You are on page 1of 23

SUBDOMINANT HIERARCHICAL OVARIAN FOLLICLES ARE

NEEDED FOR STEROIDOGENESIS AND OVULATION IN LAYING


HENS (GALLUS DOMESTICUS) Subdominant Hierarchical Ovarian
Follicles Diperlukan Untuk Steroidogenesis Dan Ovulasi Pada Ayam Petelur
(Gallus Domesticus)

MAKALAH REPRODUKSI PERKEMBANGAN HEWAN


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Reproduksi Perkembangan Hewan
Dosen pengampu: Astuti Kusumorini, M.Si.

Oleh:
Novia Rahmawati
(1157020056)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala nikmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah Biomedis mengenai Subdominant Hierarchical
Ovarian Follicles Diperlukan Untuk Steroidogenesis Dan Ovulasi Pada Ayam Petelur (Gallus
Domesticus) ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah menjadi tauladan bagi kita semua.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak dan kami hanya dapat
mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan pengarahannya. Kami berharap semoga segala
bantuan yang telah diberikan kepada kami mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan
saran kami butuhkan agar dapat membuat makalah menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah
yang sederhana ini mampu memberi manfaat bagi para mahasiswa, pelajar, khususnya kami dan
semua yang membaca makalah kami ini, dan mudah-mudahan dapat memberikan wawasan yang
lebih luas kepada pembaca. Terima kasih.

