You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DECOMPENSASI CORDIS

A. DEFINISI
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan
peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh (Dr. Ahmad Ramali, 1994).
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan
fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998;
Price ,1995).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peningkatan pengisian ventrikel kiri
(Noer,1996) .
Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi (Smeltzer,2001).

B. ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta,
dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis
aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard
atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian
dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung).
Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap
kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer,
atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :
a. Stroke volume isi sekuncup
b. Kontraksi kardiak
c. Preload dan afterload
Meliputi :
a. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark
myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma ventricular.
b. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle.
1. Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri
pulmonal, hipertensi pulmonary.
2. Keterbatasan pengisian sistolik ventricular.
3. Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang
tinggi,tamponade, mitral stenosis.
4. Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek
seftum ventricular.
Menurut Smeltzer, (2001) ,penyebab gagal jantung meliputi :
a. Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan patologis dimana
terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak “streak”).
b. Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg) atau hipertensi
pulmonal (peningkatan tekanan darah diparu-paru akibat kongesti pulmonal).
c. Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan pada otot
jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau katup jantung) rematik
(setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada musculoskeletal)
d. Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah melalui
jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup alveonar), pada
peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna (peningkatan tekanan darah berat
disertai kelainan pada retina,ginjal dan kelainan serebal).
e. Faktor siskemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam tiroktosikosis)
meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau berkurangnya oksigen dalam
darah, anemia atau berkurangnya kadar hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas otot jantung.

C. PATOFISIOLOGI
Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer (2001), yaitu mekanisme yang
mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal, bila curah jantung
berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
perfusi jaringan yang memadai maka volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah
kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga factor
yaitu preload, kontraktilitas dan afterload ,jika salah satu dari ketiga factor tersebut terganggu
maka curah jantungnya akan berkurang. Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti
jaringan yang terjadi akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi karena
ventrikel kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong keparu, manifestasinya meliputi dispnea, batuk, mudah lelah,
takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan jaringan perifer, sebagai
akibat sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah secara adekuat. Manifestasinya
yaitu Oedema dependen, hepatomegali, pertambahan berat badan, asites, distensi vena
jugularis.
Menurut Nettina (2002), penurunan kontraktilitas miokardium, pada awalnya hal ini
hanya timbul saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan vena juga mulai meningkat dan
terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian meningkatkan afterload sehingga curah jantung
semakin turun.
Menurut Hudak (1997), respon terhadap penurunan curah jantung untuk
mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus otot simpatis sehingga
meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi dan respon fisiologis
kedua adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat adanya penurunan volume darah
filtrasi.
Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1995) adalah sebagai
berikut:
a. Gagal jantung kiri
Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung menurun.
Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan. Sedangkan akibat ke
belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat sehingga terjadi
bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru. Akibat adanya sisa tekan
di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel yang menyebabkan
kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan beban
vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi oedema.
Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding kapiler jantung
sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan perdarahan.
b. Gagal jantung kanan
Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-paru menurun
ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume akhir diastole ventrikel
meningkat sehingga terjadi bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan
bendungan vena kava. Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum,
vena dari lien terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer
terutama kaki.
D. PATHWAY
E. KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi Decompensasi Cordis adalah, gagal jantung kanan dan gagal
jantung kiri (Tambayong, 2000).
a. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir
sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga
pada masa diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol
semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi
peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan
diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler
di paru, karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam
jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru
akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari
pembuluh kapiler paru-paru.
Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi
transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi
terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang
yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di
kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran
limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg)
sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan
menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru
disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak
cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi
menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat
kematian.
Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang
mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua antara lain:
1. Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort
(sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring
dan dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural
paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun)
2. Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang
bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,
3. Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses
aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel.
b. Decompensasi cordis kanan / gagal jantung kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan
yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam
sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan
keintertisiel masuk kedalam (edema perifer) (long, 1996). Kegagalan ini akibat
jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan
optimal , terjadi bendungan diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan
tampak gejal yang ada adalah udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak
nyata penurunan tekanan darah yang cepat. Hal ini akibat vetrikel kanan pada saat
sisitol tidak mampu memompa darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir
diastolik ventrikel kanan makin meningkat demikian pula mengakibatkan tekanan
dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena
kava inferior serta seluruh sistem vena. Tampak gejala klinis adalah terjadinya
bendungan vena jugularis eksterna, vena hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis
(splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada vena-vena perifer. Dan apabila
tekanan hidristik di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma
maka terjadinya edema perifer.

