Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI........................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
BAB 1 ..................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 4
1.4 Manfaat ...................................................................................................... 4
BAB 2 ..................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
2.1 Proses Terjadinya Kebakaran ............................................................... 5
2.2 Kelas bangunan gedung ........................................................................ 7
2.3 Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung ......................................... 10
2.4 Perhitungan ERP (Emergency Respon plan) ........................................... 12
2.5 Rute Penyelamatan .................................................................................. 18
BAB III ................................................................................................................. 40
METODE PERANCANGAN............................................................................... 40
2.1 Diagram Alir ............................................................................................ 40
2.2 Prosedur Perencanaan Emergency Respon Plan (ERP) ........................... 41
BAB IV ................................................................................................................. 43
ANALISA DATA ................................................................................................. 43
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
mata kuliah Tugas Perancangan Sistem Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran (SPPK) dengan judul Emergency Response Plan (ERP) Hotel Cengkir
Gading Presto guna memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan mata kuliah
Tugas Perancangan SPPK di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
1. Ibu Aulia Nadia Rachmad S.ST., M.T selaku dosen pengampu mata kuliah
Tugas Perancangan SPPK yang telah membimbing penulisan laporan ini
2. Seluruh anggota kelompok 4 Tugas Perancangan SPPK pada Hotel Cengkir
Gading Presto yang telah bekerja sama dalam menyelesaikan rancangan
hotel.
3. Segenap keluarga besar yang selalu mendoakan dan mendukung
penyusunan laporan mata kuliah Tugas Perancangan Sistem Pencegahan
dan Penanggulangan Kebakaran (SPPK)
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan baik isi
maupun susunannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis
juga bagi para pembaca.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Mengetahui cara perhitungan jumlah orang, unit exit dan jumlah unit
exit pada bangunan perhotelan
2. Mengetahui cara menentukan perhitungan lebar pintu, lebar efektif(We),
Calculated Flow (Fc), dan Flow Time (Tf)
3. Dapat menentukan jumlah dan letak meeting point yang dibutuhkan
sebagai tempat evakuasi pada perhotelan
4. Mengetahui persyaratan untuk merancang ERP pada perhotelan
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari perencanaan ERP ini adalah sebagai yaitu memberikan
pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada gedung perhotelan saat
terjadi kebakaran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kebakaran adalah api yang tidak terkontrol dan tidak dikehendaki karena
dapat menimbulkan kerugian baik harta benda maupun korban jiwa. Api dapat
terbentuk jika terdapat keseimbangan tiga unsur yang terdiri dari bahan bakar,
oksigen dan panas. Hubungan ketiga komponen ini biasanya disebut dengan
segitiga api, sehingga bila mana salah satu unsur tersebut dihilangkan maka api
akan padam. Segitiga api dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.
(Sumber: http://pdkl.blogspot.co.id )
3. Sumber Panas
(Sumber : http://www.exelgard.com.au)
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal terjadinya
penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapa fase tertentu seperti
source energy, initiation, growth, flashover, full fire dan bahaya-bahaya spesifik
pada peristiwa kebakaran seperti : back draft, penyebaran asap panas dan gas dll.
Tahapan - tahapan tersebut antara lain:
(2 ) Dimana
N=
2 N = jumlah orang
( )
A = luas ruangan
Lebar unit exit yang diperlukan untuk dapat dilalui tiap satu baris
tunggal ditetapkan minimal 21. Banyaknya Lebar Tempat Keluar
(LTK).
() Dimana
U=
( ) 40 N = Jumlah orang
T = klasifikasi hunian
Tempuh
E= +1
Dimana
U : Pintu keluar
Stairways 0,15
Obstacles/Penghalang 0,10
Fs =
()
Type of Specific of
Condition
Facility Person (P/ms)
L (<1,9) 0,54
O (1,9 to 2,7) 0,97
Stair (down)
M (2,7 to 3,2) 0,77
C (>3,2) 0,42
L (<1,9) 0,43
O (1,9 to 2,7) 0,75
Stair (up)
M (2,7 to 3,2) 0,62
C (>3,2) 0,32
L (<1,9) 0,7
Coridors, O (1,9 to 2,7) 1,3
doorways M (2,7 to 3,2) 1,1
C (>3,2) 0,55
L = Low
O = Optimum
M = Moderate
C = Crush
7) Calculated Flow, Fc
Dimana :
Fc = Calculated Flow
Fs = Specific Flow
We = effective width
2.5.1 Kompartemenisasi
adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan cara
membatasi api dengan dinding, lantai, kolom, balok yang tahan
terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan gedung.