Bandung, November 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 4
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Glukosa Darah ............................ Error! Bookmark not defined.
2.2 Kandungan Kulit Buah Manggis .................. Error! Bookmark not defined.
2.3 Proses Uji Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Kadar Glukosa Darah......8
2.4 Hasil Uji Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Kadar Glukosa
Darah..Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu ciri-ciri makhluk hidup adalah berkembang biak. Berkembang biak
merupakan proses pembaruan keturunan pada makhluk hidup untuk mempertahankan
jenisnya agar tidak punah. Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana individu
organisme baru diproduksi. Reproduksi pada hewan terdiri dari dua jenis yaitu reproduksi
aseksual dan reproduksi seksual. Reproduksi aseksual adalah proses terjadinya individu baru
yang semua gennya berasal dari satu induk tanpa peleburan telur dan sperma. Sedangkan
reproduksi seksual adalah proses terjadinya individu baru melalui peleburan gamet jantan
dan betina untuk membentuk zigot. Peleburan gamet sperma dan ovum disebut dengan
fertilisasi. fertilisasi terbagi menjadi dua macam yaitu fertilisasi eksternal dan fertilisasi
internal.
Unggas merupakan salah satu jenis hewan yang banyak diternak oleh manusia.
Unggas berkembang biak dengan cara bertelur. Dalam bereproduksi, unggas dengan cara
bertelur sehingga pada unggas ini memilki organ reproduksi yang berbeda dengan mamalia.
Kelompok unggas merupakan hewan ovipar. Sehingga tidak memiliki alat kelamin luar.
Walaupun demikian, fertilisasi tetap terjadi di dalam tubuh. Hal ini dilakukan dengan cara
saling menempelkan kloaka.Pada unggas organ reproduksi jantan berupa testes, epididimis
dan ductus deferens, sedangkan pada betina terdiri dari satu ovarium dan satu oviduct.
Dalam bereproduksi unggas, folikel pada ovarium ungags akan mengalami
perkembangan ditandai dengan proses pengaturan Folikel hirarkis yang mengeluarkan
hormone progesterone dengan menginduksi lonjakan hormon LH, karena proses tersebut
akibatnya kapasitas dalam memproduksi steroid lainnya menurun seiring perkembangan
follikel Hirarkis. Oleh karena itu dalam pembuatan makalah bersumber dari jurnal mengenai
Sub Follikel Hirarkis Ovarium pada Unggas ayam untuk mengevaluasi tindakan
komplementer folikel subdominal (F4-F6) pada ovulasi dan steroidogenesis folikel
preovulasi (F1-F3) pada ayam petelur rumahan.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana Sistem Reproduksi pada Ayam?
2. Bagaimana Peran Follikel Subdomminant pada ayam petelur?
3. Bagaimana bahan dan metode yang digunakan?
4. Bagaimana Hasil penelitiannya?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami sistem reproduksi pada ayam
2. Untuk mengetahui peran dan proses folikel subdominant hirarkis ovarium pada ayam
3. Untuk mengetahui bahan dan metode yang digunakan dalam jurnal penelitian
4. Untuk mengetahui bagaimana hasil subdominant follikel hirarkis ovarium pada ayam
petelur.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sistem Reproduksi Ayam
2.1.1. Reproduksi Ayam Betina
1. Ovarium
Ovarium pada unggas dinamakan folikel.Bentuk ovarium seperti buah anggur dan
terletak pada rongga perut berdekatan dengan ginjal kiri dan bergantung pada
ligamentum meso-ovarium. Besar ovarium pada saat ayam menetas 0.3 g kemudian
mencapai panjang 1.5 cm pada ayam betina umur 12 minggu dan mempunyai berat 60 g
pada tiga minggu sebelum dewasa kelamin (Yuwanta, 2004). Ovarium ayam betina
biasanya terdiri dari 5-6 folikel yang sedang berkembang, berwarna kuning besar (yolk)
dan sejumlah besar folikel putih kecil yang menunjukkan sebagai kuning telur yang
belum dewasa (Suprijatna2005).
2. Infundibulum
Infundibulum terdiri atas corong atau fibria dengan panjang 9 cm yangberfungsi
menerima folikel yolk yang telah diovulasikan. Bagian kalasiferousmerupakan tempat
terbentuknya kalaza. Dalam keadaan normal infundibulumtidak aktif, dan aktif ketika folikel
yolk diovulasikan (Suprijatna2005). Panjang infundibulum adalah 9 cm dan fungsi utama
infundibulum hanya menangkap ovum yang masak.Bagian ini sangat tipis dan mensekresikan
sumber protein yang mengelilingi membrane vitelina.Kuning telur berada pada bagian ini
berkisar 15-30 menit. Perbatasan antara infundibulum dan magnum dinamakan sarang
spermatozoa yang merupakan terminal akhir dari lalu lintas spermatozoa sebelum terjadi
pembuahan (Yuwanta2004).
3. Oviduct
Oviduk merupakan sebuah pipa yang panjang dimana yolk lewat dan bagian telur lainnya
disekresikan. Dinding oviduct selanjutnya tersusun aatas musculus dan epithelium yang
bersifat glandulair, yang member sekresi yang kelak membungkus telur, yakni albumen
sebagai putih telur, membrane tipis di sebelah luar albumen dan cangkok yang berbahan zat
kapur yang dibuat oleh kelenjar disebelah caudal(Jasin1984). Oviduk pada ayam yang belum
dewasa berukuran kecildan meningkat saat memasuki periode produktif. Ukuran oviduk
mengalami perubahan sejalan dengan aktivitas reproduksi (Suprijatna2005). Ukuran oviduk
bervariasi tergantung pada tingkat daur reproduksi setiapspesies unggas. Perubahan ukuran
dipengaruhi oleh tingkat hormon gonadotropinyang disekresikan oleh pituitari anterior serta
produksi hormon estrogen dariovarium. Oviduk pada ayam dibagi dalam 5 bagian
yaituinfundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina (Hartanto2010).
4. Magnum
Magnum merupakan bagian yang terpanjang dari oviduk (33 cm).Magnum tersusun dari
galndula tubuler yang sangat sensible.Sintesis dan sekresi putih telur terjadi di sini.Mukosa
dari magnum tersusun dari sel gobelet.Sel gobelet mensekresikan putih telur kental dan cair.
Kuning telur berada di magnum untuk dibungkus dengan putih telur selama 3.5 jam
(Yuwanta2004).
5. Isthmus
Panjang isthmus dipengaruhi oleh hormon somatotropin dan hormon tiroksin yang
dihasilkan oleh pituitary anterior. Yuanta (1999) menyatakan bahwa panjang isthmus adalah
10 cm dan telur dan telur berada di bagian ini berkisar 1 jam sampai 15 menit sampai 1,5
jam. Hasil rerata ini juga sesuai dengan pendapat Nalbandov (1990)yang menyatakan bahwa
panjang isthmus pada ayam yaitu 10,6 cm. Isthmus mensekresikan membrane atau selaput
telur. Bagian depan yang berdekatan dengaan magnum berwarna putih, sedangkan 4 cm
terakhir dari isthmus mengandung banyak pembuluh darah sehingga memberikan warna
merah
6. Uterus
Uterus disebut juga sebagai glandula kerabang telur. Badan uterus terlihat lebih kecil dari
keadaan sebenarnya. Seperti hal nya organ internal yang menyerupai tabung, dinding uterin
dan suatu lapis membrane mucosa, lapis otot polos intermediet dan lapis serosa bagian luar.
Uterus memiliki panjang kira-kira 12 cm. Uterus berfungsi sebagai penghasil albumin telur,
membentuk kulit telur dan pigmen telur.
7. Vagina
Vagina adalah organ kelamin betina denga struktur muskuler yang terletak di dalam
rongga pelvis dorsal dan vesika uniraria dan berfungsi sabagi alat kopulatoris dan sebagi
tempat berlalu bagi fetus. Vagian memiliki kesanggupan berkembang cukup
besarPerkembangan panjang vagina dipengaruhi oleh hormon estrogen yang dihasilkan oleh
ovarium. Yuanta (1999) menyatakan bahwa panjang vagina adalah 10 cm, telur melewati
vagina begitu cepat yaitu sekitar tiga menit, kemudian dikeluarkan (Oviposition) dan 30
menit setelah peneluran akan kembali terjadi ovulasi. Menurut Sidadolog (2001), panjang
vagina pada ayam adalah 6,9 cm Bagian ini hampir tidak ada sekresi di dalam pembentukan
telur, kecuali pembentukan kutikula. Telur melewati vagina dengan cepat, yaitu sekitar 3
menit, kemudian di keluarkan (oviposition) dan 30 menit setelah peneluran akan kembali
terjadi ovulasi.
8. Kloaka
Kloaka merupakan muara dari tiga saluaran yaitu saluran pencernaan, ekskresi dan
reproduksi. Kloaka merupakan bagian ujung luar dari oviduck tempat dikeluarkannya telur.
Total waktu yang diperlukan untuk pembetukan sebutir telur adalah 25-26 jam. Proses
pengeluaran telur ini diatur oleh hormone oksitosin dari pituitaria bagian belakang (pituitaria
pars posterior).

