You are on page 1of 14

A.

Pengertian Suksesi
Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi
pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang
berbeda dengan komunitas semula. Dengan kata lain, suksesi dapat diartikan sebagai
perkembangan ekosistem tidak seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai
akibat modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem (Syafei, 1990).

B. Konsep Suksesi
Pada dasarnya ada komunitas yang statis tetapi pada hakekatnya senantiasa berubah
dalam peredaran waktu. Perubahan itu dikenal dalam jenjang-jenjang; yang pertama tentunya
terjadi karena organisme tumbuh, berinteraksi atau mati. Perubahan ini dalam jangka waktu yang
lebih lama mengakibatkan perubahan besar pada komposisi dan struktur suksesi ekologik,
sebagai reaksi komunitas perubahan faktor biotik fundamental dan evolusi komunitas.
Dalam contoh tulisan ini suksesi ekologik digambarkan dari awal suatu ekosistem hutan
yang mengalami kebakaran besar sehingga mengakibatkan lahan menjadi gundul. Kendati
demikian pada lahan gundul itu dapat tersisa vegetasi akar-akaran dan biji-biji dorman yang
mulai hidup kembali membentuk ekosistem baru. Jenis-jenis pertama yang mulai membentuk
komunitas baru itu disebut jenis pionir, yang memelopori kehidupan di lingkungan gersang yang
kemudian mati, ditambah semak-semaknya sewaktu masih tumbuh dan meningkatkan mutu
kondisi lingkungan biotik, yang memungkinkan organisme lain hidup, baik yang dominan di
tempat maupun kedatangan spesies baru dari luar, meningkatkan komunitas semakin dewasa.
Pertumbuhan komunitas semakin dewasa ini disebut proses suksesi. Proses ini berlanjut terus
menuju keseimbangan puncak yang dalam tulisan ini disebut puncak keseimbangan dinamik
(PKD/klimaks) (McNaughton, 1973).
Gambar 1. Bagan Suksesi Ekologik Dengan Putaran Umpan Balik (McNaughton, 1973).

Menurut Irwan (1992), Teori tradisional menyatakan bahwa suksesi ekologi mengarah
pada suatu komunitas akhir yang stabil yaitu klimaks. Pada klimaks ini mempunyai sifat-sifat
tertentu, dan yang penting adalah:
a. Fase klimaks merupakan sistem yang stabil dalam keseimbangan antara lingkungan biologi
dengan non-biologi.
b. Komposisi jenis pada fase klimaks relatif tetap atau tidak berubah.
c. Pada fase klimaks tidak ada akumulasi tahunan berlebihan dari materi organik, sehingga
tidak ada perubahan yang berarti.
d. Fase klimaks dapat mengelola diri sendiri atau mandiri.
Di dalam kondisi klimaks ini makhluk hidup dapat mengatur dirinya sendiri dan dapat
mengolah habitat sedemikian rupa sehingga cenderung untuk melawan inovasi baru. Terdapat
beberapa jenis klimaks berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya:
1) Klimaks klimatik, klimaks yang dapat dicapai dengan kondisi iklim tertentu. Karena iklim
sendiri menentukan pembentukan klimaks maka dapat dikatakan bahwa klimaks klimatik
dicapai pada saat kondisi fisik di sub stratum tidak begitu ekstrem untuk mengadakan
perubahan terhadap kebiasaan iklim di suatu wilayah.
2) Klimaks edafik, klimaks yang dimodifikasi begitu besar oleh kondisi fisik tanah seperti
topografi dan kandungan air. Secara relatif vegetasi dapat mencapai kestabilan lain dari
klimatik atau klimaks yang sebenarnya di suatu wilayah. Hal ini disebabkan adanya tanah
habitat yang mempunyai karakteristik yang tersendiri.
3) Sub klimaks, adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks, oleh beberapa faktor
selain iklim. Misalnya adanya penebangan, dipakai untuk penggembalaan hewan, tergenang
dan lain-lain. Dengan demikian vegetasi dalam tahap perkembangan yang tidak sempurna
(tahap sebelum klimaks yang sebenarnya) baik oleh faktor alam atau buatan. Komunitas
tanaman sub klimaks akan cenderung untuk mencapai klimaks sebenarnya jika faktor-faktor
penghalang/penghambat dihilangkan.
4) Disklimaks, gangguan dapat menyebabkan modifikasi klimaks yang sebenarnya dan ini
menyebabkan terbentuknya sub klimaks yang berubah (termodifikasi). Sebagai contoh
vegetasi terbakar menyebabkan tumbuh dan berkembangnya vegetasi yang sesuai dengan
tanah bekas terbakar tersebut.
5) Pra klimaks (pre Klimaks), jika pergantian iklim secara temporer menghentikan
perkembangan vegetasi sebelum mencapai klimaks yang diharapkan.

