You are on page 1of 25

A.

Anatomi dan Fisiologi Tulang

1. Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari beragam bentuk dan ukuran, ada yang panjang,

ada yang pipih, ada yang bentuknya seperti biji. Secara garis besar tulang

dapat di klasifikasikan berdasarkan bentuknya yang panjang, pendek,

pipih dan tidak beraturan.

a. Tulang panjang, yaitu tulang yang berbentuk silindris, yang terdiri

dari difisis dan epifisis yang berfungsi untuk menahan berat tubuh dan

berperan dalam pergerakan.

b. Tulang pendek, yaitu tulang yang berstruktur kuboid yang biasanya

ditemukan berkelompok yang berfungsi memberikan kekuatan dan

kekompakkan pada area yang pergerakannya terbatas. Contoh tulang

pergelangan tangan dan kaki

c. Tulang pipih, yaitu tulang yang strukturnya mirip lempeng yang

berfungsi untuk memberikan suatu permukaan yang luas untuk

perlekatan otot dan memberikan perlindungan. Contoh sternum,

scapulae, iga, tulang tengkorak.

d. Tulang irreguler, yaitu tulang yang bentuknya tidak beraturan dengan

struktur tulang yang sama dengan tulang pendek. Contoh tulang

vertebrae dan tulang panggul.

e. Tulang sesamoid, yaitu tulang kecil bulat yang masuk dalam formasi

persendian yang bersambung dengan kartilago, ligamen atau tulang

lainnya. Contoh patella. (Setiadi , 2007)


Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antar sel

berkapur yaitu matriks tulang, dan 3 jenis sel yaitu osteosit, osteoblas, dan

osteoklas.(Junqueira,2007)

1) Matriks tulang

50% dari berat matriks tulang adalah bahan anorganik, yang teristimewa dan

banyak dijumpai adalah kalsium dan fosfor, namun bikarbonat, sitrat,

magnesium, kalium, dan natrium juga ditemukan . Bahan organik dalam

matriks tulang adalah kolagen tipe I da substansi dasar, yang mengandung

agregat proteoglikan dan beberapa glikoprotein struktural spesifik.

Glikoprotein tulang bertanggung jawab atas kelancaran kalsifikasi matriks

tulang. Jaringan lain yang mengandung kolagen tipe I biasanya tidak

mengapur dan tidak mengandung glikoprotein tersebut. Karena kandungan

kolagen tinggi, matriks tulang yang terdekalsifikasi terikat kuat dengan

pewarna serat kolagen (Junqueira, 2007).

Gabungan mineral dan serat kolagen memberikan sifat keras dan ketahanan

pada jaringan tulang. Setelah tulang terdekalsifikasi, bentuknya tetap


terjaga, namun menjadi fleksibel mirip tendon. Walaupun bahan organik

dari matriks tulang sudah menghilang, bentuk tulang masih tetap terjaga,

namun menjadi rapuh, mudah patah dan hancur bila dipegang. (Junqueira,

2007).

2) Osteoblas

Osteoblas bertanggung jawab atas sintesis komponen organik matriks

tulang (kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein). Deposisi komponen

anorganik dari tulang juga bergantung pada adanya osteoblas aktif.

Osteoblas hanya terdapat pada permukaan tulang, dan letaknya berseblahan,

mirip epitel selapis. Bila osteoblas aktif menyintesis matriks, osteoblas

memiliki bentuk kuboid sampai silindris dengan sitoplasma basofilik. Bila

aktivitas sintesisnya menurun seltersebut dapat menjadi gepeng dan sifat

basofilik pada sitoplasmanya akan berkurang (Junqueira,2007).

3) Osteosit

Osteosit berasal dari osteoblas, terletak di dalam lakuna yang terletak di

antara lamela-lamela matriks. Hanya ada satu osteosit di dalam satu lakuna.