2.5.1.1 Konstruksi tahan api, adalah salah satu dari tipe konstruksi,
1. Konstruksi ringan, adalah konstruksi yang terdiri dari :
(a) lembaran atau bahan papan, plesteran, belahan, aplikasi semprotan,
atau material lain yang sejenis yang rentan rusak oleh pukulan, tekanan
atau goresan; atau
(b) beton atau produk yang berisi batu apung, perlite, vermiculite, atau
bahan lunak sejenis yang rentan rusak oleh pukulan, tekanan atau
goresan; atau
adukan yang mempunyai ketebalan kurang dari 70 mm.Koridor
umum, adalah koridor tertutup, jalam dalam ruang/gang/lorong atau
sejenis, yang : (a) melayani jalan ke luar dari 2 atau lebih unit hunian
tunggal ke eksit di lantai tersebut; atau
2.5.1.2 Tinggi ruangan.
Sarana jalan ke luar harus dirancang dan dijaga untuk mendapatkan
tinggi ruangan seperti yang ditentukan di dalam standar ini dan harus
sedikitnya 2,3 m ( 7ft, 6 inci ) dengan bagian tonjolan dari langit-langit
sedikitnya 2 m ( 6 ft, 8 inci ) tinggi nominal di atas lantai finis. Tinggi
ruangan di atas tangga harus minimal 2 m ( 6 ft, 8 inci ), dan harus diukur
vertikal dari ujung anak tangga ke bidang sejajar dengan kemiringan
tangga.
Pengecualian : Pada bangunan yang sudah ada, tingginya langit- langit
harus tidak kurang dari 2,1 m ( 7 ft) dari lantai dengan tanpa penonjolan
di bawah 2 m ( 6 ft, 8 inci ) tinggi nominal dari lantai.
b. Pagar pengaman
Pagar pengaman yang sesuai harus tersedia di sisi bagian terbuka dari
sarana jalan keluar yang lebih dari 70 cm ( 30 inci ) di atas lantai atau di
bawah tanah.
2.5.2 Tangga Darurat
Table 2.2 Penggantian tangga penyelamatan kebakaran.
(SNI 03 1746 2000)
55 cm ( 22 inci ) bersih
Lebar minimum sama.
antara rel-rel
Dimensi horisontal
minimum dari setiap Bersih 55 cm ( 22 inci ) sama.
bordes atau landasan
Tiang tegak
23 cm ( 9 inci ). sama.
maksimum
Tinggi minimum
anak tangga, tidak 25 cm ( 10 inci ). sama .
termasuk ujungnya
Ketinggian
maksimum antar 3,7 m (12 ft ). Sama
bordes
Ketinggian ruang
200 cm ( 6 ft, 8 inci ). Sama
minimum.
Tinggi rel pegangan
100 cm ( 42 inci ). Sama
tangan.
akses ke Pintu atau jendela 60 cm x Jendela-jendela
penyelamatan. 200 cm menyediakan
Setiap tangga darurat tertutup pada bangunan 5 (lima) lantai atau lebih,
harus dapat melayani semua lantai mulai dari lantai bawah, kecuali ruang
bawah tanah (basement) sampai lantai teratas harus dibuat tanpa bukaan
(opening) kecuali pintu masuk tunggal pada tiap lantai dan pintu keluar pada
lantai yang berhubungan langsung dengan jalan, pekarangan atau tempat
terbuka dengan ketentuan:
1) Jumlah minimum sarana jalan ke luar dari setiap lantai atau bagian
dari padanya selain untuk bangunan gedung yang sudah ada seperti
diizinkan untuk seluruh klasifikasi bangunan gedung, harus sebagai
berikut :
(1) beban hunian lebih dari 500 tetapi tidak lebih dari 1000,
sekurang-kurangnya 3.