2.1.2. Sistem Reproduksi Ayam Jantan


Reproduksi ungags jantan terdiri dari sepasang testis (T), epididimis (Ep), duktus deferens
(D.d.) dan organ kopulasi pada kloaka (Cl),

1. Testis
Testis berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal kearah punggung pada
bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning terang.Pada unggas testis tidak seperti
hewan lainnya yang terletak di dalam skrotum Fungsi testis menghasilkan hormon kelamin
jantan disebut androgen dan sel gamet jantan disebut sperma.
2. Epididimis
Epididimis berjumlah sepasang dan terletak pada bagian sebelah dorsal testis.Berfungsi
sebagai jalannya cairan sperma ke arah kaudal menuju ductus deferens.
3. Duktus Differens
Jumlahnya sepasang, pada ayam jantan muda kelihatan lurus dan pada ayam jantan tua
tampak berkelok-kelok.Letak ke arah kaudal, menyilang ureter dan bermuara pada kloaka
sebelah lateral urodeum

4. Organ Kopulasi
Pada unggas duktus deferens berakhir pada suatu lubang papila kecil yang terletak pada
dinding dorsal kloaka.Papila kecil ini merupakan rudimeter dari organ kopulasi
2.2. Subdominant Follikel Hirarkis Ovarium Ayam petelur
Pada ayam petelur, folikel ovarium terbesar yaitu folikel hierarkis (F1-F7),
memiliki ukuran antara diameter 9 dan 35 mm (Gilbert et al., 1983; Johnson, 1996).
Selanjutnya pada pola steroidogenik pada folikel ovarium yang matang sudah diketahui
(Bahr et al., 1983; Porter et al., 1989). Oestradiol disekresikan oleh lapisan theca bagian
luar, dan koneksinya paling tinggi pada folikel yolky kuning yang lebih kecil dan
semakin menurun ke nilai rendah pada folikel preovulasi folikel dewasa (Armstrong,
1984; Porter et al., 1989). Testosteron terutama dilepaskan oleh lapisan theca dalam
folikel yolky kuning dan paling rendah pada folikel folikel F1 F1 (Porter et al., 1989;
Hernndez-Vrtiz et al., 1993). Progesteron diproduksi oleh lapisan granulosa, dengan
konsentrasi terendah pada folikel yolky kuning lebih kecil dan tertinggi pada folikel F1
dan F2 (Tilly et al., 1991; Yu et al., 1992).
Hormon steroid yang diproduksi oleh indung telur terkait dengan proses ovulasi
pada ayam domestik, karena ovulasi didahului oleh lonjakan progesteron dan LH secara
simultan (Johnson, 1990; Williams dan Sharp, 1978; Johnson dan van Tienhoven, 1980),
dengan positif umpan balik antara kedua hormon (Etches and Cunningham, 1976; Imai
dan Nalbandov, 1978; Johnson et al., 1985), di mana proksimal menginduksi puncak LH
dengan merangsang pelepasan GnRH-I (Sterling et al., 1984; Sharp et al., 1989; Fraser
dan Sharp, 1978). Selain itu, sebelum lonjakan progesteron dan LH, pelepasan
estennadiol preovulasi terjadi lebih dulu (Johnson dan van Tienhoven, 1980; Etches dan
Cheng, 1981), dan selanjutnya didahului dengan peningkatan testosteron yang baik
(Williams and Sharp, 1978; Robinson dan Etches, 1986; Robinson et al., 1988).
Oestradiol "menentukan" hipotalamus dan meningkatkan stimulasi progesteron
pelepasan LH (Wilson dan Sharp, 1976; Etches, 1990), sementara testosteron memainkan
peran utama dalam proses ovulasi, karena imunitas testosteron atau penggunaan blok
antagonis testosteron spesifik ovulasi pada ayam betina tanpa mempengaruhi
perkembangan folikel dan menghambat pertumbuhan preovulasi dari progesteron dan LH
(Rangel et al., 2005, 2006). Selain itu, tes pada konsentrasi fisiologis atau konsentrasi
yang lebih besar, bahkan dengan tidak adanya LH, merangsang produksi progesteron sel
granulosa di preovulatory dan tiga folikel terbesar di burung puyuh Jepang (Sasanami dan
Mori, 1999) dan ayam betina (Rangel et al., 2006). Selanjutnya, testosteron
meningkatkan ekspresi mRNA reseptor FeAR, P450scc, dan LH pada sel granulosa yang
dibiakkan secara in vitro (Rangel et al., 2009).
Tidak seperti pada mamalia, di mana folikel preovulasi menghasilkan semua
steroid yang dibutuhkan untuk ovulasi, pada spesies burung estradiol dan produksi
testosteron lebih rendah pada folikel yang lebih besar (Johnson, 1990), walaupun
dibutuhkan untuk proses ovulasi (Wilson dan Sharp, 1976; Etch, 1990; Rangel et al.,
2005, 2006). Oleh karena itu, untuk memperjelas apakah folikel bersifat komplementer,
penelitian saat ini ditentukan jika folikel hierarkis besar (28-35 mm, F1-F3) memerlukan
sekresi folikel folikel subdominant (10-25 mm, F4-F6) sampai memicu steroidogenesis
dan ovulasi folikel terbesar pada petelur petelur. Dua penelitian yang berbeda telah
dilakukan. Pada awalnya, berhipotesis bahwa penghapusan folikel hirarkis subdominant,
tidak ada kontribusi endokrin (E2 dan T) mereka, mencegah ovulasi dan lonjakan
preovulasi dari proksone dan LH.
Dalam studi kedua, hipotesisnya yaitu bahwa pengangkatan folikel hirarkis
subdominant mempengaruhi produksi progesteron folikel yang lebih besar dengan
ekspresi mRNA yang menurun dari stoidogenic akut regulatory pro- tein (StAR), enzim
pembentuk rantai rantai P450 kolesterol (P450scc) dan 3-beta -hydroxysteroid
dehydrogenase (3- HSD); dan sekresi testosteron dengan pengurangan ekspresi mRNA
17-alfa-hidroksilase (17a-OH). Selanjutnya, penggantian testosteron, estradiol atau
keduanya dapat mengembalikan ekspresi gen oleh sel granulosa dan theca
2.3. Bahan dan Metode
a. Hewan
Komite Etika dan Kesejahteraan Hewan dari Dokter Hewan Medicina Veterinaria y
Zootecnia, UNAM menyetujui prosedur hewani. Ayam bertelur Hy-line (Gallus
domesicus) di tengah siklus peletakan pertama mereka (40 minggu) digunakan untuk kedua
penelitian tersebut. Hewan ditempatkan di kandang individu di bawah lampu 16 h: jadwal
gelap 8 jam dan memiliki akses gratis ke air minum dan makanan. Peletakan dicatat setiap
hari untuk memperkirakan waktu ovulasi, dengan asumsi bahwa ovulasi terjadi 15-60
menit setelah ovoposisi (Etches, 1996).
b. Prosedur Operasi
Hewan diberi anestesi dengan halotan (Pollock et al., 2005) pada 4% untuk induksi dan
3% untuk perawatan. Folikel ovarium diangkat melalui celiotomi lateral kiri setelah
retraksi lateral dan ventral dari provenan triculus (Bennett dan Harrison, 1994). Semua
ayam betina (termasuk kontrol) berpuasa selama 6 jam sebelum operasi terjadwal pertama,
dan makanan diberikan lagi sampai operasi terakhir selesai (total 14 jam puasa).
c. Studi Pertama (Evaluasi Komplementaritas Produksi Steroid Antara Folikel Hirarkis Pada
Ayam Petelur)

