You are on page 1of 10

MEKANISME TERJADINYA NYERI KEPALA PRIMER DAN PROSPEK

PENGOBATANNYA
HASAN SJAHRIR
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Sebahagian besar orang pernah mengalami nyeri kepala(sefalgi) pada sepanjang
7
hidupnya, terbukti dari hasil penelitian population base di Singapore dari Ho dkk
didapati prevalensi life time nyeri kepala penduduk Singapore adalah pria 80%, wanita
85% (p= 0.0002). Angka tersebut hampir mirip dengan hasil penelitian pendahuluan
7
Sjahrir dkk di Medan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran USU mendapati hasilpria
78% sedangkan wanitanya 88%. Dari basil pengamatan jenis penyakit dari pasien yang
berobat jalan di praktek sore penulis selama tahun 2003, ternyata nyeri kepala
menduduki proporsi tempat yang teratas, sekitar 42% dari keseluruhan pasien
35
neurologi. Maka dari itu perlu dilakukan perhatian yang serius dan secara kontinyu
terhadap perkembangan kemajuan ilmu perihal nyeri kepala ini.
Yang disebut sebagai Nyeri kepala primer adalah suatu nyeri kepala tanpa
disertai adanya penyebab strukturalorganik. Berdasarkan klasifikasi Internasional Nyeri
Kepala Edisi 2 dari IHS (International Headache Society) yang terbaru tahun 2004, Nyeri
Kepala Primer terdiri atas Migraine, Tension type Headache; Cluster Headache and other
34
trigeminal-autonomic cephalalgias dari Other Primary Headaches. Banyak faktor yang
berperan dalam mekanisme patofisiologi nyeri kepala primer ini, akan tetapi pada
dasarnya secara umum patofisiologinya hampir mirip satu sama lainnya dengan disertai
adanya sedikit perbedaan spesifik yang masing masing belum diketahui selengkapnya
dengan benar.
Patofisiologi Nyeri kepala.
Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron
trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus
allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri kepala
kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron
3
trigeminalsentral.
lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebahagian besar berasal dari
ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptid
dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling besar adalah CGRP(Calcitonin Gene
Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP(substance P), NKA(Neurokinin A), pituitary
adenylate cyclase activating peptide (PACAP) nitricoxide (NO), molekul prostaglandin E 2
(PGEJ2) bradikinin, serotonin(5-HT) dan adenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi atau
mensensitisasi nosiseptor2. Khusus untuk nyeri kepala klaster clan chronic parox-ysmal
headache ada lagi pelepasan VIP(vasoactive intestine peptide) yang berperan dalam
10,14
timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea.
Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah opioid
dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel(Nav 1.8), purinergic reseptors(P2X 3),
isolectin B4 (IB4) , neuropeptide Y , galanin dan artemin reseptor ( GFR-3 = GDNF Glial
29
Cell Derived Neourotrophic Factor family receptor-3). Sistem ascending dan
descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terletak
dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting sebagai dalam
pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi
transmisi sensoris sebahagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal
grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia
mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi
kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan struktur
sistem limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan
25
modulator sefalgi.
Stimuli elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada periaquaduct
grey(PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti
migren (migraine like headache).Pada penelitian MRI(Magnetic Resonance Imaging)
terhadap keterlibatan batang otak pada penderita migren, CDH(Chronic Daily Headache)
dan sampel kontrol yang non sefalgi, didapat bukti adanya peninggian deposisi Fe di PAG
15
pada penderita migren dan CDH dibandingkan dengan kontrol.
Patofisiologi CDH belumlah diketahui dengan jelas .Pada CDH justru yang paling
berperan adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi reseptor NMDA(N-metil-
D-Aspartat), produksi NO dan supersensitivitas akan menaikkan produksi neuropeptide
sensoris yang bertahan lama. Kenaikan nitrit Likuor serebrospinal ternyata bersamaan
dengan kenaikan kadar cGMP(cytoplasmic Guanosine Mono phosphat) di likuor. Kadar
26
CGRP, SP maupun NKA juga tampak meninggi pada likuor pasien CDH.
Reseptor opioid di down regulated oleh penggunaan konsumsi opioid analgetik
yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut migren, terjadi
disregulasi dari sistem opoid endogen, akan tetapi dengan adanya analgesic
overusedmaka terjadi desensitisasi yang berperan dalam perubahan dari migren menjadi
CDH.15
Adanya inflamasi nyeri pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat
substansi dari perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin lL1 (Interleukin .1), lL6 dan
TNF (Tumor Necrotizing Factor ) dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast cell
melepas/mengasingkan metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan arachidonic
acid dengan kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses
inflamasi, terjadi proses upregulasi beberapa reseptor (VR1, sensory specific
sodium/SNS, dan SNS-2)dan peptides(CGRP, SP).
Patofisiologi Migren
Cutaneous allodynia(CA) adalah nafsu nyeri yang ditimibulkan oleh stimulus non noxious
14.27
terhadap kulit normal Saatserangan/migren 79% pasien menunjukkan cutaneus
allodynia(CA) di daerah kepala ipsilateral dan kemudian dapat menyebar kedaerah
27
kontralateral dan kedua lengan.
