You are on page 1of 44

BAB III

PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Landasan Teori

1. Kanker Cerviks

1.1 Defenisi

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut

rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan

merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker Serviks merupakan pertumbuhan

dari suatu kelompok sel yang tidak normal pada serviks yang disebabkan oleh

Human Papilloma Virus (GlaxoSmithKline, 2007).

1.2 Etiologi

Kanker serviks terjadi jika sel sel serviks menjadi abnormal dan

membelah secara tak terkendali. Jika sel sel serviks terus membelah, maka akan

terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak / ganas.

Jika tumor tersebut ganas, maka keadaannya disebut kanker serviks. Hingga saat

ini Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab terjadinya Kanker

serviks. Virus papilloma ini berukuran kecil, diameter virus ini kurang lebih 55

nm. Terdapat lebih dari 100 tipe HPV, HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56,

dan 58 sering ditemukan pada kanker maupun lesi pra kanker serviks dan Varian

HPV yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45 dan 56. HPV tipe 16

dan 18 merupakan 70 % penyebab kanker serviks (Amrullah, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sebenarnya sebagian besar virus HPV akan menghilang sendiri karena ada

syste kekebalan tubuh alami, tetapi ada sebagian yang tidak menghilang dan

menetap. HPV yang menetap inilah yang menyebabkan perubahan sel leher rahim

menjadi kanker serviks. Perjalanan kanker serviks dari infeksi HPV, tahap pre

kanker hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 20 tahun (Karolina,

2010).

1.3 Patofisiologi

Pada dasarnya kanker terjadinya karena adanya pertumbuhan sel tubuh

yang abnormal. Dalam kasus kanker serviks, terjadi karena sel penyusun serviks

(sel epitel) yang normal berubah menjadi bentuk abnormal.

Secara anatomis, serviks dibagi menjadi 2 bagian yakni eksoserviks /

portio (bagian luar) dan endoserviks kanalis serviks (bagian dalam). Masing-

masing bagian itu dilapisi oleh sel penyusun yang disebut dengan sel epitel. Pada

bagian eksoserviks dilapisi oleh sel epitel gepeng berlapis (Squamous compleks),

sedangkan pada endoserviks dilapisi oleh sel epitel kuboid / silindris pendek

selapis bersilia. Pada daerah perbatasan keduanya terdapat area yang disebut

squamo-columnar junction (SJC). Pada bagian peralihan ini, sel-sel epitel itu

biasanya akan mengalami metaplasi (perubahan sel menjadi abnormal). Hal ini

disebabkan karena sel-sel itu saling bertumpuk dan saling mendesak, sehingga

sel-sel tersebut bila tersensivitas bisa berubah menjadi sel yang abnormal dan

terbentuk menjadi kanker serviks (Karolina, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.4 Faktor Resiko dan Faktor Predisposisi

Menurut Prawirohardjo (2002), faktor resiko dan faktor predisposisi

terjadinya kanker serviks yang menonjol adalah usia, paritas, perilaku hubungan

seksual, infeksi virus, sosial ekonomi, kebersihan, kebiasaan merokok dan

penggunaan AKDR. Usia wanita yang melakukan hubungan seksual pertama kali

pada usia <16 tahun mempunyai resiko menderita kanker serviks. Penelitian

menunjukkan bahwa semakin muda melakukan hubungan seksual maka semakin

besar kemungkinan mendapat kanker serviks. Menikah/kawin pada usia 20 tahun

dianggap masih terlalu muda. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia

35-55 tahun. Hal ini dapat meningkatkan insidensi dengan tingginya paritas,

Kanker serviks di jumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus

maka semakin besar kemungkinan resiko mendapat kanker serviks.

Perilaku hubungan seksual yang buruk atau wanita yang sering melakukan

hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan juga mempunyai faktor resiko

yang sangat besar terhadap kanker serviks. Akibat dari perilaku hubungan seksual

yang buruk ini, wanita bisa saja terinfeksi oleh virus herpes simpleks (HSV-2) dan

virus papilloma atau virus kondiloma akuinata yang diduga sebagai faktor

penyebab kanker serviks.

Kanker serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah.

Mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas, dan

kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya

kuantitas dan kualitas makanan kurang. Hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selain faktor sosial ekonomi rendah, kebersihan juga merupakan salah satu faktor

yang diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita

terutama yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non

sirkumsisi hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan

smegma.

Merokok atau penggunaan tembakau akan dapat merangsang terbentuknya

sel kanker sedangkan penggunaan AKDR akan terpengaruh terhadap serviks yaitu

bermula dari adanya erosi serviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa

radang yang terus menerus (Yatim, 2005).

1.5 Manifestasi Klinik

Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Cairan yang keluar

dari vagina makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

Sekitar 75-80% gejala perdarahan setelah coitus atau senggama akan dialami

wanita atau timbulnya perdarahan menstruasi yang lebih sering dan jumlah

volume darah banyak. Perdarahan yang timbul akan semakin sering terjadi tidak

hanya setelah coitus tetapi diluar coitus juga, ini sering disebut juga dengan

perdarahan spontan. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat stadium

yang lebih lanjut yaitu stadium II dan stadium III. Perdarahan spontan juga dapat

terjadi pada wanita yang telah menopouse. Adanya bau busuk yang khas juga

memperkuat adanya kanker. Selain itu, rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke

serabut saraf juga terjadi jika sudah meradang. Sebelum memasuki tingkat akhir,

gejala-gejala lain akan timbul akibat metastase dari sel kanker yaitu kegagalan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


faal ginjal (CRF = Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter

sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total

(Prawirohardjo, 2002).

1.6 Klasifikasi dari Kanker Serviks

Stadium kanker serviks menurut FIGO (Federation International


Ginecologist and Obstetricians)(1978) yaitu :

Tabel. Tingkat keganasan klinik menurut FIGO (1978) (Yatim, 2005 hal : 46)

Tingkat Kriteria
Stadium 0 Karsinoma In Situ (KIS) atau Karsinoma intraepithelial:
membrana basalis masih utuh
Stadium I Karsinoma terbatas pada serviks
Stadium Ia Karsinoma invasive hanya ditemukan secara
mikroskopik
Stadium Ib Lesi invasif > 5 mm
Stadium Ib1 Lesi klinis berukuran < 4 mm
Stadium Ib2 Lesi klinis > 4 mm
Stadium II Karsinoma meluas melampaui serviks, tetapi belum
meluas pada dinding panggul, karsinoma melibatkan
vagina tetapi tidak sampai 1/3 bagian bawah
Stadium IIa Mengenai vagina tetapi tidak jelas mengenai
parametrium
Stadium IIb Jelas sampai ke parametrium, tetapi belum sampai ke
dinding panggul
Stadium III Karsinoma keluar sampai dinding panggul, tumor
mencapai 1/3 bawah vagina
Stadium IIIa Tidak mencapai dinding panggul tapi terkena hingga
1/3 bawah vagina
Stadium IIIb Perluasan ke dinding panggul atau hidronefrosis atau
ginjal tidak berfungsi
Stadium IV Proses keganasan telah keluar dari dinding panggul
kecil dan melibatkan mukosa rectum dan atau vesika
urinaria atau telah bermetastase keluar panggul atau
ketempat yang jauh.
Stadium IVa Penyebaran sampai organ didekatnya
Stadium IVb Telah bermetastase jauh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.7 Penyebaran

Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3

arah yaitu ke arah fornises dan dinding vagina, ke arah korpus uterus, ke arah

paramerium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal

dan kandungkemih. Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan

dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan iliak dalam

(hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak

ditemukan. Kanker serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja

(Prawirohardjo, 2002).