Berhubungan dengan berbagai klimaks maka terdapat kekaburan arti klimaks. Oleh karena
terjadi ketidaksepakatan kemudian berkembang tiga teori klimaks dengan argumentasi masing-
masing, yaitu:
a) Teori Monoklimaks
Teori ini dipelopori oleh Clements yang menyatakan bahwa teori klimaks berkembang
dan terjadi hanya satu kali. Hal ini merupakan klimaks klimatik di suatu wilayah iklim utama.
b) Teori Poliklimaks
Klimaks merupakan keadaan komunitas yang stabil dan mandiri sehingga pada suatu
habitat dapat terjadi sejumlah klimaks karena kondisi selain iklim yang berbeda.
c) Teori Informasi
Teori ini dikemukakan oleh Odum dan merupakan teori sebagai jalan tengah antara teori
monoklimaks dan teori poliklimaks (Irwan, 1992).
C. Faktor-faktor Penyebab Suksesi
Pada prinsipnya semua bentuk ekosistem akan mngalami perubahan baik struktur
maupun fungsinya. Perubahan ekosistem ini pada dasarnya dapat di sebabkan berbagai
penyebab utama yaitu:
a. Akibat perubahan iklim
Perubahan atau fluktuasi iklim dalam skala dunia yang meliputi ribuan tahun telah memberikan
reaksi penyusuaian dari ekosistem di dunia ini. Bentuk perubahan ini meliputi perubahan dalam
perioda waktu yang lama dari penyebaran tumbuhan dan juga hewan yang akhirnya sampai pada
bentuk-bentuk ekosistem sekarang.
b. Suksesi allogenik (karen pengaruh dari luar)
Faktor luar seperti api, penginjakan atau polusi dapat menginduksi perubahan ekosistem baik
untuk sementara maupun waktu yang relative lama.
c. Topografi
Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara lain :
1. Erosi
Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam proses erosi tanah menjadi kosong
kemudian terjadi penyebaran biji oleh angin (migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai.
2. Pengendapan (denudasi)
Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu tempat tanah diendapkan sehingga menutupi
vegetasi yang ada dan merusakkannya. Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi berulang
kembali di tempat tersebut.
3. Biotik
Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu di lahan pertanian demikian
pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi. Di padang penggembalaan, hutan yang
ditebang, panen menyebabkan tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila rusak berat berganti
vegetasi (Sancayaningsih, 2007).

Perubahan vegetasi di alam dapat dibedakan dalam tiga bentuk umum, yaitu:
1. Perubahan fenologis, yaitu perubahan yang tidak saja terjadi karena adanya masa-masa
berbunga, berubah biji, berumbi, gugur daun dan sebagainya, tetapi juga terjadi pertumbuhan
jenis-jenis tumbuhan tertentu dalam perjalanan waktu atau musim yang memperkaya
komunitas tumbuhan itu, misalnya pada habitat padang pasir dengan hadirnya tumbuhan
setahun dan geofita setelah hujan turun,dan ini terjadi satu kali untuk beberapa tahun.
2. Perubahan suksesi sekunder, yaitu perubahan vegetasi yang non fenologis dan terjadi dalam
ekosistem yang telah matang. Ini termasuk suksesi normal, berirama dan kata strofik. Suatu
suksesi sekunder berasal hanya dari suatu kerusakan ekosistem secara tidak menyeluruh atau
tidak total kerusakannya. Misalnya pada daerah pertanian setelah terjadi panenan, juga pada
daerah hutan akiubat terjadinya pohon tumbang. Pada suksesi sekunder ini dapat bersifat satu
arah atau siklik.
3. Perubahan Suksesi rimer, berlainan dengan suksesi sekunder,pembentukan komunitas
tumbuhan pada suksesi primer ini berasal dari suatu substrat yang sebelumnya tidak pernah
mendukung komunitas tumbuhan.

