Professional Documents
Culture Documents
KEPERAWATAN
A. Latar Belakang
Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh ilmu berasal, darinya pula
seluruh ilmu dan pengetahuan manusia dilahirkan. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri
filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya,
dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Manakala ilmu mengalami masalah
yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan memulainya dengan sikap dasar
untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara
totalitas menyeluruh, menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar,
hingga ke dasar.
Dalam memahami ilmu fisafat maka sebaiknya memahami cabang-cabang dari ilmu filsafat
itu sendiri yakni ontology, epistimologi dan akseologi. Ketiga cabang tersebut sangatlah perlu
untuk difahami sebagai tolak ukur / landasan dalam berfikir.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat mengambil rumusan masalah
sebagai berikut:
C. Tujuan Masalah
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Filsafat Ilmu
Para Cendikiawan berbeda - beda dalam memberikan pengertian seputar filsafat ilmu. Berikut
ini disajikan beberapa defnisi filsafat ilmu agar bisa dipahami secara utuh dan menyeluruh,
pengertian tersebut antara lain:
1. Lewis White Beck mencoba mendefinisikan filsafat ilmu sebagai ilmu yang membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya
upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3. Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Penelaahan tentang logika
interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni
tentang metode ilmiah.
4. May Brodbeck mengatakan bahwa yang dimaksud dengan filsafat ilmu adalah Analisis
yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan landasan
ilmu.
Jadi antara Filsafat dan Filsafat Ilmu ada keterkaitan yang tidak bisa dilepas. Untuk
memahami Filsafat Ilmu harus terlebih dahulu paham Filsafat. Peter Caws berpendapat
bahwa Filsafat melakukan dua macam hal: di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang
manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan
dan tindakan. Di lain pihak, Filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan
sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan
harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
B. Ontologi Keperawatan
1. Pengertian perawat
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian
pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan
kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat
professional secara mandiri atau memalui upaya kolaborasi.
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
Mendefinisikan perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan.
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi
syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yan
bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan
penderita sakit.
Pohon ilmu dari keperawatan adalah ilmu keperawatan itu sendiri. Pendidikan keperawatan
sebagai pendidikan profesi harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu dan
profesi keperawatan, yang harus memiliki landasan akademik dan landasan professional yang
kokoh dan mantap.
Bidang garapan dan fenomena yang menjadi objek studi keperawatan adalah penyimpangan
dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosio-spiritual), mulai dari
tingkat individu tang utuh (mencakup seluruh siklus kehidupan), sampai pada tingkat
masyarakat, yang juga tercermin pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada tingkat
system organ fungsional sampai sub seluler atau molekuler.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa hakikat dari ilmu keperawatan adalah mempelajari
tentang respon manusia terhadap sehat dan sakit yang difokuskan pada kepedulian perawat
terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pasien atau disebut dengan care. Hal ini berbeda
dengan hakikat kedokteran adalah pengobatan atau disebut cure.
Keperawatan lahir sejak naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia.
Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan primitive. Namun demikian mereka
sudah mampu sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Pekerjaan
"merawat" dikerjakan berdasarkan naluri (instink) naluri binatang "mother instinct"
(naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri dalam yang bersendi pada pemeliharaan jenis
(melindungi anak, merawat orang lemah).
yang mengamati fenomena bahwa pasien yang dirawat dengan keadaan lingkungan yang
bersih ternyata lebih cepat sembuh dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi lingkungan
yang kotor. Hal ini membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan berperan dalam
keberhasilan perawatan pasien yang kemudian mejadi paradigma keperawatan berdasar
lingkungan.
Semenjak itu banyak pemikiran baru yang didasari berbagai tehnik untuk mendapatan
kebenaran baik dengan cara Revelasi (pengalaman pribadi), otoritas dari seorang yang ahli,
intusisi ( diluar kesadaran), common sense (pengalaman tidak sengaja), dan penggunaan
metode ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang keperawatan. Sehingga muncullah
paradigma lain diantaranya:
7. Orem (1971) : Kemandirian pasien untuk merawat dirinya sebagai tujuan perawatan.
1. Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic. Jadi,
ontology adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).
Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit
maupun rohani atau abstrak.
