You are on page 1of 33

ANATOMI, HISTOLOGI DAN JARINGAN

PERIODONTAL GIGI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

HISTOLOGI

Semester I/Tahun Akademik 2017/ 2018

Kelas Karyawan Reguler

Disusun Oleh : :

Ani Andrayani NIM :

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA I

JURUSAN KEPERAWATAN GIGI

JAKARTA

i
KATA PENGANTAR

Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasi lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan karunia nikmatNya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Anatomi, Histologi dan Jaringan Periodontal Gigi dengan lancar. Penyusunan
makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah yang dibimbing oleh

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih atas segala
partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan
di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi.
Sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari
pembaca.

Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk masyarakat umumnya, dan untuk saya sendiri khususnya.

Jakarta, 7 Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................ i

Kata Penghantar .......................................................................... ii

Daftar Isi .................................................................................. iii

BAB I Pendahuluan ....................................................................... 1

BAB II Pembahasan........................................................................ 2

A. Gingiva ........................................................................... 2
A.1 Histologi Gingiva .......................................................... 6

A.1.a Epitel Gingiva ...................................................... 6

A.1.b Epitel Oral .......................................................... 7

A.1.c Epitel Surkural ..................................................... 8

A.1.d Junctional Epithelium ............................................. 8

A.2 Jaringan Ikat Gingiva ..................................................... 8

A.2.1 Serat-serat gingiva ................................................ 9

A.2.2 Elemen Seluler ................................................... 11

A.2.3 Suplai Darah ...................................................... 11

B. Ligament Periodontal ........................................................... 12

B.1 Serat-Serat Peiodontal ................................................... 13

B.2 Elemen Seluler ........ ................................................... 16

B.3 Substansi Dasar ........ ................................................... 17

B.4 Fungsi Ligamen Periodontal ............................................. 17

C. Sementum ..................... ................................................... 18

C.1 Anatomi dan Histologi Sementum ...................................... 18

C.2 Klasifikasi Sementum . ................................................... 19

iii
C.3 Sel-sel Pembentuk Sementum .......................................... 21

C.4 Komposisi Sementum . ................................................... 21

D. Tulang Alveolar ............... ................................................... 22

D.1 Anatomi dan Histologi Tulang Alveolar ................................ 22

D.2 Matriks Seluler dan Interseluler ........................................ 24

D.3 Dinding Soket .......... ................................................... 24

D.4 Periosteum dan Endosteum ............................................. 25

D.5 Septum Interdental ... ................................................... 26

D.6 Fenestrasi dan Dehisensi ................................................. 26

Bab III Kesimpulan .................... ................................................... 28

Daftar Pustaka......................... ................................................... 29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Jaringan periodontal terdiri atas jaringan yang meliputi dan mendukung gigi.
geligi dalam rahang. Sesuai dengan artinya, periodontal terbagi menjadi dua
bagian yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu pert artinya sekitar dan
odontos berarti gigi. Jaringan pendukung tersebut terdiri dari: gingiva,
sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Fungsi utama gingiva yaitu
untuk melindungi jaringan di bawahnya, sedangkan attachment apparatus yang
terdiri dari ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar memiliki fungsi,
memberikan dukungan bagi serat-serat ligamen periodontal (Lindhe, dkk.,
2003).

Jaringan periodontal normal berperan sebagai penyedia dukungan yang


sangat penting untuk dapat berlangsungnya fungsi mastikasi. Setiap bagian dari
jaringan periodontal ini memiliki fungsi dan perannya masingmasing, akan
tetapi pada dasarnya, keseluruhannya merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan (Newman, dkk., 2012).

Jaringan periodonsium dapat bervariasi secara morfologi dan fungsional


seiring dengan perubahan umur dan keadaan patologis. Sehingga pengetahuan
tentang anatomi, histologi, serta tampilan klinis dari jaringan periodontal yang
normal penting dikuasai untuk memfasilitasi pemahaman mengenai kelainan
patologis, keadaan fisiologis yang berlebihan, maupun respon terhadap keadaan
inflamatif di jaringan periodontal beserta perawatannya. Pengetahuan tentang
jaringan periodontal normal bermanfaat untuk memahami serta membedakan
keadaan jaringan periodontal dalam keadaan normal dan kondisi patologis,
sehingga dapat ditegakkan terapi yang optimal.

Page | 1
BAB II

PEMBAHASAN

Mukosa rongga mulut (mukosa oral) berbatasan dengan kulit, bibir dan mukosa
palatum lunak, serta faring. Mukosa rongga mulut terdiri atas:
1. Mukosa mastikasi (masticatory mucosa), termasuk gingiva dan bagian yang
menutupi palatum keras
2. Specialized mucosa, yang menutupi dorsum lidah
3. Oral mucous membrane lining yang berada di dalam rongga mulut
(Newman, dkk., 2012)

Gambar 1. Gingiva normal Gambar 2. Gingiva normal bagian palatal

A. Gingiva

Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi serviks gigi dan
menutupi tulang alveolar serta menutupi akar gigi sampai batas cementoenamel
junction. Gingiva merupakan bagian terluar dari jaringan periodontal. Area
gingiva dimulai dari garis mukogingiva, menutupi tulang alveolar bagian
koronal, kemudian pada ujungnya mengelilingi serviks di setiap gigi. Pada
bagian palatal, tidak terdapat garis mukogingiva karena palatum keras dan
tulang alveolar maksila diliputi oleh mukosa mastikasi yang sama (Newman,
dkk., 2012).