Ayam dibagi secara 4 kelompok :


1. kelompok kontrol (C, n = 6), ayam tanpa operasi; (b) kelompok yang dioperasikan
dengan hati-hati (SO, n = 7) disusui dan diberi laparotomi eksplorasi, selama
penghitungan dan manipulasi folikel ovarium dilakukan untuk mensimulasikan waktu
yang dibutuhkan dan manipulasi yang dilakukan pada kelompok ooforektomis; (c)
kelompok folikel hirarkis besar (LHF, n = 6) ayam di mana tiga folikel terbesar (F1-
F3) tetap ada dan folikel F4-F6 dikeluarkan; dan (d) kelompok folikel hierarkis
subdominant (SHF, n = 8) ayam dengan folikel F4-F6 terbesar dan eksisi folikel F1-
F3.
2. Setelah pengangkatan folikel, hewan dapat diimulasikan dalam pembuluh darah radial
untuk pengambilan sampel darah sesuai dengan metode kami yang sebelumnya
dijelaskan (Rangel et al., 2005). Semua operasi dilakukan 14 jam sebelum perkiraan
waktu ovulasi. Sampel darah diambil pada interval 2 jam, dimulai 12 jam sebelum
perkiraan waktu peletakan dan selesai 2 jam setelah ovoposisi. Sampel diambil
menggunakan tabung vakum 3 mL yang mengandung sodium heparin. Plasma
dipisahkan dengan sentrifugasi pada 1500 rpm, dan sel darah disebarkan dalam 2,5
mL larutan fisiologis salin steril dengan 0,5 mg / mL gentamicine (Bruluart, Tultitlan,
Meksiko) dan disimpan pada suhu 4 C, sampai dikembalikan ke ayam segera setelah
sampel darah berikut diambil. Kateter dipatenkan dengan larutan pembersih 0,5 mL
yang mengandung 50 UI / mL heparin (PISA, Guadalajara, Meksiko).
d. Tes Hormonal
Konsentrasi progesteron dan testosteron ditentukan oleh radioimmunoassay
(Coat-a-Count, Diagropostics Products Corporation, Los Angeles, CA, USA).
Sensitivitas uji ini masing-masing 0,05 ng dan 0,06 ng untuk testosteron dan progesteron;
koefisien variasi intra-assay bervariasi 5,1% dan 6,54%. Oestradiol diukur dengan ELISA
(International Immuno-Diagnostics, CA. USA), dengan sensitivitas uji 5,98 pg dan
koefisien intra-assay variasi 6,21%. LH diukur dengan RIA pada 60% sampel seperti
yang dijelaskan sebelumnya oleh Sharp et al. (1987) dengan sensitivitas uji 0,036 ng / mL
dan koefisien intra-assay variasi 7,6%. Semua sampel diukur dalam satu tes untuk setiap
hormon.
e. Studi kedua: evaluasi eksisi folikular F4-F6 dan perlakuan testosteron eksogen atau
estradiol pada enzim steroidogenik dan ekspresi mRNA protein Stad
Ayam secara acak ditugaskan ke salah satu dari tiga kelompok : (a) folikel
hirarkis besar (LHF, n = 20) ayam di mana tiga folikel terbesar (F1-F3) tetap bertahan
sampai pembantaian (8 jam sebelum perkiraan berikutnya ovoposisi) dan folikel F4-F6
dikeluarkan saat operasi (14 jam sebelum ovulasi berikutnya diperkirakan); (b) folikel
yang belum matang (C-14, n = 23), ayam betina dimana folikel F1-F3 diekstraksi dengan
pembedahan 14 jam sebelum ovulasi berikutnya diharapkan, dan digunakan untuk
membandingkan efek waktu pada ekspresi mRNA; dan (c) kontrol (C-8, n = 3) ayam
yang disembelih 8 jam sebelum ovoposisi berikutnya diharapkan, untuk mengumpulkan
folikel hierarkis terbesar, yang dianggap lebih matang pada titik waktu itu, karena
kedekatannya dengan ovulasi proses.
Segera setelah operasi, ayam betina dari kelompok LHF dibagi dan menerima satu
dosis tunggal dari satu dari empat perlakuan steroid: (a) ayam plasebo (subkelompok P)
menerima 400 l larutan garam fisiologis (n = 3), (b) testosteron (subkelompok T) hewan
menerima 600 ng protein testosteron (Sigma T1500) (n = 6), (c) estradiol (subkelompok
E) dilakukan dengan 360 ng 17--estradiol (Sigma E8875) (n = 6) dan (d) ayam
testosteron + estradiol (subkelompok T + E) disuntik dengan testosteron dan estradiol
pada dosis yang ditunjukkan di atas (n = 5), untuk mengevaluasi pengaruh penggantian
steroid. Steroid dibeli dari Sigma-Aldrich (California), diencerkan dengan larutan garam
fisiologis, dalam volume akhir 400 l per hen, dan diaplikasikan dengan injeksi
intramuskular. Enam jam setelah operasi, semua hewan disembelih dengan dislokasi
fisik, dan folikel hirarkis yang tersisa dikumpulkan untuk menilai protein folat Stet dan
ekspresi enzim steroidogenik.
e. Isolasi mRNA dan Quantifikasi

