You are on page 1of 32

Telah disetujui preseptor klinik Telah disetujui preseptor akademik

Hari/tanggal: Hari/tanggal :
Tanda Tangan: Tanda tangan:

-------------------------------------- -----------------------------------------

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)


PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)

Asuhan keperawatan pada kalien dengan colic abdomen


Di ruang kelas III RSUD Kepahiang tahun 2017

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh:
JOHAN WAHYUDI
NPM : 172426111NS

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS DI
RUANG KELAS III RSUD KEPAHIANG TAHUN 2017
Oleh : johan wahyudi

1. Kasus
Sirosis Hepatis
2. Proses Terjadinya Masalah
A. Pengertian
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati

yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati

yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Sylvia A Price& Lorraine Wilson,

2002). Dengan kata lain pada sirosis hepatisi ditandai dengan adanya pembentukan

jaringan ikat disertai nodul (Tarigan P., dkk, 1981).


B. Fisiologi

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber

energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada

beberapa fung hati yaitu :fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat.Pembentukan,

perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.Hati

mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,

mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian

hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd

glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber

utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa

monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai

beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan

ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam

piruvat diperlukan dalam siklus krebs).


1. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan

katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES

2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan

gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol.

Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid

2. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,

hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses

transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati

merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan

organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.

- globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang

globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung 584 asam amino

dengan BM 66.000

3. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.

Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi,

bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin
harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan

Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

4. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

5. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,

reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti

zat racun, obat over dosis.

6. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui

proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai

imun livers mechanism.

7. Fungsi hemodinamik

Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/

menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25%

dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar

dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini

berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ

penting untuk mempertahankan aliran darah.

C. Etiologi
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang memiliki dua klasifikasi

etiologi, yakni etiologi yang diketahui penyebabnya dan etiologi yang tidak

diketahui penyebabnya. Telah diketahui juga bahwa penyakit ini merupakan stadium

terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H,

2002). Etiologi sirosis hepatis yang diketahui penyebabnya meliputi:

1. Hepatitis virus

Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis hepatis.

Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai

kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan

perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus Penderita dengan

hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan

hati yang kronis.

2. Alkohol

Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras

(Brunner & Suddarth, 1996). Alkohol dapat menyebabkan terjadinya kerusakan

fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat

nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa sirosis

hepatis. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati

(Sujono Hadi, 2002).

3. Malnutrisi

Faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab

timbulnya sirosis hepatis. Menurut Campara (1973) untuk terjadinya sirosis hepatis

ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.

4. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda

dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya

cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring.

Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.

5. Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya

hemokromatosis, yaitu :

penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak dilahirkan

kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita

dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan

menyebabkan timbulnya sirosis hepatis.

6. Sebab-sebab lain

Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.

Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis

sentrilibuler.

Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat

menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum

wanita.

Sedangkan, untuk etiologi sirosis hepatis yang tidak diketahui penyebabnya

dinamakan sirosis kriptogenik. Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-

tanda hepatitis atau alkoholisme, Sedangkan dalam makanannya cukup mengandung

protein. Berdasarkan etiologi-etiologi tersebut, sirosis hepatis digolongkan menjadi

tiga tipe (Brunner & Suddarth, 1996). , yakni:


1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas

mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholisme kronis.

2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai

akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar

saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
D. Patofisiologi

PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS


E. Tanda dan gejala

Stadium awal sirosis hepatis yaitu stadium kompensata, sering tanpa

gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan

pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain

sehingga kebetulan memeriksakan faal hepar. Keluhan subjektif baru

timbul bila sudah ada kerusakan sel-sel hati, umumnya berupa

(Konthen, 2008):

Penurunan nafsu makan dan berat badan

Mual

Perasaaan perut kembung

Perasaan mudah lelah dan lemah, kelemahan otot terjadi akibat

kekurangan protein dan adanya cairan dalam otot.