Allodynia biasanya terbatas pada daerah ipsilateral kepala, yang menandakan
sensitivitas yang meninggi dari neuron trigeminal sentral(second-order) yang menerima input
secara konvergen. Jika allodynia lebih menyebar lagi, ini disebabkan karena adanya kenaikan
sementara daripada sensitivitas third order neuron yang menerima pemusatan input dari kulit
pada sisi yang berbeda, seperti sama baiknya dengan dari duramater maupun kulit yang
14
sebelumnya.
27
Ada 3 hipotesa dalam hal patofisiologi migren yaitu:
Pada migren yang tidak disertai CA, berarti sensitisasi neuron ganglion trigeminal
sensoris yang meng inervasi duramater
Pada migren yang menunjukkan adanya CA hanya pada daerah referred pain, berarti
terjadi sensitisasi perifer dari reseptor meninggal(first order) dan sensitisasi sentral dari
neuron komu dorsalis medula spinalis(second order) dengan daerah reseptifperiorbital.
Pada migren yang disertai CA yang meluas keluar dari area referred pain, terdiri atas
penumpukan dan pertambahan sensitisasi neuron talamik(third order) yang meliputi
daerah reseptif seluruh tubuh.
Pada penderita migren, disamping terdapat nyeri intrakranial juga disertai
peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren diduga bukan hanya adanya
iritasi pain fiber perifer yang terdapat di pembuluh darah intrakranial, akan tetapi juga
terjadi kenaikan sensitisasi set safar sentral terutama pada sistem trigeminal, yang
27
memproses informasi yang berasal dari struktur intrakranial dan kulit
Pada beberapa penelitian terhadap penderita migren dengan aura, pada saat paling awal
serangan migren diketemukan adanya penurunan cerebral blood flow(CBF) yang dimulai
pada daerah oksipital dan meluas pelan2 ke depan sebagai seperti suatu gelombang
("spreading oligemia'; dan dapat menyeberang korteks dengan kecepatan 2-3 mm per
menit. hal ini berlangsung beberapa jam dan kemudian barulah diikuti proses hiperemia.
Pembuluh darah vasodilatasi, blood flow berkurang, kemudian terjadi reaktif
hiperglikemia dan oligemia pada daerah oksipital, kejadian depolarisasi set saraf
menghasilkan gejala scintillating aura, kemudian aktifitas set safar menurun
menimbulkan gejala skotoma. Peristiwa kejadian tersebut disebut suatu cortical
spreading depression (CDS). CDS menyebabkan hiperemia yang berlama didalam
duramater, edema neurogenik didalam meningens dan aktivasi neuronal didalam TNC
(trigeminal nucleus caudalis) ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura migren tersebut
mempunyai kontribusi pada aktivasi trigeminal, yang akan mencetuskan timbulnya nyeri
9.16
kepala Pada serangan migren, akan terjadi fenomena pain pathway pada sistem
trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA, yang kemudian diikuti
peninggian Ca sebagai penghantar yang menaikkan aktivasi proteinkinase seperti
misalnya 5-HT, bradykinine, prostaglandin, dan juga mengaktivasi enzym NOS. Proses
tersebutlah sebagai penyebab adanya penyebaran nyeri, allodynia dan hiperalgesia pada
penderita migren. Fase sentral sensitisasi padamigren, induksi nyeri ditimbulkan oleh
komponen inflamasi yang dilepas dari dura, seperti oleh ion potasium, protons, histamin,
5HT(serotonin), bradikin, prostaglandin Edi pembuluh darah serebral, dan serabut safar
yang dapat menimbulkan nyeri kepala. Pengalih komponen inflamasi tersebut terhadap
reseptor C fiber di meningens dapat dihambat dengan obat2an NSAIDs(non steroid anti
inflammation drugs) dan 5-HT 1B/1D agonist, yang memblokade reseptor vanilloid dan
reseptor acid-sensittive ion channel yang juga berperan melepaskan unsur protein
inflamator). Fase berikutnya dari sensitisasi sentral dimediasi oleh aktivasi reseptor
presinap NMDA purinergic yang mengikat adenosine triphosphat(reseptor P2X 3) dan
reseptor 5-HT IB/ID
pada terminal sentral dari nosiseptor C tiber. Nosiseptor C-fiber
memperbanyak pelepasan transmitter. Jadi obat2an yang mengurangi pelepasan
transmitter seperti mu-opiate, adenosine dan 5-HT IB/ID reseptor agonist, dapat
mengurangi induksi daripada sensitisasi sentral.
Proses sensitisasi di reseptor meningeal perivaskuler mengakibatkan
hipersensitivitas intrakranial dengan manifestasi sebagai perasaan nyeri yang
ditimbulkan oleh berbatuk, rasa mengikat dikepala, atau pada saat menolehkan kepala.
