You are on page 1of 14

KESEPIAN DAN KEINGINAN MELUKAI DIRI SENDIRI REMAJA

Elda Nabiela Muthia, Diana Savitri Hidayati


Universitas Muhammadiyah Malang, Jl. Raya Tlogo Mas No.246, Jawa Timur 65144
e-mail: dhi2savitri@gmail.com

Abstract
In the past few years, suicide cases are increasing in Indonesia. There is a probability that self-
injury may be done before someone commits a suicide. An ideation is formed before someone
does self-injury, which is used as a way to solve problems. There are few reasons as to why
someone thinks about doing self-injury, internally or externally, and one of those reasons is
loneliness. The main purpose of this study is to define the relationship between loneliness and
deliberate self-injury ideation the thoughts teenagers have regarding self-injury. Using
accidental non-random sampling technique, 316 participants from both gender are taken from a
senior high school in Balikpapan, East Kalimantan. Instruments used in this study are ESLI
(Emotional-Social Loneliness Inventory) and NSSI Ideation Questionnaire. Result shows a very
significant correlation between both variables (sig = 0.000) with correlation r = 0.274.

Keywords: loneliness, self-injury ideation, self-injury

Abstrak
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena bunuh diri semakin meningkat di Indonesia. Perilaku
tersebut mungkin berawal dari perilaku melukai diri sendiri. Perilaku melukai diri sendiri pun
berawal dari keinginan untuk melakukan perilaku itu, yang dijadikan sebagai cara untuk
mengatasi masalah. Terdapat beberapa alasan mengapa melukai diri tersebut sampai dipikirkan,
baik alasan internal ataupun eksternal, dan salah satunya adalah kesepian. Tujuan utama dari
penelitian ini adalah menjelaskan hubungan antara kesepian dengan keinginan melukai diri
sendiri pemikiran yang dimiliki oleh remaja terkait dengan melukai dirinya. Dengan
menggunakan accidental sampling, jumlah subyek penelitian adalah 316 remaja laki-laki dan
perempuan diambil dari sebuah SMK di Balikpapan, Kalimantan Timur. Instrument yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ESLI (Emotional-Social Loneliness Inventory) dan NSSI
Ideation Questionnaire. Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan
diantara kedua variabel (sig = 0.000) dengan angka korelasi (r) = 0.274.

Katakunci: kesepian, keinginan melukai diri, melukai diri

PENDAHULUAN Beberapa istilah seringkali diguna-


kan ketika menjelaskan tentang melukai
Masa remaja merupakan suatu tahap- diri ini, seperti self-mutilation mutilasi
an dalam kehidupan dimana seseorang ha- diri (Suyemoto dalam Pretorius, 2011),
rus beradaptasi dengan banyak perubahan nonsuicidal self-injurious behaviors atau
yang dapat meningkatkan stress serta NSSI melukai diri tanpa niatan untuk
mempengaruhi saat sekarang dan juga ma- bunuh diri (Dyl; Gratz; Oliver, Hall &
sa depannya. Sangat penting untuk dapat Murphy dalam Pretorius, 2011), dan self-
mengidentifikasi resiko-resiko buruk yang cutting behavior perilaku menyayat diri
mungkin terjadi dengan lebih awal agar (Yip dalam Pretorius, 2011). Namun,
intervensi yang tepat untuk meningkatkan keinginan melukai diri yang dimaksud
kesehatan mental bisa diberikan kepada dalam penelitian ini adalah pemikiran dan
mereka. Beberapa tanda stress pada remaja gambaran untuk melukai atau menyakiti
adalah melukai diri sendiri, percobaan bu- diri sendiri tanpa adanya niatan untuk me-
nuh diri, dan bunuh diri (Kirchner, et al., ngakhiri hidupnya.
2011).

185
Kesepian dan Keinginan Melukai Diri Sendiri Remaja (Elda Nabiela Muthia, Diana Savitri Hidayati)

Tidak semua orang melukai dirinya jadi trigger trauma. Kedua adalah dimensi
dengan sengaja tetapi memiliki keinginan biologis yang menyatakan bahwa mungkin,
untuk melakukannya. Menurut Wilson mereka yang melukai dirinya memiliki
(2012), beberapa penelitian telah mem- kelainan dalam otak mereka sehingga
buktikan bahwa keinginan melukai diri mereka cenderung mencari kepuasan de-
berhubungan dengan tingginya kemung- ngan melukai dirinya. Hal ini dapat
kinan untuk melakukan perilakunya. Ke- merujuk kepada kelainan pada sistem
inginan bunuh diri juga sudah diprediksi limbic yang mengatur regulasi afektif
mempengaruhi perilaku melukai diri se- mereka sehingga sering mengalami disre-
hingga mungkin, keinginan melukai diri gulasi emosi, atau kepada terlepasnya
pun dapat mempengaruhi perilaku tersebut. hormon opioid setelah melukai diri sehing-
Dari situ, dapat disimpulkan bahwa ke- ga kehilangan sensitivitas pada rasa sakit
inginan melukai diri sangat mungkin ber- secara fisik.
hubungan dengan bagaimana seseorang Ketiga adalah dimensi kognitif, yaitu
dapat meregulasi emosinya atau dapat me- pemikiran dan kepercayaan yang dapat
nguatkan kepercayaan bahwa melukai diri menjadi trigger perilaku melukai diri; me-
dapat merubah keadaan emosionalnya. liputi interpretasi terhadap peristiwa yang
Dalam sebuah studi pada 30 orang terjadi, pemikiran-pemikiran yang secara
yang pernah melukai dirinya, subjek me- otomatis menjadi trigger, dan kognisi yang
laporkan rata-rata 5 pemikiran untuk me- berhubungan dengan trauma yang pernah
lukai dirinya tanpa niatan bunuh diri atau dialami. Keempat yaitu dimensi perilaku,
nonsuicidal self-injury (NSSI) setiap yang merujuk kepada tindakan yang diang-
minggunya, biasanya dengan intensitas se- gap dapat menjadi trigger untuk melukai
dang dan durasi yang pendek (1-30 menit), diri. Biasanya, perilaku yang dapat men-
serta 1.6 episode NSSI per minggunya jadi trigger adalah hal yang bisa membuat
(Nock, 2010). Kemudian, ditemukan indi- individu menjadi malu dan layak menda-
kasi bahwa keinginan untuk melakukan patkan hukuman. Terakhir adalah dimensi
perilaku tersebut merupakan sebuah vari- afektif yang meliputi kecemasan, rasa ter-
abel yang berbeda namun berhubungan de- tekan dan panik, kemarahan, depresi, malu,
ngan perilakunya sehingga bisa disim- rasa bersalah, dan kebencian.
pulkan bahwa keinginan melukai diri se- Pada beberapa subjek yang diteliti
cara signifikan dapat memprediksi mun- Ramli (2010), ditemukan bahwa sejak
culnya perilaku melukai diri sendiri kecil, individu yang melukai dirinya biasa-
(Wilson, 2012). nya telah mengalami kekerasan fisik se-
Penelitian awal yang sudah dila- hingga mereka tidak mampu belajar me-
kukan Wilson (2012) menunjukkan bahwa nemukan problem solving yang baik.
keinginan untuk melukai diri dan perilaku- Problem solving yang mereka ketahui
nya berhubungan dengan beberapa vari- hanyalah kekerasan fisik sehingga mereka
abel yang sama. Bisa jadi, keinginan me- memiliki hambatan dalam mengekspresi-
lukai diri juga berhubungan dengan ante- kan emosi mereka dengan benar. Ketika
seden perilaku tersebut. Walsh (2006) me- dihadapkan pada suatu stressor, mereka
ngemukakan Model Biopsikososial untuk kemudian memilih untuk mengekspresikan
menjelaskan antesenden perilaku melukai emosinya ke dalam diri mereka dengan ca-
diri sendiri. Ada lima dimensi yang ra agresi berbentuk melukai diri mereka
terdapat dalam model ini, pertama dimensi sendiri. Alasan-alasan yang membuat peri-
lingkungan yang meliputi kehilangan hu- laku itu berulang diantaranya adalah kare-
bungan, konflik interpersonal, tekanan na adanya penguatan positif pada perilaku
performance, rasa frustrasi, isolasi sosial tersebut. Karena terluka, orang disekitar
dan peristiwa-peristiwa yang dapat men- mereka akan lebih memperhatikan mereka.