2
Gambar 3 Anatomi gingiva (Rateitschak., 2004)

Gingiva tersusun dari jaringan ikat dan epitel berkeratin yang meluas dari tepi
gingiva ke pertemuan mukogingiva. Menurut Fedi, dkk.(2005) dan Newman,
dkk., (2012), secara anatomis, gingiva terdiri atas gingiva bebas (margin
gingiva/free gingiva), gingiva cekat (attached gingiva), gingiva interdental
(interdental gingiva).

1. Margin gingiva/ gingiva bebas merupakan bagian yang mengelilingi leher


gigi, tidak melekat secara langsung pada gigi dan membentuk dinding
jaringan lunak sulkus gingiva. Bagian gingiva ini meluas dari tepi gingiva
hingga dasar sulkus. Gingiva bebas adalah batas tepi gingiva yang
mengelilingi gigi, berbentuk seperti kerah baju. Gingiva bebas dipisahkan
dari gingiva cekat oleh depresi dangkal yang membentuk garis yang disebut
groove gingiva bebas (free gingival groove/marginal groove/ gingival
groove). Lebar gingiva bebas biasanya sekitar 1 mm (Newman, dkk., 2012).

Gambar 4 Gingival groove (GG) (Lindhe, dkk., 2003)

3
Gingiva bebas tidak melekat pada gigi, membentuk dinding jaringan lunak
dari sulkus gingiva serta dapat dipisahkan dari gigi dengan menggunakan
alat. Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang sekeliling gigi yang
dibatasi oleh permukaan gigi dan epitel gingiva bebas (Fedi, dkk., 2000).

Sulkus gingiva merupakan parameter diagnosis yang sangat penting. Pada


kondisi normal, kedalaman sulkus gingiva adalah 0 mm. Kondisi tersebut
hanya dapat dijumpai secara eksperimental, pada hewan bebas kuman atau
setelah plak kontrol intensif berkepanjangan. Metode klinis yang digunakan
untuk mengukur kedalaman sulkus berupa instrument logam yang
dinamakan probe periodontal. Kedalaman histologis sulkus tidak sama
persis dengan kedalaman penetrasi probe. Oleh karena itu dikenal
kedalaman probing (probing depth) dari sulkus gingiva normal yakni 2 - 3
mm (Newman, dkk., 2012).

Gambar 5. Pengukuran kedalaman probing (Lindhe, dkk., 2003)

2. Attached Gingiva
Gingiva cekat adalah perluasan gingiva bebas. Gingiva cekat konsistensinya
tegas/ kaku, teksturnya stippling seperti kulit jeruk, kenyal dan melekat
erat pada tulang alveolar. Aspek fasial gingiva cekat meluas dari groove
gingiva sampai dengan mucogingival junction (Newman, dkk., 2012).

4
Gambar 6. Stippling pada gingiva cekat

Lebar gingiva cekat merupakan parameter klinis yang penting karena


merupakan jarak antara mucogingival junction dan proyeksi bagian luar dari
dasar sulkus atau poket periodontal. Lebar gingiva cekat pada aspek fasial
berbeda - beda pada setiap area. Umumnya gingiva cekat pada regio incisal
paling lebar ( 3,4 - 4,5 mm di maksila dan 3,3 - 3,9 mm di mandibula )
kemudian makin berkurang di segmen posterior, dengan lebar terkecil pada
premolar pertama (1,9 mm di maksila dan 1,8 mm di mandibula) (Newman,
dkk., 2012).
Lebar gingiva cekat bertambah sesuai umur dan juga pada gigi supraerupsi.
Perubahan lebar gingiva cekat disebabkan oleh modifikasi posisi ujung
bagian koronal. (Newman, dkk., 2013)
Pada aspek lingual mandibula, gingiva cekat dimulai dari pertemuan mukosa
lingual alveolar yang berlanjut pada membran mukosa yang melapisi dasar
mulut. Pada permukaan palatal gingiva cekat di maksila tidak dapat
diketahui batasnya dengan mukosa palatal yang memiliki konsistensi yang
sama. (Newman, dkk., 2013)

3. Interdental gingiva

Gingiva interdental adalah bagian gingiva yang mengisi embrasur gigi, yakni
pada daerah interproksimal di bawah kontak gigi. Gingiva interdental dapat
berbentuk piramida atau col (lembah) (Newman, dkk., 2012).

5
Gambar 7. Interdental gingiva

Perbedaan variasi anatomi interdental col pada gingiva normal (sisi kiri) dan
gingiva resesi (sisi kanan) tampak pada gambar 7A dan 7B regio anterior
madibula, sisi fasial dan bukolingual, serta gambar 7C dan 7D regio posterior
mandibula sisi fasial dan bukolingual. Bentuk gingiva interdental bergantung
pada titik kontak di antara dua gigi yang bersebelahan dan ada tidaknya
resesi. Apabila terdapat diastema diantara dua gigi yang bertetangga, maka
tidak dijumpai papila interdental. (Newman, dkk., 2012).

A.1. Histologi Gingiva

A.1.a. Epitel gingiva

Epitel gingiva terdiri atas epitel gepeng berlapis (stratified squamous),


Fungsi utama epitel adalah melindungi struktur yang ada di bawahnya dan
memungkinkan terjadinya perubahan selektif pada lingkungan oral. secara
morfologis dan fungsional, dapat dibedakan menjadi epitel rongga mulut,
epitel sulkus dan epitel junctional (junctional epithelium). Tipe sel
utamanya, sebagaimana sel epitel gepeng berlapis lainnya, adalah
berkeratin. Sel lain yang ditemukan, ada juga yang tidak berkeratin yang
mengandung sel Langerhans, sel merkel dan melanosit (Newman, dkk.,
2006).