1.8 Pemeriksaan Diagnostik

1.8.1 Sitologi / Pap Smear

Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim, test

ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal,

yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan

spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.

Saat ini telah ada teknik thin prep ( liquid base cytology) adalah metode

pap smear yang di modifikasi yaitu sel usapanserviks dikumpulkan dalam cairan

dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak

sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensivitas.

Pengambilan sampel silakukan dengan menggunakan semacam sikat (brush)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kemudian sikat dimasukkan kedalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul

diperiksa dengan mikroskop.

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker

serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan

pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Kolposkopi merupakan pemeriksaan

dengan pembesaran (seperti mikroskop) yan digunakan untuk mengamati secara

langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan

kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaan serviks, kemudian

dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

IVA (Inspeks Visual Asam asetat) tes merupakan alternaif skrining untuk

kanker serviks. Tes ini sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga

kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur

pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks / leher rahim diolesi

dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks

yang tidak normal. Penanganan kanker serviks disesuaikan dengan stadium

penyakit dan gambaran histopatologinya. Sensitivitas pap smear yang dilakukan

setiap tahun mencapai 90 %.

1.8.2 Schillentest

Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycgen karena tidak

mengikat yodium. Bila portio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal

akan berwarna cokelat tua, sedangkan yang terkena karsinona tidak berwarna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.8.3 Kolposkopi, Biopsi dan konisasi

Pemeriksaan dengan kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan

pembesaran untuk melihat kelainan epitel serviks, pembuluh darah setelah

pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas pada

serviks, tetapi meliputi vulva dan vagina. Prosedurnya sama dengan pap smear,

tenaga medis dapat melihat lebih dekat dengan alat kolposkopi sehingga dapat

memberikan saran pengobatan atau terapi atau tindak lanjut apa yang perlu

dilakukan.

Pengambilan contoh jaringan (biopsi) kadang perlu dilakukan untuk

diagnosa lebih lanjut, atau kadang serviks yang abnormal justru diterapi saat di

biopsi. Sedankan Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir

serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi

meragukan dan pada serviks tidak tampak kelaina-kelainan jelas.

1.9 Penatalaksanaan

1.9.1 Terapi Medik

Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker

serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata

laksanana kanker serviks antara lain :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.9.1.1 Operasi atau tindakan bedah (surgical treatment)

pada prinsipnya, operasi sebagai pengobatan kanker leher rahim dilakukan

apabila kanker belum menyebar. Bila tumor masih berada didalam jaringan servik

dan ukurannya masih kurang dari 3 mm maka dilakukan operasi ekstra facial

histerektomi. Biasanya operasi dengan cara ini pada penderita tingkat klinik

seperti ini. Resiko kambuh dan penyebaran ke kelenjar getah bening adalah

kurang dari 1 %. Kanker serviks Stadium Ia2, Ib, atau dilakukan operasi

pengangkatan rahim secara total berikut kelenjar getah bening sekitarnya (radikal

histerektomi).

1.9.1.2 Terapi Radiasi

Terapi radiasi (juga disebut radiotherapy) menggunakan sinar-sinar yang

tinggi energinya untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi radiasi ini dapat

mempengaruhi atau merusak sel-sel normal disekitarnya.

1.9.1.3 Kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi dengan menggunakan obat-obat anti kanker

untuk membunuh sel-sel kanker dan disebut juga terapi sistemik (systemic

therapy) kerena obat-obat masuk kedalam aliran darah dan dapat mempengaruhi

sel-sel diseluruh tubuh. Untuk perawatan kanker leher rahim, kemoterapi biasanya

digabungkan dengan terapi radiasi, tetapi untuk kanker yang telah menyebar pada

organ-organ yang lain, hanya kemoterapi saja yang mungkin digunakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.9.2 Terapi Paliatif (supportive care)

Terapi paliatif (supportove care) yang lebih difokuskan pada peningkatan

kualitas hidup pasien. Contohnya : Makan makanan yang mengandung nutrisi,

pengontrol sakit (pain control). Secara umum pengobatan kanker leher rahim

adalah penyinaran (radioterapi), pengobatan dengan zat kimia (kemoterapi), dan

cara operasi. Ketiga cara pengobatan tersebut bisa dilakukan salah satu atau

kombinasi. Tidak semua kanker rahim berhasil baik dengan cara pengobatan

tersebut. Pada kanker leher rahim stadium lanjut, 1/3 penderita kankernya tumbuh

lagi setelah pengobatan. Kekambuhan terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan

dihentikan. Penyebaran kanker biasanya ke vagina bagian atas rahim dan orang

lain dirongga panggul. Kanker ini tumbuh lagi pada bagian atas vagina setelah

dilakukan operasi pengangkatan rahim (histerektomi).

1.10 Pencegahan

Beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai pencegahan (Tulus, 2012),

antara lain :

1. Jaga kebersihan organ intim dan Jalani pola hidup sehat dengan cara makan

sayuran, buah dan sereal untuk merangsang serta meningkatkan sistem

kekebalan tubuh. Perbanyak makanan yang mengandung vitamin A, C dan E

serta asam folat untuk mengurangi risiko kanker leher rahim.

2. Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Hindari berhubungan seks dengan banyak partner atau berganti-ganti

pasangan.

4. Menjalani atau melakukan tes pap smear secara teratur dengan tujuan untuk

mendeteksi secara dini terhadap infeksi HPV. Menurut laporan sedunia,

dengan secara teratur melakukan tes pap smear telah mengurangi angka

kejadian kanker serviks.

5. Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.

6. Hindari Merokok. Banyak bukti yang menunjukkan penggunaan tembakau

dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.

2. KUALITAS HIDUP

2.1 Defenisi

Kualitas hidup adalah derajat kepuasan hidup keseluruhan yang

dipengaruhi baik secara positif maupun negatif oleh persepsi individual mengenai

beberapa dimensi kehidupan yang penting bagi mereka (Chang, viktor, dan

Weissman, 2004). Definisi yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Ontario Social

Development Council (dalam Sekarwiri, 2008) mendefinisikan kualitas hidup

sebagai respon personal mengenai perbedaan yang dirasakan antara kenyataan dan

kegiatan yang diinginkan. Definisi yang dikemukakan oleh Ontario Social

Development Council ini menekankan bahwa yang dilihat dalam pengukuran

kualitas hidup adalah perbedaan antara kenyataan yang dialaminya saat ini dengan

suatu kondisi yang diinginkannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Carr dan Higginson (2001 dalam Sekarwiri, 2008) bahkan mengatakan

bahwa kualitas hidup merupakan suatu konstruk yang bersifat individual.

Berdasarkan hal ini, maka komponen objektif dari kualitas hidup tidak

mempengaruhi kualitas hidup itu sendiri secara langsung melainkan diperantarai

oleh persepsi individu. Dengan demikian, kualitas hidup merupakan interaksi

antara kepuasan hidup subjektif (komponen subjektif) dan bobot kepentingan

(komponen kepentingan) dari aspek-aspek kehidupan tertentu dengan beberapa

faktor kondisi kehidupan yang dapat berpengaruh ataupun tidak tergantung dari

persepsi individu.

Coons dan Kaplan (1994 dalam Larasakti, 2009) menyatakan bahwa setiap

individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing

individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika

menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain

halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya.

Fayers dan Machin (1998 dalam Sekarwiri, 2008) kualitas hidup diartikan sebagai

persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan.

WHO (1994 dalam Haryono, 2008) mendefinisikan kualitas hidup sebagai

persepsi individu mengenai posisi individu hidup dalam konteks budaya dan

sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan,

standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang. Definisi WHO (1994) ini juga

mempertimbangkan adanya konteks sosial dan konteks lingkungan dalam

mengukur kualitas hidup selain dimensi fisik dan psikologis (dalam Yudianto,

Riazmadewi, dan Maryati, 2008). Dengan demikian peneliti menyimpulkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bahwa kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai kondisi kehidupannya

saat ini dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan

hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian

seseorang yang mencakup dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial dan

lingkungan.

