You are on page 1of 16

BAB IV

LIBERALISME DAN SOSIALISME

SEBAGAI PERJUANGAN MORAL

KASUS :
Budaya politik di Amerika Serikat, yang dikenal dalam gagasan Consensus School.

KELOMPOK 1 :

Tobri Hidayah 1511011041


Rizky Khairunnisa 1511011049
Evi Oktaviani 1511011061
Alfizin Arfantio 1511011069
Helnia Rimelsa 1511011071

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
pertolongan-Nya sehingga penyusunan makalah mengenai Budaya politik di Amerika
Serikat, yang dikenal dalam gagasan Consensus School ini dapat terselesaikan.
Makalah ini disusun berdasarkan kasus tentang Abbot (2005, hal. 93)
merangkum berbagai kritik terhadap pemikiran Hartz yang dinilai menegasikan tradisi
dan pemikiran politik lainnya di Amerika Serikat seperti republikanisme, rasis,
diskursus politik Afro-Amerika, feminisme, kalvinisme, apa lagi Sosialisme dan
Feodalisme.

Kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Etika Bisnis
dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan.
Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak sekali kekurangan baik dari segi isi
maupun penulisan, jadi besar harapan kami atas kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca sehingga dapat menjadi suatu masukan untuk
kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung

Bandar Lampung, 11 April 2017

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................1

1.3 Tujuan penulisan .........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................2

2.1 Tinjauan Historis .........................................................................................................2

2.2 Pertentangan dan perdamaian antara liberalisme dan sosialisme ................................ 4

2.3 Kekuatan dan Kelemahan ............................................................................................ 6

2.4 Menuju perdamaian.................................................................................................... 6

2.5 Kapitalisme dan Demokratisasi.................................................................................. 6

2.6 Etika pasar bebas........................................................................................................ 7

BAB III PENUTUP .........................................................................................................8

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................8

LAMPIRAN ....................................................................................................................xi

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. xiii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masalah keadilan muncul antara lain dalam kaitan dengan milik. Tentang itu
liberalisme dan sosialisme mempunyai pandangan yang sangat berbeda. Liberalisme
menekankan milik pribadi sebagai salah satu hak manusia yang terpenting. Sosialisme
berpendapat bahwa milik tidak boleh dibatasi pada kepentingan individu saja,
melainkan mempunyai fungsi sosial.

Perjuangan ideologis antara liberalisme dan sosialisme selama abad ke-19 dan ke-20
sebagian besar menghasilkan tatanan sosial ekonomi dunia sekarang dan dengan jelas
mempunyai aspek-aspek etis

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan rumusan masalah


sebagai berukut:

1. Apa pengertian dari libralisme dan sosialisme?


2. Bagaimana bentuk pertentangan dari perdamaian antara libralisme dan
sosialisme?
3. Apakah sifat liberalisme sangat berpengaruh terhadap penduduk Amerika?
4. Apa yang dilakukan dalam pertentangan Tea Party?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan bagi penulis membuat makalah ini diantaranya untuk :

