Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa ditandai dengan
tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Masa nifas merupakan hal penting untuk
diperhatikan guna menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Selama 15 tahun, angka kematian
ibu dan bayi di Indonesia mengalami penurunan yang lebih lambat dari yang diharapkan.
Angka Kematian Ibu (AKI) menurun dari 390 per 100.000 kelahiran hidup di
1994 menjadi 228/100.000 di 2010. AKB menurun dari 30 per 1000 kelahiran hidup di 1994
menjadi 19/1000 di 2007. Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60%
kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi
pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa
nifas.
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis
dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita
menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita
mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya.
Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola
hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan
yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri
dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga
ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis
terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu pengertian masa
nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang
berhubungan dengan kehamilan/persalinan (Ahmad Ramli. 1989). Dari dua pengertian di atas
kelompok meyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga
pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan
kehamilan/persalinan selama 6 minggu. Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat
tiga metode yang meliputi ”immediate puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan,
”early puerperineum” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan ”late puerperineum” yaitu
setelah satu minggu sampai 6 minggu postpartum.
Perubahan psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam
tiga fase:
1. taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri, banyak bertanya dan
bercerita tentang pengalamannya selama persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.
2. taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang berlangsung 4 sampai
5 minggu.
3. fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah perluasan dari dirinya,
mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.
Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada seorang ibu
yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi yang abnormal.
Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga kategori yaitu postpartum blues atau
kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis, dan psikosis pascapartum. Pada
makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai post partum blues. Beberapa
penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu
pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun
segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya
tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai
gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues.
Selama ini perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun
dengan meningkatnya persediaan darah dan sistem rujukan, maka infeksi menjadi lebih
menonjol sebagai penyebab kematian dan mordibitas ibu (Saleha, 2009)
Pada masa nifas ibu juga sering kali mengalami depresi. Sebagai perempuan
menganggap bahwa masa-masa setelah melahirkan adalah masa- masa sulit yang akan
menyebabkan mereka mengalami tekanan secara emosional. Untuk itu dukungan dari
keluarga sangat diperlukan untuk mempercepat kesembuhan dari depresi yang dialami oleh
ibu.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat dikemukakan rumusan masalah bagaimana melakukan
asuhan keperawatan pada klien Dengan Post Partum Spontan dan komplikasi yang terjadi pada
post partum.
C. TUJUAN
Mengetahui dan mengerti serta dapat Melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
post partum spontan dan asuhan keperawatan untuk komplikasi yang terjadi pada post partum.
BAB II
LANDASAN TEORI
POST PARTUM
A. KONSEP NIFAS
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, setelah lahirnya janin dan plsenta dan
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6
minggu (Saleha, 2009).
Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran. Namun
secara populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi involusi
kehamilan normal (Cuningham, 2006)
Periode pascapartum (puerperium) ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,2004:492)
Post partum (nifas) secara harafiah adalah sebagai masa persalinan dan segera setelah
kelahiran, masa pada waktu saluran reproduktif kembali ke keadaan semula (tidak hamil).
(William,1995)
Puerperium / nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta
dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas
berlangsung selama 6 minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,2002)
B. KLASIFIKASI
Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :
a. Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu sudah diperbolehkan berdiri
dan berjalan
b. Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital secara menyeluruh dengan
lama 6-8 minggu
c. Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
saat hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Waktu yang diperlukan untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan ataupun tahunan.
C. ETIOLOGI
a. Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara pasti atau jelas
terdapat beberapa teori antara lain (Rustma Muchtar, 1998) :
1) Penurunan kadar progesterone
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan
ketentraman otot rahim.
2) Penurunan kadar progesterone
3) Pada akhir kehamilan kadar oxytocinbertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot
rahim.
b. Keregangan otot-otot
Dengan majunya kehamilan makin regang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
c. Pengaruh janin
Hypofisis dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena
itu pada enencephalus kehamilan sering lebih lama dan biasa.
d. Teori prostaglandin
Teori prostaglandin yang dihasilkan dan decidua, disangka menjadi salah satu sebab
permulaan persalinan.
D. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat
genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan-
perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini
karena pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah yang ada antara
nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah
plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum
bentuk serviks agak menganga seperticorong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
terbentuk semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah
timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama
endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua
basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis
serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-
angsur kembali seperti sedia kala.
E. MANIFESTASI KLINIS
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki
“bulannya atau minggunya atau harinya” yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage
of labor) ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut :
a. Lightening atau setting atau droping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul
terutama pada primigravida pada multipara tidak begitu kentara.
b. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
c. Perasaan sering atau susah kencing (potakisurla) karena kandung kemih tertekan oleh bagian
terbawa janin.
d. Perasaan sakit perut dan dipinggang oleh adanya kontraksi lemah dari uterus, kadang disebut
“false labor pains”.
e. Serviks menjadi lembek, mulai melebar dan sekresinya bertambah dan bisa bercampur darah
(bloody shoe).
F. ADAPTASI FISIOLOGI
1. Perubahan fisik
a. Involusi
1) Uterus
Involusi TFU Berat uterus
Bayi lahir Setengah pusat 1000 gr
Uri lahir 2 jari bawah pusat 750
1 minggu Pertengahan pusat sym 500
2 minggu Tidak teraba diatas sym 350
6 minggu Bertambah kecil 50
8 minggu Sebesar normal 30
Uteri menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang lebih kurang
15 cm, lebar lebih kurang 12 cm, dan tebal lebih kurang 10 cm, dinding uterus lebih
kurang 5 cm. Bekas inplantasi placenta merupakan suatu luka yang kasar dan
menonjol kedalam cavum uteri segera setelah pesalinan, penonjolan tersebut
diameternya 7,5 cm setelah 2 minggu diameter 3,5 cm dan pada 6 minggu
mencapai 2,4 mm.
Pada keadaan normal berat uterus lebih kurang 30 gram, perubahan ini
berhubungan erat dengan keadaan momentum yang mengalami perubahan yang
bersifat proteolisis. Otot-otot jelas berkontraksi segera pada post partum, pembuluh-
pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses
ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir.
2) Serviks
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks adalah segera postpartum
bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ni disebabkan oleh korpus
uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga seolah-olah dan pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk
semacam cincin.
Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah,
konsistensinya lunak.
Setelah janin lahir : dapat dimasukkan tangan pemeriksa
Setelah 2 jam postpartum : 2 – 3 jari pemeriksa
Setelah 1 minggu : 1 jari pemeriksa
Pada saat post partum pinggir ostium eksternum tidak rata tapi retak-retak
karena robekan pada saat persalinan. Pada akhir minggu pertama lingkaran retraksi
berhubungan bagian atas dari canalis servikalis, oleh karena hyperplasia dan retraksi
serviks, robekan serviks menjadi sembuh, tapi masih terdapat retakan pada pinggir
ostium eksternum. Vagina pada minggu ke-3 post partum mulai kembali normal.
3) Endometrium
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis terutama ditempat implantasi placenta.
Pada hari I tebalnya 2 – 5 mm, pemukaan kasar akibat pelepasan desidua dan
selaput janin.
Setelah 3 hari permukaan mulai rata akibat lepasnya sel-sel dan bagian yang
mengalami degenerasi sebagian besar endometrium terlepas.
Regenerasi endometrium terjadi dan sisa-sisa sel desidua basalis yang memakan
waktu 2 – 3 minggu, jaringan-jaringan di tempat implantasi placenta mengalami
proses yang sama ialah degenerasi dan kemudian terlepas. Pelepasan jaringan
berdegenerasi ini berlangsung lengkap. Dengan demikian tidak ada
pembentukan jaringan parut pada bekas impalntasi placenta.
b. Laktasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-kelenjar
mamma untuk menghadapi laktasi ini, perubahan yang terdapat pada kedua mammae
antara lain sebagai berikut.
Umumnya produksi air susu baru berlangsung benar pada hari ke-2 sampai ke-3
post partum. Pada hari-hari pertama air susu mengandung kolostrum yang merupakan
cairan kuning lebih kental daripada air susu, mengandung banyak protein, albumin dan
globulin dan benda-benda kolostrum dengan diameter 0,001 – 0,025 mm. Karena
mengandung banyak protein dan mudah dicerna maka sebaiknya kolostrum jangan
dibuang. Selain pengaruh hormonal tersebut, salah satu rangsangan terbaik untuk
mengeluarkan air susu adalah dengan menyusui bagi ibu sendiri.