6
A.1.b. Epitel oral

Epitel oral adalah adalah epitel yang melapisi lapisan luar margin gingiva
dan permukaan gingiva cekat. Rata-rata ketebalan epitel oral 0,2 hingga
0,3 mm. berkeratinisasi atau parakeratin, membalut permukaan vestibular
dan oral (Newman, dkk., 2006).

Gambar 8. A Berkeratin B. Tidak berkeratin C. Parakeratin (Lindhe, dkk., 2003)

Epitel oral yang berkeratin terdiri atas empat lapisan sel, yaitu :

1. Stratum basale bentuknya kuboid

2. Stratum spinosum bentuknya poligon

3. Stratum granulosum bentuknya pipih

4. Stratum korneum

Gambar 9. Lapisan-lapisan epitel oral (Newman, dkk., 2006).

7
A.1.c. Epitel Sulkular

Epitel sulkular membentuk dinding sulkus gingiva dan menghadap ke


permukaan gigi. Epitel ini merupakan epitel stratified squamous yang
tipis, tidak berkeratin dan tanpa rete peg, meluas dari batas koronal
junctional epithelium hingga krista tepi gingiva. Epitel ini penting sekali
karena bertindak sebagai membrane semipermeabel yang dapat dilewati
oleh produk bakteri menuju gingiva dan melalui cairan gingiva yang keluar
ke sulkus gingiva (Newman, dkk., 2006).

A.1.d. Junctional Epithelium

Junctional epithelium membentuk perlekatan antara gingiva dengan


permukaan gigi. Epitel ini merupakan epitel stratified squamous yang
tidak berkeratin. Pada usia muda junctional epithelium terdiri atas 3 - 4
lapis, namun dengan pertambahan usia lapisan junctional epithelium
bertambah menjadi 10 hingga 20 lapis. Junctional epithelium melekat
pada permukaan gigi dengan bantuan lamina basal.

Junctional epithelium melekat pada permukaan gigi melalui lamina basal


interna dan melekat pada jaringan ikat gingiva melalui lamina basal
externa. Lamina basal interna terdiri atas lamina densa (melekat pada
enamel) dan lamina lucida dimana hemidesmosome melekat.
Hemidesmosome memiliki peran penting dalam perlekatan epitel ke
lamina basal pada struktur gigi (Newman, dkk., 2006).

A.2. Jaringan Ikat Gingiva

Komponen mayor jaringan ikat gingiva adalah serat kolagen (60%), fibroblast
(5%), pembuluh darah, saraf dan matriks (sekitar 35%). Jaringan ikat gingiva
dikenal juga dengan lamina propria dan terdiri atas 2 lapisan, yaitu: lapisan
papillari yang terletak di bawah epitel, yang terdiri atas proyeksi papillari di

8
antara retepeg epitel dan lapisan retikuler yang bersebelahan dengan
periosteum tulang alveolar di bawahnya (Newman, dkk., 2006).

Jaringan ikat memiliki kompartemen selular dan aselular terdiri dari serat
dan substansi dasar. Substansi dasar mengisi ruang antara serat dengan sel,
amorf, dan memiliki kandungan air yang tinggi, terdiri dari proteoglycans,
terutama asam hyaluronic dan kondroitin sulfat, dan glikoprotein, terutama
fibronectin (Newman, dkk., 2006). Serat jaringan gingiva terdiri atas tiga
tipe, serat kolagen, serta retikular, dan serat elastik. Kolagen tipe I
membentuk inti lamina propria dan memberikan tensile strength terhadap
jaringan gingiva. Kolagen tipe IV bercabang di antara bundel kolagen tipe I
dan menyatu dengan serat-serat membran basah dan dinding pembuluh
darah. Sistem serat elastik dibentuk oleh serat-serat oksitalan, eluanin dan
elastin yang tersebar di antara serat-serat kolagen (Newman, dkk., 2006).

A.2.1. Serat-serat gingiva

Jaringan ikat gingiva bebas mengandung banyak kolagen Tipe 1 yang


tersusun dalam sistem bundel serat, yang dinamakan serat - serat gingiva.
Serat - serat gingiva mempunyai fungsi :

1. Mendukung jaringan gingiva bebas, sehingga terikat ke permukaan gigi

2. Menimbulkan kekakuan pada gingiva bebas, sehingga tidak terkuak


menjauhi gigi bila terkena tekanan pengunyahan

3. Menyatukan gingiva bebas dengan sementum akar gigi dan gingiva cekat
yang berbatasan.

9
Serat gingiva tersusun atas 3 kelompok:

1. Serat Gingivodental

Merupakan serat yang terdapat pada permukaan fasial, lingual dan


interproksimal, melekat pada sementum di bawah epitel pada dasar
sulkus gingiva. Pada pemukaan fasial dan lingual, serat ini memanjang
dari sementum dalam bentuk seperti kipas angin ke arah crest dan
permukaan luar gingiva bebas. Serat ini juga memanjang keluar menuju
periosteum pada permukaan fasial dan lingual tulang alveolar.

2. Serat Sirkular

Serat sirkular melewati jaringan ikat pada gingiva bebas dan interdental
dan melingkari gigi seperti cincin.