1. Mengerti dan memahami arti liberalisme dan sosialisme.


2. Mengetahui pertentangan dari perdamaian sosialisme dan libralisme.
3. Mengetahui sifat liberalisme sangat berpengaruh terhadap penduduk Amerika.
5. Mengetahui yang dilakukan dalam pertentangan Tea Party?
BAB II
PEMBAHASAN
Liberalisme berasal dari kata liberalis yang berarti bebas. Yang paling mendasar
dalam liberalisme adalah kebebasan individu, pembatasan kekuasaan raja (pemerintah),
dan persaingan pemilik modal (kapital). Liberalisme muncul pada akhir abad ke-17,
berhubungan dengan runtuhnya feodalisme di Eropa dan dimulainya zaman
Renaissance, lalu diikuti dengan gerakan politik masa Revolusi Prancis. Liberalisme
pada zaman ini terkait dengan Adam Smith, dikenali sebagai liberalisme klasik. Pada
masa ini, kerajaan (pemerintahan) bersifat lepas tangan, sesuai dengan konsep Laissez-
Faire. Konsep ini menekankan bahwa kerajaan harus memberi kebebasan berpikir
kepada rakyat, tidak menghalang pemilikan harta indidvidu atau kumpulan, kuasa
kerajaan yang terbatas dan kebebasan rakyat.
Seruan kebebasan ini dikumandangkan setelah sebelumnya pada abad 16 dan awal
abad 17, Reformasi Gereja dan kemajuan ilmu pengetahuan menjadikan masyarakat
yang tertekan dengan kekuasaan gereja ingin membebaskan diri dari berbagai ikatan,
baik agama, sosial, dan pemerintahan. Menurut Adam Smith, liberal berarti bebas dari
batasan (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep hidup bebas dari
pengawasan gereja dan raja.
Di Inggris, setelah beberapa kali berlangsung perang Napoleon, liberalisme
kembali berpengaruh dengan bangkitnya Benthamites dan Mazhab Manchester.
Keberhasilan terbesar liberalisme terjadi di Amerika, hingga menjadi dominan sejak
tahun 1776 sampai sekarang. Dengan liberalisme, Amerika sekarang menjadi sebuah
negara yang besar dan dianggap polisi dunia. Di sana kebebasan dijunjung tinggi karena
hak-hak tiap warganya dijamin oleh pemerintah. Sehingga jangan heran kalau tingkat
kompetisi di sana sangat tinggi.
Sedangkan sosialisme adalah paham yang bertujuan mengubah bentuk masyarakat
dengan menjadikan perangkat produksi menjadi milik bersama, dan pembagian hasil
secara merata disamping pembagian lahan kerja dan bahan konsumsi secara
menyeluruh. Dalam sosialisme setiap individu harus berusaha untuk mendapatkan
layanan yang layak untuk kebahagiaan bersama, karena pada hakikatnya, manusia hidup
bukan hanya untuk bebas, tapi juga saling menolong. Sosialisme yang kita kenal saat ini
Sosialisme sebenarnya telah lahir sebelum dicetuskan oleh Karl Marx. Orang yang
pertama kali menyuarakan ide sosialisme adalah Francois Noel Babeuf, pada abad 18.
Kemudian muncul tokoh lain seperti Robert Owen di Inggris, Saint Simon dan Fourier
di Perancis. Mereka mencoba memperbaiki keadaan masyarakat karena terdorong oleh
rasa perikemanusiaan tetapi tidak dilandasi dengan konsep yang jelas dan dianggap
hanya angan-angan belaka, karena itu mereka disebut kaum sosialis utopis.
Karl Marx juga mengecam keadaan masyarakat di sekelilingnya, tapi ia
menggunakan hukum ilmiah untuk mengamati perkembangan masyarakat, bukan
sekedar harapan dan tuntutan seperti yang dilakukan oleh kaum sosialis utopis. Marx
menamakan idenya sebagai sosialisme ilmiah. Setelah itu, pada abad 19, sosialisme
ilmiah marx diadopsi oleh Lenin, hingga tercipta komunisme. Komunisme lebih radikal
daripada sosialisme, karena dalam komunisme diajarkan untuk memberontak dan
merebut kekuasaan dengan Partai Komunis sebagai pemimpinnya. Inilah yang lebih
dikenal sebagai sosialisme sampai saat ini.
Liberalisme menekankan milik pribadi sebagai salah satu hak manusia yang
terpenting. Sosialisme berpendapat bahwa milik tidak boleh dibatasi pada kepentingan
individu saja, melainkan mempunyai fungsi sosial. Di sini kita akan mempelajari secara
singkat pandangan dari orang orang yang meletakkan dasar untuk teori liberalistis
dan sosialistis tentang milik.

2.1 TINJAUAN HISTORIS


1. John Locke dan Milik Pribadi

John Locke (1632 1740), seorang filsuf Inggris yang banyak mendalami
masalah masalah sosial politik, secara umum diakui sebagai orang yang pertama kali
mendasarkan teori liberalisme tentang milik. Menurut Locke manusia mempunyai tiga
hak kodrat (natural rights) : life, freedom, and property.
Yang penting adalah hak atas milik karena kehidupan dan kebebasan kita miliki
juga. Jadi, hak atas milik menyediakan pola untuk memahami kedua hak lain juga.
Secara mendalam dapat mempengaruhi pemikiran tentang milik. Pemikiran ini di
uraikan dalam buku Two Treatises of Government (1690). Bila sesuatu yang tidak
bertuan diolah oleh pekerjaan manusia, maka dengan itu ia menjadi pemiliknya. Tetapi,
ada pembatasan bagi cara menjadi pemilik itu. Dari bahan tidak bertuan orang hanya
boleh mengambil sebanyak dapat dikonsumsi oleh orang itu sendiri (bersama keluarga
dan kenalan) sehingga masih tertinggal cukup banyak dan sama baik mutunya untuk
orang lain. Dalam pandangan Locke ini, sudah tampak beberapa ciri kaptalisme liberal
yang dengan tegas akan ditolak oleh Karl Marx.