2.2 Dimensi Kualitas hidup

Schipper, Clinch dan Olweny (1999 dalam Nofitri, 2009) menyatakan

bahwa kualitas hidup terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi fisik dan okupasi,

keadaan psikologi, interaksi social dan sensasi somatic. Post, Witte dan Scrijver

(1999 dalam Sekarwiri, 2008) juga membuat empat dimensi kualitas hidup yaitu

keadaan fisik dan kemampuan fungsiolan, keadaan psikologis, dan kesejahteraan,

interaksi social, dan keadaan ekonomi. Walaupun pembagian mengenai dimensi-

dimensi yang mempengaruhi kualitas hidup individu tertulis dalam persamaan

yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi tersebut saling

berinteraksi untuk memberikan gambaran kualitas hidup individu.

Berdasarkan konsep WHOQOL BREF yang dikembangkan oleh WHO

(1994 dalam Sekarwiri, 2008), menyatakan bahwa kualitas hidup juga terdiri dari

empat dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.

Berikut pemaparan mengenai keempat dimensi tersebut, yaitu:

2.2.1 Dimensi Fisik

Dimensi fisik merupakan penilaian individu terhadap keadaan fisiknya

(Sekarwiri, 2008). Berdasarkan konsep WHOQOL BREF (dalam Sekarwiri,

2008) mengatakan bahwa dimensi fisik terdiri dari tujuh item. Item pertama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


aktivitas sehari-hari, merupakan item yang menggambarkan kesulitan dan

kemudahan yang dirasakan individu pada saat melakukan kegiatan sehari-hari.

Tarwoto dan Wartonah (2010) menyatakan bahwa aktivitas merupakan

kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam melakukan aktivitas untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari misalnya berdiri, berjalan dan bekerja.

Item kedua sakit dan ketidaknyamanan, merupakan item yang

menggambarkan sejauh mana perasaan keresahan yang dirasakan individu

terhadap hal-hal yang menyebabkan individu merasa sakit (WHOQOL BREF

dalam Sekarwiri, 2008). Nyeri merupakan sensasi fisik yang tidak menyenangkan

yang dialami oleh individu seperti kekakuan, kesakitan, nyeri, dengan durasi lama

atau pendek. Sensasi tidak menyenangkan dapat berubah menjadi sensasi yang

menyedihkan dan mempengaruhi hidup individu itu sendiri (Potter dan Perry,

2005).

Item ketiga istirahat dan tidur, merupakan item yang menggambarkan

kualitas tidur dan istirahat yang dimiliki oleh individu (WHOQOL BREF dalam

Sekarwiri, 2008). Istirahat dan tidur merupakan satu kesatuan yang saling

berhubungan dan saling mempengaruhi. Istirahat adalah suatu keadaan dimana

kegiatan jasmaniah menurun sehingga badan menjadi lebih segar, sedangkan tidur

adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan

(Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Item keempat mobilitas, merupakan item yang menggambarkan tingkat

perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dengan mudah dan cepat. Item

kelima energi dan kelelahan, merupakan item yang mengeksplor tenaga, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keinginan individu untuk dapat melakukan aktivitas (WHOQOL BREF dalam

Sekarwiri, 2008). Kelelahan dapat membuat individu tidak mampu mencapai

kekuatan yang cukup untuk merasakan hidup yang sebenarnya dan dapat

mempengaruhi kehidupan individu (Potter dan Perry, 2005).

Item keenam ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis,

merupakan item yang menggambarkan seberapa besar kecenderungan individu

dalam menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Sedangkan item ketujuh yaitu kapasitas kerja, merupakan

item yang menggambarkan kemampuan yang dimiliki oleh individu (WHOQOL

BREF dalam Sekarwiri, 2008).

2.2.2 Dimensi Psikologis

Psikologis merupakan dimensi yang menilai terhadap dirinya secara

psikologis (Sekarwiri, 2008). Berdasarkan kosep WHOQOL BREF (dalam

Sekarwiri, 2008) menyatakan bahwa dimensi psikologis terdiri dari enam item.

Intem pertama Body image dan apprearance, adalah sikap seseorang terhadap

tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan

seseorang tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa

lalu (WHOQOL BREF dalam Sekarwiri, 2008)

Item kedua self- estem, merupakan item yang menggambarkan bagaimana

individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri. Self- estem ini menilai apa

yang individu rasakan tentang dirinya. Hal ini dapat memiliki jarak dari perasaan

positif hingga perasaan yang ekstrim negatif tentang diri mereka sendiri

(WHOQOL BREF dalam Sekarwiri, 2008). Menurut Tarwoto dan Wartonah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2010), self- estem adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari

observasi dan penilaian individu.

Item ketiga perasaan positif, merupakan item yang mengacu kepada

seberapa banyak pengalaman perasaan positif individu dari kesukaan,

keseimbangan, kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan kenikmatan

dari hal-hal baik dalam hidup. Pandangan individu dan perasaan pada masa depan

merupakan bagian penting dari segi ini. Dimensi psikologis keempat adalah

perasaan negatif, merupakan dimensi yang berfokus pada seberapa banyak

pengalaman perasaan negatif individu, termasuk patah semangat, perasaan

berdosa, kesedihan, keputusasaan, kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia

dalam hidup. Segi ini termasuk pertimbangan dari seberapa menyedihkah

perasaan negatif dan akibatnya pada fungsi keseharian individu (WHOQOL

BREF dalam Sekarwiri, 2008).

Item kelima hidup berarti, merupakan item yang menggambarkan sejauh

mana individu merasakan kehidupannya atau sejauh mana individu merasakan

hidupnya berarti. Sedangkan item keenam yaitu berfikir, belajar, memori, dan

konsentrasi, merupakan pandangan individu terhadap pemikiran, pembelajaran,

ingatan, konsentrasi, dan kemampuannya dalam membbuat keputusan. Hal ini

juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu memberikan gagasan (WHOQOL

BREF dalam Sekarwiri, 2008).

2.2.3 Dimensi Hubungan Sosial

Dimensi hubungan sosial merupakan penilaian individu terhadap

hubungannya dengan orang lain (WHOQOL BREF dalam Sekarwiri, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut Andrea (2011), hubungan sosial merupakan hubungan timbal balik

antara individu satu dengan individu lainnya yang saling mempengaruhi dan

berdasarkan kesadaran untuk saling menolong. Berdasarkan konsep WHOQOL

BREF (dalam Sekarwiri, 2008) menyatakan bahwa dimensi hubungan sosial

terdiri dari tiga item.

Item pertama dukungan sosial, merupakan item yang mengacu pada apa

yang dirasakan individu pada tanggung jawab, dukungan, dan tersedianya bantuan

dari keluarga dan teman. Hal ini berfokus kepada apa yang dirasakan individu

pada dukungan keluarga dan teman, faktanya pada tingkatan mana individu

tergantung pada dukungan di saat sulit (WHOQOL BREF dalam Sekarwiri,

2008). Kartika (2011) mengatakan bahwa dukungan sosial sebagai sumber

emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang- orang

disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi

sehari- hari dalam kehidupan.