3. Serat Transeptal
Berlokasi di daerah interproksimal, serat transeptal membentuk ikatan
horisontal yang meluas di antara sementum pada aproksimal gigi.
(Newman, dkk., 2006)

Gambar 10. Serat serat gingiva (1. Dentogingival koronal, horizontal, apikal, 2.Alveologingival,
3.Interpapilary 4..Transgingival, 5.Sirkular, semisirkular, 6.Dentoperiosteal, 7.Transeptal,
8.Periosteogingival 9.Intersirkular 10.Intergingival)

10
A.2.2 Elemen Seluler

Elemen seluler utama pada jaringan ikat gingiva adalah fibroblas yang
banyak dijumpai diantara bundel serat. Fibroblas berfungsi mensintesa
serat - serat kolagen dan serat - serat elastik glikoprotein dan
glikosaminoglikan pada substansi interseluler dan juga berperan dalam
pengaturan degradasi kolagen. Sel- sel inflamasi yang dijumpai pada
jaringan ikat gingiva mencakup leukosit, polimorfonukleus, limfosit dan
sel plasma. Dalam kondisi normal sel - sel ini dijumpai dalam jumlah yang
sedikit. Dalam keadaan terinflamasi, sel - sel inflamasi dijumpai dalam
jumlah yang banyak dalam bentuk agregrat seluler padat yang
menggantikan elemen fibrosa dalam jaringan ikat (Newman, dkk., 2006;
Newman, dkk., 2012).

A.2.3 Suplai Darah

Suplai darah pada gingiva terdiri atas:

1. Arteri supraperiosteal pada fasial dan lingual tulang alveolar


2. Pembuluh darah pada ligamen periodontal, yang meluas pada gingiva
dan beranastomosis dengan kapiler pada daerah sulkus
3. Arteriol, yang berasal dari puncak septum interdental, sejajar puncak
tulang alveolar, bersatu dengan pembuluh darah ligamen periodontal,
kapiler daerah sulkus dan pembuluh darah menuju ke puncak tulang
alveolar.

Gambar 11. Suplai darah pada gingiva


(Newman,dkk., 2006; Lindhe, 2003)

11
B. Ligamentum Periodontal

Ligamen periodontal terdiri dari pembuluh darah yang kompleks dan jaringan
ikat yang sangat selular yang mengelilingi akar gigi dan menghubungkan ke
dinding bagian dalam tulang alveolar (Gambar 12). Ligamen ini bertemu
dengan jaringan ikat di gingiva dan berhubungan dengan sementum maupun
ruang sumsum tulang melalui saluran pembuluh darah dalam tulang sehingga
ligamen periodontal juga berfungsi untuk memberikan nutrisi kepada
sementum, tulang alveolar serta jaringan gingiva (Gambar 13). Selain
menjaga perlekatan gigi ke tulang alveolar dan struktur gingiva, ligamen
periodontal juga berfungsi sebagai shock absorber dan sarana transmisi daya
oklusal ke tulang alveolar serta memiliki lebar rata-rata sekitar 0,2 mm dan
bervariasi. Pembuluh darah pada ligament periodontal berasal dari tiga
cabang, yaitu pembuluh darah apikal, pembuluh darah pada interproksimal
tulang alveolar, dan pembuluh darah dari gingiva.

Gambar 12. Diagram anatomi ligamen periodontal (Lindhe, dkk., 2003)

12
Gambar 13. Diagram histologis ligamen periodontal (Rateitschak, dkk., 2004)

B.1. Serat-Serat Periodontal

Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah serat utama, yang


terdiri dari bundel serat kolagen yang diproduksi oleh fibroblas dan
merupakan protein yang tersusun dari berbagai asam amino yang berbeda,
terutama glycine, proline, hydroxylysine, dan hydroxyproline. Serat
kolagen ini merupakan serat utama dari ligamen periodontal yang masuk
ke dalam sementum maupun tulang alveolar yang dinamakan Serat
Sharpey. Kolagen disintesis oleh fibroblas, kondroblas, osteoblas,
odontoblas, dan sel lain. Serat kolagen ligamen periodontal terdiri dari
serat transeptal, serat puncak alveolar, serat horizontal, serat oblique,
serat apikal dan serat interradikuler (Gambar 14) (Newman, dkk., 2006;
Hoag dan Pawlak, 1990; Wikesjo, dkk., 1992).

Serat transeptal merupakan serat yang memperpanjang interproksimal


puncak tulang alveolar dan sementum gigi sebelahnya, serat ini berfungsi
untuk mencegah hilangnya titik kontak. Serat alveolar crest merupakan
serat yang berjalan dari sementum ke puncak tulang alveolar dengan arah
menuju apikal dan berfungsi untuk mempertahankan gigi tetap di dalam
soket dengan melawan tekanan yang berasal dari koronal dan mencegah
pergerakan gigi ke arah lateral (Gambar 15). Serat horizontal terletak
lebih ke apikal dari serat alveolar crest dan berjalan tegak lurus dari
sementum ke tulang alveolar.

13
Serat oblique merupakan kelompok serat terbesar, serat ini berjalan ke
arah koronal dari gigi ke tulang alveolar. Serat ini bertindak untuk
melawan tekanantekanan yang berorientasi vertikal (Gambar 16). Serat
apikal berada di daerah apikal dari soket. Serat ini menyebar tidak teratur
di apikal gigi dan tidak akan terbentuk jika perkembangan akar gigi tidak
sempurna (Gambar 17). Serat interradikuler ini menyebar dari sementum
ke tulang alveolar di daerah furkasi pada gigi berakar ganda (Gambar 18)
(Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990; Rateitschak, dkk., 2004;
Wikesjo, dkk., 1992)

Gambar 14. Lokasi kelompok serat utama dari ligamen periodontal AC: alveolar crest
fibers,H: horizontal fibers, OBL: oblique fibers,PA: periapical fibers,IR: interradicular fibers (Lindhe, dkk.,
2003; Wikesjo, dkk., 1992).

Gambar 15. Gambaran histologi dari serat alveolar crest dan serat horizontal

A: serat alveolar crest, B: serat horizontal (Wikesjo, dkk., 1992).

