You are on page 1of 12

Percobaan Ke-1 Jum’at, 15 Desember 2017

“Penentuan Kadar Fe (II) dalam Sampel dengan Menggunakan Instrument


Spketrofotometer Uv-Vis”

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan panjang gelombang maksimum Fe (II) untuk mengukur absorbansi
dalam larutan sampel dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
2. Menentukan nilai absorbansi dari larutan deret standar dan sampel pada panjang
gelombang maksimum dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
3. Menentukan persamaan garis dari kurva kalibrasi antara konsentrasi dan serapan
larutan deret standar Fe (II).
4. Menentukan kadar besi (II) dalam sampel dengan menggunakan spektrofotometer
Uv-Vis.

II. DASAR TEORI


Spektroskopi UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang menggunakan
sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan menggunakan
instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan
sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya
eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ketingkat energi yang paling
tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu
molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang
absorbsi maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam
molekul. (Sumar hendayana, 1994)
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan metode pengukuran dengan
menggunakan spektrofotometer ini digunakan sering disebut dengan
spektrofotometri. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu
pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi
radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh
suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen
yang berbeda. Pengabsorbsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul
umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang
absorbsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada di dalam
molekul yang sedang di analisis. (Sumar, Hendayana. 1996 : 155).
Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul
tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi
antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi
potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi. Jika suatu radiasi elektromagnetik
menembus suatu larutan yang berada dalam suatu bejana gelas, maka sebagian cahaya
akan diserap oleh larutan dan selebihnya akan dilewatkan. Bagian yang diserap akan
diukur dengan besaran absorban (A) atau ekstingsi yang diberi lambang, dan yang
diteruskan disebut tranmisi (T), hubungan antara A dan T dapat dirumuskan sebagai
berikut:
A = - log T
Senyawa yang dapat menyerap cahaya tersebut adalah senyawa yang memiliki
pasangan elektron yang tidak berpasangan atau gugus kromoform.(Syarif, Hamdani,
dkk. 2012 : 39-40).
Dikutip dari Tri Panji (2012), Berdasakan hukum Lambert-Beer, fraksi
penyerapan sinar tidak tergantung pada I (intensitas cahaya), sedangkan Beer
menyatakan bahwa serapan sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap.
Penjabaran hukum Lambert-Beer menghasilkan persamaan :
A = bc
Keterangan :
A = Absorbansi
ε = absortivitas molar/serapan per satuan konsentrasi

b = tebal sel/ kuvet (cm)


c = konsentrasi (molar).
Menurut Syarif, Hamid dkk (2012), ada beberapa batasan dalam hukum
Lambert Beer antara lain:
a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
b. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang
sama
c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang
lain dalam larutan tersebut
d. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi
e. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan
Berdasarkan David, Harvey (1956) skema spektrofotometer single beam adalah
sebagai berikut :

Gambar 1. Skema spektrofotometer single beam


Adapun komponen-komponen istrumen spektrofotometer UV/VIS menurut
Harris(2009) adalah sebagai berikut :

1. Sumber Radiasi

Spektrofotometer menggunakan sumber sinar yang berbeda sesuai


jangkauan daerah spektrumnya. Lampu xenon (200-1000 nm), lampu deuterium /
hydrogen (160-380 nm), lampu tungsten (350-2500 nm), dan lampu tungsten-
halogen (350-800 nm).

Gambar 2. Lampu Tungsten Gambar 3. LampuDeutrium


2. Monokromator
Monokromator digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-
komponenpanjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih celah (slit).
Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang
dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum. Ketelitian dari
monokromator dipengaruhi juga oleh lebar celah (slit width).Ada 2 macam
monokromator yaitu:
a. Filter Optik : Lensa berwarna sehingga cahaya yang diteruskan sesuai dengan
warnya lensa yang dikenai cahaya
b. Lensa Prisma/ Grating : cahaya akan dirubah menjadi spektrum cahaya

Gambar 4. Skema monokromator


3. Sel sampel/Kuvet
Sel atau kuvet adalah tempat sampel yang akan di uji. Sampel biasanya
terkandung dalam sel yang disebut kuvet, rata, digabung dengan permukaan silica.
Kuvet harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
b. Tidak menyerap cahaya yang digunakan
c. Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar.
d. Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.
e. Tidak boleh rapuh.
f. Mempunyai bentuk (design) yang sederhana.
Gambar 5. Macam-macam kuvet
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah sinyal radiasi menjadi sinyal elektronik yang
kemudian ditampilkan pada read out. Prinsipnya adalah menyerap energi menjadi
besaran yang dapatdiukur. Adapun syarat detector adalah harus menghasilkan sinyal
yang mempunyai hubungan kuantitatif dengan intensitas sinar, mempunyai kepekaan
tinggi terhadap radiasi yang diterima, memiliki respon tetap pada daerah panjang
gelombang pengamatan, besaran-besaran yang dihasilkan harus berbanding lurus
dengan energi radiasinya elektronik harus bisa diamplifikasikan ke rekorder.

