Professional Documents
Culture Documents
Anup Gangavalli, MD, Ajith Malige, BS, George Terres, BS, Saqib Rehman, MD,
dan Chinenye Nwachuku, MD
Pasien/Peserta: Dua ratus tujuh pasien berusia antara 18 dan 89 tahun yang
menjalani fiksasi bedah pada fraktur yang melibatkan panggul, tulang panjang, atau
daerah periartikular pada lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan.
Pengukuran Hasil Utama: Pasien-pasien yang yakin bahwa mereka tidak cukup
menerima pengobatan anti nyeri, menggunakan opioid pada dosis yang lebih tinggi
dari yang dianjurkan, dan menggunakan opioid tambahan selain analgesik yang
ditentukan dianalisis berdasarkan usia, pekerjaan, pendapatan, pendidikan,
penggunaan zat terkontrol, gangguan rasa sakit pada aktivitas hidup sehari-hari, dan
lokasi anatomis pembedahan.
Hasil: Seratus delapan puluh dua pasien menyelesaikan survei yang dilakukan;
19,2% pasien (n = 35) merasa kekurangan pengobatan [pengangguran (P <0,05),
berpendapatan rendah (P <0,05), dan pengguna zat terkontrol yang dilaporkan
sendiri oleh pasien (P <0,05)]; 12,6% pasien (n = 23) mengaku menggunakan obat
nyeri dengan dosis lebih tinggi dari yang ditentukan [pengangguran (P <0,05),
berpendapatan rendah (P <0,05), bukan lulusan sekolah menengah (P <0,05), dan
riwayat pengguna zat terkontrol/controlled substance sebelumnya (P <0,05)];
Sementara itu, sebanyak 9,3% (n = 17) mengaku menggunakan opioid eksternal
[pengangguran (P <0,05) dan pengguna zat terkontrol yang dilaporkan sendiri oleh
pasien (P <0,05)]. Sumber utama opioid ekstra mencakup keluarga/teman (n = 5)
dan dokter-dokter lainnya (n = 4).
Level Bukti: Level Prognostik IV. Lihat bagian Petunjuk untuk Penulis untuk
penjelasan lengkap mengenai level bukti.
LATAR BELAKANG
METODE
Pasien yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini diberi sebuah kertas
survei di sebuah klinik rawat jalan pribadi (lihat Konten Digital Tambahan 1,
http://links.lww.com/ BOT / A867). Tujuan dari survei ini adalah untuk
menentukan kecenderungan penyalahgunaan obat opioid dan mengidentifikasi
berbagai jenis sumber pasien bisa mendapatkan opioid tambahan selain yang telah
ditentukan oleh dokter bedah. Sumber-sumber ini termasuk resep sebelumnya,
keluarga dan teman, dan "secara ilegal" sebuah temuan yang menurut penulis paling
tepat ditetapkan melalui pelaporan pasien secara langsung ke dalam format survei.
Bagian pertama dari survei tersebut meminta pasien untuk mengukur rasa sakit
mereka sebelum dan sesudah operasi mereka, menerangkan kualitas nyeri mereka,
dan menyatakan apakah rasa sakit tersebut mempengaruhi aktivitas sehari-hari
mereka. Pertanyaan-pertanyaan ini dibuat dengan menggunakan University of
California-San Diego Health Systems Pain Medication Questionnaire,
Massachusetts General Hospital Center for Pain Medication Questionnaire, dan
beberapa kuesioner pengobatan nyeri lainnya yang dibahas dalam literatur.
Kelompok ertanyaan kedua yang diperiksa apakah pasien percaya bahwa obat
tersebut diresepkan untuk mengendalikan rasa sakit mereka (pertanyaan 1), apakah
pasien menggunakan opioid yang ditentukan pada dosis yang lebih tinggi dari dosis
yang dianjurkan (pertanyaan 2), dan apakah pasien menggunakan obat opioid lain
selain analgesik yang telah diresepkan untuk mereka (pertanyaan 3). Jika mereka
menggunakan obat lain yang tidak diresepkan untuk mereka, pasien diberi
pertanyaan di mana mereka mendapatkan obat ini. Pertanyaan ketiga menanyakan
tentang lokasi anatomis dari prosedur bedah dan apakah pasien menerima
penanganan nyeri tambahan seperti terapi fisik. Mengacu pada berbagai kuesioner
lain yang saling berkaitan di dalam literatur, kelompok pertanyaan keempat
menanyakan tentang penggunaan zat tambahan oleh pasien. Pertanyaan kelima dan
terakhir mencatat data informasi demografis seperti umur pasien, status pekerjaan,
status pendidikan, dan tingkat pendapatan.