D. Tahapan-tahapan Suksesi
Suksesi dapat terjadi melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Kolonisasi
Tahap awal dari suksesi adalah kolonisasi. Selama tahap tersebut habitat yang kosong dipenuhi
oleh organisme – organisme. Kemampuan organisme untuk sampai pada suatu tempat tergantung
pada kemampuan dispersal individu tersebut dan isolasi yang ada pada daerah tersebut.
2. Modifikasi Tempat
Dari tahap kolonisasi, organisme – organisme yang berdiam didaerah itu akan mengubah sifat –
sifat tempat tersebut. Koloni awal dari suksesi primer pada daerah terestial biasanya adalah
mikroorganisme – mikroorganisme tanah seperti misalnya lichens (lumut kerak) yang meruakan
kolonis permulaan dari bebatuan vulkanik. Organisme ini akan mempengaruhi sifat – sifat
batuan yang didiami.
3. Variabilitas Ruang
Tahap berikut dari modifikasi ruang adalah peningkatan variablitas ruang (spasial) habitat.
Contohnya adalah Dryas drummndii adalah tanaman pembentuk hutan yang terpentingpada
suksesi awal di Alaska. Tumbuhan ini menghasilkan gradient sifat tanah. Bahan organik tanah
bervariasi pada bagian tengah hutan dan pada bagian tepi hutan.
Penutupan vegetasi ummnya berpengaruh pada perbaikan temperature, cahaya dan evaporasi.
Oleh karena transpirasi hutan akan cenderung menciptakan kelembapan internal yang tinggi,
kehilangan air dari organisme yang ada dihutan mungkin akan berkurang. Temperature udara
akan lebih rendah dalam tegakan suksesi suksesi yang lebih tua.

Secara umum, tahap-tahap terjadinya suksesi adalah sebagai berikut:


Lahan kosong  invasi benih  kolonisasi  kompetisi  interaksi antar komunitas dan
lingkungan  stabilisasi dan tercapainya keseimbangan yang mantap.