Sedangkan sensitivitas pada sentral neuron trigeminal menerangkan proses timbulnya
nyeri tekan pada daerah ektrakranial dan cutaneus allodynia. Sehingga ada pendapat
bahwa adanya cutaneus allodynia (CA) dapat sebagai marker dari adanya sentral
sensitisasi pada migren.
Pada pemberian sumaptriptan maka aktivitas batang otak akan stabil dan
menyebabkan gejala migrenpun akan menghilang sesuai dengan pengurangan aktivasi di
cingulate, auditory dan visual association cortical. Hal itu menunjukkan bahwa patogenesis
migren sehubungan dengan adanya aktivitas yang imbalance antara brain stem nuclei
regulating antinoception dengan vascular control. Juga diduga bahwa adanya aktivasi batang
otak yang menetap itu berkaitan dengan durasi serangan migren dan adanya serangan ulang
15
migren sesudah efek obat sumatriptan terse but menghilang.
34
Kruit MC dalam laporan penelitiannya yang dimuat pada The Journal of
American Medical Association Januari 2004 vot 291 mengenai gambaran MRI yang
supersensitif pada 161 pasien migren dibandingkan dengan 141 orang tanpa migren.
Temuan ini telah mengubah pandangan terhadap migren yang selama ini dianggap
sebagai suatu episodic disorder dengan gejala transient menjadi suatu chronic
progressive disorder yang mengakibatkan perubahan permanen dari parenkhim otak.
Pada subyek kontrol tanpa migren didapati 38% adanya tiny brain lesion. Peneliti
mendapatkan adanya lesi diotak yang lebih banyak dan lebih luas pada pasien wanita
migren 2 kali banyak dibandingkan dengan laki2 secara signifikan. Pasien yang lebih
sering mendapat serangan migren dan juga disertai aura lebih banyak menunjukkan lesi
infark dibandingkan tanpa aura.
Patofisiologi Tension Type Headache.
Pada penderita Tension type headache didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri
tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif
dari otot perikranial yang menjalar kekepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan
nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya.
TTH adalah kondisi stress mental, non-physiological motor stress, dan miofasial
lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya yang menstimuli
perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supraspinal pain, kemudian
berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing2 individu mempunyai sifat self limiting
yang berbeda bedaa dalam hal intensitas nyeri kepalanya.
Pengukuran tekanan palpasi terhadap otot perikranial dilakukan dengan alat
palporneter sehingga dapat mendapatkan skor nyeritekan terhadap otot tersebut.
28
Langemark & Olesen tahun 1987 (yang dikutip oleh Bendtsen ) telah
menernukan metode palpasi manual untuk penelitian nyeri kepala dengan cara palpasi
secara cepat bilateral dengan cara memutar jari ke2 dan ke 3 ke otot yang diperiksa,
nyeri tekan yang terinduksi dinilai dengan skor Total Tenderness Scoring system. Yaitu
suatu sistem skor dengan 4 point penilaian kombinasi antara reaksi behaviour dengan
28
reaksi verbal dari penderita:
Pada penelitian Bendtsen tabun 1996 terhadap penderita chronic tension type
headache (yang dikutip oleh Bendtsew8) teryata otot yang mempunyai nilai Local
tenderness score tertinggi adalah otot Trapezeus, insersi otot leher dan otot
28
sternocleidomastoid. Nyeri tekan otot perikranial secara signifikan berkorelasi dengan
intensitas maupun frekwensi serangan tension type headache kronik. Belum diketahui
secara jelas apakah nyeri tekan otot tersebut mendahului atau sebab akibat daripada
nyeri kepala, atau nyeri kepala yang timbul dahulu baru timbul nyeri
tekan otot. Pada migren dapat juga terjadi nyeri tekan otot, akan tetapi tidak selalu
berkorelasi dengan intensitas maupun frekwensi serangan migren.
Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur
35
fascia dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut
kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang
bermyelin (A dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan/ tidak
merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan inocuous event, seperti misalnya
proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan timbul proses
sensitisasi serabut Aa dan serabut C yang berperan menambah rasa nyeri tekan pada
tension type headache.
Pada zaman dekade sebelum ini dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan
leher yang dapat menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension
type headache sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction headache.
Akan tetapi pada akhir2 ini pada beberapa penelitian2 yang menggunakan EMG(
elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata hanya menunjukkan
sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik otot,jika meskipun
terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi protektif terhadap nyeri.
Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri kepala.
Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial trigger
28
point yang berukuran kecil beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua otot)
Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin( dilepas dari platelet), bradikinin(
dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan Kalium (yang dilepas dari sel
otot), SP dan CGRP dari aferens otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap
nosiseptor otot skelet. Jadi dianggap yang lebih sahih pada saat ini adalah peran
miofascial terhadap timbulnya tension type headache.
Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap nosiseptor,
sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot sefalik secara
involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory activity, dan
hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan terhadap
timbulnya nyeri pada Tension type Headache. Semua nilai ambangpressure pain
detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun
28
ekstrasefalik
Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus(87%),
33
exacerbasi maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Prevalensi life time
depresi pada penduduk adalah sekitar 17%. Pada penderita depresi dijumpai adanya
defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya. Pada suatu penelitian dengan PET
Scan , ternyata membuktikan bahwa kecepatan biosintesa serotonin pada pria jauh lebih
cepat 52% dibandingkan dengan wanita. Dengan bukti tersebut di asumsikan bahwa
memang terbukti bahwa angka kejadian depresi pada wanita lebih tinggi 2- 3 kali dari
pria.