Kadar prolaktin akan meningkat dengan perangsangan fisik pada putting mammae
sendiri dan gonadotropin menurun pada laktasi, tetapi meningkat lagi pada waktu
frekuensi menetekkan.
Rangsangan psikis merupakan refleks dari mata ibu ke atas, mengakibatkan
oksitosin dihasilkan sehingga air susu dapat dikeluarkan dan pula, sebagai efek
sampingan.
Memperbaiki involusi uterus. Keuntungan lain menyusui bayi sendiri ialah akan
menjelmanya rasa kasih saying sehingga bertumbuh suatu pertalian yang intim antara ibu
dan anak. Air susu ibu (ASI) mempunyai sidat melindungi bayi terhadap infeksi seperti
gastroenteritis, radang jalan pernapasan dan paru-paru, ototos media. Sambungan air susu
ibu mengandung lactoferin, lysozyme, dan immuno globulin A.
I. ADAPTASI PSIKOLOGIS
Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa transisi. Masa
transisi pada post partum yang harus diperhatikan perawat adalah :
1. “Honeymoon” adalah fase setelah anak lahir dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah,
anak. Kala ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis
masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
2. Bonding Attachment atau ikatan kasih
Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan. “Bonding” adalah suatu istilah untuk
menerangkan hubungan antara ibu dan anak. Sedangkan “attachment” adalah suatu
keterikatan antara orang tua dan anak. Peran perawat penting sekali untuk memikirkan
bagaimana hal tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.
Perubahan fisiologis pada klien post partum akan dikuti oleh perubahan psikologis secara
simultan sehingga klien harus beradaptasi secara menyeluruh. Menurut klasifikasi Rubin
terdapat tiga tingkat psikologis klien setelah melahirkan adalah:
3. ”TAKING IN”
Suatu periode dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien
pasif dengan berdiam diri, tergantung pada orang lain. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk
kontak dengan bayinya. Dia sangat membutuhkan orang lain untuk membantu,
kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan. Selain itu ibu mulai menerima
pengalamannya dalam melahirkan dan menyadari bahwa hal tersebut adalah nyata. Periode
ini berlangsung 1 - 2 hari.
Menurut Gottible, pada fase ini ibu akan mengalami “proses mengetahui/menemukan “ yang
terdiri dari :
a. Identifikasi
Ibu mengidentifikasi bagian-bagian dari fisik bayi, gambaran tubuhnya untuk
menyesuaikan dengan yang diharapkan atau diimpikan.
b. Relating (menghubungkan)
Ibu menggambarkan anaknya mirip dengan anggota keluarga yang lain.
c. Menginterpretasikan
Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan yang dirasakan. Pada fase ini dikenal
dengan istilah “ fingertip touch”
4. TAKING HOLD
Periode dimana terjadi perpindahan dari keadaan ketergantungan ke keadaan mandiri.
Perlahan-lahan tingkat energi klien meningkat merasa lebih nyaman dan mulai berfokus
pada bayi yang dilahirkan. Klien lebih mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif
untuk merawat dirinya, mampu untuk mengontrol fungsi tubuh, fungsi eliminasi dan
memperhatikan aktifitas yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia
harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, ibu seharusnya
tidak hanya mengungkapkan keinginannya saja akan tetapi harus melakukan hal tersebut,
misalnya keinginan berjalan, duduk, bergerak seperti sebelum melahirkan. Disini juga klien
sangat antusias merawat bayinya. Pada fase ini merupakan saat yang tepat untuk
memberikan pendidikan perawatan diri dan bayinya. Pada saat ini perawat mutlak
memberikan semua tindakan keperawatan seperti halnya menghadapi kesiapan ibu
menerima bayi, petunjuk-petunjuk yang harus diikuti tentang bagaimana cara
mengungkapkan dan bagaimana mengaturnya. Perawat harus berhati-hati dalam
memberikan instruksi dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri.
