You are on page 1of 88

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGETAHUAN ORANG TUA MENGENAI PERILAKU


BERPACARAN ANAK REMAJANYA DAN PERANNYA
DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS
DI DESA KEPUHREJO KECAMATAN TAKERAN
KABUPATEN MAGETAN JAWA TIMUR

SKRIPSI

DHIAN LULUH ROHMAWATI


0806333751

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SARJANA
DEPOK
JULI 2012

i
Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA

PENGETAHUAN ORANG TUA MENGENAI PERILAKU


BERPACARAN ANAK REMAJANYA DAN PERANNYA
DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS
DI DESA KEPUHREJO KECAMATAN TAKERAN
KABUPATEN MAGETAN JAWA TIMUR

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Keperawatan

DHIAN LULUH ROHMAWATI


0806333751

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SARJANA
DEPOK
JULI 2012

i
Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dhian Luluh Rohmawati

NPM : 0806333751

Tanda Tangan :

Tanggal : 4 Juli 2012

ii

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Dhian Luluh Rohmawati
NPM : 0806333751
Program Studi : Sarjana
Judul Skripsi :Pengetahuan Orang Tua mengenai Perilaku
Berpacaran Anak Remajanya dan Perannya dalam
Memberikan Pendidikan Seks di Desa Kepuhrejo
Kecamatan Takeran Kab. Magetan Jawa Timur
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Hayuni Rahmah, S.Kp., MNS ( )

Penguji : Mustikasari, S.Kp., MARS ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 4 Juli 2012

iii

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu saya
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Hayuni Rahmah S.Kp., MNS selaku Dosen Pembimbing skripsi dan
pembimbing Akademik peneliti yang telah menyediakan waktu, tenaga
dan pikirannya untuk membimbing dalam penyusunan skripsi ini;
2. Ibu Kuntarti, S.Kp., M. Biomed., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Ilmu Keperawatan;
3. Ibu Mustikasari S.Kp., MARS sebagai Dosen penguji yang telah
memberikan masukan pada penyusunan skripsi ini;
4. Ibu Ns. Dwi Nurviyandari, Skep, MN selaku Pembimbing dalam
penyusunan proposal pada Mata ajar Metodologi Riset;
5. Orang Tua dengan anak remajanya Desa Kepuhrejo Kec.Takeran, Kab.
Magetan, Jawa Timur yang bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini;
6. Ibu, Mas Dhupit, Mbak Lina, dan Mbak Hana yang selalu memberikan
dukungan, baik moril berupa doa, semangat, dan motivasi, maupun
materiil sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
baik;
7. Teman-teman satu angkatan 2008 yang peduli yang telah membantu
dalam memberikan ide-ide tambahan khususnya teman satu bimbingan :
Sonya dan Ipul;

iv

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


8. MJ’ers : Mbak Tina, Mbak Zuni, Mbak Qura, Mbak Eka dan Mbak Dani
yang telah memberi semangat ketika saya sudah jenuh dalam
mengerjakan skripsi
9. LVC Revolution: Mas Rozin, Indah, Mas Deni, Mas Riski TW, Himma,
Mas Ahmad yang selalu memberi warna dalam hidup saya dalam
menyusun skripsi ini
10. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga
saya dapat menyelesaikan ini.
Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini akan
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 4 Juli 2012

Penulis

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


HALAMAN PERNYATAAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Dhian Luluh Rohmawati


NPM : 0806333751
Program studi : Sarjana
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Pengetahuan Orang Tua mengenai Perilaku Berpacaran Anak Remajanya
dan Perannya dalam Memberikan Pendidikan Seks di Desa Kepuhrejo
Kecamatan Takeran Kabupaten Magetan Jawa Timur
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 4 Juli 2012
Yang menyatakan

Dhian Luluh Rohmawati

vi

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


ABSTRAK

Nama : Dhian Luluh Rohmawati


Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran Anak
Remajanya dan Perannya dalam Memberikan Pendidikan Seks.

Perilaku berpacaran remaja sekarang sudah mengarah kepada perilaku seks


pranikah. Pengetahuan orang tua dan peran dalam memberikan pendidikan seks
yang diperlukan untuk mengurangi masalah perilaku seks pranikah pada remaja.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif sederhana dan teknik triangulasi
dengan tujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan orang tua
mengenai perilaku berpacaran yang dilakukan anak remajanya dan perannya
dalam memberikan pendidikan seks. Sampel pada penelitian ini berjumlah 96
orang tua yang memiliki anak usia remaja yang berpacaran di Desa Kepuhrejo
Provinsi Jawa Timur. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan orang tua mengenai perilaku
berpacaran pada anak remajanya dan peran dalam memberikan pendidikan seks
secara umum masih kurang. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah
menggunakan desain penelitian deskripsi komparatif atau deskripsi korelatif
sehingga hasil penelitian dapat lebih berkembang dan bervariasi.

Kata kunci: orang tua, pengetahuan, peran, remaja

ABSTRACT

Name : Dhian Luluh Rohmawati


Study program: Nursing Science
Title : Parents’ Knowledge about Sexual Behavior of Their Adolescent
Children and Their Role in Sex Education

Currently, the dating behavior of adolescent leads to premarital sex behavior. In


that case, proper knowledge and role of parents are needed to decrease the
number of premarital sex possibilities in adolescent children. This research used a
simple descriptive design and triangulation technique which has purpose to identify the
parents level of knowledge about sexual behaviour of their adolescent children and their
role in sex education. The number of sample were 96 parents who have adolescent
children in Desa Kepuhrejo, East Java. Sampling technique used was random sampling
and used proportion experiment analysis. The result showed that the parents’
knowledge about sexual behavior of adolescent children and their role in providing sex
education was still at low level. Recommendation for next research is using different
design such us comparative descriptive or colerative descriptive in order to the result of
research more complex and variation.

