You are on page 1of 10

Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks,
sehingga pengertian keberlajutanpun sangat multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Heal,
(Fauzi, 2004). Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi : Pertama adalah
dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang
akan datang . Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam
dan lingkungan.

Pezzey (1992) melihat aspek keberlajutan dari sisi yang berbeda. Dia melihat bahwa keberlanjutan
memiliki pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai
pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara
keberlanjutan dari sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak
terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah.

Karena adanya multidimensi dan multi-interpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk sementara
mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini
tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Ada dua hal yang secara implisit menjadi perhatian dalam konsep brunland tersebut.

Pertama, menyangkut pentingnya memperhatikan kendala sumber daya alam dan lingkungan
terhadap pola pembangunan dan konsumsi. Kedua, menyangkut perhatian pada kesejahteraan
(well-being)generasi mendatang. Hall (1998) menyatakan bahwa asumsi keberlajutan paling tidak
terletak pada tiga aksioma dasar;(1) Perlakuan masa kini dan masa mendatang yang menempatkan
nilai positif dalam jangka panjang; (2) Menyadari bahwa aset lingkungan memberikan kontribusi
terhadap economic wellbeing; (3) Mengetahui kendala akibat implikasi yang timbul pada aset
lingkungan.

Konsep ini dirasakan masih sangat normatif sehingga aspek operasional dari konsep keberlanjutan
ini pun banyak mengalami kendala. Perman et al.,(1997) mencoba mengelaborasikan lebih lanjut
konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternatif pengertian: (1). Suatu kondisi
dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang
sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (non-declining consumption),(2)
keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk
memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang, (3) keberlanjutan adalah kondisi dimana
sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (nondeclining), (4)
keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi
jasa sumber daya alam, dan (5) keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan
(resilience) ekosistem terpenuhi.

Ciri-Ciri Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan mencerminkan suatu upaya memperbaiki kehidupan yang


memperhatikan kelesatarian lingkungan hidup. Dengan pelaksanaan pembangunan bekelanjutan
diharapkan pembangunan tidak semata-mata hanya menggeruk sumber daya alam tanpa diimbangi
pelesatarian lingkungan hidup.

Berdasarkan hal tersebut, maka pembangunan berkelanjutan memiliki beberapa ciri berikut ini:

1. Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan fungsi dan
kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Memanfaatkan sumber daya alam dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan,
sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga.
3. Memberikan kesempatan pada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang bersama di
seluruh daerah dalam kurun waktu yang sama maupun kurun waktu yang berbeda.
4. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan serta fungsi ekosistem untuk memasok sumber
daya alam. Selain itu, ada upaya untuk melindungi dan mendukung perikehidupan secara
terus menerus.
5. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi dan
kemampuan ekosistem untuk mendukung perikehidupan, baik masa kini maupun masa
datang.

Ciri-ciri tersebut mencerminkan beberapa tindakan atau upaya yang menjadi karakter dalam
pembangunan berkelanjutan. Upaya-upaya yang dilakukan dalam pembangunan berkelanjutan
dirumuskan dibawah ini.
1. Menyatukan persepsi tentang pelestarian
2. Menstabilka populasi bumi, baik di darat maupun di laut.
3. Melanjutkan mengamankan penggunaan sumber daya.
4. Menggunakan sumber daya secara efisien dan tidak membahayakan biosfer.
5. Mengembangkan dan menerapkan teknologi maju untuk mendukung pengelolaan dan
pengembangan lingkungan.
6. Mendukung program ekonomi baru yang memiliki strategi yang berkelanjutan dalam
pengelolaan sumber daya dan pengembangan lingkungan.

Pembangunan berkelanjutan tidak hanya berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, tetapi lebih luas
lagi mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan
perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen World Summit 2005
menyebut ketiga hal dimensi tersebut terkait dan menjadi pilar pendorong bagi pembangunan
berkelanjutan terletak pada titik temu tiga pilar tersebut.