14
Gambar 16. Gambaran histologi dari serat apikal (A) (Litsgarten, 2013).

Gambar 17. Gambaran histologi dari serat interradikuler A: septum interradikuler,

B: serat interradikuler, C: dentin, D: pulpa (Wikesjo, dkk., 1992).

Gambar 18. Gambaran histologi dari serat oblique (A) (Wikesjo, dkk., 1992)

15
B.2. Elemen Seluler

Elemen seluler ligamen periodontal dibagi menjadi empat tipe sel, yaitu
sel jaringan ikat, sel epitel, sel sistem imun, dan sel yang berhubungan
dengan elemen neurovaskuler (Gambar 18). Sel jaringan ikat meliputi
fibroblas, sementoblas, dan osteoblas. Fibroblas merupakan sel yang
paling banyak terdapat di ligamen periodontal, sel ini mensintesis kolagen
serta memfagositosis dan menghilangkan kolagen yang sudah tua.
Osteoblas dan sementoblas sama seperti osteoklas dan sementoklas
terdapat di area semental dan tulang pada ligamen periodontal. Sel epitel
res malassez terdistribusi dekat dengan sementum melalui ligamen
periodontal dan terdapat paling banyak di daerah apikal dan servikal. Sel
ini mengalami degenerasi sesuai bertambahnya usia dan kemudian
menghilang atau mengalami kalsifikasi menjadi sementikel. Epitel ini
dapat mengalami proliferasi ketika distimulus dan ikut andil dalam
pembentukan kista periapikal maupun kista lateral akar. Sel pertahanan
atau sel imun, terdiri dari: neutrofil, limfosit, makrofag, sel mast, dan
eusinofil. Sel-sel pertahanan tersebut berhubungan dengan elemen
neurovaskuler (Newman, dkk., 2004; Rateitschak, dkk., 2004; Wikesjo,
dkk., 1992).

Gambar 19. Penampang histologis irisan melintang dari ligamen periodontal


A: arteriole, BB: bundle bone, C: cementum, CC: cementocytes, D: dentin,
F: fibroblasts, M: cell rests of malassez, NV: neurovascular channel,
OB: osteoblasts,OC: osteocytes, SF:Sharpeys fibers, V: venules
(Wikesjo, dkk., 1992).

16
B.3. Substansi dasar

Substansi dasar ligamen periodontal mengisi ruang antara serat-serat dan


selsel, yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu glikosaminoglikan
seperti asam hialuronik and proteoglycans, serta glikoprotein seperti
fibronektin dan laminin. Komponen-komponen ini juga memiliki
kandungan air yang tinggi sekitar 70%. Ligamen periodontal ini juga
mengandung masa terkalsifikasi yang dinamakan sementikel yang melekat
di permukaan akar (Newman, dkk., 2004).

B.4. Fungsi Ligamen Periodontal

Fungsi dari ligamen periodontal meliputi fungsi fisik, formatif dan


remodeling, serta fungsi nutrisi dan sensoris (Wikesjo, dkk., 1992).

a. Fungsi Fisik

Fungsi fisik dari ligamen periodontal ini, meliputi:

1. Menyediakan tempat bagi jaringan lunak untuk melindungi pembuluh


darah dan persarafan dari trauma mekanis
2. Transmisi tekanan oklusal ke tulang
3. Melekatkan gigi dengan tulang
4. Menjaga jaringan gingiva dalam hubungan yang tepat dengan gigi
5. Menahan pengaruh tekanan oklusal (shock absorption)

(Newman, dkk., 2004).

b. Fungsi formatif dan remodelling

Fungsi ini terdiri dari pembentukan dan resorpsi sementum serta tulang
alveolar, menyalurkan tekanan oklusal terhadap jaringan periodonsium,
serta pada pemulihan luka. Sel yang berfungsi yaitu fibroblas, dengan
membentuk serat kolagen dan sel mesenkim yang akan mengaktifkan
osteoblas dan sementoblas (Hoag dan Pawlak, 1990; Litsgarten, 2013).

17
c. Fungsi Nutrisional dan Sensoris

Ligamen periodontal mensuplai nutrisi ke sementum, tulang, dan gingiva


melalui pembuluh darah serta menyediakan drainase limfatik.
Periodontal ligamen ini juga menerima suplai transmisi taktil, tekan, dan
sensasi rasa melalui serabut saraf sensoris trigeminal. Bundel saraf
mencapai ligamen periodontal dari periapikal dan tulang alveolar. Bundel
saraf tersebut terdiri dari serat myelin tunggal dan berakhir di salah satu
dari keempat terminal saraf, yaitu: free endings yang memiliki
konfigurasi tree-like dan membawa sensasi nyeri, mekanoreseptor
Ruffini-like terletak di daerah apikal, mekanoreseptor corpus Meissners
ditemukan di pertengahan akar dan spindlelike untuk tekanan dan
getaran dikelilingi oleh kapsul fibrosa dan terletak terutama di apex
(Newman, dkk., 2006; Rateitschak, dkk., 2004).

C. Sementum
C.1. Anatomi dan Histologi Sementum

Sementum adalah struktur terkalsfikasi yang menutupi akar anatomis gigi,


terdiri atas matriks terkalsifikasi yang mengandung serabut kolagen (Fedi,
dkk., 2004). Menurut Nanci dan Bosshardt (2006), sementum merupakan
jaringan keras avaskuler yang melapisi gigi dan membuat perlekatan
dengan ligamenum periodontal.