186
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2015, Vol. 2, No. 2, Hal: 185 - 198

Mereka juga merasa lebih puas karena bisa oleh salah seorang profesor di Universitas
menyalurkan emosinya yang terpendam. Oxford (BBC, 2010). Sedangkan untuk di
Selain itu, dengan melukai diri, mereka Indonesia sendiri, belum ditemukan data
bisa melenyapkan kondisi emosi tidak yang benar-benar menunjukkan jumlah
menyenangkan yang mereka rasakan. pelakunya. Hal ini mungkin juga disebab-
Maidah (2013) juga menemukan kan karena fenomena ini merupakan
bahwa perilaku melukai diri merupakan fenomena gunung es sehingga menyulit-
bentuk penyaluran emosi negatif akibat kan diadakannya survei untuk memperoleh
dari rasa sakit psikis yang dirasakan oleh jumlah pelaku sebenarnya.
pelakunya yang sulit diungkapkan dengan Individu yang melukai diri biasanya
kata-kata. Beberapa situasi yang dirasa merahasiakan perilaku melukai diri yang
mendukung dalam melukai diri adalah mereka lakukan karena mereka malu dan
kesepian dan merasa mendapat diskri- takut atas anggapan orang lain yang akan
minasi dari lingkungan serta perasaan menilai mereka bodoh serta takut orang-
tidak dianggap. Penelitian Marshall dan orang di sekitarnya akan menjauhi mereka
Yazdani (1999) terhadap beberapa wanita (Maidah, 2013). Sampai saat ini pun
Asia yang melukai dirinya sendiri menun- banyak orang awam yang berpikiran bah-
jukkan bahwa mereka melukai dirinya se- wa perilaku melukai diri sendiri merupa-
bagai tanda bahwa tubuh tersebut dimiliki kan perilaku yang manipulatif dan hanya
oleh mereka, bukan milik keluarganya. dilakukan untuk mencari perhatian (Clarke
Mereka melakukan itu untuk menunjukkan dan Whittaker, 1999).
rasa kesal karena diharuskan untuk me- Lagipula, pemikiran tentang apa
menuhi harapan keluarga agar keluarga yang dianggap bisa diterima dan yang ti-
dapat dipandang secara positif dalam dak bisa diterima biasanya dipengaruhi
masyarakat karena di Asia, kebanyakan oleh norma yang berada di dalam suatu
individu hidup dengan keluarga sebagai masyarakat tertentu (Clarke dan Whittaker,
fokus utamanya. 1999). Ada budaya Asia yang bisa me-
Pada tahun 2001, WHO melaporkan nyulitkan individu bermasalah untuk men-
bahwa perilaku melukai diri sendiri yang dapat pertolongan dari pihak luar, yaitu
kemudian menjurus ke bunuh diri menye- bahwa mereka menganggap orangtua se-
babkan paling tidak 814.000 kematian di bagai pemegang nilai. Sangat tidak pantas
tahun 2000 (BBC, 2010). Pelaku perilaku jika seorang individu membagi masalah
ini juga biasanya didominasi oleh remaja. dengan orang luar sehingga pertolongan
Pada tahun 2010, 20% dari populasi di dari pihak luar akan dianggap sangat tidak
Australia berusia 18-24 tahun mengaku bisa diterima (Marshall dan Yazdani,
pernah melukai dirinya sendiri paling tidak 1999). Hal ini pula yang mungkin menye-
sekali dalam kehidupan mereka (Martin, et babkan individu yang melukai diri di
al., 2010). Di Inggris, jumlah remaja yang Indonesia akan menyembunyikan perilaku-
masuk rumah sakit karena melukai diri nya sehingga sulit untuk diketahui dan bisa
meningkat, dimana pada tahun 2008-2009, mendapatkan bantuan.
ada 2.727 orang yang berusia di bawah 25 Selain itu, nilai religiusitas kuat yang
tahun dibawa ke rumah sakit karena terdapat pada budaya Asia juga akan
melukai diri sendiri dengan benda-benda mempengaruhi bagaimana seseorang men-
tajam. Angka tersebut meningkat 50% jalankan kehidupannya. Ada sebuah per-
dibandingkan pada tahun 2004-2005 yang nyataan umum bahwa kita tidak boleh
hanya 1758 orang. berbuat apapun yang melanggar agama
Jumlah yang terdeteksi inipun diya- kita dalam budaya Asia. Kepercayaan
kini sebagai fenomena gunung es, yakni tersebut akan sangat mempengaruhi kehi-
masih sangat kecil dari jumlah sebenarnya dupan mereka karena akan diartikan