Item kedua aktivitas seksual, merupakan item yang mengacu kepada

tingkatan perasaan individu pada persahabatan, cinta, dan dukungan dari

hubungan yang dekat dalam kehidupannya. Tingkat dimana individu merasa

mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih dengan orang yang

dicintai (WHOQOL BREF dalam Sekarwiri, 2008). Aktifitas seksual

merupakan dorongan dan hasrat pada seks, dan tingkatan dimana individu dapat

mengekspresikan dan senang dengan hasrat seksual yang tepat bentuk hubungan

suami istri berupa hubungan fisik atau perilaku yang mengekspresikan seksualitas

seseorang yang berkaitan dengan seks (Animouse, 2010). Sedangkan item ketiga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yaitu relasi sosial, merupakan item yang menggambarkan hubungan individu

dengan orang lain (WHOQOL BREF dalam Sekarwiri, 2008).

2.2.4 Dimensi Lingkungan

Dimensi lingkungan merupakan dimensi yang menilai hubungan individu

deengan lingkungan tempat tinggal, sarana, dan prasarana yang dimiliki

(WHOQOL BREF dalam Sekarwiri, 2008). Lingkungan adalah tempat

pemukiman dengan segala sesuatunya dimana individu hidup beserta segala

keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dapat diduga ikut

mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari individu itu (Potter dan

Perry, 2005). Berdasarkan konsep WHOQOL BREF (dalam Sekarwiri, 2008),

dimensi lingkungan terdiri dari delapan item.

Item pertama sumber finansial, merupakan item yang mengeksplor

pandangan individu pada sumber penghasilan. Fokusnya item ini adalah apakah

individu dapat menghasilkan atau tidak yang berakibat pada kualitas hidup

individu. Item kedua Freedom, physical safety dan security, merupakan item yang

menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan

dirinya (WHOQOL BREF dalam Sekarwiri, 2008)..

Item ketiga perawatan dan perhatian social, merupakan dimensi yang

menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian social di kedekatan

sekitar. Maksud dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan bantuan. Item keempat lingkungan rumah, merupakan item yang

menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal (tempat perlindungan

dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal (WHOQOL BREF dalam

Sekarwiri, 2008).

Item kelima kesempatan untuk mendapatkan barbagai informasi baru dan

keterampilan, merupakan item yang menguji kesempatan individu dan keinginan

untuk mempelajari keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru, dan peka

terhadap apa yang terjadi. Dalam hal ini termasuk program pendidikan formal,

atau pembelajaran orang dewasa atau aktivitas pada waktu luang baik dalam

kelompok maupun sendiri (WHOQOL BREF dalam Sekarwiri, 2008).

Item keenam partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi,

merupakan item yang mengeksplor kemampuan individu, kesempatan, dan

keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan, dan relaksasi. Item

ketujuh lingkungan fisik, merupakan item yang menguji pandangan individu pada

lingkungannya. Hal ini mencakup kebisingan, polusi, iklim, dan estetika

lingkungan dimana pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas

hidup. Sedangkan item kedelapan transpotasi, merupakan item yang menguji

pandangan individu pada seberapa mudah untuk menemukan dan menggunakan

pelayanan transportasi (WHOQOL BREF dalam Sekarwiri, 2008).

2.3 Alat Ukur Kualitas Hidup

Skevington, Lotfy, dan OConnell (2004 dalam Sekarwiri, 2008)

mengatakan bahwa pengukuran mengenai kualitas hidup dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup

dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh) atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hanya mengukur domain tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui bagian

tertentu saja dari diri seorang induvidu).

Skevington, Lotfy, dan OConnel (2004 dalam Sekarwiri, 2008)

mengatakan bahwa alat ukur WHOQOL BREF merupakan hasil pengembangan

dari alat ukur WHOQOL. Alat ukur ini memiliki item pertanyaan yang lebih

sedikit dibandingkan dengan alat ukur WHOQOL. Alat ukur WHOQOL

memiliki 100 item, dan terdiri dari enam dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis,

tingkat kemandirian, hubungan dengan lingkungan sosial, kondisi lingkungan, dan

keadaan spiritual. Sedangkan WHOQOL BREF memiliki 26 item yang terdiri

dari empat dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial dan

lingkungan.

Skevington, Lotfy, dan OConnel (2004 dalam Sekarwiri, 2008)

menambahkan bahwa alat ukur WHOQOL BREF dikembangkan oleh WHO

sebagai bentuk pendek dari alat ukur WHOQOL 100 dan peneliti dapat

melakukan modifikasi ataupun perubahan skala dan cara pengukurannya. Alat

ukur ini digunakan pada situasi penelitian dimana waktu yang digunakan dalam

penelitian sangat terbatas, dimana ketidaknyaman atau beban yang dirasakan oleh

responden dalam penelitian harus dibuat seminimal mungkin. Skevington, Lotfy,

dan OConnel (2004 dalam Sekarwiri, 2008) juga menambahkan bahwa

WHOQOL BREF merupakan alat ukur yang paling mampu dalam mewakili

dimensi, berkaitan erat dengan model WHOQOL secara umum, dan memiliki

validitas diskriminan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan hasil penelitian OConnel, Smith, Couston, Cossar, dan

Hayes (2000 dalam Sekarwiri, 2008), menunjukkan bahwa alat ukur WHOQOL

BREF merupakan alternatif alat ukur yang tepat dari WHOQOL 100 dalam

dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Dengan demikian alat

ukur yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah alat ukur kualitas

hidup yang dikembangkan oleh WHO, yaitu WHOQOL BREF yang mencakup

dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks

budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal (WHO dalam Haryono, 2008).

Hal ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan Fadda dan Jiron (2003 dalam

Nofitri, 2009) bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota

atau wilayah satu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan

berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Para peneliti (dalam Nofitri,

2009) mengidentifikasi gender atau jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan,

status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan orang lain sebagai faktor-

faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Berikut penjelasan mengenai faktor-

faktor yang dikemukakan oleh para peneliti (dalam Nofitri, 2009), yaitu:

2.4.1 Gender atau Jenis Kelamin

Moons, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009).mengatakan bahwa gender adalah

salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003 dalam

Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki

dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kualitas hidup perempuan. Fadda dan Jiron (1999 dalam Nofitri, 2009)

mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran

serta akses dan kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal

yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal ini

mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya

dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan. Ryff dan Singer (1998 dalam

Nofitri, 2009) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan

perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan

aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria

lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

2.4.2 Usia

Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) (dalam Nofitri, 2009) mengatakan

bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian

yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, dan Lett (2004 dalam Nofitri, 2009)

menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek

kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Ryff dan Singer (1998 dalam Nofitri, 2009) individu dewasa

mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya.

Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, dkk (2001 dalam Nofitri, 2009)

menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap kualitas hidup

subjektif

2.4.3 Pendidikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Moons, dkk (2004) dan Baxter (1998) (dalam Nofitri, 2009) mengatakan

bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004 dalam

Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan

lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang

dilakukan oleh Noghani, dkk (2007 dalam Nofitri, 2009) menemukan adanya

pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak

banyak.

2.4.4 Pekerjaan

Moons, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat

perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar,

penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari

pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity

tertentu). Wahl, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) menemukan bahwa status

pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.

2.4.5 Status Pernikahan

Moons, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat

perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai

ataupun janda, dan individu yang menikah. Zapf et al (1987 dalam Nofitri, 2009)

menemukan bahwa status pernikahan merupakan prediktor terbaik dari kualitas

hidup secara keseluruhan. Penelitian empiris di Amerika secara umum

menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tinggi dari pada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau duda

akibat pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981 dalam Nofitri, 2009).

2.4.6 Penghasilan

Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) (dalam Nofitri, 2009) menemukan

adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup

yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani,

Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007 dalam Nofitri, 2009) juga menemukan

adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup

subjektif namun tidak banyak.