Di bawah ini adalah tahapan suksesi secara khusus, yaitu sebagai berikut:
1. Fase Permulaan
Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa yang tersisa
yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak muncul dengan
cepat dan menempati tanah yang gundul.
2. Fase Awal/ Muda
Kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak-semak digantikan oleh jenis-jenis
pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertumbuhan tinggi yang
cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit, daun-daun berukuran
besar yang sederhana, relatif muda/cepat mulai berbunga, memproduksi banyak benih-
benih dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa
hidup yang pendek (7- 25 tahun), berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah
penyebaran yang luas. Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat
kematian pohon-pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh
dengan umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh
jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis pohon dari
fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh pionir-pionir awal
yang cepat tumbuh.
Siklus unsur hara berkembang dengan sangat cepat. Khususnya unsur-unsur hara
mineral diserap dengan cepat oleh tanaman-tanaman, sebaliknya nitrogen tanah, fosfor
dan belerang pada awalnya menumpuk di lapisan organik (Jordan 1985). Pertumbuhan
tanaman dan penyerapan unsur hara yang cepat mengakibatkan terjadinya penumpukan
biomasa yang sangat cepat. Dalam waktu kurang dari lima tahun, indeks permukaan daun
dan tingkat produksi primer bersih yang dimiliki hutan-hutan primer sudah dapat dicapai.
Biomasa daun, akar dan kayu terakumulasi secara berturut-turut. Begitu biomasa daun
dan akar berkembang penuh, maka akumulasi biomasa kayu akan meningkat secara
tajam. Hanya setelah 5-10 tahun biomasa daun dan akar halus akan meningkat mencapai
nilai seperti di hutan-hutan primer. Proses-proses biologi akan berjalan lebih lambat
setelah sekitar 20 tahun.Ciri-ciri ini adalah permulaan dari fase ketiga (fase dewasa).
3. Fase Dewasa
Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka akan mati satu
per satu dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir akhir yang juga akan
membentuk lapisan pohon yang homogen (Finegan 1992). Secara garis besar,
karakteristik-karakteristik pionir-pionir akhir yang relatif beragam dapat dirangkum
sebagai berikut: Walaupun sewaktu muda mereka sangat menyerupai pionir-pionir awal,
pionir-pionir akhir lebih tinggi, hidup lebih lama (50-100 tahun), dan sering mempunyai
kayu yang lebih padat.
Pionir-pionir akhir menggugurkan daun dan memiliki biji/benih yang disebarkan oleh
angin, yang seringkali dorman di tanah dalam periode waktu yang sangat lama. Mereka
bahkan dapat berkecambah pada tanah yang sangat miskin unsur hara bila terdapat
intensitas cahaya yang cukup tinggi. Jenis-jenis pionir akhir yang termasuk kedalam
genus yang sama biasanya dijumpai tersebar didalam sebuah daerah geografis yang luas.
Dalam akhir fase, akumulasi biomasa berangsur-angsur mengecil secara kontinyu. Dalam
hutan-hutan yang lebih tua, biimasa yang diproduksi hanya 1- 4.5 t/ha/tahun. Setelah 50-
80 tahun, produksi primer bersih mendekati nol. Sejalan dengan akumulasi biomasa yang
semakin lambat, efisiensi penggunaan unsur-unsur hara akan meningkat, karena sebagian
besar dari unsur-unsur hara tersebut sekarang diserap dan digunakan kembali. Sebagai
hasil dari keadaan tersebut dan karena adanya peningkatan unsur hara-unsur hara yang
non-fungsional pada lapisan organik dan horizon tanah bagian atas, maka konsentrasi
unsur-unsur hara pada biomasa menurun (Brown & Lugo 1990).
Perputaran kembali unsur hara pada daun-daunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
fase sebelumnya.
4. Fase klimaks
Pionir-pionir akhir mati satu per satu setelah sekitar 100 tahun dan berangsur-angsur
digantikan oleh jenis-jenis tahan naungan yang telah tumbuh dibawah tajuk pionir-pionir
akhir. Jenis-jenis ini adalah jenis-jenis pohon klimaks dari hutan primer, yang dapat
menunjukkan ciri-ciri yang berbeda. Termasuk dalam jenis-jenis ini adalah jenis-jenis
kayu tropik komersil yang bernilai tinggi dan banyak jenis lainnya yang tidak (belum)
memiliki nilai komersil.
Perlahan-lahan suatu kondisi keseimbangan yang stabil (steady-state) mulai terbentuk,
dimana tanaman-tanaman yang mati secara terus menerus digantikan oleh tanaman
(permudaan) yang baru. Areal basal dan biomasa hutan primer semula dicapai setelah 50-
100 tahun (Riswan et al. 1985) atau 150-250 tahun (Saldarriaga et. al. 1988). Setelah itu
tidak ada biomasa tambahan yang terakumulasi lagi. Namun, permudaan lubang/celah
tajuk yang khas terjadi pada hutan-hutan tropik basah biasanya memerlukan waktu
selama 500 tahun (Riswan et al. 1985).
Suksesi standar yang dijelaskan di atas adalah suatu contoh gambaran yang sangat
skematis dari proses-proses suksesi yang sangat kompleks dan beragam. Walaupun
kebanyakan suksesi mengikuti pola seperti yang dijelaskan di atas, pada kenyataannya di
alam beberapa tahap suksesi sering terlampaui, atau berbagai proses suksesi muncul
secara bersamaan dalam susunan seperti mosaik. Suatu situasi khusus terjadi, bila
permudaan dari jenis pohon klimaks tetap hidup atau terdapat di seluruh areal setelah
atau walaupun terjadi gangguan yang menyebabkan penggundulan hutan tersebut. Dalam
hal ini, seluruh fase suksesi akan dilalui oleh komunitas tumbuhan tersebut, dan sebagai
akibatnya yang terjadi hanyalah perubahan struktur hutan.

Gambar 2. Proses suksesi (Syafei, 1990).


E. Tipe-Tipe Suksesi
Suksesi terdiri atas dua jenis, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Yang
membedakan antara suksesi primer dan suksesi sekunder ini terletak pada kondisi habitat pada
awal proses suksesi terjadi.
1. Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi ketika komunitas awal terganggu dan mengakibatkan hilangnya
komunitas awal tersebut secara total, sehingga di tempat komunitas asal tersebut akan terbentuk
substrat dan habitat baru.
Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah longsor, letusan gunung berapi,
endapan Lumpur yang baru di muara sungai, dan endapan pasir di pantai. Selain itu gangguan
juga dapat terjadi karena perbuatan manusia misalnya penambangan timah, batubara, dan minyak
bumi.
Contoh yang terdapat di Indonesia adalah terbentuknya suksesi di Gunung Krakatau yang
pernah meletus pada tahun 1883. Di daerah bekas letusan gunung Krakatau mula-mula muncul
pioner berupa lumut kerak (liken) serta tumbuhan lumut yang tahan terhadap penyinaran
matahari dan kekeringan.Tumbuhan perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada daerah
permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana. Bila tumbuhan perintis mati maka akan
mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk karna aktivitas penguraian bercampur
dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang lebih kompleks susunannya.Dengan
adanya tanah ini, biji yang datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur. Kemudian
rumput yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh
menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi demikian tidak menjadikan pioner
subur tapi sebaliknya.
Sementara itu, rumput dan belukar dengan akarnya yang kuat terus mengadakan
pelapukan lahan. Bagian tumbuhan yang mati diuraikan oleh jamur sehingga keadaan tanah
menjadi lebih tebal. Kemudian semak tumbuh.Tumbuhan semak menaungi rumput dan belukar
maka terjadilah kompetisi. Lama kelamaan semak menjadi dominan kemudian pohon mendesak
tumbuhan belukar sehingga terbentuklah hutan. Saat itulah ekosistem disebut mencapai
kesetimbangan atau dikatakan ekosistem mencapai klimaks, yakni perubahan yang terjadi sangat
kecil sehingga tidak banyak mengubah ekosistem itu (Wirakusumah, 2003).
Gambar 3. Suksesi primer pada Pulau Anak Krakatau (Wirakusumah, 2003).

