Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Semarang
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : SD
Tanggal Masuk RS : 12-03-2016
B. IDENTITAS KELUARGA
Nama : Ny. A
Umur : 38 tahun
Alamat : Semarang
Pekerjaan : Buruh
Hub. Dengan pasien : Ibu
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autonamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 12 Maret 2016 pukul 11.00 WIB di poliklinik kulit dan kelamin
RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo Semarang.
A. Keluhan Utama :
Kulit kemerahan, pecah-pecah dan bersisik pada sela jari kaki dan
telapak kaki kanan dan kiri yang semakin meluas sejak 3 bulan yang lalu.
2
D. Riwayat Keluarga :
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat asma, bersin-bersin pagi hari : disangkal
3
E. Riwayat Higienitas :
Pasien biasa mandi 2x sehari. Pasien mengaku tidak mengeringkan tangan
dan kaki setelah mandi. Pasien juga mengaku sering kontak dengan air untuk
mencuci kaki dan tangannya setelah bermain seharian di pasir atau tanah dan
jarang mengeringkannya.
STATUS DERMATOLOGI
Distribusi : Regional
Ad Regio : Cruralis anterior, calcanea, dan plantaris pedis dektra et
sinistra.
Lesi : Bentuk tidak beraturan, polisilik, batas tegas, berukuran
numular-plakat, tepi lesi tampak lebih aktif dan meninggi,
central healing, lesi kering, diameter > 2 cm.
Efloresensi : Makula hiperpigmentasi dan makula eritema, bentuk tidak
beraturan sebagian terdapat erosi, krusta, pada permuakan
sebagian lesi terdapat skuama kasar, berwarna putih.
6
IV. RESUME
An. S, 8 tahun, datang dengan keluhan kulit kemerahan, pecah-pecah,
dan bersisik pada telapak kaki kanan dan kiri yang semakin meluas sejak 3
bulan yang lalu disertai rasa gatal. Keluhan gatal dirasakan semakin
memberat terutama saat memakai kaos kaki dan setelah berkeringat. Pasien
mengaku sering berkeringat berlebihan saat melakukan aktivitas di luar.
Pasien sehari-hari bermain di pasir dan tanah. Karena merasa gatal pasien
sering menggaruk-garuk bagian tubuhnya dan mengganggu aktivitas pasien.
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan, awalnya, kisaran 3
bulan lalu, pasien mengeluhkan timbul bercak kemerahan di telapak kaki.
7
Bercak tersebut kering dan gatal. Bercak tersebut semakin lama semakin
meluas dan kulit kaki menjadi bersisik dan pecah-pecah. Pasien mengaku
sering menggaruk bercak tersebut. Karena keluhan pecah-pecah dan gatal
bertambah berat, pasien memutuskan untuk berobat ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo Semarang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas
normal. Untuk pemeriksaan dermatologi pada regio Cruralis anterior,
calcanea, dan plantaris pedis dektra et sinistra didapatkan Makula
hiperpigmentasi dan makula eritema, bentuk tidak beraturan sebagian
terdapat erosi, krusta, pada permuakan sebagian lesi terdapat skuama kasar,
berwarna putih. Lesi kering, central healing, batas tegas, diameter > 2 cm.
V. DIAGNOSIS BANDING
- Dermatitis kontak
- Psoriasis
- Kandidiasis
VIII. PENATALAKSANAAN
Umum:
1. Memberikan informasi kepada pasien bahwa penyebab penyakitnya
adalah jamur yang dapat menular, pengobatannya memerlukan waktu
yang cukup alama, sekitar 3-4 minggu, serta menasehati pasien untuk
tidak menggaruk bercak karena akan menyebabkan bercak semakin luas.
8
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanasionam : ad malam
Quo ad kosmetikum : ad bonam
9
BAB II
PEMBAHASAN
A. TINEA PEDIS
I. Sinonim
Tinea pedis adalah foot ringworm, athlete foot, foot mycosis. (2)
II. Definisi
Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis.
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk atau
stratum korneum pada lapisan epidermis di kulit, rambut dan kuku yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatomikosis merupakan arti
umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit.(1)
Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai
sela jari dan telapak kaki sedangkan yang terdapat pada bagian dorsal pedis
dianggap sebagai tinea korporis. Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki
karena bersepatu dan berkaos kaki disertai daerah tropis yang lembab
mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur. Efek ini lebih nyata pada sela
jari kaki keempat dan kelima, dan lokasi ini paling sering terkena.
Kenyataaannya, tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang tidak
menggunakan sepatu.
III. Epidemiologi
Tinea pedis terdapat di seluruh dunia sebagai dermatofitosis yang paling
sering terjadi. Kemungkinan infeksi berkaitan dengan paparan ulangan
dermatofita sehingga orang yang menggunakan fasilitas mandi umum seperti
pancuran, kolam renang, kamar mandi lebih cenderung terinfeksi.(3)
Tinea pedis lebih sering terjadi pada usia dewasa (30-50%), daripada anak
remaja terutama pada laki-laki dan jarang pada perempuan dan anak-anak.