187
Kesepian dan Keinginan Melukai Diri Sendiri Remaja (Elda Nabiela Muthia, Diana Savitri Hidayati)

dengan cara yang berbeda oleh setiap pang menempati posisi yang sama di urut-
individu (Marshall dan Yazdani, 1999). an kesembilan dengan angka bunuh diri
Seseorang yang sangat kuat memegang diperkirakan setiap tahun mencapai 50 ribu
suatu agama mungkin hanya bisa memiliki orang dari 220 juta total penduduk Indo-
keinginan untuk melukai dirinya tanpa nesia (Maharani, 2014). Karena itu, pen-
benar-benar melakukannya karena peratur- ting untuk meneliti fenomena melukai diri
an dalam agama melarang hal tersebut. sendiri karena fenomena bunuh diri yang
Penelitian OConnor, et al. (2012) semakin meningkat di Indonesia tersebut
membantu menjelaskan perbedaan yang bisa saja diawali dari melukai dirinya
dimiliki individu yang benar-benar melu- sendiri.
kai dirinya dengan yang hanya memiliki Keinginan untuk melakukan bunuh
keinginan saja. Kedua golongan tersebut diri pada remaja sudah dibuktikan ada
biasanya memiliki seorang anggota keluar- hubungannya dengan kesepian, yaitu keti-
ga atau teman dekat yang melukai dirinya, daknyamanan secara psikologis yang di-
namun, individu yang sudah melukai diri- rasakan karena adanya kekurangan dalam
nya dilaporkan lebih impulsif dan me- hubungan sosial seseorang, baik dari kua-
miliki stres yang lebih besar daripada yang litas dan kuantitas hubungan tersebut. Se-
hanya memiliki keinginan saja. Kemudian, makin seseorang merasa kesepian, maka
hasil penelitian Wilson (2012) menyatakan semakin besar pula resiko untuk memiliki
bahwa keinginan spesifik yang dimiliki se- keinginan bunuh diri. Kedua variabel ini
seorang untuk melukai dirinya bisa ber- memiliki satu variabel penghubung yaitu
hubungan dengan perilaku melukai diri depresi (Lasgaard, et al., 2011).
yang akan dilakukan. Sehingga, asesmen Individu yang merasakan kesepian
lebih lanjut terhadap keinginan untuk me- kronis biasanya akan memiliki afeksi yang
lukai diri yang dimiliki oleh individu akan negatif, menarik diri dari lingkungan so-
bisa membantu untuk lebih memahami sialnya, kurang mempercayai dirinya sen-
fenomena klinis ini. diri dan orang lain, merasa sering gagal,
Keinginan bunuh diri secara konsep dan merasa tidak puas dengan hubungan
berbeda dengan keinginan melukai diri sosial mereka jika dibandingkan dengan
sendiri, begitu juga perilakunya. Namun, individu yang tidak kesepian. Kesepian
beberapa studi telah menunjukkan hubung- juga dihubungkan dengan berbagai macam
an yang sangat dekat antara kedua perilaku individual differences meliputi depresi,
tersebut, yaitu perilaku melukai diri bisa rasa permusuhan, pesimisme, menarik diri
menjadi sebuah tanda yang sangat jelas secara sosial, rasa tersisihkan, shyness, dan
untuk percobaan bunuh diri (Kirchner, et afeksi yang rendah. Kesepian juga mem-
al., 2011). Di Indonesia, gejala bunuh diri pengaruhi banyak gangguan yang parah
pada remaja nampaknya dari tahun ke seperti depresi klinis, borderline perso-
tahun semakin meningkat. Pada tahun nality disorder, atau skizofrenia (Ernst dan
2010, WHO melaporkan angka bunuh diri Cacioppo, 1999).
di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per Hubungan antara kesepian dengan
100.000 jiwa (Mardani, 2012). Komisi depresi sendiri terbukti pada penelitian
Nasional Perlindungan Anak (Komnas Jaremka, et al. (2011). Hasilnya, partisipan
Anak) di dalam laporan paruh tahun 2012 yang lebih merasa kesepian akan menga-
menyebutkan bahwa dari bulan Januari lami kesakitan, depresi, dan kelelahan
sampai dengan Juli 2012, sudah terjadi yang lebih sering dibandingkan subjek
peristiwa 20 kasus anak bunuh diri (dalam yang lebih terhubung secara sosial. Subjek
Rozaki). yang lebih merasa kesepian juga memiliki
Kemudian, pada peringkat angka bu- antibody CMV yang lebih tinggi sehingga
nuh diri seluruh dunia, Indonesia dan Je- menyebabkan mereka mengalami tingkat

188
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2015, Vol. 2, No. 2, Hal: 185 - 198

kesakitan, depresi, dan kelelahan yang le- untuk melukai diri sendiri karena mereka
bih tinggi. Kesepian juga dilaporkan lebih tidak memiliki seseorang untuk membantu
tinggi pada wanita dibandingkan dengan mereka mencari solusi permasalahan yang
pria (Al Khatib, TT). sehat.
Remaja lebih sering merasa kesepian Sebuah penelitian lain menyebutkan
ketika merasa ditolak, terasing dan tidak bahwa disregulasi emosi dan kesepian
mampu memiliki peran dalam lingkungan- berhubungan dengan gangguan melukai
nya (Rice, 1993). Berdasarkan hasil diri sendiri tanpa niatan bunuh diri atau
penelitian Pretty (dalam Kristiani, 2007) NSSI disorder dan borderline personality
terhadap 234 remaja berusia 13-18 tahun disorder (BPD). Terlebih, remaja dengan
di Australia ditemukan bahwa sense of NSSI disorder kebanyakan melaporkan
community dan social support mempe- adanya ide dan percobaan bunuh diri, dis-
ngaruhi tingkat kesepian pada remaja. regulasi emosi, dan kesepian yang mening-
Keinginan remaja untuk menjadi bagian kat jika dibandingkan dengan kelompok
dalam sebuah komunitas sosial dan men- yang tidak memenuhi kriteria untuk NSSI
dapatkan dukungan dari lingkungan sosial- disorder (Glenn dan Klonsky, 2013).
nya apabila tidak terpenuhi akan mem- Ketika remaja merasakan kesepian,
pengaruhi tingginya tingkat kesepian pasa ia juga akan merasa bahwa ia sendirian
remaja. dan tidak memiliki seseorang untuk ber-
Selain itu, dalam perkembangan so- bagi atau membantunya mencari jalan
sialnya remaja mengalami perubahan hu- keluar atas masalahnya. Oleh karenanya, ia
bungan. Perubahan tersebut adalah remaja kemudian mencari jalan lain untuk mem-
mulai memisahkan diri dari orang tua me- bantu mengeluarkan emosinya yang ter-
nuju pada keintiman dengan teman-teman pendam. Salah satu jalan untuk menge-
sebaya. Perubahan hubungan tersebut me- luarkan emosi tersebut adalah dengan
merlukan kesinambungan, perubahan me- melukai diri (Marshall dan Yazdani, 1999;
misahkan diri dari orang tua tanpa disertai Ramli, 2010; dan Maidah, 2013) agar ia
perubahan hubungan remaja menuju teman dapat merasa puas setelah menghukum di-
sebaya akan mengakibatkan remaja me- rinya. Perilaku melukai diri mungkin akan
ngalami kesepian (Monks, et al., 1999). terjadi setelah seseorang memiliki keingin-
Apabila dihubungkan dengan perila- an untuk melakukannya. Selain itu, karena
ku melukai diri, terdapat sebuah hubungan beberapa faktor, misalnya takut dengan
yang signifikan diantara kesepian dengan anggapan orang lain atau faktor budaya
perilaku tersebut, baik pada laki-laki dan dan agama, ada juga beberapa yang mung-
perempuan, dimana perempuan memiliki kin tidak benar-benar melukai dirinya;
tingkat melukai diri sendiri yang lebih melainkan hanya mencari kepuasan de-
tinggi daripada laki-laki dan laki-laki me- ngan hanya membayangkan atau memiliki
miliki tingkat bunuh diri yang tinggi dari- keinginan untuk melukai dirinya sebagai
pada perempuan. Salah satu penjelasannya jalan untuk mengeluarkan emosi.
dapat dilihat dari hubungan sosial yang Penelitian ini bertujuan untuk me-
bervariasi dan berubah-ubah ketika masa ngetahui hubungan antara kesepian dengan
kanak-kanak dan remaja mereka sehingga keinginan melukai diri sendiri pada remaja.
mereka tidak memiliki suatu hubungan Manfaat yang bisa diambil dengan diada-
yang bisa diandalkan dan susah beradap- kannya penelitian ini yaitu dapat mem-
tasi sehingga tidak memiliki orang berikan kontribusi pada perkembangan pe-
suportive yang sangat penting untuk ngetahuan dalam bidang psikologi menge-
individu seusia mereka (Ronka, 2013). nai kesepian dan keinginan melukai diri
Tanpa orang yang supportive tersebut, sendiri. Selain itu, penelitian ini juga bisa
remaja akan memiliki risiko lebih besar memberikan pengetahuan pada masyarakat