Apabila klien merasa tidak mampu berbuat seperti yang diperbuat oleh perawat, maka
perawat harus membantu ibu dalam melaksanakan kegiatan / tugas yang telah
didemonstrasikan dan memberi pujian untuk setiap tindakan yang tepat.
Bila ibu sudah merasakan lebih nyaman, maka ibu sudah masuk dalam tahap ke- 2 “
maternal touch”, yaitu “total hand contact” dan akhirnya pada tahap ke- 3 yang disebut “
enfolding”. Dan periode ini berlangsung selama 10 hari.
5. LETTING GO
Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan mulai disibukan oleh
tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah.
6. POST PARTUM BLUES
Pada periode ini terjadi perubahan hormone estrogen dan progesterone yang menurun, selain
itu ibu tidak siap dengan tugas-tugas yang harus dihadapinya.
Gejala: menangis, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan, gangguan pola tidur, cemas.
Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan ibu tidak mampu menyesuaikan diri,
maka akan menjadi serius yang dikenal sebagai POST PARTUM DEPRESI.
7. Adaptasi psikologis ayah
Respon ayah pada masa sesudah kelahiran tergantung keterlibatannya selama proses
persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingin selalu dekat dengan isteri dan anaknya.
8. Adaptasi psikologis keluarga
Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan perubahan peran dan hubungan
dalam keluarga tersebut, misalnya anak yang lebih besar menjadi kakak, orang tua menjadi
kakek / nenek, suami dan isteri harus saling membagi perhatian. Bila banyak anggota yang
membantu merawat bayi, maka keadaan tidaklah sesulit dengan tidak ada yang membantu,
sementara klien harus ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah
tangga.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24
jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).Perdarahan
Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan
post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues
dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu
pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada
hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu
pasca persalinan.
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman
(kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan
dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri.
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum
diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum
blues, antara lain:
1) Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron,
prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat
berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek
supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja
menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan
kejadian depresi.
2) Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4) Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial
ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan
teman).
5) Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan post partum menurut Siswosudarmo, 2008:
1) Pemerikasaan umum: tensi,nadi,keluhan dan sebagainya
2) Keadaan umum: TTV, selera makan dll
3) Payudara: air susu, putting
4) Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum
5) Sekres yang keluar atau lochea
6) Keadaan alat kandungan
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama
Sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan, takut bergerak
c. Riwayat Kehamilan
Umur kehamilan serta riwayat penyakit menyetai
d. Riwayat Persalinan
1) Tempat persalinan
2) Normal atau terdapat komplikasi
3) Keadaan bayi
4) Keadaan ibu
e. Riwayat Nifas Yang Lalu
1) Pengeluaran ASI lancar / tidak
2) BB bayi
3) Riwayat ber KB / tidak
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien
2) Abdomen
3) Saluran cerna
4) Alat kemih
5) Lochea
6) Vagina
7) Perinium dan rectum
8) Ekstremitas
9) Kemampuan perawatan diri
g. Pemeriksaan psikososial
1) Respon dan persepsi keluarga
2) Status psikologis ayah, respon keluarga terhadap bayi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan,kontraksi uterus, distensi
abdomen,luka episiotomi
b. Ketidakefektifan proses menyusui berhubungan dengan, belum berpengalaman
menyusui,pembengkakan payudara,lecet putting susu,kurangnya produksi ASI.
c. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan distensi kandung kemih, perubahan-
perubahan jumlah / frekuensi berkemih.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan
sistemkekebalan tubuh.
e. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih (perdarahan)
f. Gangguan istirahat / perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan kecemasan
hospitalisasi, waktu perawatan bayi.
LANDASAN TEORI
PERDARAHAN POST PARTUM
B. ETIOLOGI
a. Etiologi HPP primer
1) Atonia uteri (uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan)
2) Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penatalaksanaan atau
gangguan, misalnya: kelainan yang menggunakan peralatan yang termasuk seksio sesaria,
episiotomi, pemotongan “ghisiri”).
3) Retentio plasenta.
4) Sisa plasenta dan
5) Robekan jalan lahir.