Bila dibandingkan dengan osteoblas, osteosit yang gepeng dan berbentuk

kenari tersebut memiliki sedikit retikulum endoplasma kasar dan kompleks

Golgi serta kromatin inti yang lebih padat. Sel-sel ini secara aktif terlibat

untuk mempertahankan matriks tulang, dan kematiannya diikuti oleh

resorpsi matriks tersebut (Junqueira, 2007).

4) Osteoklas

Sel motil bercabang yang sangat besar. Bagian badan sel mengandung

sampai 50 inti atau bahkan lebih. Pada daerah terjadinya resorpsi tulang,
osteoklas terdapat di dalam lekukan yang terbentuk akibat kerja enzim pada

matriks, yang dikenal dengan lakuna Howsip. Osteoklas berasal dari

penggabungan sel-sel sumsum tulang belakang. Osteoklas mengeluarkan

kolagenase dan enzim proteolitik lain yang menyebabkan matriks tulang

melepaskan substansi dasar yang mengapur (Junqueira, 2007).

Tulang bagian dalam dan luar di lapisi oleh pembentuk tulang dan

jaringan ikat yang disebut periosteum dan endosteum.

Periosteum

Terdiri atas lapisan luar serat-serat kolagen dan fibroblas. Berkas serat

kolagen periosteum memasuki matriks tulang dan mengikat periosteum

pada tulang. Lapisan periosteum yang lebih banyak mengandung sel

berpotensi membelah melalui mitosis dan berkembang menjadi


osteoblas. Sel ini disebut sel osteoprogenitor dan sel ini berperan

penting pada pertumbuhan dan perbaikan tulang (Junqueira, 2007).

Endosteum

Melapisi semua rongga dalam di dalam tulang dan terdiri atas selapis

sel osteoprogenitorgepeng dan sejumlah kecil jaringan ikat. Karenanya,

endosteum lebih tipis daripada periosteum. (Junqueira,2007)

Fungsi utama periosteum dan endosteum adalah memberi

nutrisi kepada jaringan tulang dan menyediakan osteoklas beru secara

kontinu untuk perbaikan atau pertumbuhan tulang. (Junqueira,2007)


2. Fisiologi Tulang

Tulang berasal dari kata osteo sehingga sel tulang disebut osteosit. Matriks

tulang yang tersusun atas garam kalsium dan kolagen, yang membuatnya

kuat, keras dan tidak fleksibel. Pada bedan tulang panjang misalnya femur,

osteosit matriks dan pembuluh darah terangkai amat rapi yang disebut

sistem havers. Tulang memiliki suplai darah yang bagus sehingga

berperan sebagai tempat penimbunan kalsium, dan ketika terjadi faktur

ringan, tulang dapat memperbaiki dirinya sendiri relatif cepat. Beberapa

tulang , misalnya sternum dan tulang pelvis, mengandung sumsum tulang

merah, yang berperan sebagai jaringan hemopoietik yang menghasilkan

darah (Scanlon, 2007).

Fungsi tulang antara lain adalah sebagai berikut:

1. Sebagai formasi kerangka yang menopang tubuh, membentuk tubuh

dan ukuran tubuh, dan sebagai tempat perlekatan otot sebagai alat

gerak aktif.

2. Melindungi beberapa organ dalam dari kerusakan mekanis, misalnya,

rangka dada melindungi jantung dan paru-paru.

3. Mengandung dan melindungi sumsum tulang belakang yang berperan

dalam proses hematopoiesis (pembentukan sel-sel darah merah)

4. Menjadi tempat penyimpanan minelar teutama kalsium. Kalsium

dapat dipindahkan dari tulang untuk mempertahan kan kadar kalsium

darah, yang penting bagi pembekuan darah serta fungsi otot dan

syaraf. (Scanlon, 2007).