Kegagalan parenkim hati ditandai dengan protein yang rendah,

gangguan mekanisme pembekuan darah, gangguan keseimbangan

hormonal (eritemapalmaris, spider nevi, ginekomastia, atrofi testis,

dan gangguan siklus haid)

Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, terjadi pada

proses aktif dan sewaktu-waktu dapat jatuh ke koma hepatikum

jika tidak dirawat intensif.

Hipertensi portal (tekanan sistem portal > 10 mmHg), ditandai

splenomegali, ascites, dan kolateral. Penderita akan dirawat inap

karena adanya penyulit seperti perdarahan saluran cerna atas akibat


pecahnya varises esophagus, asites yang hebat, serta ikterus yang

dalam.

Tabel 2.2 Gejala Kegagalan Fungsi Hepar & Hipertensi Portal

Kegagalan Fungsi Hipertensi Portal

Hepar
- Ikterus - Varises esophagus/cardia

- Spider naevi - Splenomegali

- Ginekomastia - Pelebaran vena kolateral

- Hipoalbumin dan - Ascites

malnutrisi kalori - Haemoroid

protein - Caput medusa

- Bulu ketiak rontok

- Ascites

- Eritema Palmaris

- white nail

F. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis adalah sebagai berikut:

Varises Esofagus

Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi

portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui

saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut

(varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita

sirosis lanjut. Perdarahan ini sering menyebabkan kematian.


Perdarahan yang terjadi dapat berupa hematemesis (muntah yang

berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang hitam)

(Price & Wilson, 2005).

Peritonitis bacterial spontan

Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam

rongga abdomen yang disebut dengan asites yang merupakan tempat

sempurna untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Secara

normal, rongga abdomen juga mengandung sejumlah cairan kecil

yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik.

Namun pada penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen tidak mampu

lagi untuk melawan infeksi secara normal. Maka timbullah infeksi

dari cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi

sekunder intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat

timbul demam dan nyeri abdomen (Sudoyo, 2007).

Sindrom hepatorenal

Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang

mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom

hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,

peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal

(Sudoyo, 2007).

Ensefalopati hepatikum

Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh

kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati
karena terdapat penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea

oleh hati, yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan

dapat mengganggu metabolisme otak (Price & Wilson, 2005).

Tabel 2 Pembagian stadium ensefalopati hepatikum

Stadiu Manifestasi Klinis

m
0 Kesadaran normal, hanya sedikit

ada penurunan daya ingat,

konsentrasi, fungsi intelektual,

dan koordinasi.
1 Gangguan pola tidur
2 Letargi
3 Somnolen, disorientasi waktu

dan tempat, amnesia


4 Koma, dengan atau tanpa respon

terhadap rangsang nyeri.

Karsinoma hepatoselular

Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis

hati merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma

hepatoselular. Gejala yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu

makan, berat badan menurun drastis, demam, perut terasa penuh, ada

massa dan nyeri di kuadran kanan atas abdomen, asites, edema

ekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh dan melena

(Wijayakusuma, 2008).

G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis

hepatis antara lain (Setiawan, 2007):

a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat

aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase)

atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu

tinggi. AST lebih meningkat dibanding ALT. Namun, bila enzim ini

normal, tidak mengenyampingkan adanya sirosis hepatis


b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas

normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien

kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.


c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan

ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya

meninggi karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic

dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.


d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan

meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)


e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,

antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang

selanjutnya menginduksi immunoglobulin.


f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor

koagulan akibat sirosis


g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan

dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.


h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan

dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.


Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya

hipertensi porta

b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta

untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta,

pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya

karsinoma hati pada pasien sirosis. Gambaran USG tergantung

pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan

sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati

tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu

tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati

tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

c. Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis

hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol

berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran

fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan

pembesaran limpa.