2. Adam Smith dan Pasar Bebas


Adam Smith (1723-1790) seorang Skotlandia dan profesor menjadi terkenal
karena dengan gigih membela pasar bebas di bidang ekonomi. Dalam hal itu ia
memerangi yang disebut merkantilisme yang menandai Inggris waktu itu : peraturan
dan regulasi berlebihan tentang perdagangan yang banyak dikeluarkan oleh pemerintah
Inggris. Dengan gaya liberalisme yang khas ia berbicara tentang the sacred rights of
private property. Ia memandang pekerjaan sebagai sumber hak milik dengan melihat
tenaga kerja sebagai milik yang paling suci dan tidak boleh diganggu gugat. Secara
khusus juga manusia memiliki produktivitas dari pekerjaannya dan terutama
produktivitas kerja itulah yang menghasilkan kemakmuran (the wealth of nations).
Menurut Smith pentingnya ada pembagian kerja (division of labour) untuk membantu
meningkatkan produktivitas kerja. Hubungannya dengan pasar bebas the division of
labour is limited by the extent of the market. Artinya, secara ekonomis pembagian
kerja hanya bisa dijalankan bila suatu produk dapat dipasarkan pada skala besar-
besaran. Yang juga terkenal adalah analisisnya tentang produksi peniti. Diperkerikanan
dalam hal itu Smith menjadi sumber inspirasi bagi Marx dikemudian hari tentang aliensi
para pekerja dengan cara berproduksi dalam industri modern.
Smith juga bertolak dari fakta bahwa setiap manusia didorong oleh the universal
desire to better his own condition. Semua orang ingin bisa maju dalam kehidupannya,
dan ambisi itu tidak pernah akan meninggalkan manusia seumur hidup. Menurutnya,
kita harus membedakan self-interest / self-love di satu pihak selfisness di pihak lain.
Selfishness adalah egoisme belaka yang tertuju pada kepentingan sendiri dan tidak
peduli terhadap kepentingan orang lain. Selfishness adalah self-love yang melewati
batas. Egoisme itu harus ditolak karena tidak etis dan merupakan suatu keburukan
(vice). Lain halnya dengan self love. Cinta diri itu memeang tidak merupakan virtue
tetapi bisa diterima sebagai motif yang sah untuk kelakuan kita. Dari sudut etika, cinta
diri bersifat netral, asalkan tinggal dalam batasnya. Karena itu untuk membedakan
cinta-diri dari egoisme semata-mata dibutuhkan aturan-aturan kebijaksanaan.
Dalam kegiatan ekonomis, kepentingan diri dari 2 pihak melengkapi satu sama
lain / terjadi hubungan timbal balik. Maka, sampailah pada prinsip dasar yang menjiwai
lalu lintas ekonomis pada pasar bebas : give me that which i want, and you shall have
this which you want.
Lawan egoisme adalah alturisme. Alturisme adalah sikap suka memperhatikan
dan mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri.Namun dari ke
dua itu masih ada kemungkinan ketiga yaitu Benevolence / sikap berbuat baik. Kalau
kita melibatkan diri dalam kegiatan ekonomis, kita tidak mempraktekan egoisme
apalagi keserakahan. Tetapi kita juga tidak berbuat baik kepada mitra dagang. Dua-
duanya mencari kepentingan diri dan hal itu menguntungkan dua-duanya. Maka sikap
etis yang penting dalam konteks ekonomi adalah recirprocity, coorperation dan
keutamaan keadilan. Smith menyimpulkan bahwa dengan mengikuti sistem pasar akan
tecipta kemakmuran yang paling besar dalam masyarakat karena led by an invisible
hand.
Dengan menerima pasar bebas, Smith menerima juga kompetisi sebagai cara yang
efisien untuk mewujudkan kebebasan di bidang ekonomi. Tetapi supaya betul-betul
mewujudkan kebebasan itu kompetisi itu perlu ditandai dengan persamaan (equality)
artinya semua peserta berangkat dari posisi yang sama. Maka, menurutnya kaum miskin
menjadi tugas penting negara untuk diberikan pendidikan. Dalam hal itu, Smith jauh
lebih realistis dari banyak politis liberal di kemudian hari.