D. PATOFISIOLOGI
Faktor resiko yang terdiri dari: Grande multipara, jarak persalinan kurang dari 2 tahun,
persalinan dengan tindakan: pertolongan dukung, tindakan paksa, dengan narkosa, kelahiran sulit
atau manual dari plasenta, penyakit yang diderita (Penyakit jantung, DM dan kelainan
pembekuan darah) dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri, trauma genital (perineum, vulva,
vagina, servik, atau uterus), retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Pada atonia
uterus ditandai dengan uterus tidak berkontraksi dan lembek menyebabkan pembuluh darah pada
bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menyebabkan perdarahan. Pada genetalia terjadi
robekan atau luka episiotomi, ruptur varikositis, laserasi dinding servik, inversi uterus
menyebabkan perdarahan. Pada retensio plasenta ditandai plasenta belum lahir setelah 30 menit.
Sisa plasenta ditandai dengan plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)
tidak lengkap dan robekan jalan lahir terjadi perdarahan segera setelah bayi lahir, jika ditangani
dengan baik dapat menimbulkan komplikasi. Tetapi, apabila perdarahan tidak ditangani dengan
baik dapat menimbulkan komplikasi : dehidrasi, hipovolemik, syok hipovolemik, anemia berat,
infeksi dan syok septik, sepsis purpuralis, ruptur uterus, kerusakan otak, trombo embolik, emboli
paru. Pada kehamilan berikutnya dapat mengalami aborsi spontan, hipoksia intra uterin, retardasi
pertumbuhan intra uteri dan dampak terakhir menimbulkan kematian.
E. MANIFESTASI KLINIK
a. Atoni uteri
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir.
b. Trauma genital
1) Titik perdarahan terlihat pada perineum, vulva, dan vagina bagian bawah
2) Titik perdarahan tidak terlihat pada vagina bagian atas, servik dan uterus.
c. Retensio plasenta
1) Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir.
3) Uterus kontraksi baik.
4) Tali pusat putus akibat traksi berlebihan.
5) Inversio uteri akibat tarikan.
6) Perdarahan lanjutan
d. Sisa plasenta
1) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir.
3) Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
e. Robekan jalan lahir
1) Perdaraha segera setelah anak lahir.
2) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir.
3) Uterus kontraksi baik.
4) Plasenta lengkap.
5) Pucat ,lemah
f. Fragmen plasenta
1) Nyeri tekan perut bawah
2) Sub involusi uterus
3) Perdarahan lebih dari 24 jam setelah persalinan (persalinan sekunder)perdarahan
bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak beraturan) dan berbau jika disertai
infeksi
4) Anemia
5) Demam
g. Ruptura uteri
1) Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan intra abdominal dan atau vaginum)
2) Nyeri perut berat
3) Nyeri tekan perut
4) Denyut nadi ibu cepat
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Golongan darah
Rh, golongan ABO, pencocokan silang
b. Darah lengkap
Hb/Ht menurun, sel darah putih meningkat dan laju endap sedimentasi meningkat
c. Kultur uterus dan vaginal
Infeksi pasca partum
d. Koagulasi
FDP/FSP meningkat, fibrinogen menurun, masa protombin memanjang karena adanya KID,
masa tromboplastin parsial diaktivasi, masa tromboplastin parsial (APTT/PTT)
e. Sonografi
Menentukan adanya jaringan plasenta tertahan.
G. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1) Pemberian oksitosin 10 IU IV atau ergometrin 0,5mg IV, berikan IM jika IV tidak
tersedia.
2) Lakukan pemeriksaan hemoglobin, golongan darah dan pencocokan silang.
3) Berikan cairan IV dengan natrium laktat.
4) Jika terjadi perdarahan yang berlebih, tambahkan 40 IU oksitosin/liter pada infus IV dan
aliran sebanyak 40 tetes/ menit
5) Pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander atau tranfusi darah dan
pemberian oksigen
6) Berikan antibiotik berspektrum luas dengan dosis tinggi
Benzilpenisillin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU setiap 6 jam dan gentamisin 100mg
stat IM, kemudian 80 mg setiap 8 jam dan metronidazol 400 atau 500 mg secara oral
setiap 8 jam.
Atau ampisilin 1gram IV diikuti 500 mg secara im setiap 6 jam dan metronidazol
400/500 mg secara oral setiap 8 jam.
Atau benzil penisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta setiap 6 jam dan gentamisin
100mg stat IM lalu 80mg setiap 8 jam.