CGRP
CGRP immunoreactive fibres bermula dari ganglion trigeminal yang menginervasi
pembuluh darah serebral bagian kranial. Terletak di serabut safar perivaskuler yang
mensupply sebahagian arteri serebral besar (seperti misalnya arteri ternporalis
superfisial) dan pial arteriole dipermukaan korteks.
CGRP didapati dalam jumlah yang terbanyak (40% dari sel body semua sel
neuron) bersamaan dengan SP(18%), dan neurotransmitter lain NOS(15%), dan
2,10
PACAP(20%) di serabut sensoris trigeminal perivaskuler.
Fungsi CGRP di neuron sensoris belumlah jelas sekali, diduga berfungsi sebagai
11
vasodilator atau " anti-vasokonstriktor". Stimuli pada serabut safar sensoris tersebut
mengakibatkan pelepasan CGRP sehingga menyebabkan vasodiiatasi serebral terutama
arteri serebri media. CGRP juga berperan sebagai mediator dalam proses inflamasi
neurogenik dan CGRP juga berpengaruh menurunkan tekanan darah .Pada saat
serangan migren datang ternyata CGRP meninggi dalam darah didaerah vena jugularis
ekstema (cephalic release) yang kemudian mengalir ke daerah jaringan ekstrakranial
seperti pada duramater dan ganglion Gasseri, sedangkan didaerah ekstrakranial lain
tidak meninggi .
CGRP bukan hanya dapat berperan sebagai penyebab timbulnya proses nyeri
kepala seketika, akan tetapi berperan menginduksi timbulnya migren. CGRP akan
10,12
meninggi pada penderita migren maupun nyeri kepala klaster Sehingga peptide
CGRP ini menjadi suatu marker bagi penderita migren.Sedangkan VIP menjadi suatu
marker bagi aktifitas parasematik . Pada saat serangan migren kadar SP tidak meninggi,
sehingga diduga bahwa SP tidak ikut berperan dalam bagian proses nosisepsi vaskular.
NOS & PACAP
peranan NO pada sistem sensoris belum jelas benar, kan tetapi diduga kuat bahwa NO
10,13
berpatisipasi dalam patogengenisis timbulnya sefalgi primer.
No juga berperan sebagai mediator pelepasan CGRP untuk menginduksi nyeri Kepala.
NO mempunyai sifat otoinduksi dimana akan terjadi produksi NO yang berlama.
Trannmitter2 tersebut dilepas pada ruang perivaskuler dan kemudian mengalir difus
2
kedarah vena.
OS (Nitric Oxyde Synthesa)serabut saraf perivascular terutama disirkulasi seberal
10,12
pembuluh darah besar dan didaerah sphenopalatina dan ganglia oticucum.
Adanya NOS Immunureactivy didalam sel bodi saraf trigeminal menunjukan
10,13
bahwa NO berperan dalam induksi timbulnya migren, TTH dan nyeri kepala klaster.
NO dilepas dari endotel atau dari saraf perivaskuler, dan mengaktifkan sistem guanylate
cyclase pada sel otot polos. Kejadian ini mengakibatkan penurunan kadar
a++
C intraseluler, vasodilatasi dan ini akan mengaktivasi struktur pain sensitif disekitar
10
pembuluh darah kranial
Diduga pada tension type headache aktivasi terhadap brain stem interneuron lebih
3
sedikit sedikit dibandingkan dengan migren . Keadaan tersebut diatas menyokong teori
bahwa nyeri kepala disebabkan aktivitasi batang otak.
Keberadaan PACAP bersamaan dengan SP dan CGRP diserabut saraf dan ganglia. Ia
terdapat di dorsal horn medula spinalis, dan di sel bodi ganglia spinal spinal dan ganglia
trimegeminal, diganglia dan parasimpatik, homolog dengan
VIP.PACAP berperan penting sebagai neuromodulator di sistem sensorik dan otonomik.
10
PACAP membuat dilatasi dan kenaikan ceberal blood flow
SP & NEUROKININ
Substance (SP) adalah suatu neuropeptide pain transmitter yang berfungsi sebagai
nosisepsi modulator, inflamsi neurogenik dan menjadi suatu bagian integral CNS
4
pathway dari stress psikologis .Juga Substance P berfungsi sebagai vasodilator yang
10
potensial . Jika timbul suatu stress maka Subtance P akan dilepas sebagai respon
terhadap stress atau depresi tersebut.
Substance P adalah termasuk salah satu jenis famili neurokinin. HANya jenis reseptor
Neurokinin 1 (NK1) yang mempunyai afinitas kuat dengan substance P. SUbstance P
juga berperan sebagai transmitter nosiseptif primer di serabut saraf aferen sensoris (C
Fibers). pada beberapa penelitian diduga bahwa SP terlibat dalam ekstrapasasi plasma
10
dari post capitallary venules di duramater pada saat serangan nyeri kepla primer .