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk
menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf
(1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi
adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam
dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi
Kosmologi, Psikologi dan Teologi.
a). Monoisme, Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu
saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa
materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran.
b). Materialisme, Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah
merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri
c). Idealisme, Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme
berasal dari kata Ideal yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa
hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atu sejenis
dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat ini
hanyalah suatu jenis dari penjelamaan ruhani.
d). Dualisme, Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai
asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi
bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing
bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan
kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater (1596-1650 SM) yang dianggap
sebagai bapak Filosofi modern.
e). Pluralisme, Paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan
Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat
unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.
f). Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme
dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun
1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno,
yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang realitas
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila
sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat
dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia
tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
g). Agnotitisme, Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani, kata agnosticisme barasal dari bahasa
Grick. Ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know. Timbulnya aliran ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan
adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.
Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia.
Sifat akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri.
Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah proses
berpikir dan mendapatkan pengalaman.
1. Epistimologi
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk
membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem filsafat,
epistemologi ternyata menyimpan misteri pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah
dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka
memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan
pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi
persoalannya.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu konsep,
meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan
konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis,
guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut. Hal ini
berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya,
seseorang tidak akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika
dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri. Setelah memahami substansi belajar
tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip
belajar, hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi,
pemahaman terhadap substansi suatu konsep merupakan jalan pembuka bagi pembahasan-
pembahsan selanjutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung
dalam definisi (pengertian).
M. Arifin merinci ruang lingkup epistimologi, meliputi hakikat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam,
tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa
epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya,
apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah
pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Jadi meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi cakupannya luas sekali.
Jika kita memaduakan rincian aspek-aspekepistemologi, sebagaimana diuraikan tersebut,
maka teori pengetahuan itu bisa meliputi, hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode,
validias, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat,
pertanggungjawaban dan skope pengetahuan. Bahkan menurut, Sidi Gazalba, taklid kepada
pengetahuan atas kewibaan orang yang memberikannya termasuk epistemologi, sekalipun ia
sebenarnya merupakan doktrin tentang psikologi kepercayaan. Jelasnya, seluruh
permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan adalah menjadi cakupan epistemologi.
2. Aksiologi
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik
pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya
dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab
terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu,
hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral
yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme
menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu
sendiri adalah kebahagiaan.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi
manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa
didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis
dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang
indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan
sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun
sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat.
Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya
memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap
merupakan perasaan.
BAB III
PEMBAHASAN
Ilmu keperawatan merupakan ilmu yang tidak akan ada habisnya dalam perjalanan
kehidupan, banyaknya berbagai problema dalam masalah kesehatan semakin memaksa ilmu
keperawatan untuk terus selalu update dalam setiap perputaran waktu. Sebagai ilmu
pengetahun, keperawatan juga lahir dari Filsafat Ilmu.
Sebagai induk dari segala ilmu, Filsafat tentunya selalu berkaitan dengan semua ilmu, baik
kitannya yang bersifat umum atau khusus. Hubungan antara filsafat ilmu dengan ilmu
keperawatan sangat terlihat jelas saat kita melihat bagaimana perawat itu dalam bertindak
haruslah segara melakukan tindakan yang tepat, dan itu tidak akan bisa diwujudkan oleh
seorang perawat bila seandainya perawat tidak faham dan tidak mengerti apa sebenarnya
Filsafat Ilmu.
1. Ontologi Keperawatan
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic Jadi
ontology adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan
). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit
maupun rohani atau abstrak.
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud
yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap
manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Jadi dapat di simpulkan bahwa ontologi keperawatan yaitu ilmu dimana kita mempelajari
sesuatu sesuai dengan yang ada , berdasarkan bukti yang kongkrit. Yang berdasarkan ilmu
keperawatan itu sendiri. Contohnya :
2. Epistimologi Keperawatan
Masalah epistemology bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan.
Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana
dan dengan sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-
batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya
tidak dapat di ketahui. Memang sebenarnya, kita baru dapat menganggap mempunyai suatu
pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemology. Kita mungkin
terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai
kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan
bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang
memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak
memungkinkannya.
Manusia tidak lah memiliki pengetahuan yang sejati, maka dari itu kita dapat mengajukan
pertanyaan bagaimanakah caranya kita memperoleh pengetahuan?
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania,
mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang
kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan
menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta
refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-
hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat
dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang
dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak
dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau
setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang
sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran
dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika
kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada
kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh
dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman.