Key word: adolescent, knowledge, parent, role.

vii Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................... vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR SKEMA ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xii
BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah................................................................. 6
1.3 Pertanyaan Penelitian.............................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian..................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian................................................................... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9


2.1 Remaja .................................................................................... 9
2.1.1 Definisi Remaja .............................................................. 9
2.1.2 Ciri dan Karakteristik Remaja ......................................... 9
2.1.3 Tumbuh Kembang Remaja............................................. 11
2.1.4 Pacaran Remaja .............................................................. 15
2.1.5 Perilaku Seks Remaja ..................................................... 16
2.2 Orang Tua dengan Anak Usia Remaja ..................................... 19
2.2.1 Definisi Orang Tua ......................................................... 19
2.2.2 Peran Ayah ..................................................................... 20
2.2.3 Peran Ibu ........................................................................ 21
2.2.4 Tugas Perkembangan Keluarga dengan Remaja .............. 22
2.3 Pendidikan Seks pada Remaja ................................................. 23
2.3.1 Definisi Pendidikan Seks ................................................ 23
2.3.2 Tujuan Pendidikan Seks.................................................. 24
2.3.3 Sumber Informasi Pendidikan Seks................................. 24
2.3.4 Teknik Pemberian Pendidikan Seks ................................ 27
2.3.5 Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks ... 27
2.4 Masyarakat Pedesaan dan Budaya Pedesaan ............................ 29

BAB 3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ....................................... 32


3.1 Kerangka Konsep .................................................................... 32
3.2 Definisi Operasional ................................................................ 33

BAB 4. METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN .............................. 36


4.1 Desain Penelitian ..................................................................... 36
4.2 Populasi dan Sampel................................................................ 36

viii Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


4.3 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 38
4.4 Etika Penelitian ....................................................................... 38
4.5 Alat Pengumpul Data.............................................................. 39
4.6 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen..................................... 40
4.7 Prosedur Pengumpulan Data .................................................... 41
4.8 Pengolahan dan Analisis Data................................................. 42
4.8.1 Pengolahan Data ............................................................. 42
4.8.2 Analisis Data .................................................................. 42

BAB 5. HASIL PENELITIAN................................................................... 44


5.1 Karakteristik Orang Tua ........................................................... 44
5.2 Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran
Anak Remajanya ...................................................................... 46
5.3 Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan seks.............. 47

BAB 6. PEMBAHASAN ............................................................................ 48


6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil ................................................... 48
6.1.1 Karakteristik Orang Tua.................................................. 48
6.1.2 Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran
Anak Remajanya ............................................................ 50
6.1.3 Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks .... 52
6.2 Keterbatasan dalam Penelitian .................................................. 57
6.3 Implikasi dalam Keperawatan................................................... 57

BAB 7. PENUTUP ..................................................................................... 59


7.1 Kesimpulan .............................................................................. 59
7.2 Saran ........................................................................................ 59

DAFTAR REFERENSI .............................................................................. 61

ix Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional......................................................................... 33

Tabel 4.1 Distribusi Pernyataan Kuesioner...................................................... 39

Tabel 5.1 Karakteristik Orang Tua................................................................... 44

Tabel 5.2 Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran Anak


Remajanya....................................................................................... 46

Tabel 5.3 Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks.................. 47

x Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian........................................................... 32

xi Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 2 Jadwal Penelitian

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Penelitian

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup

xii Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia akan mengalami tahap-tahap perkembangan dari konsepsi sampai
kematian. Salah satu tahap perkembangannya adalah masa remaja. Masa remaja
adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Rentang usia remaja
menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005) antara 10-19 tahun.
Pada rentang ini jumlah remaja di Indonesia semakin hari meningkat seiring
dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Menurut data Departemen Kesehatan RI
(2006) jumlah remaja sekitar 43 juta atau 19,61% dari jumlah penduduk (Rosa at
al, 2010). Menurut data BPS tahun 2010 jumlah remaja di Indonesia mencapai
43,7 juta jiwa. Jumlah ini menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia
adalah remaja.

Remaja mulai mempunyai waktu kematangan fisik, kognitif, sosial, dan


emosional yang cepat (Wong, 2009). Pada masa transisi ini remaja mengalami
banyak perubahan, salah satunya adalah perubahan psikis. Perubahan psikis yang
terjadi pada masa remaja adalah munculnya dorongan seksual, perasaan cinta dan
tertarik dengan lawan jenis. Selain itu masa remaja juga masa yang penuh
gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan hal-hal baru sebagai bekal
untuk mengisi kehidupan mereka (Youngs, 2001).

Kehidupan yang penuh gejolak ini sering kali membuat remaja mencoba untuk
berinteraksi dengan lawan jenis atau berpacaran. Namun, gaya pacaran yang
dilakukan sering kali membuat remaja terjerumus pada perilaku seksual yang
bebas bahkan menyimpang. Kondisi ini sering disebut dengan perilaku seksual
pranikah. Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong
oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar
perkawinan yang sah (Sarwono, 2003).

1 Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


2

Perilaku seksual pada remaja yang berpacaran dapat diwujudkan dalam tingkah
laku yang bermacam-macam yaitu mulai dari perilaku rendah, sedang maupun
tinggi seks pranikah. Menurut Sarwono (2003) perilaku seksual pada remaja
berpacaran mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium
pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju, memegang
buah dada di balik baju, memegang alat kelamin di atas baju, memegang alat
kelamin di bawah baju, dan melakukan senggama. Menurut Sambas (2005)
aktivitas seksual melalui beberapa tahapan, yaitu mulai dari memandang ke arah
tubuh namun menghindari kontak mata, melakukan kontak mata, berbincang-
bincang berdua, berpegangan tangan, berpelukan dengan tangan memeluk pada
bagian pinggang, berciuman bibir, berciuman bibir disertai dengan menyentuk
wajah dan rambut pasangan disertai dengan menyentuh tubuh pasangan,
bercumbu bagian dada, merangsang daerah genital dengan menggunakan tangan
atau mulut, dan memasukkan alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan.