Deklarasi Universal Keberagaman Budaya yang dilaksanakan UNESCO tahun 2001 lebih jauh
menggali konsep pembangunan berkelanjutan konsep dari UNESCO menyebutkan bahwa
keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati dan non
hayati. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan tidak hanya di pahami sebagai
pembangunan ekonomi. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan harus dipahami sebagai
alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual. Dalam pandangan ini,
keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan
berkelanjutan.

Pembangunan Berkelanjutan di Negara Berkembang

Untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan bagi negara berkembang tentu bukan perkara
yang mudah. Namun apa yang terjadi adalah dengan kemampuan yang tidak setara dengan negara
maju, negara berkembang pun dituntut untuk melakukan apa yang dilakukan negara maju atas
nama pembangunan berkelanjutan. Model pembangunan berkelanjutan yang selama ini diekspansi
merupakan model-model Barat dimana untuk menerapkannya negara berkembang harus
mengeluarkan dana yang besar. Bahkan sebuah kritik juga mengatakan bahwa aturan yang
ditetapkan institusi internasional hanya merupakan bentuk imperialisme dan kolonialisme dari
negara Barat (Baker, 2006:159), dengan konstruksi bahwa negara berkembang membutuhkan
negara maju dalam penerapannya.
Salah satu cara agar pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang pro negara
berkembang, dibutuhkan sebuah konseptualisasi ulang mengenai pembangunan berkelanjutan
yang juga sesuai dengan kebutuhan dan tujuan negara berkembang. Dalam konsep baru
pembangunan berkelanjutan perlu dijabarkan mengenai hubungan kekuatan struktural yang
menjadi penyebab utama krisis lingkungan serta batasan-batasan struktural dalam pembangunan
berkelanjutan (Baker, 2006:160). Selain itu perlu juga dibahas mengenai alternatif pembangunan
yang mengubah sistem ekonomi politik dengan meninggalkan logika kapital dan pasar seperti yang
selama ini dijalankan. Argumen mengenai perlunya transformasi struktur politik dan ekonomi ini
sebenarnya juga sudah terdapat dalam formulasi Brundtland. Laporan Brundtland menyebutkan
bahwa persamaan global dalam hal level konsumsi tidak akan terwujud (Baker, 2006:161), karena
itu tanggung jawab pun tidak bisa disamaratakan. Negara berkembang dan maju memiliki tugas
tersendiri, menghapus tantangan pembangunan berkelanjutan di negara berkembang dan
mengurangi level konsumsi di negara maju.
Dengan konseptualisasi ulang ini, diharapkan akan terbentuk sebuah perbedaan tanggung
jawab antara negara negara berkembang dan maju. Contohnya saja mengenai polulasi yang
merupakan hal yang krusial. Negara maju hanya mendesak negara berkembang mengurangi
mengontrol kelahiran, namun ini bukan hal mudah karena berhubungan dengan budaya dan agama.
Selain itu faktanya adalah meskipun populasi di negara berkembang lebih tinggi, tetapi efek
populasi pada lingkungan di negara maju lah yang lebih tinggi (Baker, 2006:162). Kemudian
dengan kesadaran bahwa negara berkembang lebih memiliki banyak kekurangan, diharapkan juga
negara maju mau memberikan bantuan serta memenuhi apa yang menjadi permintaan negara
berkembang secara objektif. Perbedaan juga perlu diberikan pada negara-negara berkembang,
karena negara berkembang pun tidak memiliki keadaan ekonomi, politik, dan pembangunan yang
sama.
Untuk meningkatkan penerapan pembangunan berkelanjutan di negara berkembang, Susan
Baker memberikan lima kunci yang menghubungkan lingkungan dan pembangunan.
Pembangunan kebijakan dan prosesnya haruslah mengedepankan lima kunci ini. Kunci pertama
adalah menetapkan agenda yang relevan (Baker, 2006:165). Negara berkembang memiliki
prioritas yang berbeda bergantung pada kemampuan mereka dan prioritas inipun berbeda dengan
negara maju. Di negara berkembang, permasalahan yang diutamakan lebih kepada masalah dasar
seperti kemiskinan, kesehatan, pendidikan, air bersih, penebangan hutan, dan sebagainya. Kunci
yang kedua adalah menghubungkan gender dan lingkungan (Baker, 2006:166). Keterlibatan