Gambar 7. Detektor Photovoltaic Gambar 8. Detektor Phototube


Penentuan kadar besi berdasarkan pada pembentukan senyawa kompleks berwarna
antara besi (II) dengan orto-fenantrolin yang dapat menyerap sinar tampak secara
maksimal pada panjang gelombang tertentu. Banyak sinar yang diserapakan berkorelasi
dengan kuantitas analit yang terkandung di dalamnya sesuai dengan Hukum Lambert-
Beer. Besi memiliki dua tingkat oksidasi, yaitu Fe2+ (ferro) dan Fe3+ (ferri). Senyawa-
senyawa yang dapat digunakan untuk mereduksi besi(III) menjadi besi(II) diantaranya
seng, ion timah(II), sulfit, senyawa NH2OH.HCl, hidrazin, hidrogen sulfida, natrium
tiosulfat, vitamin C, dan hidrokuinon. Pemilihan reduktor ini tergantung suasana asam
yang digunakan dan keberadaan senyawa lain dalam cuplikan yang akan dianalisis.
Umumnya besi cenderung untuk membentuk senyawa dalam bentuk ferri daripada dalam
bentuk ferro, dan membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa tertentu.
(Othmer, Kirk, 1978).
Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis dengan reaksi pengompleksan terlebih dahulu yang ditandai
dengan pembentukan warna spesifik sesuai dengan reagen yang digunakan. Senyawa
pengompleks yang dapat digunakan diantaranya molibdenum, selenit, difenilkarbazon,
dan fenantrolin. Pada percobaan ini pengompleks yang digunakan adalah 1,10-
fenantrolin. Besi(II) bereaksi membentuk kompleks merah jingga. Warna ini tahan lama
dan stabil pada range pH 2-9. Metode tersebut sangat sensitif untuk penentuan besi
(Vogel, 1985). Pengukuran menggunakan metode fenantrolin dengan pereduksi
hidroksilamin hidroklorida dapat diganggu oleh beberapa ion logam, misalnya bismut,
tembaga, nikel, dan kobalt.
Senyawa kompleks berwarna merah-orange yang dibentuk antara besi (II) dan 1,10-
phenantrolin (ortophenantrolin) dapat digunakan untuk penentuan kadar besi dalam air
yang digunakan sehari hari. Reagen yang bersifat basa lemah dapat bereaksi membentuk
ion phenanthrolinium, phen H+ dalam medium asam. Pembentukan kompleks besi
phenantrolin dapat ditunjukkan dengan reaksi:
Fe2+ + 3 phen H+ ⇌ Fe(phen)3 2+ + 3H+
Tetapan pembentukan kompleks adalah 2.5×10-6 pada 25oC. Besi (II)
terkomplekskan dengan kuantitatif pada pH 3-9. pH 3,5 biasa direkomendasikan untuk
mencegah terjadinya endapan dari garam garam besi, misalnya fosfat. Kelebihan zat
pereduksi, seperti hidroksilamin diperlukan untuk menjamin ion besi berada pada
keadaan tingkat oksidasi 2+.
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
No Alat Ukuran Jumlah
1 Neraca analitik - 1 buah
2 Batang pengaduk - 1 buah
3 Kaca arloji - 1 buah
4 Gelas kimia 250 Ml 1 buah
5 Labu takar 100 mL 2 buah
6 Spatula - 1 buah
7 Botol semprot - 1 buah
8 Spektrofotometer - 1 set
9 Kuvet - 7 buah
10 Corong kaca - 1 buah
11 Gelas ukur 5 mL 1 buah
12 Pipet volume 10 mL 1 buah
13 Pipet tetes - 2 buah
14 Labu takar 25 mL 6 buah
15 Pipet volume 5 mL 1 buah
16 Filler - 1 buah
17 Stopwatch