3. Marxisme dan Kritiknya Atas Milik Pribadi

Marxisme adalah pemikiran Karl Marx (1818-1882) bersama temannya Friedrich


Engels (1820-1895). Marxisme merupakan ajaran sosial-ekonomis-politik yang sangat
kompleks dan tidak mudah untuk disingkatkan tanpa mengorbankan cukup banyak
unsur yang sebenarnya hakiki juga. Untuk itu kita hanya menyoroti marxisme sebagai
kritik atas teori liberalistis tentang milik yang serentak juga merupakan usaha untuk
menyajikan suatu alternatif. Usaha itu meliputi aspek ilmiah dan aspek etis. Menurut
mereka hukum ilmiah yang dirumuskan adalah hukum-hukum sejarah untuk
memprediksi perkembangan masyarakat dimasa mendatang. Dengan mempelajari asal-
usul serta perkembangan kapitalisme, mereka ingin memperlihatkan bahwa sistem
kemasyarakatan kapitalisme mengandung kontradiksi-kontradiksi internal dan akan
digantikan oleh komunisme.
Dilihat dari segi etis, kapitalisme tidak saja adalah suatu sistem yang terbukti akan
sirna, tetapi juga merupakan sistem yang harus ditolak karena tidak manusiawi. Itu
dikarenakan mengeksploitasi dan memperbudak manusia. Kritik itu ditempatkan dalam
suatu perspektif etis dan akibatnya konsepsi sosialisis tentang milik didasarkan juga
motif-motif etis. Inti kritik itu adalah paham aliensi / keterasingan. Menurut marxisme
manusia pada kodratnya adalah makhluk yang bekerja. Meliputi menjadi manusia yang
bersungguh-sungguh dengan bekerja dan dihumanisasikan dengan mengolah alam
melalui pekerjaannya dan membuat alam bersahabat dengan manusia.
Dalam suatu teks terkenal Manifesto Komunis (1848), Karl dan Engels
menegaskan bahwa penghapusan milik pribadi merupakan ajaran komunis : the theory
of the communists may be summed up in the single sentence : abolition of private
property. Tujuannya bukan menghapuskan milik pribadi pada umumnya tetapi milik
pribadi borjuis. Maksud borjuis adalah kelas kapitalis modern, pemilik dari sarana-
sarana produksi sosial dan majikan dalam sistem pekerjaan upahan.
Manifesto komunis menegaskan juga : capital is not a personal, it is a social
power. Kapital menurut kodratnya sendiri berkaitan dengan kepentingan seluruh
masyarakat dan karena itu harus menjadi milik umum. Komunisme tidak mencabut dari
siapa pun kuasa untuk menjadi pemilik produk-produk masyarakat melainkan hanya
mencabut dari orang kuasa untuk menaklukan pekerjaan orasng lain dengan cara
menjadi pemilik semacam itu. Jelas komunisme secara radikal menentang
penindasan/eksploitasi yang berasal dari pemilikan ekslusif atas sarana-sarana produksi
sehingga cara pemilikan itu harus diganti dengan sistem milik kolektif.
2.2 PERTENTANGAN DAN PERDAMAIAN ANTARA LIBERALISME DAN
SOSIALISME
Liberalisme dan sosialisme sebagai dua ideologi yang untuk sebagian besar
menentukan keadaan di bidang ekonomi-politik selama abad ke-19 dan ke -20, pada
kenyataannya di pelbagai negara liberalisme dan sosialisme mempunyai sejarahnya
sendiri yang tidak selalu melintasi pola-pola yang sama.
1. Liberalisme
Inti pemikiran liberalisme adalah tekanannya pada kebebasan individual. Tugas
pokok negara menurut pandangan liberalisme secara klasik dilukiskan sebagai negara
jaga malam, karena negara harus membatasi diri pada perlindungan dan pengamanan
para warga negara.
Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan
dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang
bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
a. Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa
manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik
politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang
berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan
berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu
semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari
demokrasi. Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap
orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam
setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik,
sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan
dilaksanakan dengan persetujuan dimana hal ini sangat penting untuk
menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)
b. Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh
bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak
rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)
c. Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan
mengabdi pada rakyat. Terhadap hak asasi manusia yang merupakan hukum abadi
dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk
melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus
ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum,
dan persamaan sosial.
d. Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu. (The Emphasis of Individual)
e. Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme
yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu
sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada
dasarnya dianggap dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan
suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami
kegagalan.
f. Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).Hal
ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 1704) yang
menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam
pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. Ada dua
macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme
Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul
sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme
Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga
kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak
mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata
lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam
versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah
diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing yang akan
menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme
(ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah
kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus
dipertanggungjawabkan. Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan
kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
2. Sosialisme
Sosialisme adalah paham yang bertujuan membentuk negara kemakmuran dengan
usaha kolektif yang produktif dan membatasi milik perseorangan. Titik berat paham ini
pada masyarakat bukan pada individu. Sebagai suatu aliran pemikiran / paham tidak
dapat dilepaskan dari pengaruh liberalisme. Inti dari paham sosialisme adalah suatu
usaha untuk mengatur masyarakat secara kolektif. Artinya semua individu harus
berusaha memperoleh layanan yang layak demi terciptanya suatu kebahagiaan bersama.
Hal ini berkaitan dengan hakikat manusia yang bukan sekedar untuk memperoleh
kebebasan, tetapi manusia juga harus saling tolong-menolong. Ciri utama sosialisme
adalah pemerataan sosial dan penghapusan kemiskinan. Ciri ini merupakan salah satu
faktor pendorong berkembangnya sosialisme. Hal ini ditandai dengan penentangan
terhadap ketimpangan kelas-kelas sosial yang terjadi pada negara feodal.
Sosialisme yang kita kenal sekarang ini timbul sebagian besar sebagai reaksi
terhadap liberalisme abad ke 19. Pendukung liberalisme abad ke 19 adalah kelas
menengah yang memiliki industri, perdagangan dan pengaruh mereka di pemerintahan
besar, akibatnya kaum buruh terlantar.
Sosialime adalah suatu reaksi atas ketidak beresan dalam masyarakat dalam yg
disebabkan oleh liberalisme. Sosialisme berasal dari kata latin socius yg berarti teman
atau kawan, sosialisme memandang manusia sebagai mahluk sosial atau sebagai sesama
yang hidup dengan sesama lainya. Masyarakat yg diatur oleh sosialisme mempunyai
rasa soliditas yg tinggi. sosialisme terbagi menjadi dua yaitu :
A. Sosialisme komunistis
Sosialime komunistis menolak milik pribadi, menurut mereka milik harus menjadi
milik bersama atau milik kolektif tetapi sebagaimana telah diketahui karl marx menolak
segala bentuk milik pribadi, marx beserta pengikutnya membedakan antara pemilikan
barang konsumsi dan pemilikan barang sarana produksi, komunisme tidak berkeberatan
dalam pemilikan secara pribadi barang barang konsumsi.
B. Sosialisme demokratis
Sosialisme demokratis juga menempatkan masyarakat diatas individu tetapi
berbeda dengan komunisme mereka tidak bersedia mengorbankan sistem pemerintahan
yg demokratis yg merka anggap sebagai sebuah perolehan modern yg sangat berharga
oleh krena itu mereka ingin mewujudkan cita cita sosialistis melaluijalan demokratis,
marx dan engels pernah menyerukankaum buruh sedunia bersatulah maka denga itu
mereka terjun ke dunia politik dengan mendirikan partai sosialis yang tulang
punggungnya serikat buruh.
2.3 KEKUATAN DAN KELEMAHAN
1. Liberalisme
Kekuatan liberalism adalah milik pribadi diakui sebagai cara penting untuk
mewujudkan kebebasan pribadi. Tetapi kelemahanya yang utama adalah mereka kurang
memperhatikan kaum miskin dan orang yang kurang beruntung di dalam masyarakat
berindustri kalau bisa dikatakan secara ekstrem yaitu miskin sama dengan mlas dengan
anggapan apabila bekerja keras maka akan maju.
2. Sosialisme
Kekuatan sosialisme adalah mereka menemukan dimensi transindividualisme dari
milik selalu mempunyai suatu fungsi social dan tidak boleh dibatasi pada kepentingan
pribadi aja.
Kelemahannya adalah ekonomi yang direncanakan dengan ketat dari atas ternyata