Follicles dikumpulkan, baik setelah operasi atau setelah pembantaian, segera


diproses di laboratorium. Granulosa dan sel theca diisolasi dari masing-masing F1, F2
dan F3. Kami menggunakan 10-15 mg setiap sampel untuk mengekstrak RNA total,
dengan jaringan UltraClean dan Kit isolasi RNA (MoBio). Konsentrasi dan kemurnian
RNA dihitung dengan menggunakan spektroskopi Ampli-Quant AQ07. Retrotranskripsi
dilakukan pada 5 g total RNA, menggunakan primer Oligo (dT) dan RT, seperti yang
direkomendasikan oleh pabrikan (SuperScript First Strand Kit, Invitrogen). Protein
regresi steroid akut, steroid steroid (R4), rekombinasi 3-beta-hydroxysteroid
dehydrogenase (3-HSD), dan 17-alfa-hidroksilase (17a-OH) cDNA dihitung secara real-
PCR waktu menggunakan 8,58 ng dari total cDNA dan primer yang diproduksi oleh
Applied Biosystems, yang ditunjukkan pada Tabel 1. Siklus pengawetan adalah 50,8 C
selama 2 menit, 95,8 C selama 10 menit dan kemudian 45 siklus dilakukan pada 95,8 C
selama 15 detik, dan 60,8 C selama 1 menit menggunakan TaqMan Universal PCR
Master Mix. Jumlah mRNA StAR, P450scc, 3-HSD, dan 17a-OH yang dinyatakan
dalam sel granuosa atau sel teka diperkirakan dari kurva cDNA standar yang disiapkan
untuk setiap gen. Brie fl y, 1 l dari setiap sampel cDNA total diambil dan diamplifikasi
dalam reaksi PCR dengan menggunakan primer yang sama seperti PCR real time, pada
94 C selama 5 menit dan kemudian selama 40 siklus pada 94 C selama 15 s dan 60 C
selama 1 menit. Produk ampli fi kasi diisolasi dengan elektroforesis dalam gel titik leleh
rendah agarose 2,5% dan diidentifikasikan menggunakan transiluminator. Produk
pengamplasan diekstraksi dari gel menggunakan Kit ekstraksi gel QIAquick (Qiagen),
dan diberi kuadrat secara spektrofotometri. Total salinan cDNA dihitung seperti yang
dijelaskan oleh Tricarico et al. (2002). Hubungan antara nilai PCR (Ct) kuantitatif dan
salinan cDNA dalam 1 g RNA ditentukan oleh analisis regresi, yang ditemukan linier.
Jumlah salinan cDNA untuk sampel yang tidak diketahui dihitung dari persamaan regresi.
Setiap kurva standar memiliki rentang 1 105-1 1011 eksemplar.
f. Analisis Statistik

Persentase peletakan dievaluasi dengan uji pasti Fischer, untuk menetapkan


perbedaan antar kelompok. Periode pretreatment mempertimbangkan 10 hari sebelum
dan sampai hari setelah operasi, sedangkan periode pasca perawatan termasuk 5 hari
dimulai pada hari ovoposisi yang diharapkan (dua hari setelah operasi). Efek akut
pengobatan terhadap ovulasi dievaluasi pada hari setelah ooforektomi (hari 0), kira-kira
24 jam setelah perkiraan waktu ovulasi (Etches, 1990). Perbedaan dalam reinitiasi
peletakan diestimasi dengan varians analisis satu arah Kruskal-Wallis. Efek pembedahan
pada ovoposisi dan kejadian lonjakan steroid dan LH dievaluasi untuk membandingkan
kelompok kontrol dan kelompok yang dioperasikan dengan sham. Terjadinya setiap
lonjakan hormon dianalisis dengan Chi-square, yang menentukan lonjakan sebagai
peningkatan dua deviasi standar selama konsentrasi rata-rata 4 jam sebelumnya.