(2) beban hunian lebih dari 1000, sekurang-kurangnya 4
2) Setiap bangunan gedung yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus
mempunyai tangga darurat/penyelamatan minimal 2 (dua) buah
dengan jarak maksimum 45 m (bila dalam gedung terdapat
sprinkler, maka jarak maksimal bisa 67,5 m).
3) Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu tahan
api, minimum 2 (dua) jam, dengan arah pembukaan ke tangga dan
dapat menutup secara otomatis, dilengkapi dengan kipas (fan) untuk
memberi tekanan positif. Pintu harus dilengkapi dengan lampu dan
petunjuk KELUAR atau EXIT yang menyala saat listrik/PLN mati.
Lampu exit dipasok dari bateri UPS terpusat.
4) Tangga darurat/penyelamatan yang terletak di dalam bangunan
harus dipisahkan dari ruang-ruang lain dengan pintu tahan api dan
bebas asap, pencapaian mudah, serta jarak pencapaian maksimum
45 m dan minimum 9 m.
5) Tangga darurat/penyelamatan tidak boleh berbentuk tangga
melingkar vertikal.
6) Peletakan pintu keluar (exit) pada lantai dasar langsung ke arah luar
halaman.
7) Dilarang menggunakan tangga melingkar (tangga spiral) sebagai
tangga darurat.
8) Tangga darurat dan bordes harus memiliki lebar minimal 1,20 m dan
tidak boleh menjepit ke arah bawah.
9) Tangga darurat harus dilengkapi pegangan (hand rail) yang kuat
setinggi 1,10 m dan mempunyai lebar injakan anak tangga minimal
28 cm dan tinggi maksimal anak tangga 20 cm.
10) Tangga darurat terbuka yang terletak diluar bangunan harus berjarak
minimal 1 m dari bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga
kebakaran tersebut.
11) Jarak pencapaian ke tangga darurat dari setiap titik dalam ruang
efektif, maksimal 25 m apabila tidak dilengkapi dengan spinkler dan
maksimal 40 m apabila dilengkapi dengan spinkler.
12) Ketentuan lebih lanjut tentang tangga darurat diatur
dalam/penyelamatan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam standar teknis.
13) Lebar akses eksit yang dibentuk oleh perabot dan partisi yang dapat
dipindahkan, yang melayani tidak lebih dari enam orang, dan yang
mempunyai panjang tidak lebih dari 15 m, harus memenuhi kedua
kriteria sebagai berikut :
(1) Lebar tidak boleh kurang dari 455 mm, pada titik dan di bawah
ketinggian 965 mm, dan tidak kurang dari 710 mm di atas ketinggian
965 mm.
(2) Lebar tidak boleh kurang dari 915 mm untuk akses eksit yang
baru, dan tidak boleh kurang dari 710 mm untuk akses eksit yang
sudah ada, harus mampu disediakan tanpa melakukan perubahan
dinding permanen.
14)Pada bangunan gedung yang sudah ada, lebar dari akses eksit
diperkenankan tidak kurang dari 71 cm.
2.5.3 Pintu
Menurut SNI 03 1746 2000 pintu seharusnya didesign seperti,
1. Sebuah rakitan pintu dalam suatu sarana jalan ke luar harus memenuhi
persyaratan umum pasal 4 dan persyaratan khusus dari sub bagian ini.
Rakitan seperti itu harus dirancang sebagai sebuah pintu.
2. Setiap pintu dan setiap jalan masuk utama yang dipersyaratkan untuk
melayani sebagai sebuah eksit harus dirancang dan dibangun sehingga jalan
dari lintasan ke luar dapat terlihat jelas dan langsung
3. Jendela yang karena konfigurasi fisiknya atau rancangan dan bahan yang
digunakan dalam pembangunannya mempunyai potensi dikira pintu, harus
dibuat tidak dapat dimasuki oleh penghuni dengan memasang penghalang
atau pagar.