B. Definisi

Tumor tulang merupakan pertumbuhan sel abnormal pada tulang. Tumor

tulang bisa jinak ataupun ganas. Tumor tulang yang bersifat ganas dapat

merusak jaringan tulang. Pada kenyataannya tumor tulang jinak lebih sering

dibanding dengan yang ganas, tumor tulang jinak tidak bermetastasis, tidak

menghancurkan jaringan tulang dan jarang mengancam nyawa ( National

Cancer Institute, 2008).

Tumor tulang yang perkembangan jaringan abnormalnya berasal dari tulang

disebut tumor tulang primer, sedangkan tumor yang bermetastase ke tulang

yang berasal dari bagian tubuh atau jaringan lain disebut tumor tulang sekunder

atau metastatic cancer (National Cancer Institute, 2008).

C. Etiologi

Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini,

penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos

dapat meningkatkan kejadian tumor tulang.

1. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi

2. Keturunan

3. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget

(akibat pajanan radiasi )


Namun ada beberapa faktor yang berhubungan dan memungkinkan

menjadi penyebab tumor tulang meliputi :

a. Genetik

Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan

tulang, misalnya sarcoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma

(STS). Dari data penelitian diduga mutasi genetic pada sel induk

mesinkin dapat menimbulkan sarcoma. Ada beberapa gen yang sudah

diketahui ,mempunyai peranan dalam kejadian sarcoma, antara lain

gen RB-1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam

terjadinya STS. Gen lain yang juga diketahui mempunyai peranan

adalah gen MDM-2 (Murine Double Minute 2). Gen ini dapat

menghasilkan suatu protein yang dapat mengikat pada gen p53 yang

telah mutasi dan menginaktivitas gen tersebut.

b. Radiasi.

Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang

terpapar radiasi seperti pada klien karsinoma mamma dan limfoma

maligna yang mendapat radioterapi. Halperin dkk. Memperkirakan

resiko terjadinya sarcoma pada klien penyakit Hodgkin yang diradiasi

adalah 0,9 %. Terjadinya keganasan jaringan lunak dan bone sarcoma

akibat pemaparan radiasi sudah diketahui sejak 1922. Walaupun

jarang ditemukan, prognosisnya buruk dan umumnya high grade.

Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous

histiocytoma (MFH) dan angiosarkoma atau limfangiosarkoma. Jarak


waktu antara radiasi dan terjadinya sarcoma diperkirakan sekitar 11

tahun.

c. Bahan Kimia.

Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat

menimbulkan sarkoma, tetapi belum dapat dibuktikan. Pemaparan

terhadap torium dioksida (Thorotrast), suatu bahan kontras, dapat

menimbulkan angiosarkoma, pada hepar, selain itu, abses juga diduga

dapat menimbulkan mosotelioma, sedangkan polivilin klorida dapat

menyebabkan angiosarkoma hepatik.

d. Trauma

Sekitar 30 % kasus keganasan pada jaringan lunak mempunyai

riwayat trauma. Walaupun sarkoma kadang-kadang timbul pada

jaringan sikatriks lama, luka bakar, dan riwayat trauma, semua ini

tidak pernah dapat dibuktikan.

e. Limfedema kronis.

Limfedema akibat operasi atau radiasi dapat menimbulkan

limfangiosarkoma dan kasus limfangiosarkoma pada ekstremitas

superior ditemukan pada klien karsinoma mammae yang mendapat

radioterapi pasca-mastektomi.

f. Infeksi.

Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh

infeksi parasit, yaitu filariasis. Pada klien limfedema kronis akibat

obstruksi, filariasis dapat menimbulkan limfangiosrakoma.


D. Klasifikasi

1. Osteokondroma

Osteokondroma (Eksostosis Osteokartilaginous) merupakan tumor tulang

jinak yang paling sering ditemukan. Biasanya menyerang usia 10-20

tahun. Tumor ini tumbuh pada permukaan tulang sebagai benjolan yang

keras. Penderita dapat memiliki satu atau beberapa benjolan.10% dari

penderita yang memiliki beberapa osteokondroma, akan mengalami

kelaganasan tulang yang disebut kondrosarkoma, tetapi penderita yang

hanya memiliki satu osterokondroma, tidak akan menderita

kondrosarkoma.

