Professional Documents
Culture Documents
TEHNIK MANUAL
AUDIO METRI
Oleh :
MEX SUHARTO
2008
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
DEFINISI :
Audiologi adalah ilmu tentang pendengaran, meliputi :
1. Penilaian derajat pendengaran, dan
2. Rehabilitasi pendenderita dengan problem komunikasi akibat gangguan
pendengaran.
PENGENALAN AUDIOMETER
Audiometer terbagi menjadi:
1. Audiometer Skrening (fasilitas hanya AC intensitas per 20 dB)
2. Audometer klinik (fasilitas AC dan BC)
3. Audiometer diagnotik (fasilitas lengkap, AC, BC, Speech, Supra treshold)
Macam-macam Audiometer :
1. Audiometer nada murni
2. Play Audiometer
3. Bekesy Audiometer
4. Impedance Audiometer
5. BERA
2
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Macam masking :
1. NB Noise (untuk masking tutur).
2. White noise (untuk masking nada murni).
Head Phone : Warna merah untuk kanan, warna biru untuk kiri.
Vibrator : Untuk tes bone conduction (BC) yang di letakkan di procesus
Mastoidius.
I. NADA MURNI
Terdiri dari ;
a. Air Conduction (AC) : tes pendengaran lewat udara (head phone)
Head phone merah = kanan
Head phone biru = kiri
Kode : AC kanan : Masking :
AC kiri : Masking :
3
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
4
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
8) Nilai ambang dicatat pada Audiogram sampai selesai pada semua frekuensi.
9) Kemudian kita lakukan tes BC, prosedur sama dengan di atas. Untuk BC hanya
500 Hz, 1.000 Hz, 2.000 Hz, 4.000 Hz.
BC tertinggi : 65 dB
10) BC harus lebih baik daripada AC karena BC langsung Kokhlea atau BC identik
dengan tuli SNHL.
11) Air Bone Gab lebih dari 40 dB adalah pemeriksaan yang salah (bisa salah pada
BC atau AC).
12) Pemasangan vibrator jangan menyentuh pina.
13) Pada Borneo Fenomena, BC pada 500 Hz dibawah AC, biasanya pada penderita
Presbycusis.
Masking
Apabila AC kanan dan kiri gab lebih 40 dB perlu dilakukan masking, dari AC
yang baik akan dirembetkan ke telinga yang sakit. Untuk menghindari ini, telinga yang
sehat kita beri suara masking. Kalau tidak dilakukan masking akan terbentuk gambaran
Audiogram palsu.
Apabila gab AC kanan dan kiri lebih dari 10 dB, untuk melakukan BC pada
telinga yang sakit perlu dilakukan masking. Atau setiap melakukan BC sebaiknya
menggunakan Masking.
Masking AC Masking BC
250Hz 500Hz 1000Hz 2000Hz 4000Hz 250Hz 500Hz 1000Hz 2000Hz 4000Hz
60dB 50dB 40dB 40dB 40dB 70dB 60dB 50dB 45dB 40dB
5
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
dB
0
10
20
30
40
50
60 I (+10 dB)
70 II (+10 dB)
80 III (+10 dB) Hasil akhir AC kiri Masking
90
100
Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000
6
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
A. DBN (Dalam Batas Normal), apabila AC maupun BC diatas garis batas Normal
(dibawah 20 dB)
B. CHL (Conductive Hearing Loss), apabila BC dbn sedang AC di bawah garis normal,
Air Bone Gab tidak lebih 40 dB
C. SNHL (Sensori Neural Hearing Loss), apabila baik AC maupun BC sama-sama
dibawah garis normal, Air Bone Gab kurang dari 15 dB (berhimpit).
D. MHL (Mixed Hearing Loss), apabila baik AC mapun BC sama-sama di bawah garis
normal, Air Bone Gab lebih dari 15 dB
AUDIOGRAM NADA MURNI : DBN AUDIOGRAM NADA MURNI : CHL
dB dB
0 0
10 10
20 20
30 30
40 AC BC diatas garis normal 40
50 50
60 60 BC DBN AC dibawah garis normal
70 70 Air Bone Gab < 40 dB
80 80
90 90
100 100
Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000 Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000
7
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
A. Stifness (kekakuan)
Pada frekuensi rendah jelek kemudian menaik pada frekuensi yang lebih tinggi
(BC dbn, AC di bawah normal).