4. Untuk tujuan pasal 5, sebuah bangunan harus dihuni setiap saat, sejak
dinyatakan terbuka, terbuka untuk umum, atau pada waktu lainnya yang
dihuni oleh lebih dari 10 orang.
5. Lebar jalan ke luar
Untuk menetapkan lebar jalan ke luar dari suatu jalur pintu dalam upaya
menghitung kapasitasnya, hanya lebar bebas dari jalur pintu harus diukur
ketika pintu dalam posisi terbuka penuh. Lebar bebas harus ukuran lebar
bersih yang bebas dari tonjolan.
Bukaan pintu untuk sarana jalan ke luar harus sedikitnya memiliki lebar
bersih 80 cm(32 inci)
Bila digunakan pasangan daun pintu maka sedikitnya salah satu daun
pintu memiliki lebar bersih minimal 80 cm ( 32 inci ).
Pengecualian 1 :
Pintu yang menuju jalan keluar yang melayani luas ruangan tidak lebih dari
6,5 m2 ( 70 ft2 ) dan tidak digunakan oleh orang yang berkursi roda harus
memiliki lebar minimal 60 cm ( 24 inci ).
Pengecualian 2 :
Pada bangunan yang sudah ada sebelumnya, lebar pintu harus sedikitnya 70
cm ( 28 inci ).
Pengecualian 3 :
Daun pintu bertenaga yang terletak dalam bukaan dua daun pintu
dikecualikan dari ketentuan minimum 80 cm ( 32 inci ) untuk daun pintu
tunggal sesuai pengecualian 2 pada butir 5.1.9.
6. Ketinggian lantai.
Ketinggian permukaan lantai pada kedua sisi pintu tidak boleh berbeda
lebih dari 12 mm ( inci ). Ketinggian ini harus dipertahankan pada
kedua sisi jalur pintu pada jarak sedikitnya sama dengan lebar daun
pintu yang terbesar. Tinggi ambang pintu tidak boleh menonjol lebih
dari 12 mm ( inci ). Ambang pintu yang ditinggikan dan perubahan
ketinggian lantai lebih dari 6 mm ( inci ) pada jalur pintu harus
dimiringkan dengan kemiringan tidak lebih curam dari 1 : 2.
Pengecualian 1:
Pada bangunan rumah tinggal yang dihuni satu hingga dua keluarga dan di
bangunan yang sudah ada pintunya menuju ke halaman luar atau ke balkon
luar ataupun ke jalur eksit di luar bangunan, maka tinggi permukaan lantai
di luar pintu dibolehkan lebih rendah dibandingkan dengan muka lantai di
dalam bangunan namun perbedaan ini tidak lebih dari 20 cm ( 8 inci ).
Pengecualian 2:
Pada bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh satu hingga dua keluarga
serta pada bangunan yang sudah ada, maka pintu di bagian atas tangga
dibolehkan terbuka langsung pada tangga asalkan pintu tidak membuka ke
arah tangga dan pintu melayani suatu daerah dengan beban penghuni kurang
dari 50 orang.
7. Ayunan dan gaya untuk membuka.
Setiap pintu pada sarana jalan keluar harus dari jenis engsel sisi atau pintu
ayun. Pintu harus dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun dari
posisi manapun hingga mencapai posisi terbuka penuh
Pengecualian 1:
Komponen sarana jalan ke luar seperti kisi-kisi pengaman geser horizontal
dan kisi-kisi pengaman digulung vertikal ataupun pintu yang merupakan
bagian dari sarana jalan ke luar diijinkan dipasang pada bangunan, asalkan:
c) Pintu dan kisi-kisi dapat dioperasikan dari dalam ruang secara mudah,
tanpa membutuhkan upaya dan pengetahuan khusus, dan.
d) Bilamana diperlukan 2 atau lebih jalur jalan ke luar maka tidak lebih
dari separuh dari sarana jalan ke luar tersebut dilengkapi dengan
penutup atau pintu, baik dari tipe geser horizontal maupun gulung
vertikal.