189
Kesepian dan Keinginan Melukai Diri Sendiri Remaja (Elda Nabiela Muthia, Diana Savitri Hidayati)

umum mengenai fenomena melukai diri dekat dan ketidaknyamanan yang dirasa-
sendiri, yang tampaknya masih tabu untuk kan individu ketika ia sadar bahwa ia tidak
dibicarakan, baik itu keinginan ataupun mampu membangun hubungan yang intim
perilakunya. atau dekat. Ada dua bentuk kesepian yang
Hipotesa penelitian ini adalah dikaitkan dengan ketiadaan kondisi sosial
terdapat hubungan yang positif antara yang baik, yaitu isolasi emosional yang
kesepian dengan keinginan melukai diri dirasakan ketika seseorang tidak memiliki
sendiri. Artinya, semakin tinggi kesepian hubungan yang lekat dengan orang lain
yang dirasakan seseorang maka akan dan isolasi sosial yang dirasakan ketika
semakin tinggi pula keinginan untuk seseorang tidak memiliki keterlibatan yang
melukai dirinya. berarti dengan lingkungan sosialnya.
Variabel terikat dalam penelitian ini
METODE PENELITIAN adalah keinginan melukai diri sendiri,
yaitu keinginan untuk menyakiti atau
Rancangan Penelitian melukai/merusak diri sendiri yang dilaku-
Rancangan penelitian menggunakan kan secara sengaja tetapi tidak dengan
penelitian kuantitatif korelasional dimana tujuan untuk bunuh diri, melainkan hanya
peneliti mencoba menyelidiki apakah ter- untuk menyalurkan emosinya yang tidak
dapat hubungan dari kedua variabel serta terkeluarkan. Keinginan melukai diri yang
mengukur tinggi derajat hubungan tersebut dimaksud disini hanya meliputi dimensi
dengan sebuah bilangan yang disebut kognitif yaitu pikiran-pikiran untuk mela-
koefisien korelasi (Wibisono, 2005). kukan sesuatu yang dapat melukai dirinya
Data akan dianalisis penghitungan atau membayangkan melakukan sesuatu
statistik tertentu sehingga akan diketahui yang dapat melukai dirinya.
ada atau tidaknya hubungan antar dua Instrumen yang dipakai untuk mene-
variabel yang diteliti. liti variabel bebas adalah ESLI (Emo-
Subjek Penelitian tional-Social Loneliness Inventory) yang
Subjek penelitian adalah remaja dikembangkan oleh Vincenzi dan
yang merupakan siswa di salah satu SMK Grabosky (dalam Robinson, 1991). Dalam
di Balikpapan Kalimantan Timur. Jumlah instrumen ini, terdapat 15 pasang pernya-
populasi siswa di sekolah tersebut adalah taan yang menyatakan persepsi seseorang
sebanyak 1729 siswa sehingga menurut terhadap hubungan sosialnya (merujuk pa-
daftar sampel yang dibuat oleh Krejcie dan da isolasi) dan perasaan seseorang tentang
Morgan (dalam Sugiyono, 2001), sampel hubungan sosialnya (merujuk pada kese-
untuk penelitian ini adalah sebanyak 316 pian). Instrumen ini dirubah susunannya
siswa yang diambil dari kelas 1, 2, dan 3 oleh peneliti, dimana awalnya pernyataan-
dari beberapa jurusan yang ada di sekolah pernyataan dari kedua aspek disajikan
tersebut. berpasangan (kanan-kiri) menjadi disaji-
Teknik pengambilan sampel yang kan secara berurutan (atas-bawah). Subjek
digunakan adalah teknik non random kemudian diminta untuk memberikan
sampling, yaitu accidental sampling dima- tanda centang () pada kolom yang sesuai
na peneliti memberikan instrument pene- dengan keadaan diri mereka.
litian kepada siswa yang peneliti temui dan Pasangan pernyataan 1-8 dalam
telah bersedia untuk diteliti. skala ini merupakan pernyataan yang me-
Variabel dan Instrumen Penelitian ngukur mengenai isolasi dan kesepian dari
Variabel bebas dalam penelitian ini sudut pandang emosional sedangkan pa-
adalah kesepian, yaitu ketidaknyamanan sangan pernyataan 9-15 mengukur menge-
yang dirasakan individu ketika ia tidak nai isolasi dan kesepian dari sudut pan-
memiliki suatu hubungan yang intim atau dang sosial. Skor yang ada dalam isolasi

190
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2015, Vol. 2, No. 2, Hal: 185 - 198

dan kesepian emosional adalah 0 24 bahasa Indonesia. Selanjutnya, dilakukan


dimana 24 menunjukkan bahwa mereka try out dengan cara menyebarkan instru-
sangat terisolasi dan kesepian secara emo- men pada beberapa orang yang sesuai
sional. Untuk isolasi dan kesepian sosial, dengan kriteria subjek yang peneliti temu-
skor bisa berada di angka 0 21.Dalam kan secara accidental di beberapa tempat
instrumen ini, 26 dari 30 item yang valid dan menentukan reliabilitas serta validitas
dengan indeks validitas bergerak antara skala. Dari try out tersebut didapatkan ha-
0.236 0.651. Sedangkan dari uji relia- sil bahwa sebanyak 26 dari 30 item yang
bilitas diketahui nilai alphanya adalah valid dengan angka reliabilitas 0.899 untuk
0.899 sehingga dapat disimpulkan skala ini instrumen ESLI sedangkan 63 dari 64 item
reliabel jika dibandingkan dengan syarat yang valid dengan angka reliabilitas 0.986
cronbatch alpha minimal 0.6 (Priyatno, untuk instrumen NSSI Ideation Question-
2011). naire. Selain itu, peneliti juga mengurus
Instrumen yang digunakan dalam pe- perizinan untuk dapat melakukan pene-
ngukuran variabel terikat adalah NSSI litian di SMKN 3 Balikpapan.
Ideation Questionnaire (NIQ), pilot study Tahap kedua adalah tahap pelaksa-
version oleh Wilson (2012). naan, dimana skala yang telah diuji relia-
Kuesioner ini secara khusus dikem- bilitas serta validitasnya dibagikan kepada
bangkan untuk menilai keinginan melukai subjek di SMKN 3 Balikpapan. Saat pelak-
diri sendiri dan perilaku melukai diri sen- sanaan, peneliti menyebarkan 350 skala
diri secara menyeluruh. Peneliti hanya yang kembali semua ke tangan peneliti,
mengambil 4 indikator keinginan melukai dengan sebanyak 316 skala yang dapat
diri sendiri dari instrumen ini, yaitu (1) dianalisa. Pengambilan data dilakukan se-
pernahkah subjek memiliki pemikiran lama 5 hari dari tanggal 19-23 Januari
untuk melukai dirinya; (2) seberapa 2015 serta dengan menghitung waktu dari
kuat/dalam/besar keinginan tersebut; (3) mengurus perizinan sampai selesainya pe-
berapa lama biasanya pemikiran berlang- ngambilan data, penelitian di SMKN 3 di-
sung; dan (4) seberapa kuat desakan untuk lakukan selama 21 hari, yaitu dari tanggal
melakukan pemikiran tersebut. Instrumen 2-23 Januari 2015.
ini berbentuk skala likert sehingga subjek Tahap terakhir adalah tahap analisa
diminta untuk memberikan tanda centang data. Karena penelitian ini merupakan pe-
() pada kolom yang paling menggambar- nelitian korelasional, metode analisa yang
kan keadaan mereka.Dalam instrumen ini, digunakan adalah teknik korelasi produk-
terdapat 63 dari 64 item valid dengan momen dari Pearsons untuk mengetahui
indeks validitas bergerak antara 0.302 hubungan antara variabel X dan Y
0.910. (Reksoatmojo, 2009). Perhitungan dilaku-
Sedangkan dari uji reliabilitas dike- kan menggunakan alat bantu statistik yaitu
tahui nilai alphanya adalah 0.986 sehingga software SPSS 21 for Windows.
dapat disimpulkan skala ini reliabel jika
dibandingkan dengan syarat Cronbach HASIL DAN PEMBAHASAN
alpha minimal 0.6 (Priyatno, 2011).
Prosedur dan Analisa Data Subjek yang terlibat dalam penelitian
Terdapat tiga tahapan dalam pene- ini merupakan siswa SMKN 3 Balikpapan
litian ini. Tahap pertama yaitu tahap per- sebanyak 316 siswa. Terdapat 43 subjek
siapan dimana peneliti menerjemahkan laki-laki dengan rentang umur antara 15
instrumen penelitian yaitu ESLI oleh 18 tahun dan 273 subjek perempuan de-
Vincenzi dan Grabosky (dalam Robinson, ngan rentang umur antara 14 19 tahun.
1991) dan NSSI Ideation Questionnaire Gambaran data subjek secara lengkap
oleh Wilson (2012) dari bahasa Inggris ke dapat dilihat pada tabel berikut:

191
Kesepian dan Keinginan Melukai Diri Sendiri Remaja (Elda Nabiela Muthia, Diana Savitri Hidayati)

Tabel 1. Deskripsi data penelitian Dari hasil penelitian yang telah dila-
kukan, ditemukan bahwa subjek yang me-
Frekuensi miliki tingkat kesepian yang rendah lebih
Kategori Jumlah
L P banyak dari mereka yang memiliki tingkat
Rendah 42 263 305 kesepian tinggi. Hal itu dikarenakan dari
( 39) (97.7%) (96.4%) (96.5%) 316 subjek, 305 atau 96.5% diantara me-
Tinggi 1 10 11 reka merasakan kesepian dengan tingkatan
( 40) (2.3%) (3.6%) (3.5%)
yang rendah dengan jumlah laki-laki seba-
43 273 316
Total
(100%) (100%) (100%)
nyak 42 subjek dan perempuan sebanyak
263 subjek. Kemudian, 11 atau 3.5% dian-
Presentase subjek laki-laki yang ter- tara mereka merasakan kesepian dengan
libat dalam penelitian adalah sebanyak tingkatan yang cukup tinggi dengan
13.6% dengan 17 subjek berusia 15 tahun, jumlah 1 subjek laki-laki serta 10 subjek
10 subjek berusia 16 tahun, 10 subjek perempuan.
berusia 17 tahun dan 6 subjek berusia 18 Tabel 3. Kategorisasi skor keinginan
tahun. Kemudian, 86.4% lainnya adalah melukai diri sendiri
subjek perempuan dengan 5 subjek berusia
14 tahun, 124 subjek berusia 15 tahun, 97 Kategori Frekuensi Jumlah
subjek berusia 16 tahun, 31 subjek berusi Laki-laki Perempuan
Rendah 43 271 314
17 tahun, 15 subjek berusia 18 tahun, dan ( 94) (100%) (99.3%) (99.4%)
1 subjek berusia 19 tahun. Mayoritas usia Tinggi 2
kedua kelompok subjek adalah 15 tahun. 0 (0%) 2 (0.6%)
( 95) (0.7%)
Terdapat dua variabel dalam pene- Total 43 316
273 (100%)
litian ini, yaitu kesepian dan keinginan me- (100%) (100%)
lukai diri sendiri. Peneliti mengkategori-
kan hasil penelitian dari dua varibel ini Sedangkan dari hasil penelitian
menjadi 2 kategori, yaitu apakah kesepian variabel keinginan melukai diri sendiri
dan keinginan melukai diri sendiri pada menunjukkan bahwa jumlah subjek yang
subjek masuk ke dalam kategori rendah memiliki keinginan melukai diri yang
atau tinggi. Interpretasi dilakukan dengan rendah juga lebih banyak daripada subjek
cara mencari rentang skor pada masing- yang memiliki keinginan melukai diri
masing instrumen kemudian mencari rata- tinggi. Hal tersebut dikarenakan sebanyak
ratanya sehingga didapatkanlah skor teren- 314 atau 99.4% dari mereka memiliki skor
dah dan skor tertinggi untuk masing-ma- keinginan melukai diri sendiri yang rendah
sing kategori. dengan jumlah subjek laki-laki sebanyak
43 subjek dan 271 subjek perempuan.
Tabel 2. Kategorisasi skor skala Kemudian, hanya 2 (0.6%) subjek
kesepian perempuan dari jumlah seluruh subjek
yang memiliki skor keinginan melukai diri
Kategori Jenis Kelamin sendiri yang tinggi.
Jumlah
Usia L P
14 tahun - 5 5 Tabel 4. Hasil korelasi product moment
15 tahun 17 124 141
16 tahun 10 97 107 Mean SD N r Sig.
17 tahun 10 31 41
18 tahun 6 15 21 Kesepian 19.76 9.94 316 0.27 0.00 0.075
19 tahun - 1 1 Keingina
43 273 316 n melukai
Total 6.84 16.5 316
(13.6%) (86.4%) (100%) diri
sendiri

192
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2015, Vol. 2, No. 2, Hal: 185 - 198