F. MANISFESTASI KLINIS
Adapun tanda dan gejala decompensasi cordis menurut Chung (1995) adalah sebagai
berikut:
a. Kelelahan/ kelemahan.
b. Dispnea.
c. Ortopne.
d. Dispne nokturia paroksimal.
e. Batuk.
f. Nokturia.
g. Anoreksia.
h. Nyeri kuadran kanan atas.
i. Takikardia.
j. Pernapasan cheyne-stokes.
k. Sianosis.
l. Ronkhi basah
m. Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis.
n. Hepatosplenomegali.
o. Asites.
p. Edema perifer
Menurut Tambayong (2000), gagal jantung (decompensasi cordis) dimanifestasikan
sesuai klasifikasinya:
a. Gagal jantung kiri, ditandai :
1. Edema Pulmo (penumpukan cairan pada rongga dada)
2. Dispnea (sesak nafas)
3. Wheezing (mengi’jawa)
4. Mudah lelah
5. Ansietas (perasaan cemas)
b. Gagal jantung kanan, ditandai :
1. Oedem depend (penumpukan cairan pada daerah distal dari jantung)
2. Hepatomegali (pembesaran hati)
3. Asites (penumpukan cairan pada rongga peritoneum)
4. Distensi vena jugularis (adanya bendungan pada vena jugularis)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
b. Scan jantung (Multigated Alquistion/MUGA), tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan pergerakan dinding.
c. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas
(Wilson Lorraine M, 2003).
d. Rontgen dada : dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan pembuluh darah mencerminkan peningkatan
tekanan pulmonal, bulging pada perbatasan jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma
ventrikel.
e. Enzim hepar : meningkat dalam gagal kongesti hepar.
f. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
g. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mugkin rendah terutama jika gagal jantung kanan
akut memperburuk penyakit paru abstruksi menahun atau gagal jantung kronis.
h. Blood Urea Nitrogen, Kreatinin : peningkatan blood nitrogen menandakan penurunan
fungsi ginjal. Kenaikan baik blood urea nitrogen dan kreatin merupakan indikasi gagal
ginjal.
i. Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau
penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
j. Hitung sel darah merah : mungkin terjadi anemia, polisitemia atau perubahan
kepekatan menandakan retensi urine. Sel darah putih mungkin meningkat
mencerminkan miokard infark akut, perikarditas atau status infeksi lain.
k. Pemeriksaan tiroid : peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid
sebagai pre pencetus gagal jantung kanan.
l. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
m. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
fleura yang menegaskan diagnisa CHF.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk
menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially
curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :
a. Non medikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja
jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–benar dengan tirah
baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering tampak
gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya
berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan.
Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan
diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
b. Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun
parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung. Sampai
edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis
optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan
ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan
kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang
memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada
pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan
mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N atriuretic Peptide
(Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac
Resychronization Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-
Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat
iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup,
namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala
dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti
miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut.
c. Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
1. Revaskularisasi (perkutan, bedah).
2. Operasi katup mitral.
3. Aneurismektomi.
4. Kardiomioplasti.
5. External cardiac support.
6. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
7. Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
8. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.
9. Ultrafiltrasi, hemodialisis

I. KOMPLIKASI
Komplikasi dari decompensatio cordis adalah:
a. shock kardiogenik
Shock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri.
Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada fungsi jaringan dan penhantaran
oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus shock
kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut. Gangguan ini disebabkan
oleh kehilangan 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di
seluruh ventrikel, karena ketidak seimbangan antara kebutuhan dan persendian
oksigen miokardium
b. Edema paru-paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul di bagian
tubuh mana saja, termasuk faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-
paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. (Ardiansyah, 2012: 30).