2. Kondroma Jinak

Kondroma Jinak biasanya terjadi pada usia 10-30 tahun, timbul di bagian

tengah tulang. Beberapa jenis kondroma menyebabkan nyeri. Jika tidak

menimbulkan nyeri, tidak perlu diangkat atau diobati. Untuk memantau

perkembangannya, dilakukan foto rontgen. Jika tumor tidak dapat

didiagnosis melalui foto rontgen atau jika menyebabkan nyeri, mungkin

perlu dilakukan biopsi untuk menentukan apakah tumor tersebut bisa

berkembang menjadi kanker atau tidak

3. Kondroblastoma

Kondroblastoma merupakan tumor yang jarang terjadi, yang tumbuh pada

ujung tulang. Biasanya timbul pada usia 10-20 tahun.Tumor ini dapat

menimbulkan nyeri, yang merupakan petunjuk adanya penyakit ini.

Pengobatan terdiri dari pengangkatan melalui pembedahan; kadang setelah

dilakukan pembedahan, tumor bisa tumbuh kembali


4. Fibroma Kondromiksoid

Fibroma Kondromiksoid merupakan tumor yang sangat jarang, yang

terjadi pada usia kurang dari 30 tahun.Nyeri merupakan gejala yang biasa

dikeluhkan.Tumor ini akan memberikan gambaran yang khas pada foto

rontgen.Pengobatannya adalah pengangkatan melalui pembedahan.

5. Osteoid Osteoma

Osteoid Osteoma adalah tumor yang sangat kecil, yang biasanya tumbuh

di lengan atau tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang.

Biasanya akan menimbulkan nyeri yang memburuk pada malam hari dan

berkurang dengan pemberian aspirin dosis rendah.Kadang otot di sekitar

tumor akan mengecil (atrofi) dan keadaan ini akan membaik setelah tumor

diangkat.Skening tulang menggunakan pelacak radioaktif bisa membantu

menentukan lokasi yang tepat dari tumor tersebut. Kadang-kadang tumor

sulit ditentukan lokasinya dan perlu dilakukan pemeriksaan tambahan

seperti CT scan dan foto rontgen dengan teknik yang khusus.

Pengangkatan tumor melalui pembedahan merupakan satu-satunya cara

untuk mengurangi nyeri secara permanen. Bila penderita enggan menjalani

pembedahan, untuk mengurangi nyeri bisa diberikan aspirin.

6. Tumor Sel Raksasa

Tumor Sel Raksasa biasanya terjadi pada usia 20 tahun dan 30 tahun.

Tumor ini umumnya tumbuh di ujung tulang dan dapat meluas ke jaringan

di sekitarnya. Biasanya menimbulkan nyeri. Pengobatan tergantung dari

ukuran tumor. Tumor dapat diangkat melalui pembedahan dan lubang

yang terbentuk bisa diisi dengan cangkokan tulang atau semen tulang
buatan agar struktur tulang tetap terjaga. Pada tumor yang sangat luas

kadang perlu dilakukan pengangkatan satu segmen tulang yang terkena.

Sekitar 10 % tumor akan muncul kembali setelah pembedahan. Walaupun

jarang, tumor ini bisa tumbuh menjadi kanker.

E. Manifestasi Klinis

1. Rasa sakit (nyeri),

Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi

semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan

progresivitas penyakit).

2. Pembengkakan

Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan

yang terbatas

3. Keterbatasan gerak

4. Fraktur patologik.

5. Menurunnya berat badan

6. Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas

massa serta distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.

7. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam,

berat badan menurun dan malaise.


F. Patofisiologi

Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel

tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses

destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses

pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik,

karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru

dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.