HASIL
Seratus delapan puluh dua pasien (88,3%) telah melengkapi lembar survei
kami dan memenuhi kriteria inklusi. Keseluruhan rincian demografi sampel pasien
kami, yang telah distratifikasi berdasarkan ras, jenis kelamin, usia, pendapatan
tahunan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, dan duasi waktu dari pembedahan
sampai tindak lanjut, diuraikan pada Tabel 1. Singkatnya, 53,8% populasi kami
adalah wanita (n = 98), dan 70,9% berkulit putih (n = 129). Lima puluh delapan
koma delapan persen populasi kami adala pengangguran (n = 107), dengan 72,0%
dari populasi kami (n = 131) melaporkan bahwa mereka berpenghasilan kurang dari
$35.000 per tahun. Tiga puluh dua koma empat persen populasi (n = 59) berusia
antara 30 dan 50, dan sebesar 58,7% (n = 107) melaporkan bahwa mereka belum
memperoleh gelar sarjana. Mayoritas pasien (n = 140) menjalani operasi primer
di lokasi cedera mereka, dan kebanyakan pasien mengalami trauma pada luka
ekstremitas bawahnya (n = 119). Mayoritas pasien juga ada dalam durasi tidak lebih
dari 3 bulan sejak operasi yang mereka jalani (n = 94) dan menerima terapi fisik
sebagai tambahan terhadap rejimen pengobatan nyeri yang telah diresepkan (n =
127).
Pasien melaporkan rata-rata perbaikan skor nyeri sebesar 1,92 dalam skala
1-10 dari sebelum operasi sampai hari tindak lanjut pasca-operasi, dengan pasien
tindak lanjut akut (durasi 6 minggu-3 bulan) melaporkan rata-rata perbaikan skor
nyeri sebesar 2.13 dan pasien tindak lanjut subakut (lebih dari 3 bulan) melaporkan
rata-rata perbaikan skor nyeri sebesar 1,48. Sebanyak 58,2% pasien (n = 106)
mengklasifikasikan rasa nyeri yang mereka alami sebagai nyeri intermiten, dengan
sekitar sepertiga (n = 58) pasien secara kualitatif menggambarkan rasa nyeri mereka
sebagai nyeri tajam, berdenyut, dan seperti tertembak.
Hasil semua uji statistik dilaporkan pada Tabel 2, termasuk tingkat jawaban
keseluruhan untuk pertanyaan 1, 2, dan 3 serta stratifikasi setiap respons pertanyaan
menggunakan 6 faktor demografis yang telah kami yang disebutkan di atas. Secara
keseluruhan, 19,2% pasien (n = 35) percaya bahwa ahli bedah yang merawat
mereka tidak memberi mereka cukup obat penghilang rasa nyeri (pertanyaan 1).
Status pekerjaan (P <0,05), tingkat pendapatan (P <0,05), dan penggunaan zat
terkontrol/controlled substance (*yaitu zat atau obat yang penggunaannya diatur
oleh pemerintah) (P <0,05) semuanya diketahui berkorelasi signifikan dengan
pertanyaan 1, dengan pasien pengangguran (27,1%), pasien berpenghasilan rendah
kurang dari $ 12.000 per tahun (30,9%), dan pengguna controlled substance yang
melaporkan penggunaannya secara mandiri melalui lembar survei (50,0%)
cenderung lebih banyak melaporkan bahwa ahli bedah mereka tidak memberi resep
obat penghilang rasa nyeri yang cukup. Analisis perbedaan usia, tingkat pendidikan,
lokasi anatomis prosedur bedah, dan gangguan aktivitas sehari-hari yang dirasakan
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik.
Dari 25 pasien yang dikeluarkan dari penelitian karena survei tidak lengkap,
56% (n = 14) di antaranya adalah wanita, 64% (n = 16) berkulit putih, 40% (n = 10)
berusia antara 50 dan 69 tahun., 56% (n = 14) merupakan pengangguran, 44% (n =
11) menghasilkan pendapatan kurang dari $ 12.000 per tahun, 50% (n = 12) gagal
menggapai tingkat pendidikan tertinggi mereka, dan 60% (n = 15) melaporkan
bahwa tindak lanjut mereka saat ini dalam durasi waktu 6 minggu sampai 3 bulan
setelah operasi mereka.
DISKUSI
Studi kami juga mengamati gabungan sampel dari daerah perkotaan dan
pinggiran kota, namun 2 kohort tersebut tidak memiliki ukuran yang sama. Seratus
empat puluh tujuh survei pasien diselesaikan di daerah pinggiran kota, sementara
35 survei pasien diselesaikan di wilayah perkotaan. Kami percaya bahwa hasil
akurat dari populasi Amerika sejati hanya dapat dicapai dengan menggabungkan
kelompok urban dan pinggiran kota dengan benar, sehingga mencakup sampel yang
lebih representatif dari beragam populasi pasien yang ada. Populasi pasien kami
juga dibatasi oleh ahli bedah yang berpartisipasi dan spesialisasi mereka, yang
membatasi jenis fiksasi yang disertakan. Hal ini dapat menyebabkan
misrepresentasi populasi trauma ortopedi yang sebenarnya. Karakteristik demografi
populasi sampel kami mungkin juga tidak mewakili populasi pasien pascaoperasi
trauma ortopedi yang lebih besar, yang membatasi generalisasi temuan kami.
Penelitian selanjutnya seharusnya tidak hanya menjalankan studi di pinggiran kota
dan perkotaan bersama dengan sampel yang sama tetapi juga membandingkan juga
2 populasi yang serupa dengan protokol Cicero dkk, yang menggunakan populasi
sampel yang lebih besar dan seimbang dari berbagai setting wilayah klinis untuk
menunjukkan tingkat penyalahgunaan yang lebih tinggi dari berbagai wilayah yang
berbeda di seluruh negeri.
KESIMPULAN