2.4.7 Hubungan Dengan Orang Lain

Baxter, dkk (1998 dalam Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari

faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang

dihayati secara subjektif. Myers, dalam Kahneman, Diener, dan Schwarz (1999

dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan

dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling

mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup

yang lebih baik baik secara fisik maupun emosional. Penelitian yang dilakukan

oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007 dalam Nofitri, 2009) juga

menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang

cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Kualitas Hidup Wanita yang Menderita Kanker Serviks

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh Yatim (2005), wanita

yang terkena kanker serviks biasanya menyerang di usia 35 55 tahun. Pada

stadium dini, kanker serviks tidak begitu menimbulkan masalah atau keluhan.

Penderita kanker serviks biasanya datang setelah kanker berada pada stadium

lanjut dan karena adanya keluhan-keluhan yang dirasakan penderita seperti

terjadinya perdarahan setelah berhubungan seksual, perdarahan spontan pada

masa menopouse, timbulnya keputihan yang banyak dan bercampur dengan darah

serta berbau, nyeri panggul, nyeri saat berhubungan seksual dan kesulitan untuk

buang air kecil serta nafsu makan juga menurun (Karolina, 2010). Hal ini

membuat penderita mengalami perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang

menimbulkan berbagai keluhan baik fisik maupun psikologis dan akan

mempengaruhi kualitas hidupnya (Rebecca dan Pam, 2007). Faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup menurut para ahli dalam kutipan Sekarwiri (2008)

adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan,

dan hubungan dengan orang lain (Merkawati, 2012).

Berdasarkan konsep WHOQOL BREF (dalam Sekarwiri, 2008) kualitas

hidup terdiri dari empat dimensi yang dapat dijadikan untuk mengukur kualitas

hidup, yaitu dimensi fisik, psikologi, hubungan sosial dan lingkungan. Dari

keempat dimensi kualitas hidup ini akan dapat diketahui, apakah kualitas hidup

seseorang tersebut baik, atau tidak. Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah

bagaimana kualitas hidup wanita yang menderita kanker serviks, apakah kualitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hidupnya baik, cukup baik atau buruk yang mencakup dimensi fisik, psikologis,

hubungan sosial dan lingkungan.

4. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kanker Serviks

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di

berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan di berikan dalam

upaya memenuhi kebutuhan klien. Menurut A Maslow ada lima kebutuhan dasar

manusia yaitu kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi, kebutuhan

rasa aman dan perlindungan, kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki, kebutuhan

akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.

Asuhan keperawatan yaitu dimulai dari pengkajian, analisa masalah,

diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi keperawatan dan

evaluasi keperawatan. Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan

antara lain, Membantu individu untuk mandiri, Mengajak individu atau

masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan, Membantu individu

mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar tidak

tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatannya, Membantu individu

memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Pada stadium lanjut biasanya penderita kanker serviks akan merasakan

keluhan-keluhan seperti terjadinya perdarahan setelah berhubungan seksual,

perdarahan spontan pada masa menopouse, timbulnya keputihan yang banyak dan

bercampur dengan darah serta berbau, nyeri panggul, nyeri saat berhubungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


seksual dan kesulitan untuk buang air kecil serta nafsu makan juga menurun

(Yatim, 2005 dalam Karolina, 2010). Berdasarkan uraian diatas, asuhan

keperawatan pada penderita kanker serviks perlu diberikan agar masalah-masalah

tersebut dapat berkurang atau diatasi.

B. Tinjauan Kasus

Tinjauan kasus dalam uraian ini menggunakan pendekatan proses

keperawatan yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Pengkajian

Tabel. Pengkajian pasien kanker serviks sebagai pasien kelolaan di Ruangan RB 1


Obgyn (Onkologi), (Data Objektif dan Subjektif dapat dilihat di Resume
Kasus Pasien, dilampirkan)

No. Data Pasien

1 2 3 4 5
1. Identitas :

Nama Ny. S Ny. E Ny. I Ny. B Ny. P

Umur 45 thn 43 thn 37 thn 70 thn 54 thn

Pekerjaan IRT IRT IRT IRT IRT

Pendidikan SMP SMA SMP SD SMP

Status Pernikahan Kawin Kawin Kawin Janda Kawin

Jumlah anak 4 (empat) 4 (empat) 3 (tiga) 5 (lima) 3 (tiga)

2. Gejala Awal :

- Keputihan yang - -
banyak, berbau dan
berwarna

- Perdarahan setelah
koitus
-

- Perdarahan spontan - -

- Rasa nyeri panggul -


- Kesulitan buang air - - -
kecil (BAK)
- -
- Nafsu makan menurun

3. Keluhan utama : Nyeri Nyeri Perdarahan Nyeri Nyeri


abdomen + menjalar pervaginam, abdomen, abdomen, (-)
saat batuk,(-) hingga ke Sulit BAK, BAB hampir
BAB sejak 3 daerah (-)BAB setelah seminggu
hari yang pinggang, sejak 3 hari dipasang ini, Susah
lalu, Susah tidak selera yang lalu kateter urine tidur, dan (-)
tidur makan, keluar selera makan
susah BAK, tampak
Susah tidur bercampur
dengan
darah, susah
tidur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Diagnosa Keperawatan

Dx 1 : Kurang pengetahuan mengenai prognosis penyakit dan pengobatannya

b.d. tidak mengenal sumber informasi

Dx 2 : Kecemasan b.d. ancaman kematian, ancaman perubahan status

kesehatan, fungsi peran dan pola interaksi

Dx 3 : Nyeri b.d. penekanan sel kanker pada saraf, kematian sel.

Dx 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. metabolisme

tubuh meningkat, nafsu makan turun.

Dx 5 : Resiko tinggi injury b.d. kelelahan, kelemahan fisik.

Dx 6 : Gangguan bodi image b.d. adanya bau tidak enak pada vagina.

Dx 7 : Perubahan pola sexual b.d. adanya bau tidak enak pada vagina.

Dx 8 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan

melalui rute normal, abnormal, mual, muntah, perdarahan

Dx 9 : Konstipasi b.d. penurunan aktivitas, perubahan pola makan

Dx 10 : Gangguan kebutuhan tidur b.d. perubahan pola tidur

Dx 11 : Perubahan eliminasi urine b.d. obstruksi kandung kemih, kondisi

inflamasi pada kandung kemih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel. Diagnosa Keperawatan pasien

No. Diagnosa Pasien


Keperawatan Ny. S Ny. E Ny. I Ny. B Ny. P
1. Dx 1
2. Dx 2
3. Dx 3 -
4. Dx 4 - -
5. Dx 5 - - -

6. Dx 6 - -

7. Dx 7 - -

8. Dx 8 - - - -
9. Dx 9 - -
10. Dx 10 -
11. Dx 11 - - - -

Keterangan :

Tanda () menunjukkan diagnosa klien yang dialami pasien Kanker serviks.

3. Rencana Tindakan (Intervensi),

Setelah diagnosa ditegakkan maka Intervensi disusun sesuai dengan

diagnosa yang telah ada untuk selanjutnya dilakukan implementasi keperawatan

dan kemudian dilakukan evaluasi. (Intervensi terlampir).

