Professional Documents
Culture Documents
Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks,
sehingga pengertian keberlajutanpun sangat multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Heal,
(Fauzi, 2004). Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi : Pertama adalah
dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang
akan datang . Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam
dan lingkungan.
Pezzey (1992) melihat aspek keberlajutan dari sisi yang berbeda. Dia melihat bahwa keberlanjutan
memiliki pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai
pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara
keberlanjutan dari sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak
terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah.
Karena adanya multidimensi dan multi-interpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk sementara
mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini
tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Ada dua hal yang secara implisit menjadi perhatian dalam konsep brunland tersebut.
Pertama, menyangkut pentingnya memperhatikan kendala sumber daya alam dan lingkungan
terhadap pola pembangunan dan konsumsi. Kedua, menyangkut perhatian pada kesejahteraan
(well-being)generasi mendatang. Hall (1998) menyatakan bahwa asumsi keberlajutan paling tidak
terletak pada tiga aksioma dasar;(1) Perlakuan masa kini dan masa mendatang yang menempatkan
nilai positif dalam jangka panjang; (2) Menyadari bahwa aset lingkungan memberikan kontribusi
terhadap economic wellbeing; (3) Mengetahui kendala akibat implikasi yang timbul pada aset
lingkungan.
Konsep ini dirasakan masih sangat normatif sehingga aspek operasional dari konsep keberlanjutan
ini pun banyak mengalami kendala. Perman et al.,(1997) mencoba mengelaborasikan lebih lanjut
konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternatif pengertian: (1). Suatu kondisi
dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang
sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (non-declining consumption),(2)
keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk
memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang, (3) keberlanjutan adalah kondisi dimana
sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (nondeclining), (4)
keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi
jasa sumber daya alam, dan (5) keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan
(resilience) ekosistem terpenuhi.
Berdasarkan hal tersebut, maka pembangunan berkelanjutan memiliki beberapa ciri berikut ini:
1. Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan fungsi dan
kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Memanfaatkan sumber daya alam dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan,
sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga.
3. Memberikan kesempatan pada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang bersama di
seluruh daerah dalam kurun waktu yang sama maupun kurun waktu yang berbeda.
4. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan serta fungsi ekosistem untuk memasok sumber
daya alam. Selain itu, ada upaya untuk melindungi dan mendukung perikehidupan secara
terus menerus.
5. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi dan
kemampuan ekosistem untuk mendukung perikehidupan, baik masa kini maupun masa
datang.
Ciri-ciri tersebut mencerminkan beberapa tindakan atau upaya yang menjadi karakter dalam
pembangunan berkelanjutan. Upaya-upaya yang dilakukan dalam pembangunan berkelanjutan
dirumuskan dibawah ini.
1. Menyatukan persepsi tentang pelestarian
2. Menstabilka populasi bumi, baik di darat maupun di laut.
3. Melanjutkan mengamankan penggunaan sumber daya.
4. Menggunakan sumber daya secara efisien dan tidak membahayakan biosfer.
5. Mengembangkan dan menerapkan teknologi maju untuk mendukung pengelolaan dan
pengembangan lingkungan.
6. Mendukung program ekonomi baru yang memiliki strategi yang berkelanjutan dalam
pengelolaan sumber daya dan pengembangan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan tidak hanya berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, tetapi lebih luas
lagi mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan
perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen World Summit 2005
menyebut ketiga hal dimensi tersebut terkait dan menjadi pilar pendorong bagi pembangunan
berkelanjutan terletak pada titik temu tiga pilar tersebut.
Deklarasi Universal Keberagaman Budaya yang dilaksanakan UNESCO tahun 2001 lebih jauh
menggali konsep pembangunan berkelanjutan konsep dari UNESCO menyebutkan bahwa
keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati dan non
hayati. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan tidak hanya di pahami sebagai
pembangunan ekonomi. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan harus dipahami sebagai
alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual. Dalam pandangan ini,
keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan
berkelanjutan.
Untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan bagi negara berkembang tentu bukan perkara
yang mudah. Namun apa yang terjadi adalah dengan kemampuan yang tidak setara dengan negara
maju, negara berkembang pun dituntut untuk melakukan apa yang dilakukan negara maju atas
nama pembangunan berkelanjutan. Model pembangunan berkelanjutan yang selama ini diekspansi
merupakan model-model Barat dimana untuk menerapkannya negara berkembang harus
mengeluarkan dana yang besar. Bahkan sebuah kritik juga mengatakan bahwa aturan yang
ditetapkan institusi internasional hanya merupakan bentuk imperialisme dan kolonialisme dari
negara Barat (Baker, 2006:159), dengan konstruksi bahwa negara berkembang membutuhkan
negara maju dalam penerapannya.