Pada dasarnya ada dua jenis sementum berdasarkan ada atau tidak adanya
sel - sel di dalamnya dan asal kolagen dari matriks. Sementum terbentuk
pada permukaan gigi yang berkontak dengan ligamen periodontal atau
serat gingiva. Sementum terdiri atas serat kolagen dan substansi dasar
interfibrial. Sementoblas membentuk organiks matriks yang dikenal
dengan cementoid precementum. Sementum terbentuk dari 45 - 50%
materi inorganik (hydroxyapatite) dan 50 - 55% materi organik dan air.

18
Komposisi ini membuat sementum sedikit lebih keras dari tulang. Lebar
sementum bervariasi dari 16 hingga 60 m pada seperdua akar dan lebih
tebal pada sepertiga akar (Newman, dkk., ; Rateitschak, dkk., 2004).

Fungsi sementum adalah sebagai berikut :

1. Menahan gigi pada soket tulang dengan perantaraan ligamen


periodonsium
2. Mengkompensasi keausan struktur gigi karena pemakaian dengan proses
pembentukan yang terjadi terus menerus
3. Memudahkan terjadinya pergeseran fisiologis
4. Memungkinkan penyusunan kembali serabut ligamen periodonsium
secara terus menerus
(Fedi, dkk., 2004).

C.2. Klasifikasi Sementum

Dua tipe utama sementum adalah aselular (primer) dan seluler (sekunder).
Keduanya mengandung matriks interfibrial yang terkalsifkasi dan fibril
kolagen. Ada dua sumber serat kolagen yaitu serat sharpeys (ekstrinsik)
yang tertanam pada serat utama pada ligamen periodontal, dibentuk oleh
fibroblast dan serat yang berasal dari matriks sementum intrinsik yang
dihasilkan oleh sementoblas.

Sementoblas juga membentuk komponen non kolagen pada substansi dasar


interfibrial seperti proteoglikans, glikoprotein dan phospoprotein.
Sementum aselular adalah yang pertama terbentuk dan menutupi
sepertiga servikal atau setengah akar dan tidak mengandung sel.
Sementum ini terbentuk sebelum gigi mencapai dataran oklusal dan
ketebalannya bervariasi dari 30-230 m. Serat sharpey meliputi hampir
seluruh struktur sementum aselular (Newman, dkk., 2006)

Sementum selular terbentuk setelah gigi mencapai dataran oklusal,


bentuknya lebih irregular daripada sementum aselular dan mengandung
sel (sementosis) pada ruang individual (lakuna) dan berinteraksi satu sama
lain melalui sistem anastomosis kanalikuli. Sementum selular terkalsifikasi

19
lebih sedikit daripada tipe aselular. Serat sharpey memiliki bagian yang
lebih sedikit daripada sementum aselular dan terpisah dari serat lain yang
tersusun paralel pada permukaan akar (Newman, dkk., 2006). Berdasarkan
hal tersebut sementum diklasifikasikan menjadi :

1. Acellular Afibrial Cementum (AAC)

AAC tidak mengandung sel-sel ataupun serat kolagen ekstrinsik maupun


intrinsik, berbeda dengan substansi dasar. Sementum ini merupakan
produk sementoblas dan terletak pada koronal dengan ketebalan 1- 15
m.

2. Acellular Extrinsik Fiber Cementum (AEFC)

AEFC terbentuk hampir seluruhnya merupakan serat sharpey dan banyak


sel. AEFC merupakan produk fibroblas dan sementoblas ditemukan pada
sepertiga akar, tetapi dapat pula meluas ke apikal ketebalannya antara
30 dan 2.30 m. Nanci dan Bosshardt (2006) menyebutkan bahwa AEFC
ini dapat ditemukan pada servikal gigi hingga setengah sampai dua
pertiga dari akar. Sementum tipe ini memiliki peranan penting dalam
perlekatan gigi pada tulang alveolar (Lindhe, 2003).

3. Cellular Mixed Stratified Cementum (CMSC)

CMSC terbentuk dari serat extrinsik (sharpey) dan bisa mengandung sel.
Merupakan co-produk fibroblas dan sementoblas, terdapat pada
sepertiga apikal akar dan daerah furkasi. Ketebalannya berkisar antara
100-1000 m.

4. Cellular Intrinsik Fiber Cementum (CIFC)

CIFC mengandung sel tanpa serat kolagen ekstrinsik. Terbentuk dari


sementoblas, terdapat pada lakuna yang resopsi. Sementum serat
intrinsik seluler (sekunder sementum, sementum selular) terdapat di
bagian apikal sepertiga atau setengah dari akar dan di daerah furkasi
(Nanci dan Bosshardt, 2006).

20
5. Intermediate Cementum

Intermediate cementum adalah zona ill-defined di dekat


cementodentinal junction pada gigi tertentu yang terlihat mengandung
sisa selubung hertwigs tertanam pada substansi dasar yang
terkalsifikasi (Newman, dkk., 2006)

A B

Gambar 20. Aselular Sementum, B.Selular Sementum (Lindhe, 2003)

C.3. Sel-Sel Pembentum Sementum

Fibroblast dan sementoblas bekerjasama dalam formasi pembentukan


sementum. Ligamen periodontal fibroblast menghasilkan aselular intrinsik
sementum. Sementoblas menghasilkan selular intrinsik sementum dan
sebagian cellular mixed fiber cementum dan kemungkinan aselular afibrial
sementum. Sementosit berkembang dari sementoblas yang terperangkap
pada sementum selama proses sementogenesis (Rateitschak, dkk, 2004).