Atau benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU IV setiap 8 jam dan
kloramfenikol 500 mg secara IV setiap 6 jam.
Jika mungkin, persiapkan pasien untuk pemeriksaan segera dibawah pengaruh
anestesi.
b. Keperawatan
1) Percepat kontraksi dengan cara melakukan masase pada uterus jika uterus masih dapat
teraba.
2) Kaji kondisi pasien (misalnya kepucatan, tingkat kesadaran) dan perkiraan darah yang
keluar.
3) Ambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin, golongan darah dan pencocokan silang.
4) Pasang infus IV sesuai instruksi medis.
5) Jika pasien mengalami syok pastikan jalan nafas selalu terbuka palingkan wajah
kesamping dan berikan oksigen sesuai dengan indikasi sebanyak 6-8 liter/menit melalui
masker atau nasal kanul.
6) Mengeluarkan setiap robekan uterus yang ada dan menjahit ulang jika perlu.
7) Pantau kondisi pasien dengan cermat. Meliputi TTV, darah yang hilang, kondisi umum
(kepucatan, tingkat kesadaran) asupan kesadaran dan haluaran urine dan melakukan
pencatatan yang akurat.
8) Berikan kenyamanan fisik (posisi yang nyaman) dan hygiene, dukungan emosionil,
lakukan instruksi medis dan laporkan setiap perubahan pada dokter.
H. KOMPLIKASI
a. Infeksi dan syok septic.
b. Anemia berat.
c. Sepsis purpuraris.
d. Ruptur uterus.
e. Syok hipovolemik.
f. Kerusakan otak.
g. Tromboembolik.
h. Emboli paru.
i. Pada kehamilan berikutnya dapat mengalami aborsi spontan, hipoksia intra uteri, retardasi
pertumbuhan intra uteri.
j. Kematian.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan vaskuler berlebihan.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d hipovolemia.
c. Ansietas b.d krisis situasi, ancaman perubahan status keshatan ,respon fisiologis
(pelepasan katekolamin).
d. Resiko tinggi kelebihan volume cairan b.d penggantian berlebihan cepat dari kehilangan
cairan, perpindahan cairan intravaskuler.
e. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan, status cairan tubuh (lokhial) penurunan Hb,
prosedur invasive.
f. Resiko tinggi rasa nyaman nyeri b.d trauma, distensi jaringan.
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan b.d kurang
informasi
LANDASAN TEORI
INFEKSI POST PARTUM
B. RIWAYAT.
Infeksi nifas sudah dikenal sejak jaman Hippocrates dan Galenius yang diduga penyebabnya
karena tidak mengeluarkan lokia. Pada tahun 1849 Semmelweis untuk pertama kalinya
berdasarkan pengalamannya pada Wiener Gebaranstalt menyatakan bahwa penyakit dalam nifas
disebabkan oleh infeksi pada luka. Luka di jalan lahir yang sebagian besar datang dari luar.
Pendapat Semmelweis ini mendapat tantangan hebat dan baru setelah lama kemudian Lister
melaksanakan antisepsis pada pembedahan dengan hasil baik dan penemuan sebab-sebab infeksi
nifas berkat kemajuan mikrobiologi.
C. DEFINISI.
Demam nifas Morbiditas Puerperalis meliputi demam pada masa nifas oleh sebab apa pun.
Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, AS morbiditas C atau lebih selama 2
haripuerperalis ialah kenaikan suhu sampai 38 dalam 10 hari pertama post partum dengan
mengecualikan hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari.
D. ETIOLOGI.
Bermacam-macam
1) Eksasogen : kuman datang dari luar.
2) Autogen : kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh.
3) Endogen : dari jalan lahir sendiri.
E. FAKTOR PREDISPOSISI.
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak,
pre ekslampsi, infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
2) Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
3) Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.
F. PATOLOGI.
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira
4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan
merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang
patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga
vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat
terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.
G. GAMBARAN KLINIK.
a. Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina dan Serviks.
b. Rasa nyeri dan panas pada infeksi setempat.
c. Nyeri bila kencing.
d. Suhu meningkat 38o C kadang mencapai 39o C – 40o C disertai menggigil.
e. Nadi kurang dan 100/menit.