Data hormonal dianalisis dengan ANOVA untuk pengukuran berulang, dengan


pertimbangan perlakuan, hen bersarang dalam perlakuan, waktu dan interaksi antara
waktu dan perlakuan sebagai variabel bebas. Akhirnya, pelengkap endokrin folikel
dianalisis dengan Chi-square untuk mengevaluasi kemandirian dalam setiap pasang
lonjakan hormon.
2.4. Hasil Penelitian
a. Efek Ooforektomi Pada Ovoposisi
Persentase penyajian pretreatment (Gambar 3) serupa (P = 0,68) antar kelompok,
dengan rata-rata 88%. Ovoposisi tidak terpengaruh oleh prosedur operasi, karena
persentase peletakan 2 hari setelah operasi serupa antara kelompok C dan SO (100 vs 86,
masing-masing; P = 0,82). Secara bersamaan, pada ayam di mana folikel dikeluarkan
(kelompok LHF dan SHF), ovoposisi berhenti (P <0,001) 2 hari setelah operasi.
Selanjutnya, pada kedua kelompok ooforektektomi, ovoposisi tetap lebih rendah daripada
kelompok C dan SO selama periode pasca-perawatan (P <0,001).
b. Efek Ooforektomi Pada Lonjakan Endokrin

Frekuensi terjadinya lonjakan hormonal (Tabel 2) tidak berbeda antara ayam C


dan SO (P> 0,05), ayam lebih lanjut menunjukkan lonjakan dari semua hormon yang
dipelajari. Secara umum, frekuensi lonjakan estradiol serupa di antara semua kelompok
(P> 0,05). Sebaliknya, kejadian hormon testosteron, progesteron dan LH secara
signifikan dikurangi dengan pemindahan folikel (P <0,01). Dalam kelompok LHF, dua
hewan menyajikan hormon testosteron, progesteron atau LH, bagaimanapun, jumlahnya
lebih rendah daripada kelompok C dan SO, dan tidak merangsang ovulasi pada ayam.
a. Endoktrin Komplementasi
Komplementaritas produksi hormon antara folikel hirarkis menunjukkan bahwa
lonjakan testosteron, progesteron dan LH tidak tergantung pada gelombang estradiol (P>
0,05). Sebaliknya, lonjakan progesteron dan LH bergantung pada gelombang testosteron
(P <0,001). Akhirnya, lonjakan LH sangat bergantung pada lonjakan proksimal (P
<0,001) (Tabel 3)
c. Studi Kedua: Evaluasi Eksisi Folikular Dan Perlakuan Testosteron Eksogen Dan
Estradiol Pada Enzim Steroidogenik Dan Ekspresi Mrna Protein Stad

Stad dan semua ekspresi mRNA enzim serupa untuk folikel F1, F2 dan F3 (P>
0,05). Oleh karena itu, data dari folikel ini dikumpulkan untuk analisis. Enam jam
pematangan folikel (kelompok C-14 vs C-8) menyebabkan penurunan ekspresi 3-HSD
pada sel granulosa dan theca, sementara tidak ada efek yang diamati pada ekspresi
mRNA P450scc dan StAR (Gambar 4). Ketika ooforektomi folikel hierarkis kecil
dilakukan, konsentrasi granulosa cell 3-HSD tetap terpisah pada periode 6 jam ini
(kelompok C-8 vs kelompok P). Namun, ekspresi mRNA Star dan 3-HSD menurun
pada sel theca (Gambar 4).
Tidak ada perbedaan yang ditemukan pada ekspresi mRNA dari enzim
steroidogenik atau protein StAR antara hewan yang diberi oofororomisasi dengan
kelompok (T, E dan T + E) atau tanpa (kelompok P) pemberian hormon. Oleh karena itu,
data dari semua kelompok perlakuan hormonal dikumpulkan, dianalisis dan
didefinisikan sebagai kelompok perlakuan (TX) (Gambar 4 dan 5).