Pengecualian 2 :
Pengecualian 3 :
Pengecualian 4 :
Pintu yang menuju ke garasi pribadi dan daerah gudang atau industri dengan
beban penghuni tidak lebih dari 10 dan benda yang tersimpan dalam daerah
tersebut memiliki resiko bahaya kebakaran ringan dan sedang.
Pengecualian 5 :
Pintu tipe geser horisontal dan gulung vertikal yang sudah terpasang pada
bangunan yang sudah ada dibolehkan dioperasikan dengan sambungan
mudah melebur.
e) Pintu kebakaran yang disyaratkan dari tipe engsel sisi dan tipe poros
ayun harus membuka atau berayun ke arah lintasan jalan ke luar apabila
digunakan untuk melayani ruangan atau daerah dengan beban penghuni
50 atau lebih.
Pengecualian 1 :
Pintu pada eksit horizontal tidak harus disyaratkan untuk membuka
searah jalur jalan ke luar seperti yang dikecualikan dalam butir 5.4.3.6
Perkecualian 2 :
Pintu berfungsi sebagai penghalang asap ( Smoke barrier ).
f) Pintu harus membuka ke arah jalur jalan ke luar apabila digunakan pada
ruang eksit yang dilindungi atau apabila digunakan untuk melayani
daerah yang mengandung resiko bahaya kebakaran berat.
Pengecualian :
Pintu dari hunian tunggal yang terbuka langsung ke ruangan tertutup
untuk eksit.
g) Selama mengayun, setiap pintu pada sarana jalan ke luar harus
menyisihkan ruang tak terhalangi tidak kurang dari setengah lebar yang
dipersyaratkan dari gang, koridor, jalan terusan, atau bordes tangga,
maupun tonjolan lebih dari 18 cm ( 7 inci ) terhadap lebar yang
dipersyaratkan dari gang, koridor, jalan terusan atau bordes tangga
apabila pintu membuka penuh. Selain itu pintu-pintu tidak boleh
membuka langsung ke tangga tanpa ada bordes yang lebarnya
sekurang-kurangnya sama dengan lebar pintu (lihat butir 5.1.3).
Pengecualian :
Di dalam bangunan yang sudah ada, sebuah pintu yang menjadi akses
ke tangga harus mempunyai lebar bersih sedikinyat 60 cm ( 22 inci )
dan bila dibuka tonjolannya tidak lebih dari 18 cm ( 7 inci ) lebar tangga
yang diperlukan.
h) Tenaga yang diperlukan untuk membuka penuh pintu manapun secara
manual di dalam suatu sarana jalan ke luar harus tidak lebih dari 67 N
( 15 lbf ) untuk melepas grendel pintu, 133 N ( 30 lbf ) untuk mulai
menggerakkan pintu, dan 67 N ( 15 lbf ) untuk membuka pintu sampai
pada lebar minimum yang diperlukan. Tenaga untuk membuka pintu
ayun dengan engsel sisi bagian dalam atau poros pintu ayun tanpa
penutup harus tidak lebih dari 22 N ( 5 lbf ). Tenaga ini harus
diterapkan pada grendel pintu.
Bagian luar pintu dibolehkan mempunyai anak kunci yang dioperasikan dari
sisi jalan keluar, dengan syarat bahwa :
Pada atau dekat pintu, ada tulisan yang mudah yang berbunyi :
dengan tinggi huruf tidak kurang dari 2,5 cm ( 1 inci ) dengan latar
belakang yang kontras
i) Pada pintu yang dekat dengan alat pelepas, terdapat tanda yang mudah
terlihat, dengan huruf setinggi 2,5 cm ( 1 inci ) dan tidak kurang 0,3 cm
( 1/8 inci ) tebalnya dengan latar belakang yang kontras, dengan tulisan
:
1) Jalan lintas.
2
2) Ruangan yang luasnya lebih dari 300 m .
2
3) Ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m tetapi kurang dari
2
300 m yang tidak terbuka ;
4) ke koridor, atau
7) ke ruang terbuka.