Kelainan congenital, genetic, gender / jenis kelamin, usia, rangsangan fisik

berulang, hormon, infeksi, gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus,

radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor

dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas). Sel tumor pada

tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak

cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara

serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan

jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada

umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi. Sel tumor pada

tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada umumnya

cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat

sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya

mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat

membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari

tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan

tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat

pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat
tersebut menjadi terganggu. Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai

dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk

menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di

jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang

jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan

DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan

fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991). Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah

membelah diri, membentuk RNA, berdiferensiasi / proliferasi, membentuk

DNA baru, duplikasi kromosom sel, duplikasi DNA dari sel normal, menjalani

fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel tidak melakukan pembelahan).
G. Komplikasi

1. Infeksi

2. Hemoragi

3. Rekurens local

4. Fraktur patologis

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan kadar alkali

fosfatase serum meningkat (pada sarkom).

b. Tes darah rutin

Tes darah rutin disarankan. Jika ada penderitaan dari sumsum tulang

karena penyebaran kanker mungkin ada anemia, rendah sel darah

putih atau hitungan trombosit.

c. Tes darah biokimia

Darah biokimia tes mungkin menunjukkan peningkatan enzim yang

disebut basa phosphatise pada pasien dengan osteosarkoma

2. Radiologi

a. Sinar x tulang

Pemeriksaan Ini adalah yang paling umum dan paling efektif biaya

penyelidikan diberitahukan bila kondisi tulang yang dicurigai. Pasien

yang menyajikan ke dokter dengan fraktur mungkin memiliki kanker

tulang yang mendasari yang dapat diduga pada x ray. Jika sinar x
sugestif dari kanker tulang pasien disebut spesialis untuk lebih lanjut

evaluasi dan manajemen.

b. MRI scan

MRI scan adalah studi pencitraan lain yang menggunakan medan

magnet yang kuat dan gelombang radio untuk melihat tulang dan

organ tubuh. Ini mungkin disarankan untuk mendeteksi ukuran dan

penyebaran setiap kanker tumor dalam tulang.

c. CT scan

CT scan juga melibatkan mengambil serangkaian sinar-X yang

melihat ukuran dan tingkat penyebaran kanker. CT scan dada dapat

mengungkapkan penyebaran kanker tulang ke paru-paru.

3. Biopsi

Ini adalah metode yang paling pasti untuk mendeteksi kanker tulang.

Biopsi melibatkan mengambil sampel kecil dari daerah yang terkena

dampak dari tulang dan menodai dengan pewarna cocok pada slide dan

memeriksa sel sampel di bawah mikroskop di laboratorium. Biopsi

digunakan untuk mendeteksi jenis kanker, tahap atau kelas kanker dan

bagaimana agresif kanker adalah. Hal ini membantu dalam perencanaan

manajemen kanker dan juga membantu dalam meramalkan hasil dari

kanker. Biopsi dari tulang dapat diambil oleh salah satu dari dua metode -

inti biopsi jarum atau biopsi terbuka. Biopsi jarum inti dilakukan setelah

menerapkan lokal atau umum anestesi. Tipis jarum dimasukkan ke dalam

tulang dan sampel jaringan akan dihapus. Biopsi terbuka biasanya

dilakukan di bawah anestesi umum. Dokter bedah membuat sayatan atas


tulang yang terpengaruh kanker dan menghapus bagian yang lebih besar

dari tulang untuk analisis.

I. Penatalaksanaan Medis

1. Eksisi luas, tujuan adalah untuk mendapatkan batas-batas tumor secara

histologis, tetapi mempertahankan struktur-struktur neurovaskuler yang

utama.

2. Amputasi, tindakan pengangkatan tumor biasanya dengan mengamputasi.

Indikasi amputasi primer adalah lesi yang terjadi secara lambat yang

melibatkan jaringan neurovaskuler, menyebabkan firaktur patologis

(terutama raktur proksimal), biopsi insisi yang tidak tepat atau mengalami

infeksi, atau terkenanya otot dalam area yang luas.