C.4. Komposisi Sementum

Komposisi sementum menyerupai tulang yang sebagian besar terdiri dari


50% mineral (menggantikan apatit) dan 50% matriks organik. Kolagen tipe
I merupakan komponen organik yang dominan, yaitu sekitar 90 %. Kolagen
lainnya yang terkait dengan sementum, yaitu Kolagen tipe III, sedangkan

21
kolagen lainnya, termasuk jenis V, VI, dan jenis XIV. Hampir semua
noncollagenous protein matriks diidentifikasi dalam sementum juga
ditemukan dalam tulang. Ini termasuk sialoprotein tulang, protein dentin
matriks 1 (DMP-1), dentin sialoprotein, fibronektin, osteocalcin,
osteonectin, osteopontin, tenascin, proteoglikan, proteolipids, dan
beberapa faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan (IGF) molekul-
seperti insulin-like (Nanci dan Bosshardt, 2006).

D. Tulang Alveolar
D.1. Anatomi dan Histologi Tulang Alveolar

Tulang alveolar merupakan bagian dari mandibula dan tulang rahang atas
yang membentuk dukungan utama untuk struktur gigi (Sodek dan Marc,
2000). Tulang alveolar atau prosesus alveolaris yaitu bagian dari maksila
dan mandibula yang membentuk dan mendukung soket gigi (alveoli).
Processus ini terbentuk saat erupsi gigi dan melekat dengan ligamen
periodontal, serta akan menyusut secara bertahap setelah gigi hilang.
Prosesus alveolaris ini bersama - sama dengan akar, sementum dan
membran periodontal selain bertanggung jawab dalam perlekatan gigi,
juga memiliki fungsi utama mendistribusikan dan menyerap gaya yang
dihasilkan dari proses mastikasi maupun kontak oklusal (Newman, dkk.,
2006; Hoag dan Pawlak, 1990; Rateitschak, dkk, 2004).

Processus ini terdiri dari tiga komponen yaitu tulang alveolar, tulang
kompakta dan tulang cancellous. Tulang alveolar meliputi tulang kortikal
dan tulang alveolar proper atau yang sering dikenal dengan cibriform
plate, dinding alveolar, dan lamina dura. Tulang kompakta menyusun
sebagian besar soket bagian fasial atau palatal dan lingual, sedangkan
tulang cancellous mengelilingi lamina dura di bagian apikal, apikolingual,
dan daerah interradikuler, serta banyak terdapat di maksila dibandingkan
mandibula. Tulang cancellous ini terdiri dari trabekulatrabekula. Dengan

22
pola trabekula tersebut akan sangat bervariasi tergantung pada gaya
oklusal yang diterima (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990).

Gambar 21. Gambaran tulang alveolar secara histologis (Rateitschak, dkk., 2004)

Gambar 22. Gambaran tulang alveolar secara anatomis 1.Tulang alveolar, 2.Tulang
trabekular (cancellous), 3.Tulang kompakta (Newman, dkk., 2006;Rateitschak, 2004).

A
B
Gambar 23. Gambaran tulang alveolar maksila (A) dan mandibula (Lindhe, 2003)

23
D.2. Matriks Seluler dan Interseluler

Ada atau tidaknya tulang alveolar merupakan suatu hasil akhir dari proses
pembentukan dan resorpsi tulang yang berlangsung seumur hidup.
Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang yang mengeluarkan matriks
organik bernama osteosit. Sel - sel ini berlokasi di lakuna. Lakuna ini saling
berhubungan dan berkomunikasi melalui kanalikuli. Kanalikuli ini yang
membentuk sistem anastomosis menggunakan matriks interseluler dari
tulang, kemudian membawa oksigen dan nutrisi untuk osteosit melalui
darah dan membuang sisa produk metabolit. Tulang terdiri dari bahan
anorganik sebanyak dua per tiga bagian, sedangkan sepertiganya terdiri
dari bahan organik. Bahan anorganik tersusun terutama dari mineral
kalsium dan fosfat, selain itu juga terdapat hidroksil, karbonat, sitran dan
ion - ion lain seperti magnesium, sodium, dan fluorin. Matriks organik
mengandung 90% kolagen tipe I. Deposisi tulang oleh osteoblas seimbang
dengan resorbsi oleh osteoklas selama proses remodeling dan
pembentukan jaringan baru (Newman, dkk., 2006; Hoag dan Pawlak, 1990;
Rateitschak, dkk, 2005).

Remodeling merupakan suatu keadaan baik berupa perubahan bentuk


tulang, resistensi terhadap tekanan atau gaya, perbaikan luka, serta
homeostatis dari kalsium dan fosfat dalam tubuh. Proses ini meliputi
resorpsi dan formasi yang dipengaruhi oleh adanya faktor lokal dan
sistemik. Faktor lokal terdiri dari keadaan fungsional masing - masing gigi
dan usia yang mempengaruhi perubahan dalam sel tulang, sedangkan
faktor sistemik kemungkinan berkaitan erat dengan hormonal, seperti
hormon paratiroid, kalsitonin, atau vitamin D (Newman, dkk., 2006;
Rateitschak, dkk, 2005).

D.3 Dinding Soket

Dinding soket meliputi tulang tipis yang menyusun sistem harvesian dan
bundel tulang. Bundel tulang ini berdampingan dengan ligamen

24
periodontal yang mengandung banyak serat sharpey (Hoag dan Pawlak,
1990).

Pada embrio dan bayi yang baru lahir, cavitas pada semua tulang diisi oleh
sumsum darah merah yang kemudian secara bertahap berubah kekuningan
dan menjadi tidak aktif. Pada orang dewasa, sumsum darah merah hanya
ditemukan di tulang rusuk, dada, tulang belakang, tengkorak, serta tulang
kering. Sumsum tulang ini kadang ditemukan pada rahang dan biasanya
bersamaan dengan resorpsi dari trabekula tulang. Lokasi yang biasanya
dijumpai kehadiran sumsum tulang ini yaitu tuberositas maksila, daerah
molar dan premolar maksila maupun mandibula, simfisis dan sudut ramus
mandibula dengan tampilan secara radiografi terlihat adanya zona
radiolusen (Newman, dkk., 2006).