2. Suksesi Sekunder
Apabila dalam suatu ekosistem alami mengalami gangguan, baik secara alami ataupun
buatan (karena manusia), dan gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme
yang ada sehingga dalam ekosistem tersebut substrat lama dan kehidupan lama masih ada.
Contohnya, gangguan alami misalnya banjir, gelombang taut, kebakaran, angin kencang, dan
gangguan buatan seperti penebangan hutan dan pembakaran padang rumput dengan sengaja.
Contoh komunitas yang menimbulkan suksesi di Indonesia antara lain tegalan-tegalan, padang
alang-alang, belukar bekas ladang, dan kebun karet yang ditinggalkan tak terurus.

Gambar 4. Suksesi sekunder karena penebangan hutan (Wirakusumah, 2003, 1990).


Gambar 5. Suksesi sekunder karena kebakaran hutan (Syafei, 1990).

Kebakaran sering kali terjadi seiring dengan datangnya musim kering atau yang dikenal
juga dengan musim kemarau. Kebakaran dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor baik yang
disebabakan oleh kesalahan manusia maupun faktor kondisi alam, kebakaran yang terjadi karena
gejala alam sering terjadi di musim kemarau dengan suhu panas yang tinggi memudahkan bahan
organik kering mudah terbakar jika tersulut dengan api, bencana kebakaran pun lebih banyak
menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi setelahnya dan bahkan menimbulkan kerugian
material. Kebakaran tidak hanya terjadi di pemukinaan masyarakat, kebakaran hutan juga sering
kali terjadi di sebagian wilayah Indonesia, bencana ini dapat melenyapkan ekosistem
didalamnya. Tidak hanya hilangnya vegetasi hutan, kerusakan habitat satwa dan sumber
pakannnya juga mengakibatkan mereka harus bergerak ke habitat lain (Syafei, 1990).

Ada beberapa macam tipe suksesi berdasarkan habitat/ tempat terbentuknya yaitu:
1. Hidrosere
Tipe suksesi yang berkembang di daerah (habitat) perairan yang biasanya disebut Hidrarch.
Vegetasi yang sering berganti dalam hidrarch disebut hidrosere. Tipe suksesi ini tidak selalu
memerlukan komunitas aquatik untuk menuju ke perkem-bangan komunitas daratan. Jika air
yang ada dalam jumlah cukup besar dan sangat dalam atau jika air selalu bergerak
kuat (gelombang) atau adanya kekuatan fisik lain, suksesi menghasilkan suatu komunitas aquatik
yang stabil dan sukar meng-alami pergantian.
Jadi suksesi ini hanya terjadi jika kolonisasi komunitas tumbuhan menempati kolam buatan
yang kecil dan dangkal, serta diikuti terjadinya erosi ta-nah di tepi danau, sehingga batas air
akan semakin kecil dan hilang setelah waktu yang lama. Tumbuhan pelopor adalah tumbuhan air
yang terendam, kemudian di-ganti tumbuhan terapung seperti eceng gondok, kemudian lumpur
rawa, rumput daratan, semak dan akhirnya pohon.
Pada kolam, eceng gondok berangsur-angsur akan menutup permukaan air, kemudian
akumulasi seresahnya baru menumpuk di dasar kolam dan kemudian mengubah kolam menjadi
rawa dengan jenis tumbuh-an baru menggangti jenis tumbuhan sebelumnya. Secara berangsur-
angsur kemu-dian habitat menjadi lebih kering dengan aerasi yang lebih baik yang akhirnya akan
terjadi tanah yang cukup matang dan tebal.
2. Halosere
Suksesi yang dimulai pada tanah bergaram atau air asin, biasanya dimulai dari jenis
tumbuhan yang tahan kadar garam tinggi, seperti Spindifec, Ipomea pescapre dll.
3. Xerosere
Suksesi vegetasi yang berkembang pada daerah xerik(kering), disebut Xerarch. Suksesi xerik
biasanya terjadi pada lahan yang tinggal batuan induknya saja. De-ngan demikian tumbuhan
yang mampu hidup disitu hanyalah tumbuhan yang ta-han kering dan mampu hidup di tanah
miskin. Tumbuhan pioner adalah lumut ke-rak (Lichenes) dalam bentuk lapisan kerak.
Dalam proses respirasi Lichenes akan mengeluarkan CO2yang akan bereaksi dengan H2O
membentuk H2CO3. Asam karbonat ini akan bereaksi dengan bahan-bahan dari batuan
induk sehingga melepaskan ikatan partikel batuan.

