, tidak ada ginanya memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera
diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya
(ekstraksi vakum atau forsep, atau seksio sesarea.
2. Tetania Uteri
Adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi
rahim.
Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi rupture uteri mengancam, dan bila
tidak segera ditangani akan berlanjut menjadi rupture uteri.
Penanganan
a. Berikn obat seperti morfin, luminal dan sebagiannya, asal janin tidak akan
lahir dlam waktu dekat 4-6 jam
b. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan
seksio sesarea.
c. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir
tiba-tiba dan cepat.
Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronasi antar kontraksi
dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi
kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan terjadinya
lingkaran kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak dapat maju.
Penanganan
a. Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obatan anti
sakit dan penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin dan valium.
b. Apabila persalinan sudan berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah
partus menggunakan hasil pemeriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum,
forsep, atau seksio sesarea.
HIS HIPOTONIK
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak normal,
fundusberkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada bagian lain.
Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan jarang. Selama ketuban
utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan janin. Hisnya bersifat lemah,
pendek, dan jarang dari hisnormal. Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :a.
Inersia uteri primer Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan
persalinan berlangsunglama dan terjadi pada kala I fase laten.b. Inersia uteri
sekunder Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama
dan terjadipada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian
melemah. Dapatditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan. Pada
bagiant e r e n d a h t e r d a p a t k a p u t , d a n m u n g k i n k e t u b a n t e l a h
p e c a h . D e w a s a i n i persalinan tidak dibiarkan berlangsung
sedemikian lama sehingga dapatmenimbulkan kelelahan otot uterus,
maka inersia uteri sekunder ini jarangditemukan. Kecuali pada wanita
yang tidak diberi pengawasan baik waktupersalinan.
4. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sefalopelvik dengan
pelvimetriklinik atau radiologi. Bila ada CPD maka persalinan segera
diakhiridengan sectio cesarea.
b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus.
c. Nilai kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak
adakemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea.
d . P a d a a k h i r k a l a I a t a u p a d a k a l a I I b i l a s ya r a t e k s t r a k s i
v a k u m a t a u cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan
bantuan alat tersebut.
HIS HIPERTONIK
A. Pengertian
His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya
normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his.
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung
cepat (<3 jam disebut partus presipitatus).
Tetania uteri juga menyebabkan asfeksia intra uterine sampai kematian janin
dalam rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan
lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah
terjadi perdarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam
waktu singkat. 3. His Yang Tidak Terkordinasi Adalah his yang berubah-ubah.
His jenis ini disebut Ancoordinat Hypertonic Urine Contraction. Tonus otot
meningkat diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena
tidak ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara kontraksi
bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan.
B. Etiologi
1. Usi dan paritas
Keadaan ini terutama merupakan keadaan pada primigravida. Sekitar 95 % dari
kasdus-kasus berat terjadi dalam persalinan pertama, dan uterus hamper selalu
lebih efisien pada kehamilan berikutnya. Insidensi pada primigravida lanjut usia
hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan pada wanita muda.
3. Kelainan uterus
Sementara sebagian dokter mengagap bahwa overdistensi, vibroid, dan jaringan
parut pada uterus menjadi presdiposisi timbiulnya kontarkasi uterus yang jelek,
dokter-dokter lainnya menolak anggapan tersebut. Yang pasti, kelainan
congenital uterus, uterus yang fungsiny tidak lengkap atau uterus bikornis akan
mengganggu persalinan.
4. Pecahnya ketuban
Pecahnya ketuban dalam kondisi yang tepat akan merangsang uterus untuk
berkontraksi lebih baik dan mempercepat kemajuan persalinan. Akan tetapi,
ketuban yang pecah sebelum serviks mendatar m,asih keras, tebal, dan tertutup
tentu menghasilkan persalinan yang lama dan tidak efisien.
5. Gangguan mekanis dalam hubungan janin dengan jalan lahir
Bagian terendah yang menempel baik pada serviks dan segmen pada uterus
pada kala I persalinan dan dengan vagina serta perineum pada kala II akan
menghasilkan rangsangan reflex yang baik pada myometrium. Segala sesuatu
yang menghalangi hubungan baiak ini akan menyebabkan kegagalan reflex
tersebut, dan akaibatnya timbulah kontraksi yang jelek. Hubungan antara posisi
p[osterior, sikap ekstensi dan posisi melintang yang macet (transverse arrest)
dengan kerja urterus yang salah telah diketahui dengan baik. Mal posisi
menyebabkan gangguan uterus, dan jika keadaan ini bias diperbaiki, meka
kontraksi kerap kali menjadi lebih baik. Penurunan yang lambat dan
pembebtujan bawah uterus tidak lengkap merupakan tanda dini inkoordinasi
rahim. Disporsisi cephalopelvic dalam derajat yang ringan menjadi predisposisi
timbuknya kerja uterus yang tidak koordinasi atau his hipertonik.
6. Iritasi uterus
Rangsangan yang tidak tepat pada uterus oleh obat-obatan batau oleh tindakan
maniipulasi intrauterine dapat mengakibatkan his hipertonik (oksitosin yang
berlebihan).
C. Penatalaksanaan
A. Pencegahan
B. Penanganan
1. Tindakan umum
Semangnat pasien harus diutamakan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita yang
bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap 4 jam
dan pemeriksaan ini dilakukan lebih sering apabila ada gajala preeklamsia
DJJ dicatat setiap setengah jam dalam kala 1 dan lebih sering dalam kala II
Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian spenuhnya.
Karena ada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan
pembedahan dengan narcosis, hendakanya klien jangan diberi makanan biasa..
melainkan dlam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infuse larutan glukosa 5%
dan NaCl Isotonik scara intravena cseara berganti-ganti.
Kandung kemih dan usus dikosongkan bila perlu
Pemeriksaan dalam perlu dilakukan , akan teteapi harus selalu disadarai
bahwa tiap pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi.
D. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir
tiba-tiba dan cepat
1. Inertia Uteri
His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang normal yang
terbagi
menjadi :
a . Inertia uteri primer : apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah
b . Inertia uteri sekunder :
His pernah cukup kuat tapi kemudian melemah
Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, bagian
terendah
terdapat kaput dan mungkin ketuban telah pecah
His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin
sehingga memerlukan
konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau ke
dokter spesialis.
2. Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat
kesempatan reaksi otot rahim.
Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :
a. Persalinan Presipitatus
Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat mungkin fatal
:
Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan
Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan, inversio
uteri
Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai kematian janin
dalam rahim