Endometritis
Tergantung pada jenis virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan
lahir.
Biasanya demam mulai 48 jam pertama post partum bersifat naik turun.
Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau.
Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban
yang disebut Lokiometra.
Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.
Peritonitis
Peritonitis terbatas pada daerah pelvis (pelvia peritonitis): demam, nyeri perut bagian bawah,
KU baik.
Peritonitis umum: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat
abses pada cavum Douglas
Sellulitis Pelvika
Pada periksa dalam dirasakan nyeri, demam tinggi menetap dari satu minggu, nadi cepat,
perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat
teraba selamaVT. Infiltrat kadang menjadi abses.
b) Selama persalinan :
c) Selama nifas
Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan digabung dengan wanita dalam nifas yang
sehat.
Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial
dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat (Aziz, 2004).
Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis,
2000). Post Partum adalah selang waktu antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya
organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar, 2002).
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha
yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan
kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil.
Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah mencegah terjadinya infeksi
sehubungan dengan penyembuhan jaringan.
Sedangkan menurut Moorhouse et. al. (2001), adalah pencegahan terjadinya infeksi pada
saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari setelah kelahiran anak atau aborsi.
1) Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah
karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture
biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. (Hamilton,
2002).
2) Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina
yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 1996).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina yang sedang dalam
keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek teregang
oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi lokal, kecuali bila
pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau
mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak banyak pembuluh
darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah diperbaiki (Jones Derek, 2002).
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi dan rupture yang sering dijumpai dalam
proses persalinan yaitu :
1. Episiotomi medial
2. Episiotomi mediolateral
1. Tuberositas ischii
E. WAKTU PERAWATAN
1. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada
kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk
itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu
diperlukan pembersihan perineum.
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air
seni padarektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu
diperlukan pembersihan perineum.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk
mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan
maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.
F. PENATALAKSANAAN
1. Persiapan
Perawatan perineum sebaiknya dilakukan di kamar mandi dengan posisi ibu jongkok jika
ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi kaki terbuka.
Alat yang digunakan adalah botol, baskom dan gayung atau shower air hangat dan
handuk bersih. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air hangat, pembalut nifas baru
dan antiseptik (Fereer, 2001).
2. Penatalaksanaan
Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak mengurangi rasa
ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan dengan
prosedur pelaksanaan menurut Hamilton (2002) adalah sebagai berikut:
a. Mencuci tangannya
c. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke rectum dan
letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung plastik.
3. Evaluasi
1. Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka
pada perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein.
2. Obat-obatan
a. Steroid : Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu respon inflamasi normal.
c. Antibiotik spektrum luas / spesifik : Efektif bila diberikan segera sebelum pembedahan
untuk patolagi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak
efektif karena koagulasi intrvaskular.
3. Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam penyembuhan luka.
Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin dapat
dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-
kalori.
4. Sarana prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan
sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan
antiseptik.
5. Budaya dan Keyakinan
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini :
1. Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan
bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
2. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada
jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun
infeksi pada jalan lahir.
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post
partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah (Suwiyoga, 2004).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Post Partum :
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, setelah lahirnya janin dan plsenta dan alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Saleha, 2009).
Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran. Namun secara
populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi involusi
kehamilan normal (Cuningham, 2006)
Periode pascapartum (puerperium) ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,2004:492)
Dimana pada post partum banyak komplikasi yang di temukan seperti post partum blues / post
partum depresi, perdarahan post partum, infeksi saat post partum.
Postpartum blues :
Postpartum blues yaitu suatu perasaan bercampur aduk
Penyebab postpartum blues belum diketahui secara pasti.
Penderita postpartum dapat dideteksi melalui skrinning yaitu dengan kuisioner yang
berupa pertanyaan tentang rasa cemas
Asuhan keperawatan pada pasien postpartum blues pada dasarnya harus holistik yaitu
menyeluruh dari bio-psiko-sosio-spiritual dan melibatkan orang tua si anak yaitu ayah
dan ibu si anak
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan kita harus bisa merawat pasien post partum agar tidak
terjadinya komplikasi. Kita sebagai petugas kesehatan harus mampu dan menguasai tindakan dan
perawatan post partum.