B. Massa bertambah
Pada frekuensi rendah baik, pada frekuensi tinggi jelek.
(BC dbn, AC di bawah normal).
C. Oss Chain putus
Pada AC turun di bawah normal pada semua frekuensi dengan dB yang sama
(mendatar).
D. Otosklerosis ringan
BC dbn, AC dibawah garis normal, adanya fenomena Carhart’s Notch; yaitu
adanya takik di 2.000 Hz (pertemuan AC dan BC).
AUDIOGRAM NADA MURNI : Stefness AUDIOGRAM NADA MURNI : Massa bertambah
dB dB
0 0
10 10
20 20
30 30
40 40
50 50
60 60
70 70
80 80
90 90
100 100
Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000 Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000
AUDIOGRAM NADA MURNI : Oss Chain putus AUDIOGRAM NADA MURNI : Oto Sklerosis ringan
dB dB
0 0
10 10
20 20
30 30
40 40
50 50
60 60
70 70
80 80
90 90
100 100
Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000 Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000
8
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
A. Otosklerosis berat
Gambaran Audiogram sama dengan Otosklerosis ringan pada CHL tetapi pada tipe
yang berat BC semua di bawah normal, fenomena Carhart’s Notch tetap muncul. Air
Bone Gab lebih dari 15 dB.
9
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
C. Trauma Akustik
Terjadi akibat makrotrauma yang menimbulkan gegar labyrinth.
Kerusakan pada trauma akustik organ telinga berupa SNHL atau MHL oleh karena
bising keras atau sangat besar (biasanya berupa letusan/ledakan) sekali atau
beberapa kali.
Secara histologis kejadian di atas dapat diutarakan sebagai berikut ;
Kerusakan Kokhlea berupa robekan pada sel penunjang, terkoyaknya, sel-sel
sensorik bersilia dalam dan luar, terlepasnya lamina basilaris dari
dasarnya, atau campuran dari keadaan di atas. Bila bising sangat keras
dapat mengakibatkan dislokasi oscicula auditiva dan robekan membrana
timpani.
Karena energi suara terlalu cepat hingga melebihi batas ambang (40-160 mS) maka
belum sampai reflek akustik trauma akustik tersebut langsung mengenai kokhlea
bagian basis oleh sebab itu kerusakan ada di 4.000 Hz.
10
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Kebisingan obyektif adalah bising terdiri dari getaran kompleks, dalam arti
beragam frekuensi dan intensitas,baik yang sifat getarannya tidak periodik (bising
lalu lintas, keramaian, musik), maupun getaran yang periodik (mesin pabrik).
Pengaruh bising ;
1. Efek pada pendengaran dengan timbulnya trauma bising (Noise Induced
Hearing Loss).
2. Gangguan komunikasi antar 2 orang yang disebut Speech Interfrence Level
(SIL).
11
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Gejala klinis :
1. Mengeluh setelah mendapat kebisingan selama 5 tahun.
2. Penderita kalau bicara cukup keras, menghidupkan radio, kaset selalu keras.
3. Tinitus.
4. Pada yang hobi musik tidak bisa membedakan 2 frekuensi nada.
5. Pada Audiogram mempunyai bentuk khusus yaitu C5-Dip atau ToehanC5
pada 4.000 Hz.
Macam-macam kebisingan :
a) Kebisingan Infrasonik dengan gejala adanya penurunan Audiogram
antara 15 – 20 dB pada keadaan sebelum dan sesudah di lingkungan
bising.
b) Kebisingan Ultrasonik, kebisingan ini lebih berbahaya karena kebisingan
ini dapat mudah menjalar ke tulang tengkorak.
Tabel Kalkulasi Kesetaraan Resiko Pajanan Bising sesuai dengan Hukum 5-dB
untuk Steady State Noise
HCP PEL Lama Pajanan/hari
80 85 16
85 90 8
88 93 6
90 95 4
93 98 3
95 100 2
98 103 1,5
100 105 1
105 110 0,5
110 115 0,25
HCP Hearing Conservation Progam, PEL = Permissible Exposure Level
12
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Tuli akibat kebisingan yang melebihi ambang batas secara terus-menerus (lebih 5
tahun)
Biasanya yang lebih dahulu curiga akan ketulian ini adalah dari pihak orang lain,
sedang yang bersangkutan hanya mengeluh Tinitus frekuensi tinggi.