perempuan dalam proses pengambilan kebijakan ini dapat dilakukan dalam hubungan pemerintah
secara internasional ataupun domestik. Selama ini wanita kurang dilibatkan dalam pembangunan
berkelanjutan, padahal wanita mendapat kesulitan yang lebih dari kerusakan lingkungan. Selain
itu peran wanita sebernarnya dapat berguna karena hal ini akan mendorong persamaan dan
partisipasi yang merupakan konsep utama pembangunan berkelanjutan.
Kunci yang ketiga adalah memperhatikan hubungan perdagangan, lingkungan, dan WTO
(Baker, 2006:172). WTO disebutkan karena peran pentingnya dalam menetukan aturan
perdagangan internasional dan sanksi yang dikenakan atas pelanggarannya. Banyak kritik yang
menyebutkan bahwa regulasi perdagangan WTO justru menghalangi negara untuk menerapkan
pembangunan berkelanjutan. Hal ini didikung dengan kurangnya transparansi dan partisipasi
aktivis lingkungan dalam pertemuannya. Kebanyakan masalah yang muncul adalah aturan negara
untuk menunjang pembangunan berkelanjutan dianggap sebagai langkah proteksi (Baker,
2006:173), terutama aturan yang mengarah pada restriksi impor untuk barang tanpa standar
lingkungan tertentu. Untuk mengakomodasi kepentingan perdagangan dan pembangunan
berkelanjutan, diadakanlah pertemuan di Doha dimana nilai perdagangan bebas akan disesuaikan
dengan pembangunan berkelanjutan. Selain itu diutarakan pula prinsip perbedaan tanggung jawab
dan kemampuan antar negara. Meskipun begitu hal ini tidak lepas dari kritik mengenai
peningkatan ketergantungan sampai model Barat yang selalu dipaksakan.
Kunci keempat adalah hubungan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan pembangunan
berkelanjutan (Baker, 2006:176). Hal ini berkaitan dengan peran baru ilmuan dalam identifikasi
dan merumusakan solusi bagi masalah lingkungan. Ilmu pengetahuan yang digunakan ini tidak
memihak pada negara berkembang karena kurangnya kemampuan, salah satu contohnya adalah
penggunaan hak kekayaan intelektual. Selain itu ilmu pengetahuan pun sifatnya tidak mutlak dan
memungkinkan adanya revisi sehingga membuka kemungkinan bagi kesalahan yang
menyebabkan kerusakan lingkungan yang lebih buruk. Dan kunci terakhir adalah rekonstruksi
institusi keuangan pemerintah global (Baker, 2006:178), seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO
sebagai agen yang penting dalam penerapan pembangunan berkelanjutan di negara berkembang.
Untuk itu dibentuk Global Environment Facility yang menyediakan mekanisme pendaan bagi
kebijakan pembangunan berkelanjutan. Masalah yang muncul adalah kurangnya transparansi dan
ketidakpuasan negara berkembang akan pengaturan keuangan yang ada. Selain itu masalah juga
muncul dari syarat Bank Dunia untuk pinjaman yang tidak berujung sehingga menyebabkan
eksploitasi yang tidak terkendali. Meskipun Bank Dunia menyatakan telah berkomitmen pada
proyek ramah lingkungan, namun model yang diterapkan dikritik masih berdasarkan konsepsi
Barat mengenai pembangunan yang hanya fokus pada ekonomi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari bahasan kali ini adalah bahwa penerapan pembangunan
berkelanjutan di negara berkembang bukanlah tugas yang mudah karena adanya perbedaan
kemampuan dengan negara maju. Untuk itu negara berkembang juga perlu dimintai sumbangan
pandangan mengenai pembangunan berkelanjutan agar tidak berujung pada kegiatan yang malah
merugikannya. Perlu rekonstruksi ulang mengenai pengertian pembangunan berkelanjutan serta
peran dan tanggung jawab negara yang tentu berbeda-beda. Lima kunci yang ditawarkan Baker
untuk implementasi pembangunan berkelanjutan di negara berkembang perlu diperhatikan agar
juga memihak negara berkembang. Menurut penulis, yang paling penting adalah pada kunci yang
pertama yaitu menentuka agenda yang relevan bagi kebutuhan negara berkembang karena inilah
yang akan menjadi kunci bagi kegiatan lain. Selain itu yang juga penting tentunya pengetahuan
mengenai masalah struktur ekonomi politik internasional yang selama ini didominasi institusi serta
negara maju di belakangnya.