2. Bahan
No Bahan Jumlah
1 Garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O 0,07 gram
2 Larutan Hidroksilamin HCl 5% 5 mL
3 Asam sulfat 2 M 5 mL
4 Larutan CH3COONa 5% 40 mL
5 Aquadest Secukupnya
6 Larutan 1,10 fenantrolin 0,1 % 25 mL
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
Pada percobaan penentuan kadar Fe (II) dalam sampel dengan menggunakan
instrument spketrofotometer uv-vis ini dilakukan beberapa percobaan, diantaranya
yaitu:
a. Pembuatan larutan Induk Fe(II) 100 ppm sebanyak 100 mL
Garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O ditimbang sebanyak 0,0700 gram dan dimasukkan
ke gelas kimia. Garam tersebut dilarutkan dengan aquades dalam gelas kimia.
Kemudian dipindahkan ke labu takar 100 mL dan ditambahkan 5 mL asam sulfat
2 M untuk menghindari hidrolisis serta ditambahkan aquades kembali sampai
tanda batas.
b. Pembuatan larutan standar Fe (II) 10 ppm sebanyak 100 mL
Larutan induk 100 ppm di pipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke labu takar
100 mL kemudian ditambahkan dengan aquades sampai tanda batas.
c. Preparasi deret standar dan sampel
 Preparasi Deret Standar
Larutan standar Fe (II) dipipet sebanyak 2,5 mL untuk 1 ppm; 3,75 mL untuk
1,5 ppm; 5 mL untuk 2 ppm; 6,25 mL untuk 2,5 ppm dan 7,5 mL untuk 3
ppm. Kemudian dimasukkan pada 5 buah labu takar 25 mL yang berbeda.
Selanjutnya, kedalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan 1 mL
hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa dan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%.
Masing-masing campuran diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas dan
didiamkan selama 10 menit sebelum diukur absorbansinya.
 Preparasi sampel
Untuk larutan sampel, sejumlah larutan sampel dipipet ke labu takar 25 mL.
Kemudian kedalam larutan tersebut ditambahkan 1 mL hidroksilamin-HCl
5%, 8 mL CH3COONa dan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%. Selanjutnya
diencerkan dengan aquades sampai tanda batas dan didiamkan selama 10
menit sebelum diukur absorbansinya.
d. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Untuk penentuan panjang gelombang maksimum digunakan pengukuran
pada larutan deret standar konsentrasi 2 ppm. Pengukuran absorbansi dilakukan
pada rentang panjang gelombang 400-600 nm ( jarak rentang 10 nm, setelah
mendekati panjang gelombang maksimum rentang diperkecil).
e. Pengukuran deret Standar dan sampel
Deret standar dan sampel diukur serapannya pada panjang gelombang
maksimum yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai absorbansi yang dihasilkan
dari deret standar kemudian diplotkan dalam kurva kalibrasi antara konsentrasi
dan absorbansi. Larutan sampel diencerkan kembali jika berada diluar rentang
deret standar.