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
Menurut Doenges (2002), hal-hal yang perlu dikaji pada penderita
decompensasi cordis antara lain :
1. Aktivitas atau istirahat
 Gejala
Keletihan atau kelelahan, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas dispnea
pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.
 Tanda
Gelisah perubahan status mental (misal : letargi), tanda vital berubah
pada aktivitas.
2. Sirkulasi
 Gejala
Riyawat hipertensi infark miokartd akut, episode gagal jantung kanan
sebelumnya, penyakit katup jantung, endokarditis siskemik lupus eritema
tosus, anemia, syok septik, bengkak pada telapak kaki, abdomen.
 Tanda
Tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan),normal (gagal
jantung kanan ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban cairan).
Tekanan nadi : mungkin sempit menunjukkan penurunan volume
sekuncup. Frekuensi jantung takikardi (gagal jantung kiri). Irama
jantung: disritmia (misal: fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel premature
atau takikardi, blok jantung). Nadi apikal penyakit miokard infark
mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke kiri. Bunyi
jantung : S3 (galiop), S4 dapat terjadi, S1 dan S2 melemah murmur
sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau
insufisiensi : nadi perifer berkurang perubahan dalam kekuatan dapat
terjadi, nadi sentral mungkin kuat (misal nadi jugularis, karotis,
abdominalis). Warna kulit : sianosis, pucat, abuabu, kebiruan. Punggung
kuku: pucat sianotik dan pengisian kapiler lambat. Hepar membesar.
Bunyi nafas : krekels, ronkhi, edem mungkin depend, edem piting,
khususnya ekstremitas,distensi vena jugularis.
3. Integritas Ego
 Gejala
Ansietas, kuatir, takut, stress, berhubungan dengan finansial atau
penyakit.
 Tanda
Berbagai manifestasi perilaku, (misal: ansietas, marah, ketakutan mudah
tersinggung).
4. Makanan atau cairan
 Gejala
Kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, penambahan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstrimitas kbawah, pakaian atau sepatu
terasa sesak, diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses lemak,
gula dan garam, kafein, penggunaan diuretik.
 Tanda
Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen(asites), edem (umum,
dependen, tekanan, pitting).
5. Hygiene
 Gejala
Keletihan atau kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
 Tanda
Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
6. Neurosensori
 Gejala
Kelemahan, pening, episode pingsan.
 Tanda
Latergi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung.
7. Nyerti atau kenyamanan
 Gejala
Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit
pada otot.
 Tanda
Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku
melindungi diri.
8. Pernafasan
 Gejala
Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal,
batuk dengan tanpa pembentukan sputum, riwayatpenyakit paru kronis,
penggunaan bantuan pernafasan, misal: oksigen atau medikasi.
 Tanda
Pernafasan; takipnea, nafas dangkal, penggunaan otot aksesoris
pernafasan. Batuk kering atau nyaring atau non produktif atau mungkin
batuk terus menerus dengan atau tanpa sputum. Bunyi nafas : mungkin
tidak terdengar krekels, mengi. Fungsi mental mungkin menurun, letargi,
kegelisahan. Warna kulit pucat atau sianosis.
9. Keamanan
 Gejala
Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan atau tonus otot,
kulit lecet.
10. Interaksi
 Gejala
Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
11. Pengajaran
 Gejala
Lupa menggunakan obat-obat jantung.
 Tanda
Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkat.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard atau perubahan
inotropik, perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural
(misal : kelainan katup, aneurisme ventrikular)
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung) meningkatnya produksi antidiuretik
hormone dan retensi natrium atau air.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2
kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan faktor resiko
perubahan membran kapiler alveolus.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko tirah
baring lama, oedema, penurunan defusi.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung b/d gangguan NOC : NIC :
irama jantung, stroke volume, pre load dan  Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
afterload, kontraktilitas jantung.  Circulation Status  Catat adanya disritmia jantung
 Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
DO/DS:  Tissue perfusion: perifer  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
- Aritmia, takikardia, bradikardia  Monitor balance cairan
- Palpitasi, oedem Setelah dilakukan asuhan  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
- Kelelahan selama………penurunan kardiak antiaritmia
- Peningkatan/penurunan JVP output klien teratasi dengan  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
- Distensi vena jugularis kriteria hasil: kelelahan
- Kulit dingin dan lembab  Tanda Vital dalam rentang  Monitor toleransi aktivitas pasien
- Penurunan denyut nadi perifer normal (Tekanan darah, Nadi,  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
- Oliguria, kaplari refill lambat respirasi)  Anjurkan untuk menurunkan stress
- Nafas pendek/ sesak nafas  Dapat mentoleransi aktivitas,  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Perubahan warna kulit tidak ada kelelahan  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Batuk, bunyi jantung S3/S4  Tidak ada edema paru, perifer,  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Kecemasan dan tidak ada asites  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

 Tidak ada penurunan aktivitas

kesadaran  Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung

 AGD dalam batas normal  Monitor frekuensi dan irama pernapasan

 Tidak ada distensi vena leher  Monitor pola pernapasan abnormal


 Warna kulit normal  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin
dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas
jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus
perifer
 Minimalkan stress lingkungan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Electrolit and acid base  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Mekanisme pengaturan melemah balance  Pasang urin kateter jika diperlukan
- Asupan cairan berlebihan  Fluid balance  Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN
 Hydration , Hmt , osmolalitas urin )
DO/DS :  Monitor vital sign
- Berat badan meningkat pada waktu Setelah dilakukan tindakan  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
yang singkat keperawatan selama …. edema, distensi vena leher, asites)
- Asupan berlebihan dibanding Kelebihan volume cairan teratasi  Kaji lokasi dan luas edema
output dengan kriteria:  Monitor masukan makanan / cairan
- Distensi vena jugularis  Terbebas dari edema, efusi,  Monitor status nutrisi
- Perubahan pada pola nafas, anaskara  Berikan diuretik sesuai interuksi
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe,  Bunyi nafas bersih, tidak ada  Kolaborasi pemberian obat:
suara nafas abnormal (Rales atau dyspneu/ortopneu ....................................
crakles), , pleural effusion  Terbebas dari distensi vena  Monitor berat badan
- Oliguria, azotemia jugularis,  Monitor elektrolit
- Perubahan status mental,  Memelihara tekanan vena  Monitor tanda dan gejala dari odema
kegelisahan, kecemasan sentral, tekanan kapiler paru,
output jantung dan vital sign
DBN
 Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau bingung
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
 Tirah Baring atau imobilisasi  Toleransi aktivitas aktivitas
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi energi  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Ketidakseimbangan antara suplei  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
oksigen dengan kebutuhan Setelah dilakukan tindakan  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
keperawatan selama …. Pasien secara berlebihan
Gaya hidup yang dipertahankan. bertoleransi terhadap aktivitas  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
DS: dengan Kriteria Hasil : (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,