8) bangunan kelas 2 atau 3 dan pada setiap jalan lintas yang mempunyai
panjang lebih dari 6 m dipasang lampu darurat.
Pengecualian :
Sensor gerakan otomatis untuk mengoperasikan lampu dibolehkan dan
harus disediakan sakelar pengendali bila terjadi kegagalan operasi. Timer
pencahayaan di set minimum 15 menit lamanya, dan sensor gerakan
otomatis bekerja dengan gerakan penghuni sebelum memasuki daerah yang
dilayani oleh unit lampu darurat tersebut.
Lantai dan permukaan untuk berjalan pada tempat yang aman,
sarana menuju tempat yang aman dan sarana menuju jalan umum, tingkat
intensitas cahayanya minimal 10 Lux di ukur pada lantai..
Pengecualian :
Pada ruang pertemuan, pencahayaan dari lantai pada sarana menuju tempat
aman, minimal 2 Lux selama jangka waktu tertentu.
(SNI 03-6574-2001)
2.5.5.4 Lampu Darurat untuk Fasilitas Pemadam Kebakaran
a) Panel Isyarat kebakaran, titik panggil manual dan peralatan
pemadam kebakaran harus cukup terang setiap saat sehingga
mudah ditemukan.
b) Tingkat iluminasi minimum harus sesuai dengan ketentuam yang
berlaku. Waktu tunda antara kegagalan pasokan listrik untuk lampu
normal dengan penyalaan lampu darurat untuk fasilitas pemadam
kebakaran tidak boleh melebihi 15 detik.
c) Lampu darurat harus ditempatkan sedemikian rupa agar dapat
memberikan pencahayaan secara otomatis saat diperlukan pada tempat
fasilitas peralatan proteksi kebakaran seperti : sambungan regu
pemadam kebakaran (seamese connection), panel kebakaran, titik
panggil manual, dan sebagainya. Hal ini untuk memudahkan penghuni
dan petugas instansi kebakaran menemukan lokasi peralatan proteksi
kebakaran (lihat Gambar 2.10).
Gambar 2.11 Lokasi pemasangan tanda EKSIT (EXIT) pada pintu dan dinding
(SNI 03-6574-2001)
2. Jalan masuk ketempat aman harus diberi tanda arah pada lokasi yang mudah
dibaca dari semua arah, bila jalan menuju tempat tersebut tidak mudah terlihat
oleh penghuninya (lihat Gambar 2.12).
Gambar 2.12 Lokasi pemasangan tanda arah EKSIT (EXIT) pada koridor.
(SNI 03-6574-2001)
3. Apabila tanda arah menuju jalan keluar dibutuhkan di dekat lantai, tanda arah
jalan keluar harus dipasang dekat dengan permukaan lantai sebagai tambahan
tanda arah pada pintu dan koridor (lihat Gambar 2.12).
b) Dasar dari tanda arah ini minimal 15 cm dan tidak lebih dari 20 cm
diatas lantai.
c) Untuk pintu menuju jalan keluar yang aman, tanda arah dipasang pada pintu
atau yang berdekatan ke pintu dengan ujung yang terdekat dari tanda arah
ini 10 cm dari rangka pintu.
4. Penempatan tanda arah yang dibutuhkan dalam Bagian ini, harus berukuran,
berwarna khusus, dirancang untuk mudah dibaca dan harus kontras terhadap
dekorasi, penyelesaian interior, atau tanda-tanda lain. Tidak ada dekorasi,
perabotan, atau peralatan yang menggangu pandangan tanda arah diijinkan
kecuali tanda arah jalan keluar, dan harus tidak ada tanda arah dengan
pencahayaan yang tajam, display, atau obyek didalam atau berdekatan dengan
garis pandang tanda arah jalan keluar yang dibutuhkan yang mempunyai
karakter mengurangi perhatian tanda arah tersebut.
5. Apabila lantai yang berdekatan dengan lintasan menuju jalan keluar perlu
diberi tanda arah, harus diterangi dari dalam pada jarak 20 cm dari lantai.