Gambaran Audiogram pada awal Noise Enduced ada penurunan di 4.000 dan 8.000
Hz. Bila kebisingan melebihi 5 tahun biasanya sudah ada penurunan juga di 2.000
Hz.
F. Meniere Disease
Adalah tuli SNHL yang disertai Vertigo dan Tinitus.
Gambaran pada Audiogram pada frekuensi rendah jelek kemudian frekuensi
berikutnya membaik.
Pada Miniare Disease disamping dilakukan Vestibulometri juga dilakukan Tes
Gliserol.
Gliserol Tes pada penyakit meniere :
Tujuan : membedakan reversibel / ireversibel hidrop indolimf untuk
menentukan prognosis dan terapi.
Manfaat : membantu menegakkan diagnosis dan mengevaluasi penyakit
meniere.
Cara kerja : penderita diminta datang pagi pada keadaan puasa, kemudian dibut
Audiogram nada murni sebagai pretes. Segera diberi minuman
cairan yang terdiri dari ; gliserol 95% sebanyak 1,2 cc/Kg berat
badan dan garam fisiolosis dengan volume yang sama, sebagai
penyedap diberi beberapa aroma jeruk. Kemudian 2 jam sesudah
13
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
H. Konginental
Adalah tuli SNHL karena faktor keturunan.
I. Ototoxic
Adalah SNHL karena pemberian obat-obatan Kanamycin, Streptomycin, Kina,dll.
Dengan gambaran Audiogram yang ada penurunan tajam dimulai dari 2000 Hz di
sertai vertigo hebat dan tinitus.
SNHL : Otosklerosis Berat SNHL : Presbycosis
dB dB
0 0
10 10
20 20
30 30
40 40
50 50
60 60
70 70
80 80
90 90
100 100
Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000 Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000
14
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Speech Audiometri
SNHL : Akustik Neuroma Akustik Neuroma
dB % 100
0 90
10 80
20 70
30 60
40 50
50 40
60 30
70 20
80 10
90 0
100 dB 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000
SNHL : Ototoxic
dB
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Hz 125 250 500 1000 2000 4000 8000 10000
15
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
A. Nada Murni AC
1. CH. Amplifier Ext Gain : Tape on, Lain-lain Off, vol monitor off, monitor selector
posisi CH1 out put. On/Off switch posisi off.
Channel Satu ( CH1 )
Modulation increment posisi 1dB, CH1 out put posisi R/L. Pulse rate posisi
off semua, signal mode continua on lain-lain off. CH1 frequency 1000 Hz,
CH1 HTL.0 dB, CH1 input pada OSC CH1, manual interuptor posisi normal,
slide for selecting R/L posisi phone.
Channel Dua ( CH2 )
CH2 out posisi kebalikan CH1 out put, modulation increment posisi 1dB, CH2
HTL 0 dB, CH2 frequency posisi 1000 Hz, reverse posisi continua, CH2 input
posisi NB noise.
2. AUDIOMETER Dihidupkan
3. CH1 HTL 40 db interuptor terputus-putus. dB diturunkan setiap 10 dB hingga
tidak ada respon, kemudian naikkan 5dB, bila ada respon, itulah ambang
nada murni 1000 Hz, catat di AUDIOGRAM.
4. Pindah dari 1000 Hz ke 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, 1000 Hz, 500 Hz, 250 Hz.
Adapun dB yang disajikan berpatokan pada nilai ambang frequency sebelumnya.
5. Apabila menjumpai Gap yang dratis dari kedua frequency yang berurutan, maka
harus lewat frequency setengah oktaf (750 Hz, 1500 Hz, 3000 Hz, 6000 Hz ).
6. Apabila salah satu frequency hingga 100 dB tidak ada respon, maka diberi kode
7. Bila menjumpai Gap AC, R dan AC, L lebih dari 40 dB, maka lakukan tes weber
lewat Vibrator BC (lateralisasi ke yang baik curiga yang dikeluhkan SNHL.
Laterasi ke yang sakit curiga yang sakit CHL ) Ini hanya untuk gambaran
sesuai tidak dengan anamnese.
16
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
8. Tindak lebih lanjut untuk kasus seperti ini adalah dilakukan Masking
menggunakan NB Noise.