4. Implementasi dan Evaluasi

Berikut ini pelaksanaan implementasi dan evaluasi yang diberikan pada

pasien kelolaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel. Implementasi keperawatan pada pasien kanker serviks di Ruangan RB1

Obgyn (Onkologi) RSUP H. Adam malik Medan

No. Dx Implementasi Pasien


Kep.
Ny.S Ny.E Ny.I Ny.B Ny.P
1. Mengkaji tingkat pengetahuan klien
tentang prognosa penyakit dan
pengobatan, menanyakan persepsi
klien tentang kanker dan
pengobatan kanker serta
pengalaman klien sendiri / orang
lain yang pernah terkena kanker,
memberi informasi tentang
penyakit dan mengenai protocol
pengobatan, terapi, hasil yang
diharapkan, kemungkinan efek
samping
2. Mengkaji tingkat kecemasan klien,
Mendiskusikan kepada klien teknik
apa yang pernah klien lakukan
untuk menghilangkan cemas klien,
Memberikan informasi kepada
klien tentang penyakitnya,
Menjelaskan kepada klien tentang
tindakan dan pengobatan yang akan
diberikan kepada klien,
Memberikan dukungan spiritual
dan emosional kepada klien
3. Mengkaji skala nyeri pasien dan
Memantau rasa sakit, mencatat
karakteristik, lokasi dan intensitas
(skala -10), Mengkaji tanda-tanda
vital pasien, Mengkaji penyebab -
ketidaknyamanan pasien,
Memberikan Penkes tentang
Manajemen nyeri, Mengajarkan
teknik relaksasi.
4. Memantau masukan makanan
setiap hari, mengukur BB setiap
hari / sesuai indikasi, mendorong
klien untuk makan makanan dari
rumah sakit, mengidentifikasi - -
adanya mual, muntah, anoreksia,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menganjurkan klien untuk makan
sedikit tapi sering, Kolaborasi :
Pemberian obat obatan sesuai
indikasi : vitamin, antasid, U
Pemeriksaan laboratorium sesuai N
indikasi : Hb I
5. mengkaji mental klien, memantau V
status neuromuskuler, mengkaji E
kemampuan mobilisasi, latihan dan R - - -
ambulansi, mempertahankan S
lingkungan yang aman. I
6. Mengkaji persepsi klien tentang T
perubahan citra tubuh, A
menganjurkan mengungkapkan
S
emosi seperti marah, takut,
frustrasi, dan cemas, menganjurkan
S
klien untuk berpartisipasi dalam
pengobatan, memberi U - -
reinforcement positif atas usaha- M
usahanya untuk meningkatkan citra A
tubuh, menunjukkan empati, T
menganjurkan tetap menjaga E
kebersihan sekitar genitalia, R
memberikan dukungan mental. A
7. Menjelaskan efek penyakit dan
kesehatan terhadap fungsi seksual, U
mendiskusikan perasaan klien T - -
terhadap fungsi seksual, A
mendiskusikan masalah tersebut
R
dengan pasangan
A
8. Memantau masukan dan haluaran,
berat jenis, menimbang BB sesuai
indikasi, memantau TTV,
mengevaluasi nadi perifer dan
pengisian kapiler, Mengkaji turgor
kulit dan kelembapan membran
mukosa, Mendorong peningkatan - - - -
masukan cairan sesuai toleransi
klien, mengobservasi adanya mual,
muntah, dan perdarahan,
Kolaborasi pemberian cairan IV
sesuai indikasi, Kolaborasi
pemeriksaan laboratorium sesuai
indikasi
9. Mengkaji pola kebiasaan pasien,
memberikan Pendkes untuk
pasien/keluarga - -
mengajarkan kepada pasien
tentang efek diet pada eliminasi
menganjurkan pasien untuk
mengkonsumsi makanan
berserat tinggi seperti sayuran
dan buah-buahan
menginformasikan kepada
pasien kemungkinan konstipasi
yang dirangsang oleh obat
Menganjurkan hindari mengejan
selama defekasi untuk mencegah
perubahan pada tanda vital, sakit
kepala atau perdarahan
10. Mengkaji penyebab ternggangunya
tidur pasien, Memantau pola tidur
pasien, Menganjurkan pasien untuk -
sering melakukan teknik relaksasi
apabila nyeri muncul disaat pasien
hendak tidur.
11. Mengkaji input dan output cairan,
memantau eliminasi urine,
mengambil spesimen urine, - - - -
mengajarkan pasien tentang tanda
dan gejala infeksi saluran kemih,
Keterangan :

Tanda () menunjukkan implementasi yang dilakukan kepada pasien Kanker

serviks.

Tabel. Evaluasi Keperawatan pada pasien kanker serviks di Ruangan RB1 Obgyn

(Onkologi) RSUP H. Adam Malik Medan

No. Dx Implementasi Evaluasi


Kep.
1. Mengkaji tingkat pengetahuan klien Setelah dilakukan pendidikan
tentang prognosa penyakit dan kesehatan serta evaluasi dari
pengobatan, menanyakan persepsi setiap kegiatan yang
klien tentang kanker dan dilakukan, pasien dan
pengobatan kanker serta keluarga dapat memahami
pengalaman klien sendiri / orang kondisi yang dialami sekarang
lain yang pernah terkena kanker, dan keluarga memliki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memberi informasi tentang pengetahuan untuk merawat
penyakit dan mengenai protocol pasien dirumah.
pengobatan, terapi, hasil yang
diharapkan, kemungkinan efek U
samping N
2. Mengkaji tingkat kecemasan klien, IMasalah cemas pada pasien
Mendiskusikan kepada klien teknik Vdapat teratasi dengan
apa yang pernah klien lakukan Eimplementasi yang diberikan
untuk menghilangkan cemas klien, Rdengan rata-rata 2 hari masa
Memberikan informasi kepada Srawat.
klien tentang penyakitnya, I
Menjelaskan kepada klien tentang
T
tindakan dan pengobatan yang akan
A
diberikan kepada klien,
Memberikan dukungan spiritual S
dan emosional kepada klien
3. Mengkaji skala nyeri pasien dan SMasalah nyeri pada pasien
Memantau rasa sakit, mencatat Udapat teratasi dengan
karakteristik, lokasi dan intensitas Mimplementasi yang diberikan
(skala -10), Mengkaji tanda-tanda Adengan rata-rata 3-7 hari masa
vital pasien, Mengkaji penyebab Trawat.
ketidaknyamanan pasien, E
Memberikan Penkes tentang R
Manajemen nyeri, Mengajarkan
A
teknik relaksasi.
4. Memantau masukan makanan Rata-rata pasien
U
setiap hari, mengukur BB setiap membutuhkan intervensi yang
hari / sesuai indikasi, mendorong Tlama untuk mengatasi
klien untuk makan makanan dari Amasalah pemenuhan nutrisi
rumah sakit, mengidentifikasi Rdan 1 orang pasien pulang
adanya mual, muntah, anoreksia, Adengan masalah nutrisi yang
menganjurkan klien untuk makan tidak teratasi. Solusi yang
sedikit tapi sering, Kolaborasi : diberikan perawat kepada
Pemberian obat obatan sesuai keluarga adalah untuk tetap
indikasi : vitamin, antasid, membantu pasien untuk
Pemeriksaan laboratorium sesuai memenuhi kebutuhan nutrisi.
indikasi : Hb
5. mengkaji mental klien, memantau Resiko cedera menurun
status neuromuskuler, mengkaji dengan tetap memantau faktor
kemampuan mobilisasi, latihan dan risiko prilaku dan lingkungan
ambulansi, mempertahankan sekitar.
lingkungan yang aman.