tidak berhasil. Perusahaan-perusahaan yg dikelola oleh Negara ditandai dengan
inefisiensi.
2.4 MENUJU PERDAMAIAN
Liberalisme dan sosialisme dapat dilihat sebagai dua ideology antagonis yang
berjuang merebut hegemoni dipanggung politik ekonomi selama kurang lebih setengah
abad. Pada saat sekarang tampaknya dua ideology ini tampaknya mencapai titik
perdamaian walaupun belum terlihat suatu sintetis yang jelas, keseimbangan dua
ideologi ini rupanya sudah tercipta dengan memanfaatkan kelebihan kelebihan masing-
masing dan mengesampingkan kelemahanya, pada saat ini kita menyaksikan suatu
situasi paradoksal dimana dua ideologi ini secara bersamaan berhasil dan serentak pula
berhasil.
2.5 KAPITALISME DAN DEMOKRATISASI
Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal
bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip
tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan
bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untung
kepentingan-kepentingan pribadi. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak
memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli
mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada
abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada masa
perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun
kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun
melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal,
seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi.
Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan
baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan
nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Pada akhir tahun 1980-an bukan saja kapitalisme menag dengan sistem ekonomi
pasar bebasnya. Yang ikut menang adalah demokrasi sebagai sistem politik yang
melatarbelakangi ekonomi pasar bebas. Banyak orang berpendapat bahwa hubungan
kapitalisme dan demokrasi tidak kebetulan. Dengan runtuhnya sistem ekonomi
komunistis, negara-negara bekas Uni Soviet langsung memeluk sistem politik
demokrasi yang tentunya masih disertai aneka macam kesulitan. Tetapi, jika
mempelajari keberhasilan negara-negara industri barat, sulit disangkal bahwa demokrasi
dapat berfungsi sebagai koreksian atas segi-segi negatif dari kuasa ekonomis yang
terwujud dalam kapitalisme. Kapotalisme mengakibatkan ketidaksamaan sedangkan
demokrasi cenderung memajukan persamaan. Dalam konteks demokratis, semua warga
negara dianggap sederajat dan orang terkaya pun diberi satu suara (one person one
vote). Keputusan demokratis adalah keputusan rata-rata semua warga negara.
Demokratisasi dalam ekonomi yang dijalankan secara kapitalistis di negara-negara
industri barat merupakan fenomena yang menarik. Contohnya : pertama, sistem
pemerintahan demokratis berhasil mengoreksi beberapa akses kapitalisme. Kedua,
antagonisme antara kelas-kelas seperti dimengerti oleh marxisme, dengan sistem
demokratis cukup teratasi dan ketiga, pemilikan sarana produksi yang semakin merata.
Rupanya di negara-negara barat juga di Amerika Serikat, demokrasi merupakan jalan
terbaik untuk mewujudkan pemerataan pendapatan dan kekayaan, khususnya demokrasi
dimana sosialisme demokratis memegang pengaruh penting, sebab demokrasi belum
terwujud dengan baik bila prinsip suara terbanyak berjalan dengan konsekuen begitupun
dengan solidaritas.
2.6 ETIKA PASAR BEBAS
David Gauthier mengungkapkan pasar sempurna tidak membutuhkan moralitas
dimana pasar sempurna yang dimaksudkan adalah pasar dimana kompetisi berjalan
sempurna, dalam situasi itu tidak dibutuhkna ditegakkannya rambu rambu moral karena
kepentingan kepentingan pribadi secara sempurna sesuai dengan kepentingan sosial
masyarakat yang pada kenyataanya situasi diatas tidak mungkin terjadi. Pentingnya
etika dalam semua ini terutama tampak dari dua segi, pertama dari segi keadilan sosial
supaya semua peserta di pasar diberikan kesempatan yang sama ke dua yaitu sebagai
jaminan bahwa kompetisi berjalan dengan baik dari sudut moral, yaitu secara fair dan
tidak merugikan orang lain.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Liberalisme dan sosialisme dapat dilihat sebagai dua ideologi antagonis yang
berjuang merebut hegemoni (kepemimpinan) di panggung politik ekonomi selama kira-
kira satu setengah abad. Pada saat sekarang dua ideologi ini tampaknya mencapai titik
perdamaian. Saat pergantian abad sekarang, liberalisme dan sosialisme dua-duanya
gagal dan serentak juga berhasil, dua-duanya kalah dan serentak juga menang. Situasi
ini mencuat di negara-negara industri di mana pertentangan historis antara liberalisme
dan sosialisme berlangsung sekian lama. Sosialisme gagal karena harus mengakui
keunggulan sistem ekonomi pasar bebas.
LAMPIRAN