Baran sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyan sendiri merangsang alat inderawi kita
dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis
dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang
sesuatu seperti keadaanya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak
kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan di
dasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut
rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang
sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.
Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat
menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsut-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini
memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh
indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi
pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap
benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan
demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme setidak-tidaknya dalam beberapa
bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi,
sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh
analisa. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang
menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan.
Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak
kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.
1. Aksiologi keperawatan
Secara aksiologi, keperawatan yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang
memiliki andil besar dari masyrakat,jika dulu orientasi keperawatan adalah pada
individuyang sakit, kini orientasi meluas hingga individu yang sehat. Dalam hal ini
keperawatan selalu berupaya untuk menggembangkan diri kearah professional .Wujud
penggembangan ilmu keperawatan mencakup dua hal penting, yakni bidang pendidikan dan
latihan serta bidang praktik keperwatan.
Seorang perawat yang harus mengerti tugasnya sebagai seorang yang berprofesi sebagai
perawat . Serta seorang perawat harus memiliki nilai- nilai dan moral terhadap semua pasien
yang di rawatnya.
Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia.
Sifat akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri.
Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah proses
berpikir dan mendapatkan pengalaman.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Melihat pada aspek pemikiran yang cepat dan tepat, filsafat ilmu sangatlah perlu dikuasai
oleh seorang perawat. Karena sangat tidak menutup kemungkinan seorang perawat dalam
menjalankan tugasnya menghadapi persolan-persoalan bagai dilema yang sangat sulit di
pecahkan. Oleh karena itu perawat haruslah mampu menguasai filsafat ilmu itu sendiri untuk
menunjang dalam kecepatan dan ketepatan berfikir dan bertindak.
b. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula
atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Pengertian lain,
menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita
mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan
dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun
S.Suriasumantri, 2005).
c. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Azra Azyumardi, Integrasi Keilmuan, (Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press)
Keraf. S. & Mikhael Dua. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Jakarta:
Kanisius.
KEPERAWATAN
A. Latar Belakang
Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh ilmu berasal, darinya pula
seluruh ilmu dan pengetahuan manusia dilahirkan. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri
filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya,
dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Manakala ilmu mengalami masalah
yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan memulainya dengan sikap dasar
untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara
totalitas menyeluruh, menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar,
hingga ke dasar.
Dalam memahami ilmu fisafat maka sebaiknya memahami cabang-cabang dari ilmu filsafat
itu sendiri yakni ontology, epistimologi dan akseologi. Ketiga cabang tersebut sangatlah perlu
untuk difahami sebagai tolak ukur / landasan dalam berfikir.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat mengambil rumusan masalah
sebagai berikut:
C. Tujuan Masalah
BAB II
LANDASAN TEORI
Para Cendikiawan berbeda - beda dalam memberikan pengertian seputar filsafat ilmu. Berikut
ini disajikan beberapa defnisi filsafat ilmu agar bisa dipahami secara utuh dan menyeluruh,
pengertian tersebut antara lain:
1. Lewis White Beck mencoba mendefinisikan filsafat ilmu sebagai ilmu yang membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya
upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3. Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Penelaahan tentang logika
interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni
tentang metode ilmiah.
4. May Brodbeck mengatakan bahwa yang dimaksud dengan filsafat ilmu adalah Analisis
yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan landasan
ilmu.
Jadi antara Filsafat dan Filsafat Ilmu ada keterkaitan yang tidak bisa dilepas. Untuk
memahami Filsafat Ilmu harus terlebih dahulu paham Filsafat. Peter Caws berpendapat
bahwa Filsafat melakukan dua macam hal: di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang
manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan
dan tindakan. Di lain pihak, Filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan
sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan
harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
B. Ontologi Keperawatan
1. Pengertian perawat
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian
pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan
kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat
professional secara mandiri atau memalui upaya kolaborasi.
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
Mendefinisikan perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan.
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi
syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yan
bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan
penderita sakit.
Pohon ilmu dari keperawatan adalah ilmu keperawatan itu sendiri. Pendidikan keperawatan
sebagai pendidikan profesi harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu dan
profesi keperawatan, yang harus memiliki landasan akademik dan landasan professional yang
kokoh dan mantap.