Tabel 3 Diagnosis Sirosis Hepatis

Pemeriksaan Hasil yang mungkin didapat


1. Anamnesis Lesu, BB turun, anoreksia-

dispepsia, nyeri perut,

sebah, ikterus (BAK

coklat dan mata kuning),


perdarahan gusi, perut

membuncit, libido

menurun, konsumsi

alkohol, riwayat

kesehatan yang lalu

(sakit kuning, dll),

riwayat muntah darah

dan feses kehitaman.


2. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum & nutrisi

- Tanda gagal fungsi hati

- Tanda hipertensi portal


3. Pemeriksaan

Laboratorium Anemia, leukopenia,

Darah Tepi trombositopenia, PPT

Bilirubin, transaminase (hasil

Kimia Darah bervariasi), alkaline

fosfatase, albumin-

globulin, elektroforesis

protein serum, elektrolit

(K, Na, dll) bila ada


Serologi
ascites

- HBsAg dan anti HCV

- FP
4. Endoskopi saluran cerna Varises, gastropati

atas
5. USG/CT scan Ukuran hati, kondisi v. Porta,

splenomegali, ascites,dll
6. Laparoskopi Gambaran makroskopik

visualisasi langsung

hepar
7. Biopsi hati Dilakukan bila koagulasi

memungkinkan dan

diagnosis masih belum

pasti

H. Penatalaksanaan / pengobatan

1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata

Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :

Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang

hepatotoksik

Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat

menghambat kolagenik

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau

imunosupresif

Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai

konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Pada penyakit hati non alkoholik, menurunkan berat badan akan

mencegah terjadinya sirosis


Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi

utama. Lamivudin diberikan 100 mg secara oral setiap hari

selama satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan

subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan.

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin

merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan

dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin

800-1000 mg/hari selama 6 bulan

Diberikan antifibrotik, dalam hal ini lebih mengarah untuk

keradangan dan tidak terhadap fibrosis. Diberikan Interferon untuk

mengurangi aktivitas sel stelata, kolkisin untuk antiradang dan

cegah pembentukan kolagen, metotreksat, vitamin A, dan obat-

obatan sedang dalam penelitian.

2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata



Asites

Tirah baring

Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari

Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa

dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki)

atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan

furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)


Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter),

diikuti dengan pemberian albumin.

Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)9

Diberikan antibiotik golongan cephalosporin generasi III seperti

cefotaxime secara parenteral (2 x 2 gr/hari) selama lima

hari/evaluasi cairan ascites ulang. Pengobatan selanjutnya

berdasar hasil kultur dan tes kepekaan antibiotik cairan ascites.

Obat pilihan yang sering dipakai:

- Ceftriaxone

- Kombinasi amoksisilin-as. Klavulamat

- Ciprofloxacin

Sedangkan untuk profilaksis terhadap PBS ulang (terutama jika

albumin < 1g/dl):

- Norfloksasin 400 mg/hari, jangka panjang

- Ciprofloxacin 750 mg/1x/minggu

- Cotrimoxazole 2x2 gr/5 hari/minggu

Varises Esofagus

Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat

beta (propanolol)

Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin,

diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi

Ensefalopati Hepatik

Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia


Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia

Diet rendah protein 0,5 gr/kgBB/hari, terutama diberikan yang

kaya asam amino rantai cabang



Sindrom Hepatorenal

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR.

Oleh karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat

perhatian utama berupa hindari pemakaian diuretic agresif,

parasentesis asites, dan restriksi cairan yang berlebihan.