KASUS

Louis Hartz terkenal sebagai akademisi yang menandai penafsiran tunggal


terhadap budaya politik di Amerika Serikat, yang dikenal dalam gagasan Consensus
School. Bagi Hartz, tradisi dan pemikiran politik di Amerika tidak terpecah-pecah ke
dalam pandangan yang berseteru satu sama lain, seperti Utara versus Selatan, Jefferson
versus Hamilton, ataupun Progresif melawan kekuatan lainnya. Hartz sering kali
mendapatkan kritik atas penjelasannya yang terlalu sederhana. Abbot (2005, hal. 93)
merangkum berbagai kritik terhadap pemikiran Hartz yang dinilai menegasikan tradisi
dan pemikiran politik lainnya di Amerika Serikat seperti republikanisme, rasis,
diskursus politik Afro-Amerika, feminisme, kalvinisme, apa lagi Sosialisme dan
Feodalisme.

Bagi Hartz, tidak ada ketidaksetujuan terhadap konsensus yang merujuk kepada
nilai-nilai Amerika yang berbasis liberalisme. Hal ini dikarenakan bahwa liberalisme
merupakan fenomena yang bersifat natural, konsensus nasional yang sudah dibawa
sejak lahir oleh bangsa Amerika. Dengan demikian liberalisme atau tradisi liberal dapat
dikatakan telah menjadi identitas nasional di Amerika Serikat. Identitas nasional inilah
yang kemudian menjadi relevan dalam merefleksikan fenomena Tea Party dan simbol-
simbol nasional yang dibawanya. Dionne Jr., misalnya, menuliskan bahwa kepopuleran
yang seakan dinikmati oleh gerakanTea Party menggambarkan suatu klaim terhadap
monopoli intelektual dan moral atas gagasam mengenai Amerika yang membuat
kalangan konservatif lah di Amerika yang secara tipikal membawa-bawa kopi
Konstitusi di saku-saku mereka. Semangat kelompok Tea Party untuk merujuk tanpa
henti ke Bapak-Bapak Bangsa Amerika Serikat menunjukkan kecenderungan ini.
Dionne Jr. (2012, hal. 39) mengutip kata-kata anggota dewan Mike Pence dari Indiana
yang menyebutkan bahwa tidak ada suatu penderitaan yang berlangsung di negeri yang
tidak dapat diselesaikan dengan menaruh perhatian lebih dalam lagi kepada prinsip-
prinsip yang tertuang dalam Deklarasi Kemerdekaan dan Konstitusi Amerika Serikat.
Bahkan, segala konspirasi yang menyangkut kampanye hitam terhadap Presiden
Amerika dengan label-label seperti komunisme seringkali berujung kepada tudingan
tidak Amerika. Dalam anggapan yang demikian, meskipun dapat terdengar janggal,
pemikiran konservatif di AS yang berkembang sampai sekarang adalah konservatif atas
tradisi liberal, dengan kata lain, tradisi masyarakat liberal yang dikonservasi dalam
bentuk identitas nasional. Dalam sebuah kolom opini di media The Washington Post,
Mark Hulliung (2010) menuangkan anggapan ini dengan menulis bahwa seluruh posisi
politik di Amerika diwarnai oleh liberalismesedemikian rupa sehingga Amerika tidak
pernah memiliki tradisi konservatif murni, karena semua yang kemudian mendapatkan
tempatnya di Amerika menjadi konservatif. Hal ini berbeda dengan Eropa di mana
konservatisme merupakan gagasan yang dipelihara oleh kalangan aristokrat yang
mengusung aspek-aspek seperti nilai hirarki, penghormatan, dan tradisi.

Hirarki yang melembaga di Amerika adalah wujud dari institusi yang bersifat
liberal sejak awal. Penghormatan yang diberikan oleh bangsa Amerika adalah terhadap
kemerdekaan dan konstitusi yang menandai kelahiran bangsa Amerika. Tradisi yang
melembaga di Amerika adalah tradisi liberal seperti dikemukakan oleh Louis Hartz.
Dalam pemahaman demikian, Hulliung beranggapan bahwa ideologi yang diusung Tea
Party tidaklah konservatif, melainkan radikal, yakni radikal secara liberal.
Radikalisme liberal ini paralel dengan pehamanan liberalisme secara kaku yang
bersumber dari interpretasi terhadap pemikiran John Locke yang berulang kali dirujuk
oleh LouisHartz di dalam bukunya. Gejala ini oleh para pemikir sebagai tirani Locke.