Partikel batuan yang lepas itu akan bereaksi de-ngan sisa-sisa Lichenes yang mengalami
pembusukan, mengikat N yang terbawa oleh air hujan. Kondisi seperti itu tidak sesuai lagi bagi
lumut kerak sehingga lumut kerak mati. Setelah itu akan muncul vegetasi jenis lain yaitu Thallus
(Thallophyta). Demikian seterusnya vegetasi pertama akan memberikan pengaruh pada habitat
yang tidak cocok untuk vegetasi kedua.Urut-urutan terjadinya proses ini:Lumut kerak — lumut
kerak berdaun — lumut — rumput-rumputan (herbaceus) — semak (shrubs) — pohon-pohonan.

Tidak semua proses suksesi xerik seperti di atas. Kalau habitat permukaannya merupakan
pasir maka akan dimulai oleh rumput tahan ke-ring, baru kemudian semak dan pohon-pohonan.
Suksesi xerosere, ada 3 macam, didasarkan pada substrat awal yaitu:

1. Psammosere :suksesi vegetasi yang dimulai pada daerah berpasir.


2. Lithosere :suksesi vegetasi yang dimulai pada batuan.
3. Serule :suksesi untuk mikroorganisme (bakteri, fungsi) dalam sisa-sisa
produsen/konsumen.

F. Dampak Negatif Dan Positif Dari Suksesi


1. Dampak Negatif :
a. Berbagai tumbuhan liar akan hidup atau tumbuh dan mengubah semua karakteristika
dari vegetasi asalnya.
b. Penurunan kadar zat hara dari tanah, misalnya akibat degradasi habitat.
c. Suatu komunitas tumbuhan akibat adanya longsor, banjir, letusan gunung berapi dan
atau pengaruh kegiatan manusia akan mengalami gangguan atau kerusakan yang
parah. Mengakibatkan tanah gersang, kehilangan nutrisi organik, permukaan sangat
terbuka dan kondisinya belum menunjang kehidupan di atasnya.

2. Dampak Positif :
a. Terjadinya suksesi proses perubahan ekosistem dalam kurun waktu tertentu menuju
ke arah lingkungan yang lebih teratur dan stabil, Komunitas menjadi lebih kompleks.
b. Bagi Tumbuhan pioner, tumbuhan ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu
yang memberikan kemungkinan untuk hidup tumbuhan lainnya. Koloni tumbuhan
pionir ini akan menghasilkan proses pembentukan lapisan tanah memecah batuan
dengan akarnya dan membebaskan materi organic ketika terjadi pelapukan dari
tumbuhan yang mati.

G. Perubahan-Perubahan Selama Proses Suksesi


1. Perubahan atau perkembangan pada substrat, misalnya tanah atau bebatuan menuju
ke kondisi yang memberi kehidupan.
2. Peningkatan produktivitas, jumlah spesies, dan sumber daya alam.
3. Perkembangan komunitas yang semakin kompleks.
DAFTAR PUSTAKA

Neil A. Campbell, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell, 2004. Biologi. Diterjemahkan oleh :
Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu. Penerbit Erlangga.

Leksono, A.S. (2007). Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Malang: Bayumedia.

Wirakusumah, S. (2003). Dasar-Dasar Ekologi bagi Populasi dan Komunitas. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).

http: / / ilmupedia.com/akademik/7/33-suksesi.html

You might also like