Ekspresi mRNA untuk enzim steroidogenik dan protein StAR berbeda antara sel
granulosa dan theca. P450scc, StAR dan 3-HSD secara signifikan lebih tinggi pada
granulosa dibandingkan pada sel theca (P = 0,043 untuk P450scc; P <0,001 untuk StAR
dan 3-HSD) (Gambar 4). Enam jam maturasi folikel (kelompok C-14 vs C-8)
menyebabkan penurunan ekspresi mRNA 17a-OH pada sel theca, sementara
konsentrasinya tetap tidak berubah saat ooforektomi folikel hirarkis kecil dilakukan
(Gambar 5) .
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Disimpulkan bahwa folikel prehierarchical berkontribusi pada peningkatan preovulatori
estradiol. Selain itu, folikel hierarkis subdominant diperlukan untuk mendukung pengembangan
folikel hirarkis yang besar. Akhirnya, kami mengusulkan bahwa, untuk produksi testosteron, pro-
gesteron dan LH yang tepat, seluruh rentang folikel hirarkis harus ada di ovarium induk, dan
bahwa lonjakan pre-ovulatory testosteron diperlukan untuk ovulasi
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, D.G., 1984. Ovarian aromatase activity in the domestic fowl (Gallus
domesticus). J. Endocrinol. 100, 8186.
Bahr, J.M., Wang, S.C., Huang, M.Y., Calvo, F.O., 1983. Steroid concentra- tions
in isolated theca and granulosa layers of preovulatory follicles during the
ovulatory cycle of the domestic hen. Biol. Reprod. 29, 326334.
Bennett, R.A., Harrison, G.J., 1994. Soft tissue surgery. In: Ranson, W., Harrison,
G.J., Harrison, L.R. (Eds.), Avian Medicine: Principles and Applications. , 3rd ed.
Wingers Publishing, Florida, pp. 10961136.
Etches, R.J., 1990. The ovulatory cycle of the hen. Crit. Rev. Poult. Biol. 2, 293
313.
Etches, R.J., 1996. Reproduction in Poultry. CAB International, Cambridge, pp. 318
319.
Etches, R.J., Cheng, K.W., 1981. Changes in plasma concentrations of luteinizing
hormone, progesterone, oestradiol and testosterone and in the binding of follicle
stimulating hormone to the theca of follicles during the ovulation cycle of the hen
(Gallus domesticus). J. Endocrinol. 91, 1122.
Etches, R.J., Cunningham, F.J., 1976. The interrelationship between pro- gesterone
and luteinizing hormone during the ovulatory cycle of the hen (Gallus
domesticus). J. Endocrinol. 71, 5158.
Fraser, H.M., Sharp, P.J., 1978. Prevention of positive feedback in the hen by
antibodies to luteinizing hormone releasing hormone. J. Endocrinol. 76, 181
182.
Gilbert, A.B., Perry, M.M., Waddington, D., Hardie, M.A., 1983. Role of atre- sia in
establishing the follicular hierarchy in the ovary of the domestic hen (Gallus
domesticus). J. Reprod. Fertil. 69, 221227.
Hernndez-Vrtiz, A., Gonzlez del Pliego, M., Velzquez, P., Pedernera, M., 1993.
Morphological changes in the thecal layer during the maturation of the
preovulatory ovarian of the domestic fowl (Gallus domesticus). Gen. Comp.
Endocr. 92, 8087.
Hertelendy, F., Linter, F., Asem, E.K., Raab, B., 1982. Synergistic effect of
gonadotropin releasing hormone on LH-stimulated progesterone pro- duction in
granulosa cells of the domestic fowl (Gallus domesticus). Gen. Comp. Endocr.
48, 117122.
Huang, E.S., Kao, K.J., Nalbandov, A.V., 1979. Synthesis of sex steroids by cellular
components of chicken follicles. Biol. Reprod. 20, 454461.
Imai, K., Nalbandov, A.V., 1978. Plasma and follicular steroid levels of lay- ing hens
after the administration of gonadotropins. Biol. Reprod. 19, 779784.
Johnson, A.L., 1996. The avian ovarian hierarchy: a balance between follicle
differentiation and atresia. Poult. Avian Biol. Rev. 7, 99110.
Johnson, A.L., 1990. Steroidogenesis and actions of steroids in the hen ovary. Crit.
Rev. Poult. Biol. 2, 319346.
Johnson, P.A., Shu-Yin, W., Brooks, C., 1993. Characterization of source and levels
of plasma immunoreactive inhibin during the ovulatory cycle of the domestic
hen. Biol. Reprod. 48, 262267.
Johnson, A.L., van Tienhoven, A., 1980. Plasma concentrations of six steroids and
LH during the ovulatory cycle of the hen, Gallus domes- ticus. Biol. Reprod. 23,
386393.
Johnson, A.L., van Tienhoven, A., 1981. Hypophyseal sensitivity to hor- mones in
the hen. II. Plasma concentration of LH, progesterone, and testosterone. Biol.
Reprod. 25, 153161.
Johnson, P.A., Johnson, A.L., van Tienhoven, A., 1985. Evidence for a positive
feedback interaction between progesterone and luteinizing hormone in the
induction of ovulation in the hen, Gallus domesticus. Gen. Comp. Endocr. 58,
478485.
Kawashima, M., Kamiyoshi, M., Tanaka, K., 1987. Presence of estrogen receptors in
the hen hypothalamus and pituitary. Endocrinology 120, 582588.
Lage, P.C., van Tienhoven, A., Cunningham, F.J., 1975. Concentration of
estrogens, progesterone and LH during the ovulatory cycle of the lay- ing chicken
(Gallus domesticus). Biol. Reprod. 12, 590598.
Lovell, T.M., Gladwell, R.T., Cunningham, F.J., Groome, N.P., Knight, P.G., 1998.
Differential changes in inhibin a, activin a, and total a sub- unit levels in
granulosa and theca layers of developing preovulatory follicles in the chicken.
Endocrinology 139, 11641171.
Lovell, T.M., Gladwell, R.T., Groome, N.P., Knight, P.G., 2002a. Modulatory effects
of gonadotropin-induced secretion of inhibin A and proges- terone by granulosa
cells from preovulatory (F1F3) chicken follicles. Reproduction 124, 649657.
Lovell, T.M., Gladwell, R.T., Groome, N.P., Knight, P.G., 2002b. Differential effect
of activin A on basal and gonadotropins and insulin-like growth factor on the
secretion of inhibin A and progesterone by granulosa cells from chicken
preovulatory (F1F3) follicles. Reproduction 123, 291300.