Masking AC Masking BC
250Hz 500Hz 1000Hz 2000Hz 4000Hz 250Hz 500Hz 1000Hz 2000Hz 4000Hz
60dB 50dB 40dB 40dB 40dB 70dB 60dB 50dB 45dB 40dB
Nilai ambang AC yang baik + rumus masking. Kalau dB sebelum dimasking dan
sesudah dimasking tetap, maka sudah benar.
Tetapi bila dB semula berubah/hilang setelah dimasking, maka dB CH 1
HTL dinaikkan 10dB, bila masking dinaikkan 10dB nada murni hilang lagi,
maka dB CH1 HTL naikkan 10 dB lagi, hingga didapatkan hasil yang akurat
(waspada dengan shadow curve).
9. Kode : AC kanan : Masking :
AC kiri : Masking :
10. Masing-masing frequency dihubungkan garis lurus sesuai warna AC.
11. AC melebihi 60 dB curiga SNHL.
B. NADA MURNI BC
Teknik manual sama dengan AC, hanya 8000 Hz dan 250 Hz tidak dilakukan.
Code BC AS masking BC AD masking
Untuk masking BC.
Bila Gap kedua AC lebih dari 10 dB maka harus dimasking. Adapun patokan
masking lihat tabel masking BC.
BC harus di atas AC atau berhimpit kecuali pada borneo fenomena
(presbycusis) 500 Hz BC di bawah AC. Atau posisi BC tidak benar (yang benar
pada prosesus mastoideus).
17
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
C. AUDIOMETRI TUTUR
Channel Amplifier : Ext gain yang digunakan tombal tape.
Tombol Talk-Back : untuk volume mic pasien.
Tombol monitor : untuk operator.
Channel 1 Input : pada posisi Ext
Channel Interuptor : posisi Continue (naik ke atas)=Reverse.
Channel 1 HTL : 0 (nol) dB.
Tombol phone RL : posisi naik.
Channel 2 Interuptor (Reverse): posisi naik.
Channel 2 Input : posisi pink noise.
Channel 2 HTL : 0 (nol) dB.
Kaset PB List Bisilabik : dihidupkan hingga ada suara/nada “tiiiiiiiiit” sambil
tombol Ext gain diputar ke kanan hingga jarum
Voltmeter pada posisi 0 (nol).
Langkah pertama mencari SRT ( untuk lebih memudahkan rata-rata 500 – 1.000
– 2.000 Hz adalah sama dengan nilai SRT) sambil mengoreksi respon pasien
dengan tabel PB List Gajah Mada (satu deret dua puluh kata, per kata harganya
5%). Berikutnya mencari nilai SDS menggunakan kaset monosilabik atau kira-
kira 20 sampai 30 dB di atas SRT (untuk tuli CHL).
Garis diagram Audiometri Tutur, kanan : warna merah, kiri : warna biru.
1. S.I.S.I. Tes adalah 20 dB di atas nilai ambang 1.000 dan 4.000 Hz disajikan
nada murni continue yang setiap 5 detik ada kenaikan 1 dB.
1.000 Hz 1 dB 1 dB
NA + 20 dB
4.000 Hz
Sisi tes dikerjakan pada Audiogram SNHL atau MHL dengan Audiometri
Tutur, SDS tidak bisa mencapai 100 % baik ada roll over maupun tidak.
18
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Apabila selama 2 menit (20 kali) bisa mendengar kenaikan 1 dB maka hasil
100%.
Audiometer Amplaid 300 :
Channel (Ch) 1 Ocilator pada posisi 1.000 / 4.000 Hz
Ch 1 HTL : nilai ambang 1.000 / 4.000 Hz + 20 dB
Ch 1 + dB Vernier Cont mode : tombol diputar ke angka 4 dB jika ada
respon dari pasien (nada naik) tombol diturunkan dari 4 dB – 3 dB – 2
dB – 1 dB. Pada 1 dB ini disajikan selama 20 kali.
Signal Mode ditekan pada posisi ”sisi”
Pulse Rate ditekan pada angka 2 (dua).
Kemudian hasil dicatat pada formulir Audiogram.
2. Tone Decay :
Tes ini dilakukan pada Audiometri Nada Murni SNHL atau MHL dengan
Audiometri Tutur gambaran SNHL tipe Kokhlea atau Retro Kokhlea.