Jumlah remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah di Indonesia saat ini
mengalami peningkatan. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun
2002-2003, didapatkan remaja perempuan di Indonesia usia 14-19 tahun mengaku
mempunyai teman sebaya yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah
sebesar 34,7% dan remaja laki-laki mencapai 30,9%. Data Depkes RI (2006),
menunjukkan jumlah remaja umur 10-19 tahun di Indonesia sekitar 43 juta
(19,61%) dari jumlah penduduk. Sekitar satu juta remaja pria (5%) dan 200 ribu
remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan
hubungan seksual. Wenti (2008) mengemukakan bahwa berdasarkan survey
Komnas Perlindungan Anak tahun 2008, pada 33 propinsi mengenai perilaku
seksual remaja masa kini mendapatkan hasil bahwa 97% remaja SMP dan SMA
pernah menonton film porno, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah berciuman,
meraba alat kelamin atau melakukan oral sex, 62,7% remaja SMP dan SMA tidak
perawan lagi dan 21,2% remaja SMP dan SMA pernah melakukan aborsi.

Pemahaman yang salah mengenai makna pacaran pada remaja menjadikan mereka
mencoba untuk bereksperimen mengenai masalah seks tanpa menyadari bahaya

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


3

yang timbul dari perbuatannya. Menurut Boyke (2005) cinta dan seks adalah salah
satu masalah terbesar dari remaja. Akibat buruk dari petualangan cinta dan seks
yang salah di saat remaja mengakibatkan terjadinya kehamilan remaja, keguguran
kandungan, terputusnya sekolah, perkawinan usia muda, perceraian, penyakit
kelamin, dan penyalahgunaan obat.

Berbagai faktor mempengaruhi remaja melakukan aktivitas seksual dengan


pasangannya pada saat pacaran. Pertama, kematangan fisik yang mengarahkan
terjadinya perkembangan dorongan seksual yang tinggi pada remaja, sangat peka
terhadap rangsangan seksual (Yusuf, 2001). Kedua, semakin panjangnya usia
remaja, penundaan usia perkawinan yang dialami remaja menjadi salah satu
penyaluran hasrat seksual itu tidak dapat segera dilakukan pada orang yang tepat
(Yuwono, 2001). Ketiga, rasa ingin tahu yang tinggi mengenai masalah seks
sehingga mendorong untuk mencari lebih banyak informasi mengenai seks baik
melalui buku, film, masalah, atau media lain yang menyangkut kehidupan seksual
tersebut (Hurlock, 1992). Keempat, adanya kecenderungan pergaulan yang makin
bebas antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Kelima, pengetahuan
seksual yang kurang pada remaja mengakibatkan kurangnya alat kendali bagi
remaja dalam suatu hubungan seksual (Adityasanti, 2001). Sarwono (2004)
menambahkan faktor lain yang berperan adalah meningkatnya penyebaran
informasi dan rangsangan seksual melalui media massa, salah satunya adalah
internet. Menurut Santrock (2003) salah faktor risiko terjadinya aktivitas seksual
pada remaja adalah kurangnya pengawasan dan pengetahuan orang tua serta
rendahnya pengawasan lingkungan.

Remaja seharusnya sudah mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan seks atau


informasi tentang masalah seksual. Hal ini bertujuan agar remaja mendapat
informasi yang tepat dari sumber yang jelas. Pemberian informasi mengenai
masalah seksual menjadi penting karena remaja berada pada potensi seksual yang
aktif akibat dorongan seksual yang dipengaruhi perubahan hormonal (Mu’tadin,
2002).

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


4

Informasi mengenai masalah seksual dapat diperoleh remaja dari berbagai


sumber. Kelompok teman sebaya (peer), sekolah, buku atau majalah, orang tua,
film, televisi, dan internet merupakan sumber-sumber informasi seksual bagi
remaja (Santrock, 1998). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa teman
menduduki tempat teratas sebagai sumber informasi tentang seks yang kemudian
diikuti oleh majalah, film, TV, orang tua, dan guru (Syartika, 1998 dalam
Etikariena, 1998). Remaja lebih senang mendapatkan informasi seksual dari
teman sebaya, walaupun informasi tersebut sering tidak akurat. Remaja lebih
nyaman untuk mendiskusikan masalah seks dengan teman sebaya karena lebih
liberal dan terbuka tentang hal-hal yang menyangkut sikap dan tingkah laku
seksual dibandingkan dengan orang tua (Adityasanti, 2001).

Remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua ketika
permasalahan yang ditimbulkan oleh perilaku seksualnya mulai bermunculan.
Remaja lebih senang menyimpan dan memilih jalannya sendiri tanpa berani
mengungkapkan kepada orang tua. Hal ini disebabkan karena kurang perhatiannya
orang tua terhadap anak terutama masalah seks yang dianggap tabu untuk
dibicarakan serta kurang terbukanya anak terhadap orang tua karena anak merasa
takut untuk bertanya (Dhe de, 2002).

Sebagian besar orang tua yang seharusnya memberikan pendidikan seks di rumah,
ternyata tidak membekali anak mereka dengan pengetahuan yang mereka
butuhkan (Bell, 1987; Harris, 1987, dalam Conger, 1991). Pengetahuan keluarga
(orang tua) dan masyarakat di Indonesia pada umumnya juga masih sangat kurang
mengenai seksualitas. Sebagian besar masyarakat masih percaya pada mitos
tentang seksualitas adalah tabu untuk dibicarakan. Kurangnya pengetahuan
tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, budaya, agama,
dan kurangnya informasi terkait dengan seksualitas dan perilaku seksual yang
dilakukan remaja (Soetjiningsih, 2004).