Lovell, T.M., Gladwell, R.T., Groome, N.P., Knight, P.G., 2003. Ovarian follicle
development in the laying hen is accompanied by divergent changes in inhibin A,
inhibin B, activin A and follistatin production in granulosa and theca layer. J.
Endocrinol. 177, 4555.
Lovell, T.M., Knight, P.G., Groome, N.P., Gladwell, R.T., 2001. Changes in plasma
inhibin A during sexual maturation in the female chicken and the effects of
active immunization against inhibin a subunit on reproductive hormone proles
and ovarian function. Biol. Reprod. 64, 188196.
Lovell, T.M., Vanmonfort, D., Bruggeman, V., Decuypere, E., Groome, N.P., Knight,
P.G., Gladwell, R.T., 2000. Circulating concentrations of inhibin-related proteins
during the ovulatory cycle of the domestic fowl (Gallus domesticus) and after
induced cessation of egg laying. J. Reprod. Fertil. 119, 323328.
Nakamura, T., Funabashi, M., Tanabe, Y., 1991. In vitro studies on steroido- genesis
in the presence of pregnenolone as precursors by the follicular tissue of the
domestic fowl (Gallusdomsticus). J. Steroid Biochem. Mol. Biol. 38, 105110.
Nakao, N., Yasuo, S., Nishimura, A., Yamamura, T., Watanabe, T., Anraku, T., Okano,
T., Fukada, Y., Sharp, P.J., Ebihara, S., Yoshimura, T., 2007. Circa- dian clock
gene regulation of steroidogenic acute regulatory protein gene expression in
preovulatory ovarian follicles. Endocrinology 148, 30313038.
Nitta, H., Osawa, Y., Bahr, J., 1991. Multiple steroidogenic cell popula- tions in
the thecal layer of preovulatory follicles of the chicken ovary. Endocrinology
129, 20332040.
Nitta, H., Manson, J.I., Bahr, J.M., 1993. Localization of 3-hydroxysteroid
dehydrogenase in the chicken ovarian follicle shifts from the theca layer to
granulosa layer with follicular maturation. Biol. Reprod. 48, 110116.
Oguike, M.A., Igboeli, G., Ibe, S.N., Ironkwe, M.O., 2005. Physiological and
endocrinological mechanisms associated with ovulatory cycle and induced-
moulting in the domestic chicken a review. World Poult. Sci. 61, 625632.
Pollock, C., Carpenter, J.W., Antinoff, N., 2005. Birds. In: Carpenter, J.W. (Ed.),
Exotic Animal Formulary. Elsevier Saunders, Saint Louis, MO, pp. 199212.
Porter, F.E., Hargis, B.M., Silsby, J.L., Halawani, M.E., 1989. Differential steroid
production between theca interna and theca externa cells: a three-cell model
for follicular steroidogenesis in avian species. Endocrinology 125, 109116.
Rangel, P.L., Lassala, A., Gutirrez, C.G., 2005. Testosterone immunization blocks
the ovulatory process in laying hens without affecting ovarian follicular
development. Anim. Reprod. Sci. 86, 143151.
Rangel, P.L., Rodrguez, A., Gutierrez, C.G., 2007. Testosterone directly induces
progesterone production and interacts with physiological concentrations of LH to
increase granulosa cell progesterone produc- tion in laying hens (Gallus
domesticus). Anim. Reprod. Sci. 102, 5665.
Rangel, P.L., Rodrguez, A., Rojas, S., Sharp, P.J., Gutierrez, C.G., 2009.
Testosterone stimulates progesterone production and STAR, P450 cholesterol
side-chain cleavage and LH receptor mRNAs expression inhen (Gallus
domesticus) granulosa cells. Reproduction 138, 961969. Rangel, P.L., Sharp,
P.J., Gutierrez, C.G., 2006. Testosterone antagonist (u-tamide) blocks ovulation
and preovulatory surges of progesterone, luteinizing hormone and oestradiol in
laying hens. Reproduction 131, 11091114.
Robinson, F.E., Etches, R.J., 1986. Ovarian steroidogenesis during follicular
maturation in the domestic fowl (Gallus domesticus). Biol. Reprod. 35, 1096
1105.
Robinson, F.E., Etches, R.J., Anderson-Langmuir, C.E., Burke, W.H., Cheng, K.W.,
Cunningham, F.J., Ishii, S., Sharp, P.J., Talbot, R.T., 1988. Steroido- genic
relationships of gonadotrophins hormones in the ovary of the hen (Gallus
domesticus). Gen. Comp. Endocrinol. 69, 455466.
Sasanami, T., Mori, M., 1999. Effects of oestradiol-17 and testosterone on
progesterone production in the cultured granulosa cells of Japanese quail. Brit.
Poult. Sci. 40, 536540.
Scott, T.A., Silversides, D., Swift, M.L., 1999. Effect of feed form, formula- tion,
and restriction on the performance of laying hens. Can. J. Anim. Sci. 79, 171
178.
Sechman, A., Lakota, P., Wojtysiak, D., Hrabia, A., Mika, M., Lisowski, M.,
Czekalski, R.J., Kapkowska, E., Bednarczyk, M., 2006. Sex steroids level in blood
plasma and ovarian follicles of the chimeric chicken. J. Vet. Med. A: Physiol.
Pathol. Clin. Med. 10, 501508.
Sgavioli, S., Filardi, R.S., Praes, M.F., Domingues, C.H., Pileggi, J., Andrade, P.C.,
Boleli, I.C., Junqueira, O.M., 2013. Dietary ber inclusion as an alternative to
Feed Fasting to induce molting in commercial layers. Rev. Bras. Cienc. Avic. 15,
365370.
Sharp, P.J., Dunn, I.C., Talbot, R.T., 1987. Sex differences in the LH responses to
chicken LHRH-I and II in the domestic fowl. J. Endocrinol. 115, 323331.
Sharp, P.J., Talbot, R.T., Macnamee, M.C., 1989. Evidence for the involve- ment
of dopamine and 5-hydroxytryptamine in the regulation of the preovulatory
release of luteinizing hormone in the domestic hen. Gen. Comp. Endocr. 76,
205213.
Sterling, R.J., Gasc, J.M., Sharp, P.J., Tuohimaa, P., Baulieu, E.E., 1984. Absence
of nuclear progesterone receptor in LH releasing hormone neurones in laying
hens. J. Endocrinol. 102, R5R7.
Tilly, J.L., Kowalski, K.I., Johnson, A.L., 1991. Cytochrome P450 side-chain
cleavage (P450scc) in the hen ovary. II. P450scc messenger RNA,
immunoreactive protein, and enzyme activity in developing granulosa cells.
Biol. Reprod. 45, 474967.

You might also like