Tone Decay untuk mencari kelainan di N.VIII (kelelahan).
Disajikan Nada Murni Continue 10 dB di atas NA 1.000 / 4.000 Hz selama 1
(satu) menit. Apabila pada detik tertentu Nada Murni hilang, dB kita naikkan 5
dB sehingga pasien mendengar nada continue tersebut. Dalam satu menit
dihitung berapa kali suara tersebut hilang (contoh : 5 kali hilang berarti Tone
Decay 5 x 5 = 25 dB).
Interpretasi : 0 –15 dB kelainan ada pada Kokhlea
15 ke atas kelainan pada Retro Kokhlea
Catat Tone Decay pada formulir Audiogram.
Audiometer Amplaid 300 (semua Audiometer bisa untuk tes Tone Decay)
Ch 1 Oscilator :1.000 Hz / 4.000 Hz
Ch 1 HTL : Nilai ambang nada murni 1.000 / 4.000 Hz + 5 dB
Ch Interuptor pada posisi cotinue
Perhatikan lampu menyala tanda respon pasien
19
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
AD AS AD AS
0 0 0 0
10 10 10 10
20 20 20 20
30 30 30 30
40 40 40 40
50 50 50 50
60 60 60 60
70 70 70 70
80 80 80 80
90 90 90 90
100 100 100 100
dB A dB dB B dB
Keterangan Gambar ;
A : A.B.L.B. rekruitmen positif, SNHL tipe Kokhlea kiri
B : A.B.L.B rekruitmen negatif, SNHL tipe Retro kokhlea
20
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
- Reverse pada posisi turun (baik pada telinga kanan maupun kiri)
- Manual Interuptor pada posisi bawah
- Perhatikan respon pasien apabila ada nada murni interuptor acungkan
jari. (Apabila kedua telinga kanan kiri intensitas yang sama)
21
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
22
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
1. dbn, apabila SDS persis di garis hitam 40 dB atau di sebelah kirinya dan bisa
100%.
Apabila dikros cek dengan hasil Audiogram nada murni maka Audiogram tersebut
ada di bawah 20 dB pada semua frekuensi.
2. CHL, apabila SDS menggeser ke kanan melegibi garis hitam batas normal tetapi
masih bisa 100% (ringan, sedang, berat).
3. SNHL Kokhlea, apabila SDS tidak bisa mencapai 100% tetapi tidak ada Roll
Over.
Apabila dikros cekkan dengan Audiogram maka gambaran Audiogram di SNHL
Kokhlea.
4. SNHL Retro Kokhlea, apabila SDS tidak bisa mencapai 100 % dan ada fenomena
Roll Over.
Speech Audiometri
1 2 3 4 Keterangan gambar :
% 100 1 = DBN
90 2 = CHL ringan
80 3 = CHL sedang
70 5 4 = CHL berat
60 5 = SNHL tipe kokhlea
50 6 = SNHL tipe Retro Kokhlea
40
30
20
10 6
0
dB 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
23
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
VESTIBULOLOGI
(Ilmu Terapan Tes Keseimbangan)
24
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
25
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
B. Babinski Tes :
Berjalan lurus ke depan dengan mata tertutup sebanyak 5 langkah per 30
detik, kemudian cepat berbalik.
Kalau ini di kerjakan beberapa kali maka jalannya kalau di lihat dari atas
seperti bintang, hal ini bagi yang kelainan Vertigo sentral (MARCHE EN ETOILE)
C. Barany Tes
Penderita duduk di dingklik (kursi tanpa sandaran) denga mata tertutup, di
suruh menunjuk sesuatu sebanyak 20 kali.
Modifikasinya :
o Penderita duduk di dingklik dengan mata tertutup di suruh mempertemukan
telunjuk tangan kanan dan kiri dengan terlentang.
o Penderita duduk di dingklik dengan mata tertutup disuruh anggat lengan
kanan dan kiri secara bergantian
Pada penderita yang normal akan mampu melakukan tes ini dengan benar.
26
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
E. Nistakmus Profokasi
1. Kobrak Tes :
Perangsangan dilakukan dengan mengalirkan air es sebanyak 5 cc selama
20 detik. Nilai di hitung dengan menghitung lamanya Nistagmus sejak irigasi di
mulai sampai Nistagmus berhenti. Nilai normal apabila 120 - 150 detik. Kurang
dari 120 detik disebut Parisis Kanal.