Gambar 24. Gambaran anatomis dinding soket maksila dan mandibula


(Newman, dkk. 2006)

D.4. Periosteum dan Endosteum

Semua permukaan tulang, tertutupi oleh jaringan ikat dengan permukaan


luar disebut periosteum dan permukaan dalam dilapisi oleh endosteum.
Lapisan dalam periosteum tersusun dari osteoblas yang dikelilingi oleh sel
osteoprogenitor, sedangkan lapisan luarnya tersusun dari serat kolagen
dan fibroblas serta kaya akan pembuluh darah dan nervus. Bundel dari
serat kolagen periosteal masuk ke tulang dan membentuk ikatan antara
periosteum dengan tulang. Endosteum tersusun dari selapis osteoblas dan
kadang sejumlah kecil jaringan ikat. Lapisan dalam merupakan lapisan

25
osteogenik dan lapisan luar merupakan lapisan fibrous (Hoag dan Pawlak,
1990).

D.5. Septum Interdental

Septum interdental ini terdiri dari tulang cancellous dan cortical plates.
Jika ruang interdental sempit, maka septum ini hanya berisi lamina dura.
Bahkan pada kondisi akar-akar yang sangat berdekatan, maka akan terlihat
tampilan seperti jendela yang irreguler di tulang pada akar-akar gigi yang
bersebelahan. Jarak antara puncak tulang alveolar dengan CEJ pada
dewasa muda bervariasi antara 0,75 sampai 1,49 mm dengan rata-rata
1,08 mm dan jarak ini akan meningkat sesuai bertambahnya usia sampai
rata-rata sebesar 2,81 mm.

Gambar 25. Gambaran histologis septum interdental gigi anterior mandibula

(Newman, dkk., 2006).

D.6. Fenestrasi dan Dehisensi

Fenestrasi itu sendiri merupakan keadaan permukaan akar hampir terlihat


secara klinis karena hanya dilapisi periosteum dan lapisan tipis gingiva,
sedangkan dehisensi merupakan keadaan fenestrasi yang meluas sampai
tulang marginal (Hoag dan Pawlak, 1990). Menurut Fedi,dkk. ( 2005),
dehisensi merupakan kehilangan tulang berbentuk celah pada plat kortikal
tulang alveolar dan menyebabkan terbukanya permukaan akar. Fenestrasi
adalah cacat berupa lubang di plat kortikal, sehingga permukaan akar
fasial dan lingual terlihat. Kelainan ini biasanya terjadi pada sekitar 20%
dari semua gigi. Dehiscences lebih umum pada mandibula, sedangkan

26
fenestrasi lebih sering terjadi pada maksila ((Hoag dan Pawlak, 1990;
Rateitschak, dkk, 2004).

B
A

Gambar 26. A. Fenestrasi (kanan), dehisensi (kiri) (Newman, dkk., 2006);


B. Fenestrasi (Nimigean, dkk., 2009)

Gambar 27. Dehisensi

27
BAB III

KESIMPULAN

Jaringan periodontal merupakan pondasi dari gigi-geligi di dalam rongga


mulut. Jaringan ini tersusun dari gingiva, ligamen periodontal, sementum,
dan tulang alveolar. Komponen-komponen ini berfungsi untuk melindungi gigi
dari gaya eksternal dan mencegah kerusakan saat fungsi.

Pengetahuan tentang anatomi, histologi, serta tampilan klinis dari


jaringan periodontal yang normal penting dikuasai untuk memfasilitasi
pemahaman mengenai kelainan patologis, keadaan fisiologis yang
berlebihan, maupun respon terhadap keadaan inflamatif di jaringan
periodontal beserta perawatannya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Fedi, dkk., 2005, Silabus Periodonti edisi 4, EGC, Jakarta

Hoag PM, EA Pawlak, Essentials of Periodontics 4th ed., 1990, Mosby, Missouri.

Listgarten MA. Histology of Periodontium. http://www.dental.pitt.edu. Diakses


pada tanggal 12 September 2013.

Nanci, A., Booshardt, D.D., 2006, Structure of Periodontal Tissues in Health and
Disease, Periodontology 2000, Vol. 40, 1128

Newman MG, HH Takei, FA Carranza, Clinical Periodontology 10th ed. 2006. WB


Saunders: Philadelphia. Pp 36-55.

Newman MG, HH Takei, FA Carranza, Clinical Periodontology 11th ed. 2012. WB


Saunders: Philadelphia.

Nimigean, VR., dkk., 2009, Alveolar bone dehiscences and fenestrations: an


anatomical study and review, Romanian Journal of Morphology and
Embryology 2009, 50(3):391397

Rateitschak EM, HF Wolf, TM Hassel, 2004, Color Atlas of Periodontology,


Stuttgart, New York.

Saygin, dkk., 2000, Molecular and Cellular Biology of Cementum,


Periodontology 2000, Vol. 24, 73 98

Sodek, J.dan Marcj, M.D., 2000, Molecular and Cellular Biology of Alveolar
Bone, Periodontology 2000, Vol. 24, 2000, 99126

Wikesjo U, Nilveus RE, Selvig KA, 1992, Significance of Early Healing Events on
Periodontal Repair: A review. J Periodontology, 63:158-165

29

You might also like