Wawasan ilmu keperawatan mencakup ilmu-ilmu yang mempelajari bentuk dan sebab tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, melalui pengkajian mendasar tentang hal-hal yang
melatar belakangi, serta mempelajari berbagai bentuk upaya untuk mencapai kebutuhan dasar
tersebut melalui pemanfaatan semua sumber yang ada dan potensial.
Bidang garapan dan fenomena yang menjadi objek studi keperawatan adalah penyimpangan
dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosio-spiritual), mulai dari
tingkat individu tang utuh (mencakup seluruh siklus kehidupan), sampai pada tingkat
masyarakat, yang juga tercermin pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada tingkat
system organ fungsional sampai sub seluler atau molekuler.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa hakikat dari ilmu keperawatan adalah mempelajari
tentang respon manusia terhadap sehat dan sakit yang difokuskan pada kepedulian perawat
terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pasien atau disebut dengan care. Hal ini berbeda
dengan hakikat kedokteran adalah pengobatan atau disebut cure.
Keperawatan lahir sejak naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia.
Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan primitive. Namun demikian mereka
sudah mampu sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Pekerjaan
"merawat" dikerjakan berdasarkan naluri (instink) naluri binatang "mother instinct"
(naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri dalam yang bersendi pada pemeliharaan jenis
(melindungi anak, merawat orang lemah).
yang mengamati fenomena bahwa pasien yang dirawat dengan keadaan lingkungan yang
bersih ternyata lebih cepat sembuh dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi lingkungan
yang kotor. Hal ini membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan berperan dalam
keberhasilan perawatan pasien yang kemudian mejadi paradigma keperawatan berdasar
lingkungan.
Semenjak itu banyak pemikiran baru yang didasari berbagai tehnik untuk mendapatan
kebenaran baik dengan cara Revelasi (pengalaman pribadi), otoritas dari seorang yang ahli,
intusisi ( diluar kesadaran), common sense (pengalaman tidak sengaja), dan penggunaan
metode ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang keperawatan. Sehingga muncullah
paradigma lain diantaranya:
7. Orem (1971) : Kemandirian pasien untuk merawat dirinya sebagai tujuan perawatan.
1. Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic. Jadi,
ontology adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).
Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit
maupun rohani atau abstrak.
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk
menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf
(1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi
adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam
dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi
Kosmologi, Psikologi dan Teologi.
a). Monoisme, Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu
saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa
materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran.
b). Materialisme, Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah
merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri
c). Idealisme, Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme
berasal dari kata Ideal yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa
hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atu sejenis
dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat ini
hanyalah suatu jenis dari penjelamaan ruhani.
d). Dualisme, Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai
asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi
bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing
bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan
kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater (1596-1650 SM) yang dianggap
sebagai bapak Filosofi modern.
e). Pluralisme, Paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan
Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat
unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.
f). Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme
dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun
1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno,
yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang realitas
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila
sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat
dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia
tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
g). Agnotitisme, Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani, kata agnosticisme barasal dari bahasa
Grick. Ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know. Timbulnya aliran ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan
adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.
Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia.
Sifat akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri.
Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah proses
berpikir dan mendapatkan pengalaman.
1. Epistimologi
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk
membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem filsafat,
epistemologi ternyata menyimpan misteri pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah
dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka
memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan
pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi
persoalannya.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu konsep,
meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan
konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis,
guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut. Hal ini
berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya,
seseorang tidak akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika
dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri. Setelah memahami substansi belajar
tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip
belajar, hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi,
pemahaman terhadap substansi suatu konsep merupakan jalan pembuka bagi pembahasan-
pembahsan selanjutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung
dalam definisi (pengertian).
M. Arifin merinci ruang lingkup epistimologi, meliputi hakikat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam,
tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa
epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya,
apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah
pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Jadi meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi cakupannya luas sekali.
Jika kita memaduakan rincian aspek-aspekepistemologi, sebagaimana diuraikan tersebut,
maka teori pengetahuan itu bisa meliputi, hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode,
validias, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat,
pertanggungjawaban dan skope pengetahuan. Bahkan menurut, Sidi Gazalba, taklid kepada
pengetahuan atas kewibaan orang yang memberikannya termasuk epistemologi, sekalipun ia
sebenarnya merupakan doktrin tentang psikologi kepercayaan. Jelasnya, seluruh
permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan adalah menjadi cakupan epistemologi.