Sistem yang dibutuhkan dirancang mudah dilihat sepanjang lintasan jalan
menuju tempat aman dan meneerus, kecuali dipotong oleh jalan pintu, jalan
hall, koridor, atau lain-lain yang berkaitan dengan arsitektur. Sistem dapat
beroperasi terus menerus atau bila sistem alarm kebakaran bekerja.
Pengaktifan, lamanya dan kelangsungan operasi dari sistem harus sesuai butir
4.2.
6. Apabila pihak berwenang mengijinkan, tangga dari lantai atas yang menerus
ke lantai Basemen, tanda arah yang cocok termasuk tanda arah yang
bergambar harus ditempatkan pada lokasi yang strategis di dalam tangga ke
arah jalan keluar penghuni dalam keadaan darurat (lihat Gambar 2.13.a dan
Gambar 2.13.b).
Gambar 2.13.a
a) Tanda Arah.
Tanda arah yang memenuhi butir 5.3 dan terbaca EKSIT atau
EXIT atau penunjukan serupa dengan indikator arah menunjukkan
arah jalan harus ditempatkan di setiap lokasi dimana arah untuk
mencapai jalan keluar yang terdekat tidak kelihatan (lihat contoh
pada lampiran).
b) Indikator Arah.
(SNI 03-6574-2001)
harus terlihat sebagai tanda arah pada jarak minimum 12 m pada
tingkat pencahayaan rata-rata 300 Lux dalam kondisi normal dan
10 Lux dalam kondisi darurat di lantai.
Indikator arah harus ditempatkan pada ujung tanda arah untuk arah
yang ditunjukkan (Gambar 2.16).
(SNI 03-6574-2001)
Setiap pintu, lorong, tangga yang bukan merupakan jalan keluar dan di
tempatkan atau diatur sehingga dapat mengakibatkan kesalahan, harus
diberi tanda BUKAN EKSIT. Kata BUKAN tinggi hurufnya
minimal 5 cm, tebal 1 cm, dan kata EKSIT , tinggi hurufnya 2,5 cm
dimana kata EKSIT diletakkan dibawah kata BUKAN.
Gambar 2.17
(SNI 03-6574-2001)
d) Tanda Arah Elevator.
Elevator adalah bagian dari sarana jalan keluar yang mempunyai tanda arah
dengan ketinggian huruf minimal 1,6 cm di setiap lobi elevator; Tanda arah
Elevator dipasang untuk :
tanda arah yang menunjukkan elevator yang dapat dipakai untuk
jalan keluar, termasuk ;
tanda arah yang menunjukkan status beroperasinya elevator.
e) Pengujian dan Pemeliharaan.
Tanda arah jalan keluar harus diperiksa setiap jangka waktu
maksimum 30 hari.
Tanda arah jalan keluar yang pencahayaannya diperoleh dari batere
sebagaimana dibutuhkan dalam butir 5.4.5, harus diuji dan
dipelihara sesuai butir 5.6.a.
2.7 Evakuasi
Persyaratan
1. Rute evakuasi harus bebas dari barang-barang yang dapat mengganggu
kelancaran evakuasi dan mudah dicapai.
2. Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara
dari bahaya api, asap dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat
harus diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja penghuni dapat,
menjangkau pintu keluar (exit).
3. Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan
mempunyai lebar untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan keluar
2 m.
4. Rute evakuasi harus diberi penerangan yang cukup dan tidak
tergantung dari sumber utama.
5. Arah menuju pintu keluar(exit) harus dipasang petunjuk yang jelas.
6. Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan.
BAB III
METODE PERANCANGAN
ANALISA DATA
1. Lantai (Basement) Difungsikan Potensi bahaya pada basement 1. Termasuk klasifikasi bahaya kelas B dan D, (
Dasar sebagai Lahan yaitu kebakaran pada NFPA 10 tahun 2013)
Parkir untuk kendaraan apabila terdapat 2.Bahaya kebakaran Sedang 1 (Kepmen No.186
kendaraan sumber api terbuka tahun 1999)
karyawan hotel dan
para tamu hotel
Dapur Difungsikan Berpotensi terjadinya 1. Termasuk klasifikasi kebakaran kelas K
sebagai tempat kebakaran pada peralatan (NFPA 10 tahun 2013)
memasak atau memasak atau alat penyimpan
menyiapkan makan makanan
dan minuman serta
menyimpan
sebagian bahan
makan minuman
untuk dimasak
selanjutnya
Lobby Difungsikan Potensi bahayanya yaitu 1. Termasuk klasifikasi kebakaran kelas A.