Orang tua banyak juga yang tidak termotivasi untuk memberikan informasi
mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


5

justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pranikah. Padahal, menurut


Fisher (1987, dalam Rice 1990) remaja yang dapat membicarakan seks dengan
orang tuanya secara bebas, memiliki kecenderungan untuk tidak aktif secara
seksual. Oleh karena itu, sebenarnya orang tua merupakan sumber informasi
seksual yang penting bagi remaja.

Orang tua harus mengetahui bahwa mereka sangat berperan dalam membantu
anak remaja melewati masa remajanya dengan baik. Tujuannya adalah
menyadarkan orang tua bahwa berbagai perubahan atau gejolak yang dialami oleh
anak remaja merupakan sesuatu yang alamiah dan tidak terhindarkan. Anak
remaja dalam kebingungan menghadapi hal itu dan justru mereka sangat
mengharapkan bantuan orang tua, namun mereka sulit mengungkapkannya. Peran
orang tua sangat dharapkan oleh anak remaja, terutama peran ibu sebagai pendidik
yang mampu mengatur dan mengendalikan anak (Gunarsa, 2004). Ibu dapat
dengan mudah berbicara dengan anak di rumah mengenai pendidikan seks karena
kedekatan ibu lebih kuat dibanding ayah. Seorang ibu dengan sabar menanamkan
sikap-sikap, kebiasaan pada anak, tidak panik di dalam keluarga menghadapi
gejolak anaknya, akan memberi rasa tenang dan nyaman (Gunarsa, 2004). Selain
ibu, peran ayah juga dibutuhkan sebagai pelindung yang tegas di dalam keluarga.
Oleh karena itu orang tua yang semestinya secara arif dan bijaksana mendekatkan
diri kepada anak remaja untuk menjadi sahabat bagi mereka (Mu’tadin,2002).

Fenomena tersebut di atas membuat peneliti tertarik untuk melakukan suatu


penelitian tentang pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran anak
remajanya dan perannya dalam memberikan pendidikan seks di Desa Kepuhrejo,
Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Peneliti mengambil area
penelitian di desa karena awalnya remaja di desa pada umumnya hidup sederhana.
Mereka hanya mengenal bertani, beternak, dan lainnya. Masalah seks merupakan
masalah yang tabu bagi orang desa. Namun seiring dengan masuknya pengaruh
kebudayaan asing, maka mulai muncul banyak kasus perilaku seks pranikah
akibat gaya berpacaran dan pergaulan remaja. Penelitian ini diharapkan dapat
mengidentifikasi seberapa besar tingkat pengetahuan orang tua mengenai perilaku

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


6

berpacaran yang dilakukan anak remajanya dan bagaimana peran orang tua dalam
memberikan pendidikan seks di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur.

1.2 Perumusan Masalah


Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa yang mengalami kematangan fisik, kognitif, sosial dan emosional yang
cepat. Remaja mulai mencoba untuk berinteraksi dengan lawan jenis atau juga
berpacaran. Akan tetapi, pacaran sekarang mengalami pergeseran mengarah ke
perilaku seksual pranikah. Bentuk perilaku berpacaran bermacam-macam mulai
dari saling mengungkapkan rasa sayang, saling bertukar cerita, bergandengan
tangan, berpelukan, bercumbu, petting (bercumbu berat) sampai berhubungan
seks (berhubungan badan). Beberapa penelitian mendapatkan hasil bahwa perilaku
seks pada remaja dipengaruhi kurangnya peran orang tua dalam memberikan
pendidikan seks kepada anak remajanya sehingga anak remaja ini melakukan
hubungan dengan pacar atau teman lawan jenisnya yang mengarah kepada
perilaku seksual. Penelitian lainnya mengatakan bahwa adanya pengawasan orang
tua terhadap perilaku anaknya mengakibatkan anak melakukan perilaku seks
pranikah. Dari uraian yang telah dijelaskan diatas perilaku berpacaran pada remaja
menjadi masalah yang membutuhkan perhatian khusus dari perawat, salah satunya
melalui penelitian untuk mendapatkan data yang jelas mengenai gambaran
pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran anak remajanya dan
perannya dalam memberikan pendidikan seks di Desa Kepuhrejo, Kecamatan
Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimanakah pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran yang
dilakukan anak remajanya di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur?
2. Bagaimanakah peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks pada
remaja di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa
Timur?

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


7

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan umum : Menggambarkan tingkat pengetahuan orang tua mengenai
perilaku berpacaran yang dilakukan anak remajanya dan perannya dalam
memberikan pendidikan seks di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur.
Tujuan khusus adalah sebagai berikut :
Mengidentifikasi :
1. Karakteristik orang tua di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur.
2. Tingkat pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran pada anak
remajanya di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa
Timur.
3. Peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya di
Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Orang tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membangun kesadaran pada para orang
tua mengenai hal yang dilakukan oleh anak remajanya berkaitan dengan
perilaku berpacaran anak sehari-hari. Di samping itu juga sebagai masukan
kepada orang tua agar lebih waspada terhadap lingkungan dan cara pergaulan
anak remajanya.
2. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada para
perawat untuk lebih kreatif lagi dalam menyusun asuhan keperawatan.
Khususnya dalam memberikan intervensi keperawatan kepada keluarga dengan
anak usia remaja yang memiliki perilaku berpacaran yang mengarah ke
perilaku seksual pranikah. Intervensi tersebut dilakukan melalui pendekatan-
pendekatan khusus sesuai dengan tumbuh kembang remaja.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


8

3. Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan cara memberikan pendidikan
seks yang efektif pada remaja sehingga mengurangi perilaku seksual pranikah
pada remaja.
4. Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan sebagai sumber data atau informasi
pengembangan penelitian selanjutnya khususnya dengan meneliti lebih dalam
variabel-variabel lain yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi
pengetahuan orang tua tentang perilaku seksual pranikah pada remaja dan
perannya dalam memberikan pendidikan seks.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja
2.1.1. Definisi Remaja
Istilah remaja berasal dari kata lain adolescene (kata bendanya, adolescentia yang
berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock,
1996). Remaja adalah mulai dewasa atau sudah sampai umur untuk kawin, bukan
anak-anak lagi (Sadily, 2008). Stuart and Sundeen (1995) mengatakan remaja
adalah masa transisi, suatu masa dimana periode anak-anak sudah terlewati dan
disatu sisi belum dikatakan dewasa.

Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak dan dewasa dimana pada
masa ini terdapat perubahan-perubahan biologis, intelektual, psikososial, dan
ekonomi (Hockenberry and Wilson, 2007). Pada masa ini individu mencapai
kematangan fisik dan seksual, kemampuan pola pikir yang lebih berkembang dan
membuat keputusan mengenai pendidikan dan pekerjaan yang akan membentuk
karir mereka di saat dewasa (Wong, 2003).

Rentang usia remaja dikelompokkan menjadi beberapa bagian oleh beberapa ahli.
Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-
23 tahun. Menurut Potter dan Perry (2004), remaja adalah periode perkembangan
dimana individu mengalami peralihan dari masa kanak-kanak dan menuju masa
dewasa, biasanya antara usia 13 sampai 20 tahun. Di Indonesia, menurut Undang-
Undang No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditetapkan batasan remaja
adalah seorang individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.
Departeman kesehatan Republik Indonesia (2005) menetapkan batasan usia
remaja antara 10-19 tahun.

2.1.2. Ciri dan Karakteristik Remaja


Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode
sebelumnya. Ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock (1999), antara lain:

9 Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


10

a. Masa remaja adalah masa peralihan


Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan yang
lainnya secara berkesinambungan. Masa ini merupakan masa remaja untuk
membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai, dan sifat
sesuai dengan apa yang diinginkannya.
b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan
Perubahan besar yang terjadi pada masa remaja antara lain perubahan emosi.
Perubahan emosi remaja tergantung pada perubahan fisik dan perubahan
psikologi. Emosi meninggi terjadi lebih cepat selama masa awal remaja.
Perubahan peran dan minat. Perubahan peran dan minat pada remaja dapat
menimbulkan masalah baru. Remaja menganggap bahwa mereka lebih
merasa dirinya ditimbuni masalah sampai mereka dapat menyelesaikan
masalah tersebut menurut kepuasannya. Perubahan pola perilaku. Adanya
perubahan minat dan pola perilaku maka nilai-nilai pada remaja juga berubah.
Nilai yang dulu dianggap penting, pada masa remaja hal tersebut tidak
penting lagi. Perubahan sikap menjadi ambivalen. Sebagian remaja juga
ambivalen terhadap perubahan. Remaja menginginkan dan menuntut
kebebasan tetapi remaja sering takut untuk bertanggung jawab akan akibatnya
dan kemampuannya dalam menghadapi masalah.
c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini
dikarenakan remaja tidak terbiasanya untuk menyelesaikan masalah sendiri
sehingga kadang-kadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri
Identitas yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa
perannya dalam masyarakat. Remaja menginginkan sebagai seorang individu,
namun pada situasi yang sama menginginkan dirinya mempertahankan
sebagai anggota kelompok sebaya.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
Ada beberapa persepsi dalam masyarakat bahwa remaja merupakan anak
yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak,

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


11

sehingga orang dewasa harus membimbing dan mengawasi remaja. Persepsi


ini membuat remaja sulit untuk beralih dari remaja ke dewasa, karena peran
orang tua dan remaja membuat jarak dalam keluarga.
f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistis
Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan
bukan sebagaimana adanya, sehingga terkadang membuat remaja memiliki
emosi yang meninggi. Dengan bertambahnya pengalaman sosial,
meningkatnya kemampuan berpikir rasional maka diharapkan remaja dapat
memandang dirinya, keluarga, teman-teman, dan kehidupannya secara lebih
realistis.

Karakteristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam menjalani


tugas perkembangannya antara lain menilai diri secara objektif dan merencanakan
untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan demikian pada fase ini,
seorang remaja akan menilai rasa identitas diri, meningkatkan hubungan pada
lawan jenis, menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh,
memulai perumusan tujuan okupasional, memulai pemisahan diri dari otoritas
keluarga (Sumartini, 2010).

2.1.3. Tumbuh Kembang Remaja


Remaja mengalami beberapa tahapan perkembangan. Wong membagi
perkembangan remaja menjadi tiga tahapan, yaitu: Early adolescence (Remaja
Awal). Ciri-ciri pada tahap ini adalah usia 11-14 tahun, awal perubahan pada
pubertas dan perubahan respon atau perilaku, terjadi peningkatan yang cepat
pertumbuhan dan pematangan fisik, penerimaan terhadap bentuk dan kondisi
fisik, adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya. Middle adolescence
(Remaja Tengah). Ciri –ciri pada tahap ini antara lain usia 14-17 tahun; transisi
atau peralihan yang berorientasi atau lebih dominan terhadap kawan atau peer,
seperti pada musik, cara berpakaian, berpenampilan, berbahasa, dan berperilaku;
timbulnya keterampilan berpikir yang baru; terjadi peningkatan pengenalan
terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk membangun kembali jarak
emosional dan psikologis dengan orang tua. Late adolescence (Remaja Akhir).

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


12

Ciri-ciri pada tahap ini adalah usia 17-20 tahun, merupakan tahapan masa
peralihan dari anak-anak menuju ke dewasa, mengembangkan keterampilan untuk
mendapatkan peran, mulai bekerja dan menentukan masa depan, terjadi
perkembangan hubungan seperti orang dewasa, berusaha mengembangkan sense
of personal identity, mempunyai keinginan yang kuat untuk diterima dan
kelompok orang dewasa.