6. Mengkaji persepsi klien tentang Pasien kanker serviks yang


perubahan citra tubuh, baru rata-rata pulang dengan
menganjurkan mengungkapkan kondisi tubuh yang sakit.
emosi seperti marah, takut, Solusi yang diberikan perawat
frustrasi, dan cemas, menganjurkan Uadalah memotivasi keluarga
klien untuk berpartisipasi dalam Nuntuk tetap merawat pasien
pengobatan, memberi I dan meningkatkan harga diri
reinforcement positif atas usaha- Vpasien.
usahanya untuk meningkatkan citra E
tubuh, menunjukkan empati,
R
menganjurkan tetap menjaga
kebersihan sekitar genitalia, S
memberikan dukungan mental. I
7. Menjelaskan efek penyakit dan TPasien dapat mempertahankan
kesehatan terhadap fungsi seksual, Ahubungan baik dengan suami
mendiskusikan perasaan klien Sdan jelaskan orientasi seksual
terhadap fungsi seksual, kepada suami.
mendiskusikan masalah tersebut
S
dengan pasangan
U
8. Memantau masukan dan haluaran, Resiko kekurangan volume
berat jenis, menimbang BB sesuai Mcairan teratasi, dengan
indikasi, memantau TTV, Adibuktika dengan
mengevaluasi nadi perifer dan Tkeseimbangan cairan, hidrasi
pengisian kapiler, Mengkaji turgor Eyang adekuat, dan status
kulit dan kelembapan membran Rnutrisi yang adekuat : Asupan
mukosa, Mendorong peningkatan Amakanan dan cairan
masukan cairan sesuai toleransi
klien, mengobservasi adanya mual,
U
muntah, dan perdarahan,
Kolaborasi pemberian cairan IV T
sesuai indikasi, Kolaborasi A
pemeriksaan laboratorium sesuai R
indikasi A

9. Mengkaji pola kebiasaan pasien, Rata-rata pasien menunjukkan


memberikan Pendkes untuk masalah telah teratasi pada 2-
pasien/keluarga 4 hari setelah diberikan
mengajarkan kepada pasien intervensi terkait konstipasi.
tentang efek diet pada eliminasi
menganjurkan pasien untuk
mengkonsumsi makanan
berserat tinggi seperti sayuran
dan buah-buahan
menginformasikan kepada
pasien kemungkinan konstipasi
yang dirangsang oleh obat
Menganjurkan hindari mengejan
selama defekasi untuk mencegah
perubahan pada tanda vital, sakit
kepala atau perdarahan
10. Mengkaji penyebab ternggangunya Masalah gangguan tidur pada
tidur pasien, Memantau pola tidur pasien agak lama teratasi
pasien, Menganjurkan pasien untuk dengan implementasi, hal ini
sering melakukan teknik relaksasi dikarenakan lingkungan dan
apabila nyeri muncul disaat pasien akibat nyeri yang dirasakan.
hendak tidur. Klien dapat tidur jika nyeri
hilang.
11. Mengkaji input dan output cairan, Klien dapat menunjukkan
memantau eliminasi urine, kontinensia urine, tetapi ada 1
mengambil spesimen urine, pasien yang haluaran urine
mengajarkan pasien tentang tanda terdapat hematuria, dan klien
dan gejala infeksi saluran kemih, PAPS (Pulang atas
permintaan sendiri) pada hari
ke-3.

5. Ringkasan Keperawatan Pasien Pulang

Asuhan keperawatan yaitu dimulai dari pengkajian, analisa masalah,

diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi keperawatan dan

evaluasi keperawatan. Pada pasien kelolaan yang dirawat di Ruangan RB1 Obgyn

setelah dilihat dari hasil pemeriksaan dan kondisi pasien perawat dan dokter dapat

memutuskan bahwa pasien tersebut sudah boleh pulang dan melakukan berobat

jalan setelah keadaan pasien benar-benar menunjukkan tidak perlu menjalani

hospitalisasi dan dapat dilakukan perawatan dirumah oleh keluarga. Berikut

ringkasan keperawatan pasien pulang sesuai dengan tindakan yang telah

dilakukan oleh mahasiswa.

Ny. P pulang pada tanggal 19 Juni 2012 dengan menunjukkan kondisi

sudah agak membaik tetapi masih terlihat lemah jika dibandingkan dengan

keadaan sewaktu masuk. Ny. P menjalani rawatan selama 10 hari dengan keluhan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adanya perdarahan spontan dan nyeri pada panggul. Selama dirawat klien

menjalani beberapa tindakan dan pemeriksaan, hal ini dilakukan untuk

memastikan diagnosa yang telah ditegakkan. Berhubung hasil pemeriksaan Biopsi

Jaringan yang diantar ke Patologi Anatomi membutuhkan waktu yang agak lama

yaitu seminggu maka perawat dan dokter memutuskan pasien untuk pulang dan

berobat jalan terlebih dahulu. Perawat menjelaskan kepada klien tentang jadwal

kontrol dan dimana harus melakukan kontrol ulang.

Ny. S masuk pada tanggal 09 Juni 2012 dengan keluhan keputihan yang

banyak, berwarna dan berbau. Klien menjalani operasi histerektomi radikal pada

tanggal 11 Juni 2012, kemudian menjalani perawatan intensif di ICU Pasca Bedah

selama 1 hari. Setelah kondisi Ny.S membaik, maka klien dirawat kembali di

Ruangan RB1 Obgyn. Klien dirawat selama kurang lebih 2 minggu, setelah luka

insisi kering, klien di latih melakukan Bladder Training. Melihat kondisi pasien

membaik, perawat dan dokter memutuskan untuk memperbolehkan pasien pulang

untuk berobat jalan.

Ny. B masuk pada tanggal 25 Juni 2012 dengan keluhan perdarahan dan

sulit berkemih. Klien dirawat selama 3 hari di rumah sakit. Selama di rawat di

rumah sakit, klien mendapat perawatan invasif yaitu pemasangan kateter untuk

membantu kesulitan berkemih klien. Setelah dipasang kateter, tampak urine klien

terdapat hematuria. Klien direncanakan untuk pemeriksaan selanjutnya seperti

pemeriksaan usg ginjal dan biobsi jaringan tetapi klien menolak dilakukan

tindakan tersebut, klien dan keluarga mengambil keputusan untuk PAPS (Pulang

atas permintaan sendiri) walaupun perawat dan dokter sudah menjelaskan klien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


seharusnya belum bisa pulang dengan kondisi seperti ini. Klien pulang pada

tanggal 28 juni 2012.

Ny. E masuk pada tanggal 2 Juni 2012 dengan keluhan keputihan yang

banyak, berbau dan berwarna. Selain gejala itu klien juga merasakan nyeri pada

pinggang dan panggul. Selama dirawat klien menjalani beberapa tindakan dan

pemeriksaan, hal ini dilakukan untuk memastikan diagnosa yang telah ditegakkan.

Berhubung hasil pemeriksaan Biopsi Jaringan yang diantar ke Patologi Anatomi

membutuhkan waktu yang agak lama yaitu seminggu maka perawat dan dokter

memutuskan pasien untuk pulang dan berobat jalan terlebih dahulu tetapi klien

mengatakan tidak mau pulang dulu dengan alasan rumah klien jauh dan

keterbatasan ekonomi. Pada tanggal 13 Juni klien dilakukan pemeriksaan foto

thorax, dari hasil foto tersebut tidak ada kelainan pada organ dalam dada. Pada

tanggal 14 Juni didapat hasil Biopsi jaringan dari PA yaitu klien dinyatakan (+)

positif kanker serviks dengan stadium IIIb. Kemudian klien direncanakan untuk

radioterapi terlebih dahulu dan sedang menunggu jadwal dari bagian radioterapi

untuk pemasangan simulator pada awal Juli. Pada tanggal 20 Juni klien dilakukan

USG ginjal dan didapatkan hasilnya terdapat pembesaran ginjal klien, setelah

mendapatkan hasil klien dikonsulkan kepada divisi urologi. Dari hasil konsul

tersebut klien direncanakan untuk pemasangan selang pada ginjal. Setelah

dilakukan asuhan keperawatan keadaan klien membaik, nyeri yg klien rasakan

sudah berkurang.