Pembangunan Berkelanjutan di Negara Maju


Penulis menguraikan tentang promosi pembangunan berkelanjutan di dunia berkembang yang
menjadi polemik bagi mereka. Hal itu terjadi karena adanya kontruksi pemikiran yang dilatar
belakangi oleh faktor politikal-historis, sehingga mereka lebih mementingkan untuk mengejar
pertumbuhan perekonomian untuk terus survive dengan menafikkan isu-isu ekologis. Dalam
diskursus Utara dan Selatan, menurut perspektif Selatan rencana Konvensi Iklim dari Utara
ditujukan untuk menentukan arah dan mengontrol proyek, strategi, pembangunan bahkan laju
pertumbuhan Selatan (Hyder dalam Minzter, 1992:327). Hal ini menjadikan tantangan tersendiri
bagi institusi internasional dalam mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Dalam paper kali
ini, penulis akan membahas bagaimana promosi pembangunan berkelanjutan di negara maju.
Dalam pembahasannya penulis menggunakan negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa
sebagai contoh pemerintahan negara dan asosiasi pemerintahan dengan komitmen konstitusi yang
kuat atas pembangunan berkelanjutan (Baker, 2006:136).
Perjanjian Amsterdam 1997 menjadi momen penting adanya penyeimbangan dan kelanjutan
pembangunan dari aktifitas ekonomi di negara Uni Eropa. Terdapat adopsi integrasi kebijakan
lingkungan sebagai kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Prinsip pembangunan
berkelanjutan sendiri memiliki status guiding principle terhadap proses integrasi di Eropa (Baker,
2006:136). Bahkan berdasarkan pendapat Baker dan McCormick (2004 dalam Baker, 2006:136)
pembangunan berkelanjutan saat ini di Uni Eropa telah menjadi norma dalam perpolitikan Uni
Eropa baik secara domestik maupun internasional. Kebijakan lingkungan Uni Eropa dikerangkai
oleh Program Aksi Lingkungan (EAPs) yang menghasilkan enam kali keputusan tiap pertemuan.
EAP pertama tahun 1973-1976 belum begitu signifikan hingga setahun berikutnya hingga tahun
1981 ada EAP kedua yang fokus pada pembatasan penggunaan sumber daya. Sejak EAP ketiga
tahun 1982-1986 mulai muncul keyakinan bahwa proteksi ekonomi justru mendorong iklim
kompetisi ekonomi Uni Eropa dimana pertumbuhan ekonomi harus berdasarkan proteksi
lingkunga. Sudah tidak lagi fokus pada pembatasan pertumbuhan melainkan pada perubahan
pertumbuhan (CEC 2001 dalam Baker, 2006:137).
Pada EAP keempat tahun 1987-1992 merupakan titik dimana mulai menguatnya pengaruh
promosi pembangunan berkelanjutan dalam perpolitikan Uni Eropa yakni dengan
mempromosikan modernisasi ekologi. Menurut definisi Murphy (2000 dalam Baker, 2006:137)
modernisasi ekologis adalah penemuan, inovasi, dan penyebaran teknologi dan teknik baru dalam
proses operasi industri. Teori ini pertama kali ditemukan oleh Joseph Huber. Hingga saat ini Baker
(2006:138) berpendapat bahwa kebanyakan literatur mengenai studi modernisasi ekologis adalah
memfokuskan pada apa yang seharusnya dilakukan oleh negara dan industri dalam mengejar
proteksi lingkungan yang akan meningkatkan kompetisi ekonomi dilevel mikro maupun makro.
Strategi dalam modernisasi ekologis adalah untuk mencapai eco-efficiency. Terdapat sebuah
organisasi yaitu WBCSD yang didirikan pada tahun 1992. Organisasi ini memiliki tujuan dalam
mempromosikan prinsip dan praktek modernisasi ekologis dengan cara membantu proses difusi
teknologi ramah lingkungan dikalangan komunitas bisnis sebagai sarana mempercepat pencapaian
pembangunan berkelanjutan untuk mempromosikan eco-efficiency, inovasi dan tanggungjawab
sosial (CSR).
Selanjutnya, pada EAP kelima tahun 1993-2000 menjadi komitmen eksplisit kebijakan
pembangunan berkelanjutan di Uni Eropa. Ada lima tujuan sebagai kunci promosi pembangunan