Menurut Kozier (1999) perkembangan yang terjadi pada usia remaja antara lain:
perkembangan biologis atau fisik, kognitif, moral, spiritual, dan psikososial.
a. Perkembangan biologis atau fisik
Perubahan biologis terjadi karena adanya perubahan hhorman akibat stimulasi
pada hipotalamus yang berkaitan dengan masa pubertas yang terjadi pada masa
remaja. Pada masa remaja ini pertumbuhan dan perkembangan fisik
berlangsung sangat cepat. Remaja perempuan dan laki-laki mempunyai
beberapa perbedaan yaitu:

Remaja dengan jenis kelamin perempuan memiliki ciri-ciri perubahan fisik


antara lain ditandai dengan perkembangan payudara, bisa dimulai paling muda
umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun. Selain itu juga meningkatnya kadar
estrogen mempengaruhi genitalia, antara lain: uterus membesar; vagina
memanjang; mulai tumbuhnya rambut pubis dan aksila; dan lubrikasi vagina
baik spontan maupun akibat rangsangan. Menarke sangat bervariasi, dapat
terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi
pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi
pertama.

Remaja dengan jenis kelamin laki-laki ciri perubahan fisik yang terjadi adalah
meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan ukuran penis,
testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya rambut pubis, wajah.
Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan mengalami ejakulasi,
sebelum organ seksnya matang sekitar usia 12 – 14 tahun. Ejakulasi terjadi
pertama kali mungkin saat tidur (emisi nokturnal), dan sering diinterpretasikan

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


13

sebagai mimpi basah dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu
yang sangat memalukan. Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui
bahwa meski ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka
akan segera menjadi subur.

b. Perkembangan kognitif
Menurut Piaget (1969) dalam Setiono (2002) perkembangan kognitif remaja
telah mencapai fase operasional formal. Kemampuan ini mulai muncul pada
umur 11-13 tahun yang meliputi kemampuan berpikir secara abstrak, tentang
kemungkinan dan hipotesa. Berpikir secara abstrak maksudnya dengan
menggunakan simbol-simbol dan mampu berpikir untuk masa dengan. Berpikir
tentang kemungkinan yaitu membayangkan kemungkinan tentang kejadian
yang akan terjadi pada masa yang akan datang, termasuk masalah pendidikan,
pekerjaan situasi dan penampilan yang ideal. Berpikir secara hipotesis berarti
cara berpikir remaja yang disertai dengan observasi serta alasan-alasan yang
mendukung hal tersebut.

Kemampuan remaja sangat berkembang sehingga mereka dapat memikirkan


banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat dan
hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang
sehingga mereka mampu berpikir ke depan. Remaja akan mengolah informasi
yang masuk dan mengadaptasikannya dengan pemikiran sendiri. Remaja juga
akan mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka melalui
kemampuan operasional formal ini.

c. Perkembangan moral
Perkembangan moral menurut Kohlberg (1968) dalam Setiono (2002) memiliki
dua pembagian yaitu konvensional dan non konvensional. Konvensional
berhubungan dengan remaja yang sangat patuh pada peraturan dan hukum di
masyarakat. Tahap post konvensional mulai menanyakan peraturan dan hukum
yang berlaku. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku,
sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


14

Mereka mulai memikirkan kebenaran yang ada dan mempertimbangkan


banyak alternatif lainnya.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral pada remaja berkembang karena


mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang
mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka
mulai memberontak terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima.

Peranan orang tua atau pendidik sangat besar dalam memberikan alternatif
jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh remaja. Orang tua yang bijak
akan memberikan lebih dari satu alternatif jawaban supaya remaja itu bisa
berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Jika orang tua tidak memberikan
jawaban terhadap apa yang ditanyakan anak, remaja tersebut akan mencari
jawabannya di luar lingkaran orang tua dan nilai yang dianutnya. Hal ini akan
berbahaya jika lingkungan baru memberi jawaban yang tidak diinginkan atau
bertentangan dengan yang diberikan oleh orang tua.

d. Perkembangan spiritual
Menurut Fowler (1981) dalam Setiono (2002) perkembangan spiritual ada pada
tahap konvensional atau sintesis. Remaja belajar untuk memodifikasi
kepercayaan dengan membandingkan kepercayaan yang dimilikinya dengan
teman-teman dan orang lain, kemudian menentukan apa yang dipercayai sesuai
dengan perspektifnya.

e. Perkembangan psikososial
Perkembangan psikososial pada remaja berhubungan dengan perubahan
psikososial, yaitu perubahan identitas diri versus kebingungan akan peran diri
(Ericson, 1960 dalam Setiono, 2002). Perkembangan ini dapat diidentifikasi
oleh penampilan fisik, peran jenis kelamin, hubungan sosial, dan keanggotaan
mereka dalam kelompok, pekerjaan, agama, afiliasi politik, ideologi serta
penyesuaian psikologi dan perluasan kepribadian mereka. Dalam perjalanan
mencari identitas diri, remaja sadar bahwa mereka memiliki kekuatan untuk

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


15

mengontrol diri dan merasakan kebutuhan untuk mendefinisikan diri dan


tujuan mereka.

Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual,


banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu pengalaman
homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu merupakan gambaran
seksualitas total mereka, walaupun sebenarnya anggapan ini tidak benar karena
banyak individu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah
pengalaman demikian. Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka
sebagai homoseksual yang jelas akan merasa kebingungan sehingga
membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber yaitu bimbingan
konselor, penasihat spiritual, keluarga, maupun profesional kesehatan mental.