3. Reseksi enblock, taknik ini memerlukan eksisi luas dari jaringan normal

dari jaringan disekitarnya, pegankatan seluruh serabut otot mulai dari

origo sampai insersinya dan reseksi tulang yang terkena termasuk struktur

pembuluh darah.

4. Prosedur tikhofflinbekrg, teknik pembedahan ini digunakan pada lesi

humerus bagian proksimal dan meliputi reaksi enblock skapula, bagian

humerus dan klavikula

5. Pilihan Rekonstruksi

Kriteria pasien untuk pembedahan mempertahankan ekstremitas, usia,

insisi biopsi dan fungsi pasca bedah ekstremitas yang dipertahankan lebih

dari fungsi alat prostesis, rekonstruksi dapat dilakukan dengan penggunaan

berbagai bahan logam maupun sintesis.


6. Kemoterapi

Kemoterapi mengurangi massa tumor dengan agen alkilating kemoterapi

yang dikombinasikan yang dilaksanakan sebelum dan sesudah

pembedahan dengan tujuan untuk membasmi lesi mikrometastik.

7. Terapi Radiasi

Percobaan untuk sakoma jaringan lunak saat ini dengan menggunakan

doksorubisin / sisplatin diikuti radiasi sebesar 2800 cGy.

J. Penatalaksanaan Keperawatan

1. PENGKAJIAN

a. Data demografi. Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin,

tempat tinggal, jenis transportasi yang digunakan, dan orang yang

terdekat dengan klien.

b. Riwayat perkembangan. Data ini untuk mengetahui tingkat

perkembangan pada neonatus, bayi prasekolah, remaja dan tua.

c. Riwayat sosial. Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan.

Seseorang yang terpapar terus-menerus dengan agens tertentu

dalam pekerjaannya, status kesehatannya dapat dipengaruhi.

d. Riwayat penyakit keturunan. Riwayat penyakit keluarga perlu

diketahui untuk menentukan hubungan genetik yang perlu

diidentifikasi (misal; penyakit DM yang merupakan predisposisi

penyakit sendi degeneratif, TBC, artritis, riketsia, osteomielitis,

dll)
e. Riwayat diet (nutrisi). Identifikasi adanya kelebihan berat badan

karena kondisi ini dapat mengakibatkan stres pada sendi

penyangga tubuh dan prdisposisi terjadinya instabilitas legamen

khususnya pada punggung bagian bawah. Kurangnya asupan

kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi.

Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A, D,

kalsium serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi

muskuloskeletal.

f. Aktivas kegiatan sehari-hari. Identifikasi pekerjaan pasien dan

aktivitas sehari-hari. Kebiasaan membewa benda-benda berat yang

dapat menimbulkan regangan otot dan trauma lainnya. Kurangnya

melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur

atau trauma dapat timbul pada olahraga

g. Pemeriksaan Fisik

1) Skeletal Tubuh

Skelet tubuh dapat dikaji dengan adanya deformitas dan

kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor

tulang dapat dijumpai. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan

bagian tubuh yang tidan sejajar dalam kondisi anatomis harus

dicatat. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan

pada titik selain sendi menunjukkan pataha tulang. Biasanya

terjadi krepitus (suara berderik ) pada titik gerakan abnormal.

Gerakan fragmen tulang harus diminimalkan untuk mencegah

cedera lebih lanjut. (Smeltzer, 2002)


Priharjo (1996) mengatakan pengkajian tulang di antaranya

amato kenormalan susunan tulang dan kaji adanya deformitas,

lakukan palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri

tekan, dan amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya

pembengkakan.