Salah satu cara agar pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang pro negara
berkembang, dibutuhkan sebuah konseptualisasi ulang mengenai pembangunan berkelanjutan
yang juga sesuai dengan kebutuhan dan tujuan negara berkembang. Dalam konsep baru
pembangunan berkelanjutan perlu dijabarkan mengenai hubungan kekuatan struktural yang
menjadi penyebab utama krisis lingkungan serta batasan-batasan struktural dalam pembangunan
berkelanjutan (Baker, 2006:160). Selain itu perlu juga dibahas mengenai alternatif pembangunan
yang mengubah sistem ekonomi politik dengan meninggalkan logika kapital dan pasar seperti yang
selama ini dijalankan. Argumen mengenai perlunya transformasi struktur politik dan ekonomi ini
sebenarnya juga sudah terdapat dalam formulasi Brundtland. Laporan Brundtland menyebutkan
bahwa persamaan global dalam hal level konsumsi tidak akan terwujud (Baker, 2006:161), karena
itu tanggung jawab pun tidak bisa disamaratakan. Negara berkembang dan maju memiliki tugas
tersendiri, menghapus tantangan pembangunan berkelanjutan di negara berkembang dan
mengurangi level konsumsi di negara maju.
Dengan konseptualisasi ulang ini, diharapkan akan terbentuk sebuah perbedaan tanggung
jawab antara negara negara berkembang dan maju. Contohnya saja mengenai polulasi yang
merupakan hal yang krusial. Negara maju hanya mendesak negara berkembang mengurangi
mengontrol kelahiran, namun ini bukan hal mudah karena berhubungan dengan budaya dan agama.
Selain itu faktanya adalah meskipun populasi di negara berkembang lebih tinggi, tetapi efek
populasi pada lingkungan di negara maju lah yang lebih tinggi (Baker, 2006:162). Kemudian
dengan kesadaran bahwa negara berkembang lebih memiliki banyak kekurangan, diharapkan juga
negara maju mau memberikan bantuan serta memenuhi apa yang menjadi permintaan negara
berkembang secara objektif. Perbedaan juga perlu diberikan pada negara-negara berkembang,
karena negara berkembang pun tidak memiliki keadaan ekonomi, politik, dan pembangunan yang
sama.
Untuk meningkatkan penerapan pembangunan berkelanjutan di negara berkembang, Susan
Baker memberikan lima kunci yang menghubungkan lingkungan dan pembangunan.
Pembangunan kebijakan dan prosesnya haruslah mengedepankan lima kunci ini. Kunci pertama
adalah menetapkan agenda yang relevan (Baker, 2006:165). Negara berkembang memiliki
prioritas yang berbeda bergantung pada kemampuan mereka dan prioritas inipun berbeda dengan
negara maju. Di negara berkembang, permasalahan yang diutamakan lebih kepada masalah dasar
seperti kemiskinan, kesehatan, pendidikan, air bersih, penebangan hutan, dan sebagainya. Kunci
yang kedua adalah menghubungkan gender dan lingkungan (Baker, 2006:166). Keterlibatan
perempuan dalam proses pengambilan kebijakan ini dapat dilakukan dalam hubungan pemerintah
secara internasional ataupun domestik. Selama ini wanita kurang dilibatkan dalam pembangunan
berkelanjutan, padahal wanita mendapat kesulitan yang lebih dari kerusakan lingkungan. Selain
itu peran wanita sebernarnya dapat berguna karena hal ini akan mendorong persamaan dan
partisipasi yang merupakan konsep utama pembangunan berkelanjutan.
Kunci yang ketiga adalah memperhatikan hubungan perdagangan, lingkungan, dan WTO
(Baker, 2006:172). WTO disebutkan karena peran pentingnya dalam menetukan aturan
perdagangan internasional dan sanksi yang dikenakan atas pelanggarannya. Banyak kritik yang
menyebutkan bahwa regulasi perdagangan WTO justru menghalangi negara untuk menerapkan
pembangunan berkelanjutan. Hal ini didikung dengan kurangnya transparansi dan partisipasi
aktivis lingkungan dalam pertemuannya. Kebanyakan masalah yang muncul adalah aturan negara
untuk menunjang pembangunan berkelanjutan dianggap sebagai langkah proteksi (Baker,
2006:173), terutama aturan yang mengarah pada restriksi impor untuk barang tanpa standar
lingkungan tertentu. Untuk mengakomodasi kepentingan perdagangan dan pembangunan
berkelanjutan, diadakanlah pertemuan di Doha dimana nilai perdagangan bebas akan disesuaikan
dengan pembangunan berkelanjutan. Selain itu diutarakan pula prinsip perbedaan tanggung jawab
dan kemampuan antar negara. Meskipun begitu hal ini tidak lepas dari kritik mengenai
peningkatan ketergantungan sampai model Barat yang selalu dipaksakan.