2.1.4. Pacaran Remaja


Pacaran adalah bagian terpenting dalam perjalanan remaja untuk menemukan
calon pasangan hidupnya kelak menjadi suami-istri. Pacaran ini sebagai sarana
mengenal pribadi individu lawan jenis seks atau untuk mengekspresikan rasa
sayang terhadap seseorang yang spesial (Dhimas, 2008). Melalui pacaran
seseorang remaja belajar untuk menghubungkan satu sama lain dan menggali
kecocokan dalam berhubungan. Pengalaman berpacaran tidak hanya
memperlihatkan hubungan sosial tetapi juga perilaku seksual, serta membangun
hubungan intim yang berdasarkan kepercayaan, perhatian, dan cinta (Scipien and
Barnard, 1986). Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
berpacaran adalah proses mencari teman dekat atau pasangan untuk membangun
suatu hubungan kedekatan emosi serta proses pendewasaan kepribadian yang
didasari oleh kepercayaan, perhatian, serta cinta.

Perilaku seorang remaja dalam berpacaran sangat beragam. Menurut Umsoniah


(2008) perilaku berpacaran antara lain: pertama, perilaku berpacaran dalam
bentuk ekspresi fisik seperti berpegangan tangan, mencium kening,berciuman
bibir, mencium leher, saling meraba (payudara dan kelamin), dan melakukan
hubungan seks (Sugiyati, 2008). Kedua, perilaku berpacaran dalam bentuk

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


16

pernyataan verbal. Perilaku dalam bentuk verbal bertujuan untuk memastikan dan
mendapat pengakuan dari orang yang dicintainya berani dan percaya diri
mengungkapkan rasa cinta baik melalui telepon, memberi suatu benda yang
berupa lambang cinta seperti coklat, boneka, dan lainnya atau mengungkapkan
rasa cinta di hadapan pacar dan teman-temannya. Ketiga, perilaku berpacaran
dalam bentuk pengungkapan diri. Pasangan remaja saling mengungkapkan
hatinya kepada pacar dalam bentuk pengungkapan perasaan agar perasaan yang
terpendam atau permasalahan yang dipendam dapat dibantu untuk dicarikan
solusinya. Keempat, perilaku berpacaran dengan memberi materi atau hadiah.
Memberikan hadiah sebagai bentuk perhatian, memberikan hadiah di saat ulang
tahun, mendapatkan prestasi atau setelah bertengkar sebagai penebusan rasa dosa
dan permohonan maaf.

Perilaku berpacaran pada penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tingkatan yang
didasarkan pada perilaku yang berisiko ke perilaku seksual pranikah yaitu: risiko
rendah, sedang dan tinggi.
a. Perilaku berpacaran berisiko rendah seks pranikah
Kelompok ini antara lain perilaku yang saling mengungkapkan rasa sayang,
saling bertukar cerita baik secara langsung maupun melalui telepon.
b. Perilaku berpacaran berisiko sedang seks pranikah
Kelompok berisiko sedang melakukannya dengan bergandengan tangan,
berpelukan, dan mencium kening atau pipi.
c. Perilaku berpacaran berisiko tinggi seks pranikah
Kelompok berisiko tinggi yaitu berciuman bibir, mencium leher, saling meraba
(payudara dan alat kelamin), dan berhubungan seksual.

2.1.5. Perilaku Seks Remaja


Definisi dan bentuk perilaku seks pranikah banyak dikemukan beberapa ahli.
Menurut Sarwono (1994), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis. Bentuk perilaku seksual bermacam-macam mulai dari bergandengan tangan,
berpelukan, bercumbu, petting (bercumbu berat) sampai berhubungan seks

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


17

(berhubungan badan) (Tim Kespro Remaja, 2007). Sarwono (2006) mengatakan


perilaku seks pada remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-
macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu,
dan bersenggama. Mu’tadin (2002) mengatakan bahwa berbagai perilaku seks
pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar
antara lain dikenal dengan masturbasi atau onani, berpacaran dengan berbagai
perilaku seks dan berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan
seksual. Setiawan (2008) melakukan penelitian terhadap perilaku remaja di
Bandar Lampung dan menerangkan bahwa pola-pola perilaku seks pada remaja
meliputi masturbasi, petting, oral-genital seks, dan sexual intercourse.

Menurut Freud (dalam Danarto, 2003) memberikan pandangan bahwa perilaku


manusia didominasi oleh dorongan seks (sexual drive), mengarah kepada prinsip
kesenangan (pleasure principle) yang dikendalikan oleh id-nya masing-masing.
Sehingga, apabila seseorang tidak mampu mengatur id yang dimilikinya, maka
orang tersebut akan kehilangan kontrol dalam menahan suatu keinginan seperti
dorongan seks.

Hurlock (1992) menyatakan bahwa manifestasi dorongan seksual dalam perilaku


seks dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal, yaitu stimulus
yang berasal dari dalam diri individu yang berupa bekerjanya hormon-hormon alat
reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada individu yang
bersangkutan dan hal ini menuntut untuk segera dipuaskan. Faktor eksternal, yaitu
stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan dorongan seksual
sehingga memunculkan perilaku seks. Stimulus eksternal tersebut dapat diperoleh
melalui pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, diskusi dengan
teman, pengalaman masturbasi, jenis kelamin, pengaruh orang dewasa, buku-buku
bacaan, dan tontonan porno.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Meston dan Buss (2007) ada empat
alasan mengapa seseorang melakukan hubungan seksual yaitu alasan fisik, alasan
pencapaian tujuan, alasan emosional, dan alasan ketidakamanan. Alasan fisik

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


18

meliputi untuk menurunkan stress, kenikmatan, daya tarik fisik dan pencarian
pengalaman. Alasan pencapaian tujuan meliputi untuk mendapatkan sesuatu (gaji,
pangkat, jabatan, dll), meningkatkan status sosial, balas dendam, dan untuk
menghilangkan rasa sakit kepala. Alasan emosional meliputi sebagai wujud cinta
dan sayang. Sedangkan alasan ketidakamanan meliputi mendorong rasa percaya
diri, merasa kewajiban dan paksaan, dan menjaga perasaan pasangan.