V. HASIL PENGAMATAN

VI. PEMBAHASAN

Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk menentukan kadar Fe dalam


sampel air menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Prinsip kerja dari alat
spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan cahaya oleh suatu molekul dengan
panjang gelombang tertentu pada daerah sinar tampak dan ultra violet. Hukum yang
mendasari percobaan ini adalah hukum Lambert-Beer.
Maka untuk memenuhi hukum Lambert-Beer tersebut, ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi, yaitu : sampel harus jernih, konsentrasinya rendah, larutannya stabil,
dan sinar yang digunakan merupakan sinar monokromatis.
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah M-106, daerah analisis dari alat
ini hanya pada rentang sinar tampak, tidak bisa digunakan untuk daerah ultraviolet.
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis antara 380-750 nm.
Tahapan pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pembuatan larutan
induk Fe(II) 100 ppm. Larutan dibuat dengan cara melarutkan garam
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dengan aquades dan ditambahkan asam sulfat 2 M sebanyak 5
mL . Tujuan penambahan asam adalah untuk menghindari hidrolisis, sehingga
mencegah terbentuknya endapan Fe(OH)2. Dalam keadaan basa, ion Fe2+ bisa
bereaksi dengan ion OH- membentuk endapan Fe(OH)2 dengan persamaan reaksi
sebagai berikut :
Fe2+(aq) + 2OH-(aq) → Fe(OH)2(s)
4Fe(OH)2(s) + 2H2O (l) + O2(g) → 4Fe(OH)3(s)
Asam yang digunakan adalah H2SO4, tujuannya untuk menghindari penambahan
matriks, karena garam Fe yang digunakan sudah mengandung SO4, maka asam yang
paling sesuai digunakan adalah H2SO4.
Selanjutnya, dilakukan pembuatan larutan standar Fe(II) 10 ppm, caranya dengan
mengencerkan larutan induk. Dari larutan standar Fe(II) 10 ppm, dibuat lagi larutan
deret standar dengan konsentrasi 1 ppm, 1,5ppm, 2 ppm, 2,5ppm, dan 3ppm. Pada
proses pembuatan larutan deret standar dilakukan penambahan hidroksilamin - HCl
5%. Tujuannya adalah untuk mereduksi Fe(III) menjadi Fe(II). Hal ini bertujuan
untuk pembentukan kompleks yang lebih stabil. Selanjutnya ditambahkan larutan
CH3COONa 5% yang bertujuan untuk menjaga pH larutan sekitar pH 6-9. pH ini
berkaitan dengan pembentukan senyawa kompleks, jika pH terlalu basa ( > 9 )
dikhawatirkan akan terbentuk endapan Fe(OH)2 sedangkan jika pH terlalu asam ( < 6
) dikhawatirkan tidak terbentuk komplek dari Fe(II).
Tahap selanjutnya adalah penambahan 1,10 – Fenantrolin 0,1% yang berperan
sebagai ligan dalam pembentukan komplek Fe(II)fenantrolin. Pembentukan kompleks
ditandai dengan perubahan warna larutan, dari tidak berwarna menjadi berwarna
jingga.
Setelah pembuatan larutan deret standar, dilakukan juga preparasi sampel. tahap
preparasi sampel sama dengan pembuatan deret standar, yaitu sampel ditambahkan
hidroksilamin-HCl 5%, CH3COONa 5%, dan 1,10 – Fenantrolin 0,1%. Penambahan
hidroksilamin-HCl 5% bertujuan untuk mengubah semua ion Fe menjadi Fe(II).
Karena ketika pengujian absorbansi, yang teruji dengan alat spektrofotometer Uv-Vis
adalah kompleks Fe(II) yang stabil, maka agar diperoleh hasil pengukuran yang
akurat maka harus dipastikan semua ion Fe dalam bentuk ion Fe(II). Setelah
ditambahkan 1,10 – Fenantrolin 0,1%, sampel masih tetap tidak berwarna, maka
ditambahkan larutan standar Fe(II) 10 ppm, metode ini merupakan metode standar
adisi.
Selanjutnya dilakukan p engukuran panjang maksimum yang bertujuan untuk
menentukan panjang gelombang yang sesuai untuk pengukuran, agar diperoleh nilai
absorbansi yang maksimum. Pnajang gelombang maksimum diperoleh adalah
Pengukuran absorbansi deret standar dimulai dari konsentrasi yang terendah
hingga tertinggi setelah diperoleh nilai absorbansi dari masing-masing konsentrasi,
kemudian data tersebut diplotkan kedalam grafik kurva kalibrasi. Dari grafik tersebut
diperoleh persamaan garis
Berdasarkan data hasil pengukuran terhadap sampel diperoleh absorbansi sampel
sebesar . Berdasarkan hasil perhitungan kadar Fe yang diperoleh adalah
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan pada praktikum kali ini dapat
disimpulkan bahwa:
1. Panjang gelombang maksimum Fe (II) dalam larutan sampel yang diukur dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis didapat sebesar
2. Nilai absorbansi dari larutan deret standar dan sampel pada panjang gelombang
maksimum yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis secara
berturut-turut adalah
3. Nilai persamaan garis dari kurva kalibrasi antara konsentrasi dan serapan larutan
deret standar Fe (II) adalah
4. Kadar besi (II) dalam sampel yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer
Uv-Vis didapat sebesar
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Hamdani, Syarif, dkk. 2012. Modul Praktikum Kimia Analisis. Bantung : Sekolah
Tinggi Farmasi Indonesia.
Harris, Daniel C. 2009. Exploring Chemical Analysis Fourth Edition (terjemahan).
New York : W.H Freeman and Company
Harvey, David. 1956. Modern Analytical Chemistry. Depauw University: M.C Graw
Hill Companie
Hendayana, Sumar. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: Semarang Press.
Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung:
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Panji, Tri. 2012. Teknik Spektroskopi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sabarudin, Akhmad, dkk. 2000. Kimia Analitik. Bandung: IKIP Semarang.
Wiji, dkk. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung: Lab
Kimia. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

You might also like