Prevalensi keseluruhan dalam masyarakat dan mencakup semua kelompok usia
namun dari survei menunjukkan bahwa diperkirakan 10% dari jumlah penduduk
di banyak negara menderita penyakit ini. Laki-laki dewasa memiliki risiko 20 %
terkena tinea pedis, sementara di kalangan perempuan hanya 5% cenderung
menjadi infeksi kronis(4,5,6)
10
IV. Etiologi
Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton rubrum
(paling sering), T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan
Epidermophyton floccosum.(2) T. rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang
hiperkeratotik, kering menyerupai bentuk sepatu sandal (mocassinlike) pada kaki;
T. mentagrophyte seringkali menimbulkan lesi yang vesikular dan lebih meradang
sedangkan E. floccosum bisa menyebabkan salah satu diantara dua pola lesi
diatas.(4)
V. Patogenesis
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi
jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet, variasi suhu
dan kelembaban, persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan
sphingosines yang diproduksi oleh keratinosit. Setelah proses adheren, spora
harus tumbuh dan menembus stratum korneum dengan kecepatan lebih cepat
daripada proses proses deskuamasi. Proses penetrasi ini dilakukan melalui sekresi
proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan nutrisi. Trauma
dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi. Mekanisme pertahanan baru
muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam telah dicapai, termasuk
kompetisi dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi dan juga penghambatan
pertumbuhan jamur oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat peradangan sangat
tergantung pada aktivasi sistem kekebalan tubuh. (3)
VI. Gejala Klinis
Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:
1. Interdigitalis
Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien tinea pedis. Di antara
jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini
dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh
karena daerah ini lembab, maka sering terdapat maserasi. Aspek klinis
maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini
dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah
diserang oleh jamur. Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun
dengan menimbulkan sedikit keluhan sama sekali. Kelainan ini dapat disertai
11
Pada seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit
menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada
bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan kadang-kadang
vesikel. Tipe ini adalah bentuk kronik tinea yang biasanya resisten terhadap
pengobatan.(1,8)
3. Lesi Vesikobulosa
Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel, vesiko-pustul dan
kadang-kadang bula yang terisi cairan jernih. Kelainan ini dapat mulai pada
daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki.
Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran
yang disebut koleret. Keadaan tersebut menimbulkan gatal yang sangat hebat.
Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk selulitis, limfangitis dan
kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur juga didapati pada atap
vesikel.(1,8)
4. Tipe Ulseratif
3. Pemeriksaan histopatologi,
Karakteristik dari tinea pedis atau tinea manum adalah adanya akantosis,
hiperkeratosis dan celah (infiltrasi perivaskuler superfisialis kronik pada
dermis). (3,10)
Gambar 7.3. Histopatologi dari tinea pedis, hifa pada lapisan superfisial
dari epidermis.
4. Pemeriksaan lampu Wood
Pada tinea pedis umumnya tidak terlalu bermakna karena banyak
dermatofita tidak menunjukkan fluoresensi kecuali pada tinea kapitis yang
disebabkan oleh Microsporum sp. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kulit di
15
VIII. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis khas.
Pemeriksaaan laboratorium berupa :
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20% ditemukan hifa yaitu double
conture (dua garis lurus sejajar dan transparan), dikotomi (bercabang dua) dan
bersepta. Selain itu di dapatkan artrokonidia yaitu deretan spora di ujung hifa.
Hasil KOH (-) tidak menyingkirkan diagnosis bila klinis menyokong. (3)
b. Kultur ditemukan dermatofit. (3)
2. Psoriasis
Mengenai telapak kaki; jarang terdapat pustul, menebal, lesi yang batas
jelas; psoriasis dapat ditemukan pada bagian tubuh yang lain dan pada psoriasis
terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Tidak didapatkan jamur pada
pemeriksaan kulit.(1)
A B
Gambar 9.2. A. Psoriasis dengan eritrodermi eksfoliatif. B. menunjukkan
hiperkeratotik psoriasis yang simetri.
3. Kandidiasis
Biasanya terdapat skuama yang berwarna putih pada sela jari ke 4 dan ke
5, lesinya dikelilingi satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau
bula yang apabila pecah meninggalkan daerah yang erosif dengan pinggiran
kasar.
X. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan tinea pedis didasarkan atas klasifikasi dan
tipenya
Tabel 1. Klasifikasi jenis Tinea Pedis dan pengobatannya (2)
Tipe Organisme Gejala Klinis Pengobatan
Penyebab
Moccasin Trichophyton Hiperkeratosis yang Antifungal
rubrum difus, eritema dan topikal disertai
retakan pada dengan obat-
Epidermophyton permukaan telapak obatan keratolitik
floccosum kaki; pada asam salisilat,
Scytalidium umumnya sifatnya urea dan asam
hyalinum kronik dan sulit laktat untuk
disembuhkan; mengurangi
S. dimidiatum berhubungan hiperkeratosis;
17
A. Antifungal Topikal
Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang
terlokalisir. Efek samping dari obat-obatan ini sangat minimal, biasanya
terjadi dermatitis kontak alergi, yang biasanya terbuat dari alkohol atau
komponen yang lain. (2)
a. Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih cocok
pada pengobatan tinea pedis interdigitalis karena efektif pada dermatofit dan
kandida.(10)
18
B. Antifungal Sistemik
Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal gagal
dilakukan. Secara umum, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan
pemberian beberapa obat antifungal di bawah ini antara lain:
1. Griseofulvin
Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin dalam
bentuk partikel utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 g untuk orang
dewasa dan 0,25 - 0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama
pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan
imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak
residif. Dosis harian yang dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam
klinik cara pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup
baik pada sebagian besar penderita. Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu
20
hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan
bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar
dilaporkan pada 3,3 % - 7 % kasus.(1) Terbinafin baik digunakan pada pasien
tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik. Pada suatu penelitian ternyata
ditemukan bahwa pengobatan tinea pedis dengan terbinafine lebih efektif
dibandingkan dengan pengobatan griseofulvin. (12,13)
XI. Pencegahan
Salah satu pencegahan terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga kaki
tetap dalam keadaan kering dan bersih, menghindari lingkungan yang lembab,
menghindari pemakaian sepatu yang terlalu lama, tidak berjalan dengan kaki
telanjang di tempat-tempat umum seperti kolam renang serta menghindari hindari
kontak dengan pasien yang sama. Penularan jamur ini biasanya asimptomatik,
sehingga umumnya tidak terlihat. Eradikasi jamur merupakan suatu hal yang sulit
dan membutuhkan proses yang panjang. Setelah mandi sebaiknya kaki dicuci
dengan benzoil peroksidase. (3,14)
XII. Komplikasi
1. Selulitis
Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat mengakibatkan
selulitis. Selulitis dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis
merupakan infeksi bakteri pada daerah subkutaneus pada kulit sebagai akibat
dari infeksi sekunder pada luka. Faktor predisposisi selulitis adalah trauma,
ulserasi dan penyakit pembuluh darah perifer. Dalam keadaan lembab, kulit
akan mudah terjadi maserasi dan fissura, akibatnya pertahanan kulit menjadi
menurun dan menjadi tempat masuknya bakteri pathogen seperti -hemolytic
streptococci (group A, B C, F, and G), Staphylcoccus aureus, Streptococcus
pneumoniae, dan basil gram negatif. Apabila telah terjadi selulitis maka
diindikasikan pemberian antibiotik. Jika terjadi gejala yang sifatnya sistemik
seperti demam dan menggigil, maka digunakan antibiotik secara intravena.
Antibiotik yang dapat digunakan berupa ampisillin, golongan beta laktam
ataupun golongan kuinolon. (3,14)
22
2. Tinea Ungium
Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan
biasanya dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T.
rubrum merupakan jamur penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak
menebal, pecah-pecah, dan tidak berwarna yang merupakan dampak dari
infeksi jamur tersebut. (14)
3. Dermatofid
Dermatofid juga dikenal sebagai reaksi id, merupakan suatu penyakit
imunologik sekunder tinea pedis dan juga penyakit tinea lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan vesikel atau erupsi pustular di daerah infeksi sekitar palmaris
dan jari-jari tangan. Reaksi dermatofid bisa saja timbul asimptomatis dari
infeksi tinea pedis. Reaksi ini akan berkurang setelah penggunaan terapi
(14,15)
antifungal. Komplikasi ini biasanya terkena pada pasien dengan edema
kronik, imunosupresi, hemiplegia dan paraplegia, dan juga diabetes. Tanpa
perawatan profilaksis penyakit ini dapat kambuh kembali.(3,14)
XIII. Prognosis
Tinea pedis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Beberapa
minggu setelah pengobatan dapat menyembuhkan tinea pedis, baik akut maupun
kronik. Kasus yang lebih berat dapat diobati dengan pengobatan oral. Walaupun
dengan pengobatan yang baik, tetapi bila tidak dilakukan pencegahan maka
pasien dapat terkena reinfeksi.(2,3)
23
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
12. Savin RC, Zaias N. Treatment of chronic moccasin-type tinea pedis with
terbinafine: a double-blind, placebo-controlled trial. J Am Acad Dermatol
1990;23:804-7
25
13. Bell-Syer SEM, Hart R, Crawford F, Torgerson DJ, Tyrrell W, Russell I. Oral
treatments for fungal infections of the skin of the foot. [Online]. 2002 Apr 22
[cited 2013 september 18]; Available from: URL:
http://www2.cochrane.org/reviews/en/ab003584.html
14. Hasan MA, Fitzgerald SM, Saoudian M, Krishnaswamy G. Dermatology for
the practicing allergist: tinea pedis and its complications. Clin Mol Allergy
2004;2:5.
15. Noble SL, Pharm D, Forbes RC. Diagnosis and management of common tinea
infections. [Online]. 2000 July [cited 2013 September 18]; Available
from: URL: http://www.aafp.org/afp/980700ap/noble.html