SP-Immunoreactive nerve fibers berasal dari ganglion trigeminal, dijumpai banyak
berlebihan di pembuluh darah anterior daripada Sirkulus Willisiii, terutama arteri serebri
anterior dan juga disebahagian vena serebral. Serabut saraf perivakular tersebut jug
10
berada di ganglia radiks dorsalis servekalis superior
SP dan NK1 banyak konsentrasinya kornu dorsalis medula spinalis akan tetapi terdapat
juga beberapa tempat SSP ( Sistem Saraf Pusat)yaitu di sistem limbik, termasuk di
hipotalamus, amygdala yang mengurus behaviour emosional. Substance P mengatur
regulasi transmisi sinaptik di Kornu dorsalis dan seterusnya memproses informasi
noxious sensory cutaneous ke otak,terintegrasi dalam semua proses nyeri, stress,
ansietas, muntah2, tonus kardiovaskuler, stimulasi sekresi saliva, kontraksi otot polos,
4
dan vasodilatasi.
Serotonin dan nor-epinefrin
Serotonin(5-HT) dan nor-epinefrin(NE) adalah neurotransmitter yang berperan
dalam proses nyeri maupun depresi, yang mengurus mood dan depresi terletak di
korteks prefrontal dan sistem limbik, sedangkan yang mengurus painmodulating circuit
terletak di amygdala, periaquaductal gray(PAG), dorsolateral pontine tegmentum(DLPT),
dan rostroventral medulla(RVM). Modulasi efek serotonin di otak menunjukkan efek
impulsif, modulasi sexual behaviour; appetite dan agresi. Sedang NE sistem
menunjukkan modulasi waspada, sosialisasi, energi, dan motivasi. Kalau keduanya
bersamaan maka ia akan memodulasi ansietas, iritabilitas, nyeri, mood, emosi dan
fungsi kognitif. Pada penderita depresi dijumpai adanya defisit kadar serotonin dan
20.22.23
norad renalin di otaknya
Platelet mempunyai kemiripan fungsi, bentuk, biokimiawi maupun farmakologikal
dengan serotonergic nerve ending. Platelet sendiri tidak mensintesa 5HT, akan tetapi
hanya tempat menumpuknya 5HT yang berasal dari sirkulasi di plasma dan terutama
28
yang berasal dati enterochromaffin tissue daripada traktusgastrointestinal
Serotonin platelet (Platelet 5HT) disimpan dalam bentuk granul padat yang akan
berubah secara lambat sekali jikalau sifat farmakologikalnya tidak aktif. Sebaliknya pada
plasma 5HT ekstraselular sangat cepat berubah dan farmakologikalnya aktif. Kadar 5HT
di platelet dan plasma mengekspresikan kandungan 5HT di serotonergic nerve ending
dan sinaps. Banyak laporan penelitian mengenai metabolisme dan kadar 5HT pada TTH,
yang mendapatkan hasil yang berbeda beda secara tidak konsisten. Akan tetapi pada
dasarnya disimpulkan bahwa pasien dengan Episodik TTH menunjukkan platelet 5 HT
uptake akan berkurang, dan terdapat peninggian kadar platelet 5HT dan plasma 5HT.
Sedangkan pada TTH kronik didapati kadar platelet 5HT ataupun plasma 5HT adalah
normal atau menurun
5HT adalah suatu neurotransmitter penting yang berperan dalam modulasi nyeri
secara kompleks. Yaitu sebagai antinociceptive pathway ascending maupun descending
dari brain stem ke spinal cord. Efek antinoseptif dari 5 HT dimediasi oleh beberapa
macam subtipe reseptor 5 HT J, 5-HT 2, 5-HT 3 yang diikuti oleh dengan peninggian
23
sensitifitas nyeri pada penderita TTH kronik. Serotonin reseptor juga berperanan
penting pada sistem u"igeminovaskuler. Begitu kompleksnya peran 5 HT, seperti
misalnya jika terjadi aktifivasi reseptor 5HT 1A mempunyai efek aksi fasilitasi dan inhibisi
proses nosiseptif spinal. Reseptor2 5HT tersebar di meningens, beberapa lapis korteks,
struktur otak bagian dalam, dan paling banyak di inti2 di batang otak.
Neurotransmitter maupun neurokimiawi lain yang berperanan pada proses nyeri
kepala maupun migren adalahjenis katekolamin seperti misalnya noradrenalin
/norepinefrin & dopamin yang terutama banyak dijumpai di locus ceruleous. Yang
berperanan sebagai media proses vasokonstriksi maupun vasodilatasi dan pelepasan
asam lemak bebas yang berguna sebagai signal kepada platelet untuk melepaskan
serotonin.