2) Pengkajian Tulang Belakang

Kurvatura normal tulang belakang konveks pada bagian dada

dan konkaf pada sepanjang leher dan pinggang. Deformitas

tulang belakang yang sering terjadi meliputi : scoliosis (deviasi

kurvatura lateral tulang belakang), kifosis (kenaikan kurvatura

lateral tulang belakang bagian dada), lordosis ( membebek,

kurvatura tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan).

Kifosis terjadi pada pasien osteoporosis pada pasien

neuromuscular. Skoliosis terjadi congenital, idiopatrik (tidak


diketahui penyebabnya) atau akibat kerusakan otot paraspinal

misalnya pada poliomyelitis. Lordosis dijumpai pada

penderita kehamilan karena menyesuaikan postur tubuhnya

akibat perubahan pusat gaya beratnya. Pemeriksaan

kesimetrisan dilakukan dengan memeriksa kurvatura tulang

belakang dan kesimetrisan batang tubuh dari pandangan

anterior, posterior dan lateral. Dengan cara berdiri di belakang

pasien, dan memperhatikan perbedaan tinggi bahu dan krista

iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Simetri bahu dan

pinggul serta kelurusan tulang belakang diperiksa dengan

pasien berdiri tegak, dan membungkuk ke depan (fleksi).

Skoliosis ditandai dengan abnormal kurvatura lateral tulang

belakang, bahu yang tidak sama tinggi, garis pinggang yang

tidak simetri dan scapula yang yang menonjol, akan lebih jelas

dengan uji membungkuk kedepan. Lansia akan mengalami

kehilangan tinggi badan karena hilangnya tulang rawan dan

tulang belakang.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan adanya proses penyakit.

b. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan adanya pembesaran

massa.

c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


3. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV

keperawatan selama ...... x24 jam


2. Observasi karakteristik nyeri
pasien dapat mengontrol nyeri.
3. Ajarkan tekhnik distraksi dan

relaksasi
Kriteria Hasil:
4. Batasi pengunjung
1) Mengenali faktor penyebab.
5. Anjurkan klien untuk beristirahat
2) Mengenali gejala-gejala nyeri.
6. Ambulasikan klien sesegera
3) Melaporkan nyeri sudah terkontrol.
mungkin

7. Kolaboraikan dengan pemberian

obat anakgesik sesuai indikasi


b. Diagnosa Keperawatan: Gangguan mobilitas fisik.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 1. Hindari sabun alkali, berikan minyak

keperawatan selama ......x24 jam kalamin sesuai indikasi.

tingkat mobilitas pasien meningkat 2. Anjurkan menggunakan buku- buku

jari untuk menggaruk (bila tidak

Kriteria Hasil: terkontrol)

1. Keseimbangan tubuh 3. Berikan massae pada waktu tidur

4. Hindari komentar tentang


2. Posisi tubuh
penampilan pasien
3. Gerakan otot
5. Berikan obat ssuai indikasi.

4. Gerakan sendi
c. Diagnosa Keperawatan: Ansietas

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 1. Pahami perspektif pasien terhadap

keperawatan selama .......x24 jam pasien situasi stress

dapat mengontrol cemas.


2. Temani pasien untuk memberikan

keamanan dan mengurangi takut


Kriteria Hasil:
3. Berikan informasi mengenai
1. Monitor intensitas kecemasan
diagnosis, tindakan, prognosis
2. Menyingkirkan tanda kecemasan
4. Motivasi pasien agar dapat
3. Menurunkan stimulus lingkungan
mengurangi kecemasan
ketika cemas
5. Dorong pasien untuk
4. Merencanakan strategi koping untuk
mengungkapkan perasaan,
situasi penuh stres
ketakutan, persepsi

6. Kolaborasi dengan tim medis dalam

pemberian obat untuk mengurangi

kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. Dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku utuk Brunner dan

Suddart. Jakarta: EGC.

Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8. Jakarta:

EGC.

Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta:

Salemba Medika.

Suratun, et al. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

http://www.NHS.uk/conditions/Cancer-of-the-Bone/Pages/diagnosis.aspx

You might also like