Pada sirosis hepatis yang berat dapat dilakukan transplantasi hepar

I. Asuhan keperawatan

a. Pengkajian Fokus

Anamnesa

a. Data demografi

Dapat dilakukan pengkajian nama, umur, jenis kelamin,

agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, dan status

perkawinan

b. Keluhan utama

Pada umumnya pada klien sirosis hepatis, klien mengatakan

nyeri pada perut, terjadi pembesaran hati, perut bengkak,

terjadi pendarahan pada ikterus, berat badan menurun sejak

sebulan terakhir, dan tidak mampu beraktivitas

c. Riwayat penyakit dahulu


Pada umumnya klien sirosis memiliki riwayat penyakit

yang dapat mengganggu fungsi hati seperti hepatitis

(A,B,C, dan D), bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, dan

toksoplasmosis

d. Riwayat penyakit keluarga

Umumnya dapat ditemukan keluarga yang mengalami

penyakit gaucher, penyakit simpanan glikogen,

hemokromatosis, intoleransi fluktosa herediter, dan penyakit

Wilson.

e. Riwayat konsumsi obat-obatan

Dapat ditemukan konsumsi zat hepatotoksik yaitu alkohol,

amiodaron, dan arsenic

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda gejala sebagai

berikut:

a. Aktivitas : rasa cepat lelah, kelemahan, kehabisan tenaga

karena asupan makanan kurang dan juga ketidakseimbangan

elektrolit tubuh, letargi, penurunan masa otot/tonus

b. Sirkulasi : riwayat gagal ginjal kronik, CHF, distensi vena

abdomen, hipertensi/hipotensi, disritmia jantung


c. Eliminasi : flatus, melena (feses berwarna hitam), urin pekat

berwarna seperti teh, oliguria akibat retensi natrium dan air,

distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus.

d. Nutrisi : anoreksia, mual, muntah, berat badan menurun,

asupan alkohol, malnutrisi.

e. Cairan dan elektrolit : defisit volume cairan, muntah,

perdarahan, kulit kering, turgor kulit buruk, kelebihan volume

cairan akibat retensi natrium dan air (asites dan edema).

f. Neurosensori : sadar, gelisah, disorientasi, letargi, stupor,

koma, perubahan mental, berbicara perlahan.

g. Kenyamanan : rasa kurang enak pada abdomen, gatal-gatal

pada seluruh tubuh (pruritus), rasa nyeri pada daerah hepar,

ikterik, nyeri tekan pada daerah hepar (kuadran kanan atas)

atau pembesaran hepar, dilatasi vena-vena periumbilikus

(kaput medusae)

h. Pernafasan : dispnea, takipnea, bunyi nafas tambahan, ekspansi

paru terbatas karena asites

i. Keamanan : pruritus, deman, jaundice, ekimosis, peteki, spider

angioma, palmar eritema.

j. Seksualitas : gangguan menstruasi, atrofi testis, ginekomastia,

hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, impotensi,

infertil.
k. Penyuluhan/pembelajaran : riwayat kontak dengan zat toksik,

pajanan dengan obat-obatan yang berpotensial menyebabkan

hepatoksik, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, pola sekarang

dan masa lampau (durasi dan jumlah

Selain itu dapat muncul tanda-tanda yang dapat dtemukan pada

saat dilakukan pemeriksaan yaitu seperti pada gambar

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terganggunya

mekanisme pengaturan (penurunan plasma protein).


2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru

akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan inadequate diet; ketidakmampuan menyerap nutrisi;

ketidakmampuan mencerna makanan; faktor psikologis.


4. Risiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi hati

(sirosis, hepatitis) dan adanya perubahan faktor pembekuan darah

(penurunan produksi prothrombin; fibrinogen; trombosit, gangguan

metabolisme vitamin K dan pelepasan tromboplastin).


5. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati

dan peningkatan kadar ammonia


6. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan PENUMPUKAN

garam empedu di bawah kulit


7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

tubuh akibat penyakit yang dialami


8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi penyakit yang

dialami
9. Ansietas berhubungan dengan respon fisiologis terhadap penyakit
c. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional


1 Kelebihan volume cairan Volume cairan Keseimbangan Manajemen cairan
1. memantau TTV untuk mengetahui
berhubungan dengan tubuh klien cairan 1. Pantau tanda-tanda vital
adanya perubahan yang abnormal
terganggunya mekanisme akan seimbang Indikator: klien
2. Pantau hasil laboratorium akibat retensi cairan pada klien
pengaturan (penurunan dalam 3 x 24 1. Asites tidak ada 2. memantau status hemodinamika
2. Edema perifer yang relevan dengan retensi
plasma protein). jam setelah untuk mengidentifikasi kondisi
tidak ada cairan (penurunan
perawatan dan 3. Distensi klien
hemtokrit, peningkatan 3. hasil laboratorium dipantau guna
terapi pembuluh
osmolalitas urin) mengetahui adanya nilai abnormal
diberikan darah leher 3. Kaji lokasi dan keberadaan
beserta kemungkinan komplikasi
tidak ada edema
4. Catat pemberian diuretik yang akan timbul
4. mengkaji edema untuk mengetahui
sesuai resep
5. Pertahankan pencatatan perjalanan dan karakteristik

intake dan output secara penyakit


5. diuretik digunakan untuk
akurat
6. Batasi intake cairan mengeluarkan cairan yang
7. Kolaborasikan dengan tim
berlebihan dalam tubuh
media lain jika tanda dan 6. intake dan output dipantau untuk

gejala dari kelebihan mengetahui keseimbangan cairan

volume cairan menetap atau tubuh klien


7. pembatasan intake cairan untuk
bertambah buruk
mengatasi asites
8. kolaborasi tindakan medis jika

kondisi klien memburuk akibat

retensi cairan

2 Ketidakseimbangan Intake nutrisi Status nutrisi: Terapi nutrisi


1. Kaji status nutrisi klien 1. Status nutrisi dipantau guna
nutrisi: kurang dari klien akan intake zat nutrisi
secara lengkap mengetahui keseimbangan antara
kebutuhan tubuh seimbang dan Indikator: 2. Hitung kebutuhan kalori
asupan dan kebutuhan nutrisi
berhubungan dengan sesuai dengan 1. asupan kalori harian
3. Anjurkan klien untuk klien
inadequate diet; kebutuhan adekuat 2. Mengetahui apakah nutrisi dapat
2. asupan protein mengonsumsi makanan
ketidakmampuan tubuh klien adekuat tinggi kalori dan tinggi diserap secara adekuat atau tidak
3. asupan
menyerap nutrisi; dalam 3 x 24 protein dan apakah kebutuhan kalori
karbohidrat 4. Beri klien dan keluarga
ketidakmampuan jam setelah klien terpenuhi
adekuat contoh diet tertulis yang 3. Diet TKTP penting untuk
mencerna makanan; perawatan 4. asupan mineral
sesuai dengan kondisi klien memulihkan kondisi klien
faktor psikologis. dan vitamin 5. Bantu klien memilih 4. Pemasangan NGT jika pemberian

adekuat makanan yang halus dan nutrisi enteral tidak dapat

lunak dilakukan
6. Pantaukesesuaian diet 5. Contoh diet dapat membantu

dengan kebutuhan nutrisi keluarga memilih makanan yang

harian klien tepat bagi klien


7. Kolaborasikan dengan ahli 6. Makanan halus dan lunak untuk

gizi terkait jumlah kalori menghindari perlukaan pada

dan tipe zat gizi (nutrient) saluran pencernaan


7. Kesesuaian diet sangat penting
sesuai dengan kebutuhan
untuk menjamin keberhasil terapi
klien.
nutrisi pada klien.
8. Kolaborasi digunakan untuk

memilih tipe makanan yang

sesuai dengan kebutuhan klien.

3. Pola nafas tidak efektif Pola nafas NOC: Respiratory NIC: Airway Management 1. Distres pernapasan dan

berhubungan dengan menjadi efektif status 1. Kaji fungsi pernapasan, perubahan tanda vital dapat

asites dan restriksi setelah Indikator: catat kecepatan pernapasan, terjadi sebagai akibat stres

pengembangan toraks dilakukan 1. Frekuensi dispnea, sianosis dan fisiologi atau dapat

akibat asites, distensi tindakan pernafasan perubahan tanda vital menunjukkan terjadinya syok

abdomen serta adanya keperawatan dalam rentang akibat hipoksia.