Norepinefrine dan serotonin berperan sangat penting dalam fungsi endogen pain-
supressing descending projection. Stress yang kronik memproduksi peninggian aktivitas
tyrosine hydroxylase, yaitu suatu enzym yang terlibat dalam biosintesa NE di LC. Pada
suatu penelitian terhadap pasien depresi ternyata didapati pengurangan kadar NE dan
metabolitnya, dan homovanilic acid(metabolit dari dopamin) di darah
venoarteriai.Komponen Dorsal Raphe Nucleus (DRN) didalam PAG mengirim pancaran
serotonergik ke korteks serebri dan pembuluh darah, yang dapat melancarkan neuron
excitability dan vasomotor kontrol. Aktivitas metabolik yang abnormal dari PAG dapat
menyebabkan area ini menjadi lebih peka dan mudah rusak
terhadap modulasi reseptor sesudah penggunaan obat2an abortif maupun analgetikum
15
yang terlampau sering .
Stimulasi dari perbagai reseptor analgesik di batang otak mempunyai efek
terhadap 5 HT dan mempunyai efek yang unik bagi penderita migren. Penggunaan
analgesik seperti acetaminophen, memacu pelepasan 5HT dari raphe spinal pathway
yang melakukan upregulation dari 5HT2A receptor. 5HT2A reseptor sebagai mediator bagi
neuronal excitability dan memperkuat transmisi nosiseptif. Lebih banyak 5HT 2A
reseptor maka otak lebih excitable, , dan jatuh dalam keadaan hiperalgesi, nilai ambang
nyeri kepala turun, dan frekwensi maupun derajad keparahan nyeri kepala akan
15
bertambah.
Pengobatan farmakologik untuk nyeri kepala primer. Prospek obat2 baru
Serotonin agonist, opioids, baclofen(GABAB agonist) dan clonidine menginhibisi
14
pelepasan antidromic SP dengan cara mengaktivasi presinaps.
NMDA reseptor memainkan peran dalam fenomena wind-up dan f sensitisasi
sentral. Pemberian ketamine secara sistemik dapat mengurangi allodynia dan
14
hyperalgesia. Ketamine adalah suatu NMDA antagonis dapat dipakai untuk
11
memodulasi nyeri kronik. Akan tetapi berdasarkan penelitian akhir ternyata
golongan NMDA bloker seperti Ketamine, dextrophan, dan memantine tidak
bermanfaat terhadap migren, sehingga tidak direkomendasikan sebagai obat r
27
migren
Artemin adalah salah satu jenis family dari Glial cell-Derived Neurotrophic
Factor(GDNF) mempunyai efek antihyperalgesik dan antiallodynic effect dengan
cara menormalisasi pelepasan CGRP, SP dan P2X3 receptors, neuropeptide Y.
Reseptor yang selektif terhadap artemin belum dapat secara
pasti diidentifikasi. Artemin diProduksi ljuga disepanjang pembuluh darah yang
29
melayani akson simpatis
Obat2an non selective serotonin reuptake inhibitor(NSSRi) seperti : amitriptilin
secara signifikan dapat sebagai profilaksis thd nyeri TTH kronik, mengurangi
intensitas, durasi dan frekwensi sekitar 30% . sedangkan obat antidepresan lain
seperti highly selective SHT reuptake inhibitor(citalopram) hanya mengurangi
28
12% saja secara tidak signifikan.
Antidepresan juga mempunyai efek analgetik secara langsung dengan menghambat
serotonin reuptake, ternyata amitriptilin mempunyai efek analgetik lebih besar
dibandingkan obat2an SSRIs dan noradrenaline reuptake inhibitors. Diduga efek
analgetiknya terutama dari ,efeknya sebagai NMDA reseptor
28
antagonis. Amitriptilin juga mempunyai fungsi potensiasi terhadap efek opioid
endogen. Dibuktikan bahwa kadar Met-enkephalin di likuor serebrospinal
penderita TTH kronik meninggi, akan tetapi kadar endorphin normal.
COX-2 Inhibitor juga berperan di mekanisme nosiseptif sentral. COX 2 Inhibitor
dapat mengurangi proses neuronal spreading depression dan nociceptive
.5
excitoxicity yang di mediasi oleh NMDA Selektif COX-2 inhibitor yang dapat
14
menembus otak juga mempunyai efek terapeutik yang baik. COX-2 inhibitor
mempunyai potensi analgetik inti inflamasi yang sama dengan indometasin dan
5
mempunyai tolerabilitas yang lebih baik
Capsaicin sistemik berperan sebagai neurotoksin sensoris yang menurunkan kadar
SF-immunoreactive nerve fibers.dan NKA immunoreactive nerve fibers di cerebral
vasculature. Seperti diketahui bahwa letak SP bersama sama dengan NKA di
10
cerebrovascular nerve fibers dan di sel bodies dalam ganglion trigeminal.
Capsaicin secara akut atau kronik dapat menurunkan neurotransmitter SP di
14
sensory fibers, terutama pemberian secara topikal. Capsaicin olesan
mengaktivasi gerbang reseptor vanilloid(VR-I) sehingga kation dapat melewati
11
sel
Nitric Oxide Synthase(NOS) inhibitor (L-NAME) telah terbukti efektif untuk
2,12,13
pengobatan migren akut dan TTH kronik?