(NFPA 10 tahun 2010)
sebagai tempat terjadi kebakaran pada 2. Bahaya Kebakaran Ringan (Kepmen No. 186
memperoleh dokumen, buku tamu hotel Tahun 1999)
informasi tentang atau berkas (kertas) apabila
hotel atau ruang terdapat sumber api terbuka
resepsionis untuk
memasukkan data
pengunjung hotel
Genset dan Digunakan untuk Potensi bahaya pada peralatan 1. Termasuk klasifikasi bahaya kelas C ( NFPA
10 tahun 2013)
Box meletakkan genset yaitu kebakaran pada
2. Bahaya kebakaran Sedang 1 (menurut
Sampah peralatan genset alat genset atau box sampah Kepmen No.186 tahun 1999)
dan tempat apabila terdapat sumber api
terbuka
meletakkan box
yang berisi sampah
2. Lantai 1 Kamar Digunakan untuk Potensi bahaya yang 1. Jenis kebakaran kelas A (NFPA 10)
2. Bahaya Kebakaran Ringan (Kepmen No. 186
Tamu para tamu atau ditimbulkan pada ruang Tahun 1999)
pengunjung hotel kamar tamu yaitu kebakaran
sebagai tempat pada peralatan kamar tidur
beristirahat dan peralatan elektronik yang
ada di kamar apabila terjadi
korsleting atau sumber api
terbuka
3. Lantai 2 Kamar Digunakan untuk Potensi bahaya yang 1. Termasuk klasifikasi bahaya kelas A (NFPA 10
tahun 2013)
tamu para tamu atau ditimbulkan pada ruang 2. Bahaya Kebakaran Ringan (Kepmen No. 186
pengunjung hotel kamar tamu yaitu kebakaran Tahun 1999)
sebagai tempat pada peralatan
beristirahat kamar tidur dan peralatan
elektronik yang ada di kamar
apabila terjadi korsleting atau
sumber api terbuka
1. Lantai 3 Ruang Difungsikan Potensi bahaya pada ruang 1. Trermasuk klasifiasi bahaya kebakaran
kelas A (NFPA 10 tahun 2013)
Serbaguna sebagai apabila serbaguna yaitu kebakaran 2. Bahaya Kebakaran Ringan (Kepmen No.
digunakan menjadi pada peralatan meja dan kursi 186 Tahun 1999)
tempat kegiatan- apabila terdapat sumber api
kegiatan seperti terbuka
seminar, workshop,
diskusi atau
sebagai aula (ruang
pertemuan)
2. Lantai 4 Kamar Digunakan untuk Potensi bahaya yang 1. Termasuk klasifiasi bahaya kebakaran kelas A
(NFPA 10 tahun 2013)
tamu para tamu atau ditimbulkan pada ruang 2. Bahaya Kebakaran Ringan (Kepmen No. 186
pengunjung hotel kamar tamu yaitu kebakaran Tahun 1999)
sebagai tempat pada peralatan kamar tidur
beristirahat dan peralatan elektronik yang
ada di kamar apabila terjadi
3. Lantai 5 Kamar Digunakan untuk Potensi bahaya yang 1. Termasuk klasifiasi bahaya kebakaran kelas
A (NFPA 10 tahun 2013)
Tamu para tamu atau ditimbulkan pada ruang 2. Bahaya Kebakaran Ringan (Kepmen No.
pengunjung hotel kamar tamu yaitu kebakaran 186 Tahun 1999)
pada peralatan kamar tidur
sebagai tempat dan peralatan elektronik yang
beristirahat ada di kamar apabila terjadi
SNI 03-6574-2001 Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan
Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung.
LAMPIRAN