2. Kalorimetri :
Tes irigasi telinga menggunakan air dingin / hangat, sebanyak 250 hingga
400 cc per telinga, dengan suhu 70C di atas / di bawah suhu tubuh normal ( 30 0
C/440C ). Posisi penderita duduk dengan posisi kepala 450 , posisi irigator 1
meter diatas kepala. Pemberian irigasi diberi waktu senggang 5 menit untuk
istirahat. Mulai timbul Nistagmus hingga selesai di ukur dan di catat pada rumus
dibawah ini:
1. ki 300 C
2. ka 300 C
3. ki 440 C
4. ka 440 C
27
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Interpretasi Kalorimetri
Contoh:
1. ki 300 C 70”
2. ka 300 C 150”
3. ki 440 C 75”
4. ka 440 C 145”
Setiap di ketemukan hasil min(-) dan melebihi 40 detik maka kelainan ada
di vestibularis kiri.
periode puncak, kemudian fase lambat berkurang dan akhirnya hilang. Output
puncak Nystagmus timbul dalam 20 sampai 70 detik setelah awal aliran
endolim. Kecepatan rata-rata fase lambat sebanding antara telinga kanan dan
telinga kiri. Perbedaan nilai kanan dan kiri yang lebih besar 20% dianggap
patologis. Pada orang normal, perbedaan kalorik kanan kiri jarang melebihi 5 –
sampai 7 %.
INTERPRETASI HASIL ;
1. Parisis saluran yang lengkap biasanya periferal (mungkin Neuroma
akustik). Parisis Bilateral biasanya jarang periferal.
2. Lesi perifer tidak menimbulkan ATAXIA.
3. Pengurangan Nystagmus dengan FIXASI VISUAL.
4. Kelemahan unilateral >20%.
5. Gejala subjektif sesuai dengan keluhan.
6. Arah Nystagmus dapat berubah dengan posisi kepala tetapi tidak
bersifat bebas.
LESI SENTRAL ;
1. Nystagmus posisional tidak melelahkan, walaupun dilakukan berulang-
ulang.
2. Nystagmus timbul atau meningkat dengan Fiksasi Visual.
3. Nystagmus Posisional tidak disertai dengan kelemahan vestibuler.
4. Arah Nystagmus dapat berubah-ubah bebas sesuai posisi kepala.
29
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Dari grafik gerakan bola mata dapat dihitung kecepatan gerak bola mata.
Kecepatan komponen lambat dari Nystagmus merupakan parameter penting
dalam menentukan aktivitas vestibuler.
Parameter lain yang diperoleh dari rekaman grafik E.N.G. ini ialah
frekwensi, bentuk grafik dan lama Nystagmus. Keistimewaan dari E.N.G ini
adalah pemeriksaan lebih teliti, gerakan mata dapat dipantau baik dalam keadaan
tertutup maupun dalam keadaan terbuka.
Posisi pasien lain dengan posisi kalorimetri manual. Pada E.N.G., pasien
tidur, posisi kepala miring 300. Jumlah air profokasi hanya 30 cc, dialirkan ke
telinga dengan Blass Spuet. Pada kedua dahi ditempeli elektroda untuk
menerima stimulus dan satu elektroda lagi di belakang telinga sebagai ground.
Adapun ketentuan untuk tes ini sama dengan tes kalorimetri manual.
Setelah telinga dialiri air dingin/hangat, lewat elektroda tersebut akan
tergambar grafik seperti E.K.G. Di grafik tersebut terbagi 3 segmen, yang
masing-masing 30detik (30 detik, 60 detik, 90 detik). Per30detik dicari dari
banyak grafik yang tergambar yang sama dan sejajar, kemudian ditarik garis
lurus. Pada kedua garis lurus tersebut dibuat segitiga siku-siku, di garis tegak
lurus tersebut diukur berapa milimeter panjangnya, kemudian dicatat.
Contoh Hasil tes kalorimetri E.N.G.