 Melaporkan secara verbal adanya  Berpartisipasi dalam aktivitas perubahan hemodinamik)

kelelahan atau kelemahan. fisik tanpa disertai  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

 Adanya dyspneu atau peningkatan tekanan darah,  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam

ketidaknyamanan saat beraktivitas. nadi dan RR merencanakan progran terapi yang tepat.

DO :  Mampu melakukan aktivitas  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
sehari hari (ADLs) secara dilakukan

 Respon abnormal dari tekanan darah mandiri  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai

atau nadi terhadap aktifitas  Keseimbangan aktivitas dan dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
istirahat  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- ketidakseimbangan perfusi ventilasi exchange  Pasang mayo bila perlu
- perubahan membran kapiler-alveolar  Keseimbangan asam Basa,  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Elektrolit  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
DS:  Respiratory Status : ventilation  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- sakit kepala ketika bangun  Vital Sign Status  Berikan bronkodilator ;
- Dyspnoe -………………….
- Gangguan penglihatan Setelah dilakukan tindakan -………………….
DO: keperawatan selama ….  Barikan pelembab udara
- Penurunan CO2 Gangguan pertukaran pasien
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Takikardi teratasi dengan kriteria hasi:
 Monitor respirasi dan status O2
- Hiperkapnia  Mendemonstrasikan
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
- Keletihan peningkatan ventilasi dan
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
- Iritabilitas oksigenasi yang adekuat
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Hypoxia  Memelihara kebersihan paru
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
- kebingungan paru dan bebas dari tanda tanda
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
- sianosis distress pernafasan
 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
- warna kulit abnormal (pucat,  Mendemonstrasikan batuk
ventilasi dan suara tambahan
kehitaman) efektif dan suara nafas yang
 Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
- Hipoksemia bersih, tidak ada sianosis dan
- hiperkarbia dyspneu (mampu  Observasi sianosis khususnya membran mukosa
- AGD abnormal mengeluarkan sputum, mampu  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
- pH arteri abnormal bernafas dengan mudah, tidak tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
- frekuensi dan kedalaman nafas ada pursed lips) Suction, Inhalasi)
abnormal  Tanda tanda vital dalam  Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
rentang normal
 AGD dalam batas normal
 Status neurologis dalam batas
normal
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas kulit berhubungan NOC : NIC : Pressure Management
dengan : Tissue Integrity : Skin and  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Eksternal : Mucous Membranes longgar
- Hipertermia atau hipotermia Wound Healing : primer dan  Hindari kerutan pada tempat tidur
- Substansi kimia sekunder  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Kelembaban  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang Setelah dilakukan tindakan sekali
dapat menimbulkan luka, tekanan, keperawatan selama…..  Monitor kulit akan adanya kemerahan
restraint) kerusakan integritas kulit pasien  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
- Immobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: tertekan
- Radiasi  Integritas kulit yang baik bisa  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Usia yang ekstrim dipertahankan (sensasi,  Monitor status nutrisi pasien
- Kelembaban kulit elastisitas, temperatur,  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Obat-obatan hidrasi, pigmentasi)  Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
Internal :  Tidak ada luka/lesi pada kulit  Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
- Perubahan status metabolik  Perfusi jaringan baik karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Tonjolan tulang  Menunjukkan pemahaman tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Defisit imunologi dalam proses perbaikan kulit  Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Berhubungan dengan dengan dan mencegah terjadinya  Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
perkembangan sedera berulang  Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan sensasi  Mampu melindungi kulit dan  Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
- Perubahan status nutrisi (obesitas, mempertahankan kelembaban  Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
kekurusan) kulit dan perawatan alami
- Perubahan status cairan  Menunjukkan terjadinya
- Perubahan pigmentasi proses penyembuhan luka
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)

DO:
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit (epidermis)
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E .(2002). Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo.(1997).Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik. Jakarta : EGC.
Nettina, Sandra M. (2002). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC.
Price Sylvia A .(1995).Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tabrani.(1998). Agenda Gawat Darurat Jilid 2, Penerbit Alumni Bandung
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. 73-75, Jakarta : Widya Medika.

You might also like