Ny. I masuk dengan keluhan perdarahan. Dari perdarahan tersebut, klien

mengalami anemia dengan Hb : 8,7 mg/dl. Klien mendapat transfusi 2 kantong

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


darah. Keadaan klien membaik, tetapi klien blum bisa pulang karena klien akan

dilakukan tindakan dan pemeriksaan. Klien direncanakan untuk usg ginjal.

Berdasarkan hasil pengkajian pasien pada tanggal 11 Juni 30 Juni 2012,

ditemukan data mulai dari identitas meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan

dan status perkawinan serta ditemukan gejala awal, keluhan pasien sehingga

timbul masalah keperawatan pada pasien yang dirawat di Ruangan RB1 Obgyn

(Onkologi).

Menurut Prawirohardjo (2002), faktor resiko dan faktor predisposisi

terjadinya kanker serviks salah satunya adalah umur dan jumlah paritas. Kanker

serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Hal ini dapat

meningkatkan insidensi dengan tingginya paritas, Kanker serviks di jumpai pada

wanita yang sering partus. Semakin sering partus maka semakin besar

kemungkinan resiko mendapat kanker serviks.

Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Cairan yang keluar

dari vagina makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

Sekitar 75-80% gejala perdarahan setelah coitus atau senggama akan dialami

wanita atau timbulnya perdarahan menstruasi yang lebih sering dan jumlah

volume darah banyak. Perdarahan yang timbul akan semakin sering terjadi tidak

hanya setelah coitus tetapi diluar coitus juga, ini sering disebut juga dengan

perdarahan spontan. Perdarahan spontan juga dapat terjadi pada wanita yang telah

menopouse. Sebelum memasuki tingkat akhir, gejala-gejala lain akan timbul

akibat metastase dari sel kanker yaitu kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal

Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyebabkan obstruksi total (Prawirohardjo, 2002). Penderita kanker serviks

akan merasakan keluhan yang lain seperti nyeri pada panggul dan nafsu makan

menurun (Yatim, 2005 dalam Karolina, 2010). Berdasarkan hasil pengkajian

dengan pasien kanker serviks, didapatkan bahwa gejala awal yang mereka dapat

adalah keputihan 60%, perdarahan setelah koitus 80%, perdarahan spontan 60%,

rasa nyeri panggul 80%, sulit BAK 40%, dan yang melaporkan selera makan

meurun sebanyak 60% serta didapat diagnosa keperawatan yang paling banyak

muncul adalah Kurang pengetahuan mengenai prognosis penyakit dan

pengobatannya b.d. tidak mengenal sumber informasi sebanyak 100%, 100% juga

masalah keperawatan yang dialami klien adalah Kecemasan b.d. ancaman

kematian, ancaman perubahan status kesehatan, fungsi peran dan pola interaksi

dan sebanyak 80% klien mendapatkan masalah Nyeri b.d. penekanan sel kanker

pada saraf, kematian sel dan Gangguan kebutuhan tidur b.d. perubahan pola tidur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini praktikan akan menyimpulkan hasil yang diperoleh praktikan

selama melakukan kegiatan PBLK di Ruangan Rindu B 1 Obgyn (Onkologi) dan

memberikan saran baik kepada pihak institusi dan lahan praktek.

A. Kesimpulan

1. Pengelolaan manajemen asuhan keperawatan

a. Manajeman asuhan keperawatan yang dilakukan oleh mahasiswa secara

berkelompok pada seluruh klien.

Berdasarkan hasil dari observasi dan wawancara dengan beberapa pasien,

didapatkan data bahwa masalah keperawatan yang muncul bervariasi tidak

semuanya pasien kanker serviks mengalami nyeri dan susah tidur bahkan masalah

yang terbanyak adalah kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya

sehingga dapat menimbulkan cemas, klien juga tidak pernah diberikan

penyuluhan kesehatan atau informasi tentang penyakitnya. Pemberian pendidikan

kesehatan tentang penyakit dan pengobatan yang dilakukan pada pasien tidak

pernah di edukasikan atau diberikan sehingga banyak pasien Kanker Serviks yang

sudah pulang tidak mengetahui apa itu kanker serviks dan efek samping

pengobatan sehingga pasien ulangan yang akan mendapatkan terapi sering merasa

cemas. Untuk mengatasi hal tersebut maka praktikan melaksanakan Pendidikan

Kesehatan tentang Kanker Serviks dan Kemoterapi di 3 (tiga) ruangan yaitu III4,

III5, III6 Rindu B1 Obgyn (Onkologi) dengan media Poster dan Leaflet.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Manajemen asuhan keperawatan yang dilakukan oleh mahasiswa secara

individu pada klien kelolaan.

Implementasi yang praktikan berikan kepada pasien kelolaan adalah sesuai

dengan kebutuhan pasien. Berdasarkan hasil pengkajian dengan pasien kanker

serviks, didapatkan bahwa gejala awal yang mereka dapat adalah keputihan 60%,

perdarahan setelah koitus 80%, perdarahan spontan 60%, rasa nyeri panggul 80%,

sulit BAK 40%, dan yang melaporkan selera makan menurun sebanyak 60% serta

didapat diagnosa keperawatan yang paling banyak muncul adalah Kurang

pengetahuan mengenai prognosis penyakit dan pengobatannya b.d. tidak

mengenal sumber informasi sebanyak 100%, 100% juga masalah keperawatan

yang dialami klien adalah Kecemasan b.d. ancaman kematian, ancaman

perubahan status kesehatan, fungsi peran dan pola interaksi dan sebanyak 80%

klien mendapatkan masalah Nyeri b.d. penekanan sel kanker pada saraf, kematian

sel dan Gangguan kebutuhan tidur b.d. perubahan pola tidur. Selain itu, klien juga

melakukan penilaian terhadap kualitas hidup pasien kanker serviks yang dirawat

di rumah sakit dengan membandingkan kondisi pasien saat masuk dan kondisi

pasien yang telah dilakukan asuhan keperawatan. Klien dilakukan asuhan

keperawatan dengan harapan kualitas hidup klien meningkat.

Berdasarkan hasil kuesioner kualitas hidup yang dibagikan kepada pasien

kanker serviks di RB1 Obgyn (Onkologi) ketika masuk, didapatkan data bahwa

pasien kanker serviks dengan kualitas hidup buruk sebanyak 20% dan pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kanker dengan kualitas hidup cukup baik sebanyak 80%. Untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien kanker serviks di Ruangan RB1 Obgyn (Onkologi)

diperlukan asuhan keperawatan dalam merawat pasien tersebut dengan

memberikan intervensi dan implementasi keperawatan. Implementasi diberikan

sampai masalah keperawatan teratasi. Kemudian dibagikan lagi kuesioner kualitas

hidup setelah pasien kanker serviks mendapat asuhan keperawatan didapatkan

data bahwa sebanyak 60% cukup baik kualitas hidup pasien kanker serviks di

Ruangan RB 1 Obgyn (Onkologi), 20% melaporkan kualitas hidupnya baik dan

sebanyak 20% kualias hidupnya buruk.

2. Pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan yang telah dilakukan

mahasiswa secara individu maupun kelompok bersama-sama dengan perawat

ruangan/petugas kesehatan di lahan praktek.

Implementasi yang telah dilakukan kelompok bersama perawat di

Ruangan Rb1 Obgyn adalah klien melakukan role play dengan kegiatan pagi

mengikuti operan pasien bed to bed di ruang RB1 Obgyn (Onkologi), melakukan

Ganti Perban pada pasien yang pasca operasi. Praktikan juga mendapat

kesempatan untuk mendampingi dokter yang visite. Praktikan diberi tanggung

jawab untuk mengelola ruangan onkologi. Praktikan harus memperhatikan pasien

mana saja yang akan dilakukan di lakukan tindakan atau pemeriksaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

You might also like