Pada akhir2 ini sudah mulai dibuat percobaan suatu CGRP bloker untuk pengobatan
1
migren.
Sudah dimulai penelitian mengenai penggunaan Substance P antagonist, NK 1
antagonis untuk pengobatan untuk menginhibisi inflamasi neurogenik, nyeri dan
4
depresi maupun anxiety.
Obat2an 5HT IBID reseptor agonist seperti sumatriptan dapat menurunkan kadar
CGRP. Jika stimulasi daripada 5-HT IB,ID oleh goltriptan maka dapat
menghilangkan serangan akut migren
Antikonvulsan seperti Carbamazepin, phenytoin, lidocaine (dan analog oralnya :
mexiletine) memblokade sodium channel secara tidak spesifik dan mengurangi
excitabilitas neuron di C nosiseptor yang telah mengalami sensitisasi. Lamotrigine
menstabilkan salah subtype dari sodium channel, karena itu dapat menghambat
mengurangi pelepasan glutamat. Gabapentin yang mempunyai struktur analog
dengan GABA (meskipun reseptornya maupun fungsi biokimiawinya belum
diketahui dengan jelas) ternyata mempunyai efek untuk pelepasan GABA ataupun
sintesa GABA. Sehingga gabapentin dapat digunakan untuk pengobatan
14
postherpetik neuralgia, neuropatik pain syndroma lainnya dan migren.
Valproic acid suatu GABA agonist menaikkan efektifitas GABA dengan cara
menginhibisi katabolisme GABA dan menghambat ekstravasasi plasma
diduramater. Valproate sekarang ini dipakai untuk profilaksis migren dan nyeri
14.24
neuropatik di USA.
Butalbital (barbiturate yang beraksi dengan cara potensiasi pada GABA reseptor)
14
juga digunakan untuk pengobatan migren.
Topiramate telah diteliti keberhasilannya untuk pengobatan CDH yang terdiri atas
kronik migren dan analgesic overused, didapati dapat mengurangi frekwensi nyeri
31
kepala pasien(p<0.0007)
Mepyramine adalah suatu H1 antagonis yang dapat meblokade proses histamine
induced headache, sedangkan untuk NTG(nitriglycerine) induced headache dapat
diblokade dengan steroid yang dapat menginhibisi iNOS(inducable Nitric Oxide Synthase)
sehingga dapat menurunkan produksi NO inducable,
Pengobatan migren.
US Headache Consortium (dikutip dari American Academy of Neurology 2000)
merekomendasikan beberapa macam obat untuk terapi migren akut berdasarkan data
evidens penelitian paling tidak/sedikitnya ada 2 double blind, placebo controlled studies,
27
plus a positive clinical impression of effect sebagai berikut :
1. Acetaminophen plus aspirin and caffeine
2. oral aspirin
3. oral ibuprofen
4. oral naproxen sodium
5. intranasal butorphanol
6. dihydroergotamine SC, IM, IV
7. dihydroergotamine and antiemetic IV
8. intranasal dihydroergotamine
9. prochlorperazine
10. oral rizatriptan
11. oral naratriptan
12. sumatriptan SC, intrasanal, oral
13. oral zolmitriptan
Di USA saat ini obat triptan yang beredar dan telah di approved oleh FDA(Food
and Drug Administration) ialah sumatriptan, zolmitripta natatriptan, rizatriptan,
almotriptan, frovatriptan, eletriptan. Triptan adalah selektif 5 HT agonist, yaitu pada
5HT1B reseptor di arteri intrakranial dan pada 5HT1D reseptor di trigeminal nerve terminal
arteri2. Triptan2 tsb dapat menghambat proses sentral sensitisasi dan memblokade
27
perkembangan CA.

Obat2an yang sering dipakai & mekanismenya : 21


1. Acetaminophen: inhibisi sintesa prostaglandin di CNS, inhibisi aktifitas nosiseptif
via reseptor 5HT
2. Aspirin: inhibisi sintesa prostaglandin dan leukotriene
3. NSAIDs : inhibisi sintesa cyclooxygenase, prostaglandin, lipoxygenase &
leukotriene, prostaglandin receptor antagonism

4. Caffeine: Stimulasi reseptor adenosine, enhanced analgesia, memperbesar potensi


absorbsi gastrointestinal
5. Ergots(ergotarnine tartrate, dihydroergotamine) : suatu selektif arterial konstriktor
yang kuat dan mempunyai daya ikat kuat melalui otot dinding arteri.
6. Opioids: stimulasi reseptor opioid endogen
7. Triptans : berikatan dengan reseptor 5HT 1B, 5HT1D, 5HT1F, menginhibisi neuronal
dengan cara blokade aferen sensoris pada n.trigeminal, memblokade pelepasan
vasoactive peptide dan juga proses inflamasi neurovaskuler di dura maupun
meningens. Juga mempunyai efek vasokonstruksi dari pembuluh darah serebral
dan dural yang mengakibatkan pengaruhnya terhadap cerebral blood flow.