bungan dengan perilaku melukai diri serta


Hasil dari analisis data menunjukkan keinginan untuk bunuh diri.
bahwa koefisien korelasi (r) sebesar 0.274 Kesepian sangat umum terjadi pada
dengan probabilitas kesalahan (p) sebesar remaja usia 12-22 tahun dan 20-50% dari
0.000 < 0.01 yang menunjukkan adanya seluruh remaja merasakan kesepian sampai
hubungan positif yang sangat signifikan beberapa derajat (Heinrich, 2006; Laine,
antara kesepian dengan keinginan melukai 1990 dalam Ronka, 2011). Para remaja
diri sendiri. Artinya, semakin rendah kese- cenderung untuk menilai diri mereka da-
pian yang dirasakan seseorang, maka akan lam konteks hubungan sosial dan sangat
semakin rendah pula keinginan melukai sadar serta khawatir mengenai penerimaan
dirinya, begitu pun sebaliknya. Dari hasil dari orang-orang disekitarnya, nilai sosial,
penelitian, diperoleh pula koefisien deter- dan presentasi diri mereka. Remaja yang
minasi variabel ( ) sebesar 0.075 yang merasakan kesepian mungkin tidak hanya
karena mereka merasa dikucilkan oleh
artinya, kesepian menyumbang 7.5% ter-
teman-teman sebaya mereka, melainkan
hadap keinginan melukai diri sendiri dan
juga karena mereka merasa telah gagal un-
92.5% lainnya disumbang oleh faktor-
tuk memiliki hubungan sosial dengan
faktor lain.
orang-orang disekitar mereka (Larson
Pada hasil analisa data, diketahui
1990 dalam Lasgaard, et al., 2011).
bahwa koefisien korelasi (r) adalah sebesar
Namun dalam penelitian ini, hanya
0.274 dengan signifikansi (p) sebesar
3.5% subjek yang melaporkan memiliki
0.000. hal tersebut menunjukkan bahwa
kesepian dalam tingkatan yang tinggi.
ada hubungan dengan arah korelasi positif
Penyebab utama dari hal ini bisa jadi
yang sangat signifikan antara kesepian
disebabkan oleh perbedaan budaya dimana
dengan keinginan melukai diri sendiri.
budaya Barat cenderung menganut budaya
Nilai koefisien korelasi yang positif berarti
individualisme. Pada penelitian Lykes dan
bahwa hubungan yang dimiliki memiliki
Kemmelmeier (2014), negara-negara yang
arah korelasi positif, dimana semakin
menganut budaya individualisme melapor-
tinggi kesepian, maka akan semakin tinggi
kan kesepian yang lebih rendah dibanding-
pula keinginan seseorang untuk melukai
kan dengan negara-negara yang menganut
dirinya. Hal ini selaras dengan beberapa
budaya kolektivisme.
penelitian yang menemukan bahwa kese-
Namun, orang-orang yang berada
pian memang merupakan salah satu faktor
dalam budaya kolektivisme cenderung
yang bisa membuat seseorang melukai
merasakan kesepian yang lebih rendah
dirinya sendiri (Ronka, 2013; Glenn dan
apabila mereka memiliki kontak lebih ba-
Klonsky, 2013).
nyak dengan keluarga sedangkan pada bu-
Dalam beberapa penelitian, kesepian
daya individualisme, kontak dengan te-
memang terbukti menjadi salah satu faktor
manlah yang menentukan perasaan kese-
yang berhubungan dengan perilaku melu-
pian yang mereka rasakan. Melihat dari
kai diri, namun hubungan antara jumlah
fakta tersebut, remaja Indonesia mungkin
teman dekat yang dimiliki dengan perilaku
merasakan kesepian yang rendah karena
tersebut tidak ditemukan (Ronka, 2011).
sebagian besar dari remaja Indonesia
Salah satu hal yang dapat menjelaskan
masih tinggal dengan keluarganya (Hida-
hubungan ini mungkin adalah keadaan hu-
yangsih, et al., 2009) sehingga karena
bungan sosial yang bervariasi dan
kontak yang intensif dengan keluarga,
berubah-ubah pada masa kanak-kanak dan
tingkat kesepian yang mereka rasakan
remaja (Ronka, 2011) sehingga menyulit-
masih tergolong rendah.
kan individu untuk beradaptasi. Sedangkan
Selain itu, pada penelitian yang di-
menurut Andover, et al. (2012), kesepian
lakukan Goodwin dan Giles (2003) dengan
merupakan sebuah faktor yang berhu-

193
Kesepian dan Keinginan Melukai Diri Sendiri Remaja (Elda Nabiela Muthia, Diana Savitri Hidayati)

subjek-subjek penelitian yang berasal dari secara bebas mengekspresikan emosi


Indonesia dan Inggris, tidak ada perbedaan mereka seperti wanita dan baru menyadari
pemberian dukungan kepada teman atau keadaan emosional mereka yang sebenar-
orang yang dikenal diantara kedua budaya nya ketika situasi sudah sangat buruk
responden, namun partisipan dari Indo- (Ronka, 2011).
nesia lebih bersedia untuk memberikan Kemudian, terdapat 2 dari 316 sub-
dukungan meskipun kepada orang yang jek yang memiliki keinginan melukai diri
tidak dikenal. Mungkin karena tersedianya yang tinggi dan keduanya adalah perem-
dukungan sosial yang memadai meskipun puan dimana tidak ada subjek laki-laki
dari orang yang tidak dikenal, remaja di yang memiliki keinginan melukai diri
Indonesia dapat lebih mudah beradaptasi sendiri yang tinggi. Hasil tersebut pun se-
sehingga mereka memiliki tingkat kesepi- jalan dengan penelitian Ronka (2011) yang
an yang cenderung rendah. menemukan bahwa perilaku melukai diri
Pada penelitan yang dilakukan lebih banyak dilakukan oleh perempuan
Wichstrom (2009), faktor yang dapat me- dibandingkan dengan laki-laki. Hal itu
nyelamatkan siswa usia sekolah menengah mungkin disebabkan karena melukai diri
dengan riwayat melukai dirinya adalah ke- sendiri dapat dilihat sebagai suatu bentuk
puasan mereka terhadap dukungan sosial komunikasi sehingga beberapa perempuan
yang mereka terima. Artinya, jika individu bisa jadi berpikir bahwa apabila mereka
yang melukai dirinya tersebut menerima mengancam atau bahkan benar-benar me-
dukungan sosial yang baik sehingga tidak lukai dirinya, orang-orang disekitar mere-
lagi merasakan kesepian, kesempatan me- ka akan memahami bahwa mereka sedang
reka untuk melukai dirinya atau bahkan memiliki suatu masalah yang membuat
untuk memiliki keinginan melukai dirinya mereka stress (Gilligan dan Machoian,
pun akan menurun pula. Bagi remaja, me- 2002).
miliki orang-orang yang supportive dan Ketika melukai diri atau menunjuk-
dapat dipercaya di sekeliling mereka sa- kan tanda-tanda bunuh diri, para perem-
ngatlah penting karena tanpa orang-orang puan memiliki harapan yang berhubungan
tersebut, mereka memiliki resiko lebih dengan hubungan sosial mereka sehingga
tinggi untuk melukai diri sendiri (Ronka, mereka cenderung untuk melukai dirinya
2011). Melihat dari penelitian-penelitian dibandingkan dengan benar-benar menco-
yang telah dilakukan, remaja Indonesia ba bunuh diri (Gilligan dan Machoian,
cenderung memiliki tingkat kesepian yang 2002). Sedangkan pada laki-laki, kesulitan
rendah dan keinginan melukai diri yang untuk mengungkapkan emosi dan kesulit-
rendah pula karena tercukupinya dukungan an dalam hubungan sosial mereka dapat
dari keluarga yang merupakan faktor uta- menjadi penyebab stress. Para lelaki
ma penentu kesepian bagi budaya kolek- mungkin baru menyadari keadaan emosi-
tivisme. onal mereka ketika situasi sudah mem-
Dalam penelitian ini 1 dari 43 subjek buruk, dan dalam kasus yang lebih serius,
laki-laki (2.3%) dan 10 dari 273 subjek mereka mencari cara yang lebih berbahaya
perempuan (3.6%) melaporkan kesepian untuk melampiaskan emosi mereka dengan
yang tinggi. Hasil tersebut sejalan dengan melakukan percobaan bunuh diri daripada
penelitian Ronka (2011) yang mengatakan hanya melukai dirinya (Gilligan dan
bahwa perempuan biasanya dilaporkan Machoian, 2002) sehingga laki-laki
memiliki tingkat kesepian yang lebih dilaporkan lebih banyak melakukan bunuh
tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini diri dibandingkan dengan perempuan
mungkin disebabkan karena laki-laki (Ronka, 2011).
biasanya dituntut untuk menjadi seseorang Perilaku melukai diri dulunya diang-
yang kuat sehingga mereka tidak bisa gap sebagai suatu cara untuk mencari