Stimulus Setelah Irigasi
30 detik 60 detik 90 detik Rata-rata
Ka. 300 C 5 8 7 6,66
Ka. 440 C 7 9 5 7,00
Ki. 300 C 6 11 7 8,00
Ki. 440 C 8 23 17 16,00
37,66
30
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
LATERAL WEAKNESS
Ka. 300 C
36%
Ki. 440 C
Ka. 300 C
64%
Ki. 440 C
100%
13,66 24,00
X 100% = 36% X 100% = 64%
37,66 37,66
Jadi hasil E.N.G. tersebut, E.L. = 28% (lebih besar 20%)
Pada Lateral weakness, jumlah yang sedikit adalah kanan, maka Lesi di
Vestibularis Perifer kanan.
31
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Tak ada Ni. Ada Ni. Tak ada Ni. Ada Ni.
Kelumpuhan Nervus Fasial (nervus VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah. Pasien tidak
dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga tampak wajah pasien tidak simetris.
Dalam menggerakkan otot ketika menggembungkan pipi dan mengerenyutkan dahi tampak sekali
wajah pasien tidak simetris. Kelumpuhan Nervus Fasial ini merupakan gejala, sehingga harus
ditentukan penyebab dan derajat kelumpuhannya dengan pemeriksaan tertentu untuk menentukan
prognosisnya. Penanganan pasien dengan kelumpuhan nervus parsial secara dini, baik operatif maupun
secara konservatif akan menentukan keberhasilan dalam pengobatan.
ANATOMI
Nervus Fasial merupakan saraf yang terpanjang, berjalan di dalam tulang, sehingga sebagian
besar kelainan nervus fasial terletak di dalam tulang temporal.
Nerves Fasial terdiri dari 3 komponen ; komponen motoris, sensoris, dan parasimpatis.
1. Komponen Motoris mensarafi otot wajah, kecuali M.Levator Palpebra Superior, selain otot
wajah Nerves Fasial juga mensarafi M. Stapedius dan Venter Posterior M. Digastrikus.
2. Komponen Sensoris mensarafi 2/3 anterior lidah untuk mengecap, melalui N. Kordatimpani.
3. Komponen Parasimpatis memberikan persarafan pada Glandula Lakrimalis, Glandula
Submandibula dan Glandula Lingualis.
32
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
Nerves fasial mempunyai 2 inti, yaitu ; inti superior dan inti inferior. Inti Superior mendapat
persarafan dari korteks motor secara bilateral, sedangkan inti inferior hanya mendapat persarafan dari
satu sisi. Serabut dari kedua inti berjalan mengelilingi inti(Nukleus)Nervus Abdusen (N. VI). Kemudian
meninggalkan pons bersama-sama dengan nervus VIII (Nervus Kokhlea) dan Nervus Intermedius
(Whrisberg), masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus interus. Setelah masuk ke
dalam tulang temporal, N.VII (Nervus Fasial) akan berjalan dalam suatu saluran tulang yang disebut
Kanal Fallopi.
Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, N.VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu ;
1. Segmen Labirin, terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum.
Panjang segmen ini 2 sampai 4 milimeter.
2. Segmen Timpani (Segmen Vertikal), terletak antara bagian distal ganglion genikulatum dan
berjalan ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah tingkap oval (Fenistra
Ovalis) dan Stapes, lalu turun dan kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis
horisontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.
3. Segmen Mastoid (Segmen Vertikal), mulai dari dinding medial dan superior Kavum
Timpani. Perubahan posisi dari segmen timpani menjadi segmen mastoid, disebut Segmen
Piramidal atau Genu Eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari N.VII,
sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah
Kaudal menuju Foramen Stilomastoid. Panjang Segmen ini 15-20 milimeter.
Setelah keluar dari tulang mastoid, N.VII menuju ke Glandula Parotis dan membagi diri untuk
mensarafi otot-otot wajah.
Di dalam tulang temporal N. VII memberikan 3 cabang penting, yaitu ;
1. Nervus Petrosus Superior Mayor yang keluar dari ganglion Genikulatum dan
memberikan rangsang untuk sekresi pada kelenjar lakrimalis.
2. Nervus Stapidius yang mensarafi Muskulus Stapidius dan berfungsi sebagai peredam
suara.
3. Korda Timpani yang memberikan serabut perasa pada 2/3 lidah bagian depan.
33
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
34
AUDIOVESTIBULOLOGI By : MEX SUHARTO [2008] - 085225011534
7. Pemeriksaan Radiologi.
8. Elektromiografi (E.M.G.).
Di Indonesia, urutan penyebab yang terbanyak ialah Idiopatik, Radang dan Trauma.
35