Menurut,Abbott, pada dasarnya yang dilakukan oleh Hartz adalah


mengkodifikasi konsensus terbaru terhadap pemikiran Locke dan liberalisme secara
umum. Dalam konteks itulah liberalisme dipahami secara alamiah. Namun, seperti
ditulis Hartz (1955, hal. 5-6): ...the matter is curiously broader than this, for a society
which begins with Locke, and thus transforms him, stays with Locke, by virtue of an
absolute and irrational attachment it develops for him, and becomes as indifferent to the
challenge of socialism in the latter era as it was unfamiliar with the heritage of
feudalism in the earlier one.Dalam konteks ini ketiadaan tradisi sosialis merupakan
dampak dari ketiadaan tradisi feodal. Dalam logika yang kurang lebih sama, ketiadaaan
tradisi aristokrat membuat liberalisme menjadi absolut karena setiap institusi yang
didirikan akan membuat hirarki, menempatkan elit, dan membuat beberapa kalangan
akan membuat dan mengekalkan tradisi yang akan dipelihara dari zaman ke zaman. Hal
inilah yang secara pasti terus menerus ditentang oleh kekuatan progresif di Amerika
Serikat. Dengan demikian, dengan sendirinya memahami konservatisme di Amerika
dalam logika Hartz berarti memahami progresivisme dalam masyarakat liberal. Bagi
Louis Hartz, liberalisme yang mengusung gagasan progresivisme dari mulaiNew Deal
merupakan sesuatu yang dimungkinkan oleh keberadaan konsensus nasional.
Kepercayaan Lockean di kalangan masyarakat Amerika telah membatasi tantangan
yang dapat dilancarkan oleh kekuatan sosialis dalam bentuk implementasi program
kesejahteraan sosial yang lebih radikal dalam inisiatif New Deal Hal ini
memungkinkan Franklin Roosevelt untuk menantang gagasan tradisional mengenai
kepemilikan swasta dalam mengatasi Depresi Besar. Akan tetapi, kekuatan liberal-
progresif akan selalu berhadapan dengan kalangan konservatif yang akan selalu
mengutip simbol-simbol kebangsaan dan monopoli ke-Amerika-an untuk menghadapi
kekuatan progresif.
Mengutip kembali Wolfe (2005),konservatif mendominasi politik Amerika
karena tidak ada tradisi konservatif dalam pemikiran politik di Amerika. Liberal tidak
berdaya karena semua orang Amerika liberal. Hal yang kemudian dirangkum oleh
tradisi liberal yang bersumber dalam pemahaman Locke adalah pemahaman kebebasan
individu yang terbatas pada kepemilikan properti secara privat. Hal inilah yang
menimbulkan pertentangan dengan kalangan progresif yang lebih memahami
liberalisme dalam ukuran kapasitas individu untuk beroleh dan menjaga kebebasannya
yang membuka jalan untuk intervensi negara dalam berbagai program jaminan sosial
melalui penetapan pajak yang lebih besar. Pertentangan yang dilancarkan oleh Tea Party
adalah kekakuan pemahaman atas nilai-nilai liberal Lockean terhadap kalangan
progresif yang berupaya mendefinisikan kembali Locke dan menyandingkannya dengan
pemikiran lain seperti John Dewey yang lebih mengutamakan kapasitas individu
ketimbang kepemilikan swasta. Dalam prosesnya, simbol-simbol nasional menjadi
politik identitas yang secara tidak dapat dihindarkan menyertai pertarungan politik di
antara keduanya. Ini lah yang nampak dalam oposisi politik terhadap kebijakan
pemerintah Obama untuk mengimplementasikan change seperti yang telah
dijanjikannya di masakampanye dulu.

Kesimpulan Secara ironis tradisi liberal yang dipelihara conserved oleh


kalangan konservatif di Amerika ini menunjukkan bentuk pemahaman liberalisme
absolut yang memahami Locke secara kaku. Watak ini kemudian membentuk
kecurigaan terhadap peran negara yang besar big government dan ekstensif. Warisan
tradisi liberal yang telah melembaga ini hidup dan terasa sampai pada perdebatan politik
dewasa ini, termasuk setelah Amerika Serikat mengalami berbagai peristiwa seperti
serangan terorisme ke Menara Kembar WTC di New York dan krisis perekonomian
akibat kolapsnya perkreditan secara global. Dengan demikian, Tradisi liberal dalam
konsepsi Louis Hartz di Amerika yang membentuk identitas masih berpengaruh dan
berakar kuat dalam kehidupan masyarakat Amerika.

You might also like