berkelanjutan, akan tetapi tidak selalu bisa diimplementasikan secara benar karena ada beberapa
tantangan berikut. Pertama, dengan adanya penyatuan pasar, meningkatnya perdagangan, dan
penekanan lingkungan dari sektor transport menyebabkan muncul ketegangan antara integrasi
ekonomi Eropa dengan agenda lingkungan di Uni Eropa. Kedua sejak pengenalan EAP kelima
tren konsumsi dan produksi di Uni Eropa tidak pernah terjadi perubahan (EEA 1995 dalam Baker,
2006: 143). Bahkan dalam skala global dimana Uni Eropa bertanggungjawab untuk 15-20 persen
atas tingkat konsumsi sumber daya dunia tidak pernah berubah untuk tiga puluh tahun terakhir
sejak masuknya manajemen lingkungan dalam Uni Eropa (Baker, 2006:143).
Hingga pada EAP keenam tahun 2001-2010, Uni Eropa membentuk fokus empat area yang
diprioritaskan dengan melibatkan seluruh stakeholder dalam implementasi kebijakannya dan
pembentukan rencana Undang-Undang baru selalu di pertimbangkan dengan aspek potensi
ekonomi, lingkungan, biaya dan keuntungan sosial. Uni Eropa mendapatkan dukungan finansial
untuk lingkungan dan konservasi alam berasal dari LIFE di bawah asosiasi Komisi Uni Eropa.
berdasarkan artikel Baker (2006:146) penulis memperoleh bahwa kelompok negara maju di Uni
Eropa memiliki pemahaman dan realisasi pembangunan berkelanjutan yang paling baik diantara
negara maju lainnya seperti halnya negara Jepang.
Di Uni Eropa promosi pembangunan berkelanjutan sangat kuat terhubung dengan stimulasi
pertumbuhan ekonomi dengan mendasarkan pada pendekatan modernisasi ekologis melalui eco-
efficiency dan green consumerism. Tidak hanya itu pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
merupakan tugas cross-sectoral policy dan tanggungjawab semua stakeholder. Meliputi dimensi
sosial yang terhubung dengan isu keamanan makanan dan kesehatan. Uni Eropa mau
mempromosikan pembangunan berkelanjutan karena didorong oleh rasa tanggungjawab,
keharusan, dan kesadaran moral karena hal ini terkait dengan resolusi masalah lingkungan global.
kalimat tersebut sesuai dengan pernyataan berikut:
As European and as part of some of the wealthies societies in the worls, we are very conscious
of our role and responsibilities. [A]long with other developed countries, we are major contributor
to global environtmental problem such as green houses gas emissions and we consume a major,
... (CEC 2001 dalam Baker, 2006:141).
Namun bagaimanapun juga realisasi pembangunan berkelanjutan dinegara maju masih
menyisakan suatu dilema. Terkait dengan modernisasi ekologi yang lebih fokus pada aspek
lingkungan dan ekonomi, menyebabkan aspek sosial diabaikan. Padahal di negara maju apabila
harus meminimalisasi resiko permasalahan lingkungan akan turut disertai dengan minimalisasi
tingkat perubahan sosial dan budaya mereka yang merupakan salah satu aspek penting untuk
mempromosikan pembangunan berkelanjutan didalam masyarakat konsumeris tinggi dan
bertentangan dengan ideologi kapitalisme. Sebagaimana yang penulis ketahui bahwa apabila
perubahan sosial itu terjadi berarti meliputi perubahan seperangkat aktor, prinsip dan nilai dasar
dari suatu masyarakat yang tentunya akan mempengaruhi pola promosi pembangunan
berkelanjutan. Dengan adanya green consumerism untuk memdorong tanggung jawab secara
ekologis terhadap konsumen, produsen, produk, makanan organik, bahkan proses daur ulang pun
masih belum cukup mampu memberantas permasalahan lingkungan akibat pola hidup yang
konsumtif.
Contoh Pembangunan Berkelanjutan
Berdasarkan laporan dari KTT 2005, Pembangunan Berkelanjutan memiliki tiga tiang utama,
atau lebih dikenal tiga sektor pembangunan. Ketiga tiang utama tersebut adalah:

1. Sektor Ekonomi
2. Sektor Sosial, dan
3. Sektor Lingkungan

Sejatinya ketiga sektor tersebut saling terkait satu sama lain, pasalnya semakin sukses
pembangunan sektor ekonomi maka sektor lain juga akan mengalami progres yang serupa.
Pembangunan harusnya berazaskan keseimbangan, sebab tidak menutup kemungkinan
peningkatan sektor ekonomi justru merusak sektor lingkungan. Kerusakan salah satu sektor tiang
pembangunan berkelanjutan tentunya akan menjadi faktor pemicu kegagalan pembangunan
tersebut. Sehingga memanfaatkan lingkungan secara bijak dan sekaligus menjaga merupakan hal
yang harus diprioritaskan.
Simbiosis parasitisme yang terjadi tentunya harus diminamilisir, sebab kekayaan sumber daya
alam memang bersifat terbatas. Padahal tanpa SDA yang memenuhi maka kesejahteraan sektor
ekonomi tentunya sulit untuk ditingkatkan. Namun tanpa mengeksploitasi SDA secara berlebihan
pada hakikatnya kesejahteraan ekonomi masih bisa dicapai, sehingga pemerintah menggalakkan
solusi pemberdayaan limbah menjadi produk siap pakai. Hal ini tentunya akan mengatasi masalah
kerusakan lingkungan sekitar akibat kegiatan ekonomi yang dilakukan.
Pembangunan berkelanjutan sejatinya juga harus didukung daya kreatifitas masyarakat,
sebab penduduk (masyarakat) merupakan sentra dari pembangunan berkelanjutan. Masyarakat
tidak hanya sebagai subyek (pelaku) tetapi juga sebagai obyek (tujuan), kegiatan pembangunan
sendiri diharapkan mampu mengangkat kesejahteraan rakyat. Namun upaya mensejahterakan
rakyat juga harus diimbangi kerja keras masyarakat itu sendiri, kan tidak ada orang kaya materi
yang kerjanya hanya menunggu matahari terbit dan terbenam tanpa melakukan aktifitas apapun?
Sehingga kegiatan pembangunan berkelanjutan adalah tanggung jawab bersama, dan saling
melengkapi. Sehingga rakyat sejahtera, pemerintah pun turut sejahtera.

SUMBER :

http://www.sridianti.com/ciri-ciri-pembangunan-berkelanjutan.html

http://eka-d-a-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-79696-Pembangunan%20Dunia%20Berkelanjutan-
Pembangunan%20Berkelanjutan%20di%20Negara%20Maju.html

http://anita-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-48223-Tugas%20PDB-
Pembangunan%20Berkelanjutan%20di%20Negara%20Berkembang.html

http://www.duniapelajar.com/2014/05/23/contoh-pembangunan-berkelanjutan/

You might also like