Kunci keempat adalah hubungan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan pembangunan
berkelanjutan (Baker, 2006:176). Hal ini berkaitan dengan peran baru ilmuan dalam identifikasi
dan merumusakan solusi bagi masalah lingkungan. Ilmu pengetahuan yang digunakan ini tidak
memihak pada negara berkembang karena kurangnya kemampuan, salah satu contohnya adalah
penggunaan hak kekayaan intelektual. Selain itu ilmu pengetahuan pun sifatnya tidak mutlak dan
memungkinkan adanya revisi sehingga membuka kemungkinan bagi kesalahan yang
menyebabkan kerusakan lingkungan yang lebih buruk. Dan kunci terakhir adalah rekonstruksi
institusi keuangan pemerintah global (Baker, 2006:178), seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO
sebagai agen yang penting dalam penerapan pembangunan berkelanjutan di negara berkembang.
Untuk itu dibentuk Global Environment Facility yang menyediakan mekanisme pendaan bagi
kebijakan pembangunan berkelanjutan. Masalah yang muncul adalah kurangnya transparansi dan
ketidakpuasan negara berkembang akan pengaturan keuangan yang ada. Selain itu masalah juga
muncul dari syarat Bank Dunia untuk pinjaman yang tidak berujung sehingga menyebabkan
eksploitasi yang tidak terkendali. Meskipun Bank Dunia menyatakan telah berkomitmen pada
proyek ramah lingkungan, namun model yang diterapkan dikritik masih berdasarkan konsepsi
Barat mengenai pembangunan yang hanya fokus pada ekonomi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari bahasan kali ini adalah bahwa penerapan pembangunan
berkelanjutan di negara berkembang bukanlah tugas yang mudah karena adanya perbedaan
kemampuan dengan negara maju. Untuk itu negara berkembang juga perlu dimintai sumbangan
pandangan mengenai pembangunan berkelanjutan agar tidak berujung pada kegiatan yang malah
merugikannya. Perlu rekonstruksi ulang mengenai pengertian pembangunan berkelanjutan serta
peran dan tanggung jawab negara yang tentu berbeda-beda. Lima kunci yang ditawarkan Baker
untuk implementasi pembangunan berkelanjutan di negara berkembang perlu diperhatikan agar
juga memihak negara berkembang. Menurut penulis, yang paling penting adalah pada kunci yang
pertama yaitu menentuka agenda yang relevan bagi kebutuhan negara berkembang karena inilah
yang akan menjadi kunci bagi kegiatan lain. Selain itu yang juga penting tentunya pengetahuan
mengenai masalah struktur ekonomi politik internasional yang selama ini didominasi institusi serta
negara maju di belakangnya.
1. Sektor Ekonomi
2. Sektor Sosial, dan
3. Sektor Lingkungan
Sejatinya ketiga sektor tersebut saling terkait satu sama lain, pasalnya semakin sukses
pembangunan sektor ekonomi maka sektor lain juga akan mengalami progres yang serupa.
Pembangunan harusnya berazaskan keseimbangan, sebab tidak menutup kemungkinan
peningkatan sektor ekonomi justru merusak sektor lingkungan. Kerusakan salah satu sektor tiang
pembangunan berkelanjutan tentunya akan menjadi faktor pemicu kegagalan pembangunan
tersebut. Sehingga memanfaatkan lingkungan secara bijak dan sekaligus menjaga merupakan hal
yang harus diprioritaskan.
Simbiosis parasitisme yang terjadi tentunya harus diminamilisir, sebab kekayaan sumber daya
alam memang bersifat terbatas. Padahal tanpa SDA yang memenuhi maka kesejahteraan sektor
ekonomi tentunya sulit untuk ditingkatkan. Namun tanpa mengeksploitasi SDA secara berlebihan
pada hakikatnya kesejahteraan ekonomi masih bisa dicapai, sehingga pemerintah menggalakkan
solusi pemberdayaan limbah menjadi produk siap pakai. Hal ini tentunya akan mengatasi masalah
kerusakan lingkungan sekitar akibat kegiatan ekonomi yang dilakukan.
Pembangunan berkelanjutan sejatinya juga harus didukung daya kreatifitas masyarakat,
sebab penduduk (masyarakat) merupakan sentra dari pembangunan berkelanjutan. Masyarakat
tidak hanya sebagai subyek (pelaku) tetapi juga sebagai obyek (tujuan), kegiatan pembangunan
sendiri diharapkan mampu mengangkat kesejahteraan rakyat. Namun upaya mensejahterakan
rakyat juga harus diimbangi kerja keras masyarakat itu sendiri, kan tidak ada orang kaya materi
yang kerjanya hanya menunggu matahari terbit dan terbenam tanpa melakukan aktifitas apapun?
Sehingga kegiatan pembangunan berkelanjutan adalah tanggung jawab bersama, dan saling
melengkapi. Sehingga rakyat sejahtera, pemerintah pun turut sejahtera.
SUMBER :
http://www.sridianti.com/ciri-ciri-pembangunan-berkelanjutan.html
http://eka-d-a-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-79696-Pembangunan%20Dunia%20Berkelanjutan-
Pembangunan%20Berkelanjutan%20di%20Negara%20Maju.html
http://anita-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-48223-Tugas%20PDB-
Pembangunan%20Berkelanjutan%20di%20Negara%20Berkembang.html
http://www.duniapelajar.com/2014/05/23/contoh-pembangunan-berkelanjutan/