194
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2015, Vol. 2, No. 2, Hal: 185 - 198

perhatian, suatu percobaan bunuh diri, atau culnya perilaku melukai diri sendiri (Nock,
suatu perbuatan yang dilakukan hanya et al., 2010; Wilson, 2012).
untuk meniru-niru; namun saat ini, hal Dari hasil penelitian yang sudah di-
tersebut sudah tidak berlaku lagi. Perilaku lakukan peneliti, didapatkan hasil bahwa
tersebut bisa jadi merupakan mekanisme kontribusi variabel kesepian terhadap ke-
koping yang dipilih untuk melepaskan inginan melukai diri sendiri pada remaja
kecemasan seseorang (Larsen, 2009). Se- adalah sebesar 7.5%. Artinya, sebesar
lain itu, beberapa remaja juga memilih un- 7.5% keinginan untuk melukai diri sendiri
tuk melukai dirinya sebagai kompensasi pada remaja mungkin dipengaruhi oleh
atas perasaan gagal mereka, kekecewaan kesepian. Hal tersebut dapat disebabkan
terhadap orang lain, dan kurangnya komu- karena sese-orang yang kesepian akan
nikasi dengan orang tua mereka (Larsen, menerima du-kungan sosial yang rendah
2009). Kita bisa menghubungkan faktor- dan tidak me-muaskan. Lagipula, mereka
faktor tersebut dengan kesepian, dimana tidak memiliki orang yang dapat mereka
mereka tidak memiliki seseorang untuk mintai bantuan untuk memberi-kan
berbagi kecemasan dan kekecewaan ter- problem solving bagi permasalahan
sebut, serta perasaan kesepian akibat hu- mereka sehingga mereka ke-mudian
bungan yang buruk dengan orang tua memiliki keinginan untuk menye-lesaikan
mereka. permasalahan-permasalahan ter-sebut
Selain merupakan perilaku yang ber- dengan cara yang mereka ketahui, yaitu
bahaya, perilaku melukai diri dapat diang- melukai dirinya (Larsen, 2009; Ronka,
gap sebagai prediktor munculnya keingin- 2011).
an untuk bunuh diri (Kirchner, et al., 2011; Kemudian, 92.5% sisanya mungkin
Lasgaard, et al., 2011) yang mana meru- dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
pakan salah satu penyebab kematian pada dapat menjadi penyebab siswa usia seko-
remaja dan akhir-akhir ini kasusnya dite- lah menengah untuk melukai dirinya; mi-
mukan meningkat (BBC, 2010). Namun, salnya gender dimana wanita tercatat lebih
berkebalikan dengan penemuan-penemuan banyak melukai dirinya, riwayat percobaan
tersebut, penelitian Wichstrom (2009) bunuh diri, minat seksual pada nonhetero-
pada siswa sekolah menengah mengatakan sexual, rendahnya nilai diri, dan adanya
bahwa perilaku melukai diri sendiri tidak pengalaman seksual sebelum usia 15 tahun
meningkatkan resiko untuk melakukan (Wichstrom, 2009).
percobaan bunuh diri.
Meskipun begitu, ada beberapa indi- SIMPULAN DAN SARAN
vidu yang tidak melukai dirinya namun
memiliki keinginan untuk melakukannya. Berdasarkan hasil penelitian, disim-
Mungkin karena beberapa faktor, misalnya pulkan bahwa terdapat hubungan positif
takut dengan anggapan orang lain atau yang sangat signifikan antara kesepian dan
faktor budaya dan agama, ada juga be- keinginan melukai diri sendiri pada remaja
berapa yang mungkin tidak benar-benar dengan angka korelasi (r) sebesar 0.274
melukai dirinya; melainkan hanya mencari dan signifikansi (p) sebesar 0.000 . Hal ini
kepuasan dengan hanya membayangkan berarti bahwa semakin tinggi kesepian
atau memiliki keinginan untuk melukai maka semakin tinggi pula keinginan untuk
dirinya sebagai jalan untuk mengeluarkan melukai diri sendiri, begitu juga sebalik-
emosi. Lagipula, mereka yang melukai nya semakin rendah kesepian maka sema-
dirinya mungkin juga memiliki keinginan kin rendah pula keinginan untuk melukai
terlebih dahulu sebelum benar-benar mela- dirinya.Impli
kukannya sehingga keinginan melukai diri Hasil dari penelitian ini yang
secara signifikan dapat memprediksi mun- pertama bagi para individu yang memiliki

195
Kesepian dan Keinginan Melukai Diri Sendiri Remaja (Elda Nabiela Muthia, Diana Savitri Hidayati)

keinginan untuk melukai dirinya atau Child and Adolescent Psychiatry and
bahkan telah melukai dirinya, diharapkan Mental Health, (6), 11 - 17.
untuk segera meminta bantuan dari orang- Baron, R. A., & Byrne, D. (2003). Social
orang disekitarnya agar perilaku tersebut psychology: understanding human
bisa dicegah agar tidak menjadi semakin interaction. Edisi ke-10. Needham
parah. Heghts, Massachutsetts: Allyn and
Kemudian, bagi masyarakat atau Bacon.
pihak-pihak lain yang memiliki keluarga BBC Indonesia (2010, March 12th). Kasus
atau kenalan berusia sekolah menengah lukai diri naik 50%. Retrieved April
hendaknya memberikan dukungan sosial 27, 2014 from
yang cukup pada mereka agar keinginan http://www.bbc.co.uk/indonesia/maj
ataupun perilaku melukai diri dapat dihin- alah/2010/03/100312_lukaidiriinggri
dari. s.shtml
Bagi peneliti selanjutnya, penelitian Clarke, L., & Whittaker, M. (1999). Self
ini bisa digunakan sebagai suatu bahan re- mutilation: culture, contexts, and
ferensi baru serta dapat menambah wawas- nursing responses dalam Journal of
an mengenai kesepian dan keinginan me- Clinical Nursing, (7), 129-137. UK:
lukai diri sendiri. Peneliti selanjutnya yang Blackwell Science.
ingin meneliti kedua variabel ini diharap- Ernst, J. M., & Cacioppo, J. T. (1999).
kan untuk merevisi atau menelaah kembali Lonely hearts: psychological
item tidak valid dari skala yang didapatkan perspective on loneliness dalam
setelah uji coba, karena hal itu juga dapat Applied and Preventive Psychology,
berpengaruh pada hasil penelitian. (8), 1-22. USA: Cambridge
Selain itu, peneliti selanjutnya juga University Press.
disarankan untuk dapat mempertimbang- Gilligan, C., & Machoian, L. (2002).
kan faktor usia atau budaya agar mendapat Learning to speak the language. A
hasil yang lebih bervariatif serta meng- relational interpretation of an
gunakan subjek dari kelompok usia lain, adolescent girls suicidality. Studies
misal dewasa atau bahkan lansia. Kemu- Gender Sexuality, (3), 321-341.
dian, peneliti selanjutnya juga bisa mela- Glenn, C. R., & Klonsky, D. (2013).
kukan penelitian berjenis deskriptif kuanti- Nonsuicidal self-injury disorder: an
tatif atau bahkan kualitatif untuk menda- empirical investigation in adolescent
patkan lebih banyak data mengenai feno- psychiatric patients. Journal of
mena keinginan melukai diri sendiri ini. Clinical Child & Adolescent
Psychology, 0(0), 1-12.
DAFTAR PUSTAKA Goodwin, R., & Giles, S. (2003). Social
support provision and cultural values
Al Khatib, S. A. ( tt ). Exploring the in Indonesia and Britain. Journal of
relationship among loneliness, self- Cross-cultural Psychology, (34), 1-6.
esteem, self-efficacy and gender in Hidayangsih, P. S., Tjandrarini, D. H.,
United Arab Emirates college Mubasyiroh, R., & Suparmi, S.
students. Europes Journal of (2011). Faktor-faktor yang
Psychology, (8), 159-181. berhubungan dengan perilaku
Andover, M. S., Morris, B. W., Wren A., beresiko remaja di Kota Makassar
& Bruzzese, M. E. (2012). The co- tahun 2009. Buletin Penelitan
occurrence of non-suicidal self- Kesehatan, (39), 88-98.
injury and attempted suicide among Hurlock, E. B. (1997). Psikologi
adolescents: distinguishing risk perkembangan: suatu pendekatan
factors and psychosocial correlates.