2. Aksiologi
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik
pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya
dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab
terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu,
hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral
yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme
menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu
sendiri adalah kebahagiaan.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi
manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa
didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis
dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang
indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan
sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun
sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat.
Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya
memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap
merupakan perasaan.
BAB III
PEMBAHASAN
Ilmu keperawatan merupakan ilmu yang tidak akan ada habisnya dalam perjalanan
kehidupan, banyaknya berbagai problema dalam masalah kesehatan semakin memaksa ilmu
keperawatan untuk terus selalu update dalam setiap perputaran waktu. Sebagai ilmu
pengetahun, keperawatan juga lahir dari Filsafat Ilmu.
Sebagai induk dari segala ilmu, Filsafat tentunya selalu berkaitan dengan semua ilmu, baik
kitannya yang bersifat umum atau khusus. Hubungan antara filsafat ilmu dengan ilmu
keperawatan sangat terlihat jelas saat kita melihat bagaimana perawat itu dalam bertindak
haruslah segara melakukan tindakan yang tepat, dan itu tidak akan bisa diwujudkan oleh
seorang perawat bila seandainya perawat tidak faham dan tidak mengerti apa sebenarnya
Filsafat Ilmu.
1. Ontologi Keperawatan
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos Logic Jadi
ontology adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan
). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit
maupun rohani atau abstrak.
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud
yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap
manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Jadi dapat di simpulkan bahwa ontologi keperawatan yaitu ilmu dimana kita mempelajari
sesuatu sesuai dengan yang ada , berdasarkan bukti yang kongkrit. Yang berdasarkan ilmu
keperawatan itu sendiri. Contohnya :
2. Epistimologi Keperawatan
Masalah epistemology bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan.
Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana
dan dengan sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-
batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya
tidak dapat di ketahui. Memang sebenarnya, kita baru dapat menganggap mempunyai suatu
pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemology. Kita mungkin
terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai
kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan
bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang
memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak
memungkinkannya.
Manusia tidak lah memiliki pengetahuan yang sejati, maka dari itu kita dapat mengajukan
pertanyaan bagaimanakah caranya kita memperoleh pengetahuan?
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania,
mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang
kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan
menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta
refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-
hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat
dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang
dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak
dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau
setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang
sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran
dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika
kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada
kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh
dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman.
Baran sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyan sendiri merangsang alat inderawi kita
dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis
dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang
sesuatu seperti keadaanya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak
kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan di
dasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut
rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang
sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.
Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat
menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsut-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini
memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh
indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi
pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap
benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan
demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme setidak-tidaknya dalam beberapa
bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi,
sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh
analisa. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang
menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan.
Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak
kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.
1. Aksiologi keperawatan
Secara aksiologi, keperawatan yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang
memiliki andil besar dari masyrakat,jika dulu orientasi keperawatan adalah pada
individuyang sakit, kini orientasi meluas hingga individu yang sehat. Dalam hal ini
keperawatan selalu berupaya untuk menggembangkan diri kearah professional .Wujud
penggembangan ilmu keperawatan mencakup dua hal penting, yakni bidang pendidikan dan
latihan serta bidang praktik keperwatan.
Seorang perawat yang harus mengerti tugasnya sebagai seorang yang berprofesi sebagai
perawat . Serta seorang perawat harus memiliki nilai- nilai dan moral terhadap semua pasien
yang di rawatnya.
Akal merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia.
Sifat akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri.
Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi lewat sebuah proses
berpikir dan mendapatkan pengalaman.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Melihat pada aspek pemikiran yang cepat dan tepat, filsafat ilmu sangatlah perlu dikuasai
oleh seorang perawat. Karena sangat tidak menutup kemungkinan seorang perawat dalam
menjalankan tugasnya menghadapi persolan-persoalan bagai dilema yang sangat sulit di
pecahkan. Oleh karena itu perawat haruslah mampu menguasai filsafat ilmu itu sendiri untuk
menunjang dalam kecepatan dan ketepatan berfikir dan bertindak.
b. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula
atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Pengertian lain,
menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita
mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan
dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun
S.Suriasumantri, 2005).
c. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Azra Azyumardi, Integrasi Keilmuan, (Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press)
Keraf. S. & Mikhael Dua. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Jakarta:
Kanisius.