2. Ekspansi paru menurun pada
cairan dalam rongga selama 2 x 24 normal 2. Kaji pengembangan dada
area kolaps. Deviasi trakea ke
toraks jam 2. Kedalaman dan posisi trakea
arah sisi yang sehat pada tension
pernafasan
pneumothorax.
dalam rentang 3. Auskultasi bunyi napas 3. Bunyi napas dapat menurun/tak
normal ada pada area kolaps
4. Pemahaman penyebab kolaps
4. Identifikasi etiologi/faktor
paru penting untuk memilih
pencetus (kolaps spontan,
tindakan terapeutik lainnya.
trauma, keganasan, infeksi, 5. Meningkatkan inspirasi minimal,

komplikasi ventilasi meningkatkan ekspansi paru dan

mekanik) ventilasi pada sisi yang sehat


6. Pemberian obat untuk
5. Pertahankan posisi nyaman
mengurangi mengurangi keluhan
(biasanya dengan
klien
meninggikan kepala tempat

tidur).

6. Kolaborasi pemberian obat

sesuai indikasi

4 Risiko terjadinya Perdarahan Keparahan Pencegahan perdarahan


perdarahan berhubungan pada klien kehilangan darah 1. Pantau TTV klien 1. memantau TTV untuk
2. Pantau tingkat risiko
dengan gangguan fungsi dapat dihindari Indikator: mengetahui adanya perubahan
terjadinya perdarahan pada
hati (sirosis, hepatitis); 1. kehilangan darah yang abnormalakibat retensi
klien
kelainan gastrointestinal secara nyata 3. Catat hemoglobin dan cairan pada klien
2. untuk mencegah terjadinya
(polip, tukak lambung, tidak ada hematokrit klien secara rutin
2. hematemesis 4. Lindungi klien dari trauma perdarahan akibat sebab tertentu
varises); perubahan 3. untuk mengetahui adanya defisit
tidak ada yang menyebabkan
faktor pembekuan darah 3. kulit dan hemoglobin akibat perdarahan
perdarahan seperti kondisi 4. melindungi klien dari trauma
(penurunan produksi membran
konstipasi agar perdarahan dapat dicegah
prothrombin; fibrinogen; mukosa tampak 5. Anjurkan klien untuk 5. status koagulasi dipantau untuk

gangguan metabolism pucat tidak ada meningkatkan asupan mengetahui adanya abnormalitas
4. keluar darah dari
vitamin K dan pelepasan makanan kaya vitamin K dalam darah klien
anus atau melena 6. Kolaborasi dengan tim 6. mencegah terjadinya perdarahan
tromboplastin).
tidak ada medis lain terkait pemberian hemoroid
7. vitamin K berguna dalam proses
obat sesuai indikasi
pembekuan darah
8. pemberian obat dilakukan untuk
mencegah komplikasi akibat

perdarahan maupun untuk

mencegah terjadinya perdarahan

yang besar.
d. Discharge Planning

Perawat memberikan edukasi kepada pasien sirosis hepatis, sebagai berikut

(CCHCS, 2012):

- Menganjurkan pasien makan makanan rendah garam dan rendah lemak,

- Olahraga secara teratur,

- Menghindari atau berhenti mengkonsumsi alkohol,

- Minum obat secara teratur sesuai dengan resep yang diberikan,

- Menghindari valsava maneuver seperti; mengejan dan mengangkat barang

berat,

- Menggunakan sikat gigi yang halus untuk mencegah perdarahan gusi,

- Menciptakan lingkungan yang aman di rumah,

- Memberikan informasi terkait kondisi yang mengharuskan pasien dibawa

ke pelayanan kesehatan, yaitu muntah darah, urin sedikit, gangguan

berpikir, BAB hitam, peningkatan berat badan lebih dari 2,5 kg, penurunan

berat badan yang tidak disengaja lebih dari 5 kg.

You might also like