8. steroids: anti inflamasi terhadap neurogenik inflamasi steril, mengurangi edema
vasogenik, inhibisi terhadap dorsal raphe nuclei.
9. Betabloker : Inhibisi pelepasan NE dengan cara blokade pre junctional beta
receptors, memperlambat reduksi dari aktivitas tyropsine hydroxylase dalam hal
sintesa NE, efek agonis pada 5HT1 reseptor, efek antagonis pada 5HT2
10.Ca Channel antagonis : mempengaruhi Ca influx dalam mencegah vasokonstruksi
dan pelepasan SP
11. Cyproheptadine: Potent 5HT1 & 5HT2 antagonist
12. Pizotifen : 5HT2 antagonist
13. SSRI antidepresan: Selective serotonin reuptake inhibitor
Pengobatan non farmakologik untuk nyeri kepala primer.
Pengobatan Alternatif
8
Zanchin G,dkk meneliti penggunaan self-manipulasi penanggulangan nyeri kepala primer
pada sekitar 400 penderita di dua kota Padua dan Parma Headache Centres, Italy. Ternyata 65%
21
(258 orang) menggunakan beberapa jenis self manipulasi terhadap beberapa letak di kepalanya
untuk mengatasi nyeri kepalanya tersebut. Yaitu 30% melakukan kompresi/penekanan, 27%
kompres dingin, 25% massage/pijit, 8% kompres panas terhadap daerah kepalanya yang dirasa
sakit. Dari self manipulasi tersebut ternyata hanya dapat mengurangi nyerinya secara temporer
sekitar 8% saja. Kelihatan disini bahwa manipulasi kompresi/penekanan lebih bermanfaat
dibandingkan dengan manipulasi lainnya. Kompresi/penekanan dilakukan dengan tangan, jari atau
benda yang padat ataupun dengan diikat dengan saputangan. Kompres dingin dengan cara
handuk dingin atau dengan ice bag. Massage/pijit dengan self massage, pijit sendiri atau di pijit
oleh orang lain. Kompres panas dengan cara, handuk panas, hair dryer atau dengan hot shower.
18
Djali D & Sjahrir H telah melakukan penelitian pada penderita nyeri kepala(285
orang) di poliklinik sefalgi FK.USU/RS HAM Medan, didapati usaha penanggulangan nyeri
kepala paling banyak dengan membeli obat bebas analgetik (20.4%) , ke dukun
(17.9%), tidur (11.6%).
6
Pada penelitian von Peter dkk menunjukkan bahwa sekitar 86% dari penderita
nyeri kepala yang datang berobat ke klinik nyeri kepala New York Presbyterian Hospital,
USA sering menggunakan pengobatan alternatif seperti massage(42%), exercise (3
0%), acupuncture (19%),biofeedback(15%),chiro practic(15%), herbs(15%),
vitamin/nutritional supplements (14%) lain seperti yogy homeopathy dan aromatherapy.
Ternyata penggunaan pengobatan alternatif jenis acupunture/acupressure, exercise,
chiropractic manipulation, relaxation therapy, ma.ssage, biofeedback dan herbs dapat
menolong sekitar 60% dari penderita.
Botulinum toxin A. (BTX A)
Terapi nyeri kepala dengan botulinum toxin A adalaq relatif baru.Bagaimana
mekanisme BTX A dapat mengurangi nyeri kepala yang tepat belum lab diketahui.
Diduga BTX A mempunyai target menurunkan CGRP maupun SP, dan sebagai muscle
30
relaxant.
19
Evers S dkk telah melakukan review meta analisis berdasarkan evidence based medicine criteria
terhadap beberapa penelitian mengenai penggunaan botulinum toxin A terhadap beberapa jenis-
13
jenis kepala primer. Untuk penelitian pada tension type headache hanya ada 2 penelitian yang
memenuhi syarat evidence I dengan hasil yang negatif, untuk 4 penelitian pada migren didapati 1
yang positif dan 1 yang negatif yang memenuhi syarat evidence 1 ( well design, randomised,
controlled study and sufficient number of patients). untuk untuk evidence II (well designed,
randomized,controlled study but insufficient samples) hanya 1 yang positif, sedang yang evidence
III( well designed,descriptive study) ada 3 studi yang positif. Sedangjenis cervicogenic headache,
cluster headache, chronic paroxismal hemicrania hanya dilaporkan positif pada laporan kasus saja(
evidence N).
30
Pada penelitian Ondo dkk pada 60 pasien nyeri kepala kronik yang diambil
secara random, double blind; placebo controlled, parallel study terhadap chronic tension
headache dan chronic migraine. Pada pasien tersebut dilakukan penyuntikan BTX A dan
diikuti selama tiap 12 minggu, ternyata menunjukkan hasil perbaikan nyeri kepala
sesudah pengobatan dalam 8-12 minggu (p<0.05). Akan tetapi dalam tulisan tersebut,
penelitijuga mengutip beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa
penyuntikan dengan memakai air garam salin, ataupun hanya menyuntikkan jarum
suntik kosong ternyata juga menunjukan hasil perbaikan nyeri kepala pada pasien
tension type headache.

You might also like