196
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2015, Vol. 2, No. 2, Hal: 185 - 198

sepanjang rentang kehidupan. Skripsi, Fakultas Psikologi


Jakarta: Erlangga. Universitas Negeri Semarang,
Jaremka, L. M., Fagundes, C. P., Glaser, Semarang.
R., Bennett J. M., Malarkev, W. B., Mardani (June 2, 2012). Kasus bunuh diri
& Kiecolt Glaser, J. K. (2012). di Indonesia sudah memprihatinkan.
Loneliness predicts pain, depression, Retrieved February 8, 2015 from
and fatigue: understanding the role http://www.merdeka.com/peristiwa/k
of immune dysregulation. asus-bunuh-diri-di-indonesia-sudah-
Psychoneuroendocrinology, 1-8. memprihatinkan.html.
Kirchner, T., Ferrer, L., Forns, M., & Marshall, H., & Yazdani, A. (1999).
Zanini, D. (2011). Self-harm Locating culture in accounting for
behavior and suicidal ideation self harm among asian young
among high school students. Gender woman dalam Journal Community
differences and relationship with Applied Psychology, (9), 413-433.
coping strategies. Actas Espanolas New York: John Wiley and Sons.
dePsiquiatria, (39), 226-35. Martin, G., Swannell, S., Harrison, J.,
Kristiani, M. (2007). Tingkat kesepian Hazell, P., & Taylor, A. (2010). The
pada siswa SMA Negeri 3 Semarang Australian national epidemiological
ditinjau dari efektivitas komunikasi study of self-injury (ANESSI).
orangtua dan remaja. Skripsi, Centre for Suicide Prevention
Fakultas Psikologi Universitas Studies: Brisbane, Australia.
Diponegoro, Semarang. Monks, F. J., Knoers, A. M. P., &
Lasgaard, M., Goossens, L., Elklit, A. Haditono, S. R. (1999). Psikologi
(2011). Loneliness, depressive perkembangan: pengantar dalam
symptomatology, and suicide berbagai bagiannya. Yogjakarta:
ideation in adolescence: cross- Gadjah Mada University Press.
sectional and longitudinal analyses. Nock, M. K., Prinstein, M. J., & Sterba, S.
Journal Abnormal Child Psychology, K. (2010). Revealing the form and
(39), 137150. function of self-injurious thoughts
Larsen, K. (2009). Self injury in teenagers. and behaviors: a real-time ecological
Research Paper, The Graduate assessment study among adolescents
School University of Wisconsin- and young adults. Psychology of
Stout. Violence, (1), 36-52.
Lykes, V. A., & Kemmelmeier, M. (2014). OConnor, R. C., Rasmussen, S., &
What predicts loneliness? Cultural Hawton, K. (2012). Distinguishing
difference between individualistic adolescents who think about self-
and collectivistic societies in Europe. harm from those who engage in self-
Journal of Cross-cultural harm. The British Journal of
Psychology, (45), 468-490. Psychiatry 2012, (200), 330-335.
Maharani, S. (March 26, 2014). Angka Peplau, L. A., & Perlman, D. (1982).
bunuh diri di Indonesia setara Loneliness: A sourcebook of current
Jepang. Retrieved February 8, 2015 theory research and therapy. New
from York: John Wiley and Sons.
http://www.tempo.co/read/news/201 Pretorius, S. (2011). Deliberate self-harm
4/03/26/173565394/Angka-Bunuh- among adolescents in South African
Diri-Indonesia-Setara-Jepang. childrens home.Disertasi MA,
Maidah. (2013). Self injury pada Psikologi University of Pretoria,
mahasiswa (studi kasus pada Pretoria.
mahasiswa pelaku self injury).

197
Kesepian dan Keinginan Melukai Diri Sendiri Remaja (Elda Nabiela Muthia, Diana Savitri Hidayati)

Priyatno, D. (2011). Buku saku analisis Rozaki, A. (2012). Bunuh diri di kalangan
statistika Data SPSS. Jakarta: PT. anak dan remaja Indonesia. Kyoto
Buku Seru. Review of Southeast Asia Issue 12:
Ramli, A. (2010). Studi tentang latar The Living and the Dead.
belakang pelaku self-Injury. Skripsi, Santrock, J. W. (2002). Lifespan
Universitas Muhammadiyah Malang, development, perkembangan masa
Malang. hidup jilid 2. Jakarta: Penerbit
Reksoatmojo, T. N. (2009). Statistika Erlangga.
untuk psikologi dan pendidikan. Santrock, J. W. (2003). Adolescence,
Bandung: PT Refika Aditama perkembangan remaja. Jakarta:
Rice, P. (1993). The adolecent: Penerbit Erlangga.
development, relationship, and Sears, D. O., Jonathan, L. F., & Anne, P.
culture. Needham Heghts, (1994). Psikologi sosial. Jakarta:
Massachutsetts: Allyn and Bacon. Erlangga.
Robinson, J. P., Shaver, P. R., & Sugiyono. (2001). Statistik nonparametrik
Wrightsman, L. S. (1991). Measures untuk penelitian. Bandung: Alfa-beta.
of personality and social Walsh, B. W. (2006). Treating self-injury:
psychological attitudes. California: A practical guide. New York: The
Academic Press. Guilford Press.
Ronka, A. R., Taanila, A., Koiranen, M., Wibisono, Y. (2005). Metode statistik.
Sunnari, V., & Rautio, A. (2013). Yogyakarta: Gajah Mada University
Associations of deliberate self-harm Press.
with loneliness, self-rated health and Wichstrom, L. (2009). Predictors of non-
life satisfaction in adolescence: suicidal self-injury versus attempted
northern Finland birth cohort 1986 suicide: similar or different?.
study. International Journal of Archieves of Suicide Research, (13),
Circumpolar Health, (72), 1-7. 105-122.
Wilson, F. L. (2012). Thoughts, images,
and rumination of self-harm:
validating a new measure of non-
suicidal self-injury (NSSI) ideation.
Tesis Master of Science The
University of Georgia.

198

You might also like