Mengumpulkan informasi mengenai sikap dan tingkah laku seks tidaklah mudah.
Orang yang biasanya mau menjawab pertanyaan yang diajukan pada sebuah
survei seksual adalah orang yang memiliki sikap dan tingkah laku seks yang
liberal/bebas (Holanes dalam Santrock, 2003). Penelitian yang dilakukan memiliki
keterbatasan dikarenakan keengganan individu untuk menjawab pertanyaan
mengenai hal-hal yang sangat pribadi secara terus terang, individu menolak untuk
membicarakan seks dengan orang yang tidak dikenal dan ketidakmampuan
peneliti mendapatkan jawaban apapun secara jujur.

Sebagian tingkah laku seks memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak
menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial.
Tetapi sebagian perilaku seks yang dilakukan sebelum waktunya (seks pra nikah)
justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah,
depresi, marah, dan agresi (Mu’tadin, 2002).

Masalah seksualitas masih menjadi bahan yang menarik untuk dibicarakan sampai
saat ini. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah melekat pada
diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh manusia, karena dengan seks
makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya. Terutama
pada remaja, karena perilaku seks yang dilakukan sebelum waktunya memiliki
banyak dampak bagi diri sendiri, keluarga, orang lain, masyarakat, dan bangsa.
Perilaku seks pada remaja yang tidak bertanggung jawab bisa menghancurkan
bangsa ini, karena pemuda adalah aset termahal bangsa.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


19

2.2 Orang Tua dengan Anak Usia Remaja

2.2.1. Definisi Orang Tua


Definisi orang tua banyak dikemukakan oleh beberapa penulis. Orang tua bisa
berarti orang tua lengkap atau single parent. Kamus Besar Bahasa Indonesia
menyebutkan bahwa orang tua artinya ayah dan ibu. Menurut Miami dalam
Kartini Kartono (1982) dikemukakan bahwa orang tua adalah pria dan wanita
yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab
sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya. Menurut Gunarsa (2004)
mengatakan bahwa orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup
bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan sehari-hari.

Menurut Gunawan (2006) orang tua tunggal atau single parent adalah orang yang
melakukan tugas sebagai orang tua (ayah atau ibu) seorang diri, karena kehilangan
atau terpisah dengan pasangannya. Menurut Duval dan Miller (1985) orang tua
tunggal adalah orang tua yang memelihara dan membesarkan anak-anaknya tanpa
kehadiran dan dukungan dari pasangannya.

Kesimpulan dari penjelasan tersebut bahwa orang tua adalah komponen keluarga
yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan
yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung
jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk
mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan
bermasyarakat.

Orang tua di dalam kehidupan keluarga mempunyai posisi sebagai kepala


keluarga atau pemimpin rumah tangga, orang tua sebagai pembentuk pribadi
pertama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup
mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan
sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Orang tua
adalah figur dalam proses pembentukan kepribadian anak, sehingga diharapkan
akan memberi arah, memantau, mengawasi dan membimbing perkembangan
anaknya ke arah yang lebih baik ( Daradjat, 1996).

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


20

Orang tua adalah bagian dari keluarga, yang merupakan tempat pendidikan dasar
utama untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu keluarga juga
merupakan tempat anak didik pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan
dari orang tua atau dari anggota keluarga lainnya. Keluarga adalah tempat
meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda. Pada
usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidikannya. Oleh karena itu,
orang tua mempunyai peran yang sangat besar dalam pembentukan kejiwaan anak
serta mempengaruhi kehidupan sang anak.

2.2.2. Peran Ayah


Ayah mempunyai banyak peranan di dalam sebuah keluarga. Menurut Gunarsa
(2004) peran ayah adalah:
Pertama, sebagai pencari nafkah. Mencari nafkah adalah tugas utama seorang
ayah. Anak yang melihat ayahnya bekerja akan melihat bahwa tanggung jawab
dan kewajiban harus dilaksanakan secara rutin. Selain itu tanggung jawab dan
kewajiban dilakukan tanpa paksaan.

Kedua, sebagai suami yang penuh pengertian dan memberi rasa aman. Ayah
sebagai suami yang memberikan keakraban, kemesraan bagi istri. Suasana
keluarga bisa terpenuhi dengan baik jika terjalin hubungan baik suami-istri.

Ketiga, berpartisipasi dalam pendidikan anak.Peranan ayah sangat penting dalam


hal pendidikan. Ayah merupakan model bagi anak laki-laki dan teladan untuk
perannya nanti sebagai seorang laki-laki. Ayah sebagai pelindung bagi anak
perempuan. Ayah memberi perlindungan kepada putrinya sebagai peluang bagi
anaknya kelak memilih seorang pria sebagai pendamping.

Keempat, sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, mengasihi


keluarga. Seorang ayah adalah pelindung dan tokoh otoritas dalam keluarga,
dengan sikapnya yang tegas dan penuh wibawa menanamkan pada anak sikap
patuh terhadap otoritas dan disiplin. Ayah dalam memberikan tugas kepada anak,

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


21

harus mengetahui kemampuan anak dalam menyelesaikan tugas. Ayah harus


bijaksana dalam mengambil suatu keputusan.

2.2.3. Peran Ibu


Ibu juga mempunyai banyak peranan penting dalam keluarga. Peran Ibu menurut
Gunarsa (2004) antara lain:
Pertama, ibu memenuhi kebutuhan biologis dan fisik.Kedudukan seorang ibu
sebagai tokoh utama sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya
seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya, dia harus memberikan susu
agar anak bisa melangsungkan hidupnya. Peran ibu awalnya hanya sebagai pusat
logistik yang memenuhi kebutuhan fisik, fisiologis, agar dapat melangsungkan
hidupnya. Namun, Ibu juga harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti
kebutuhan sosial, kebutuhan psikis. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi bisa
mengakibatkan suasana keluarga menjadi tidak optimal.

Kedua, ibu merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten.
Beliau harus mempertahankan hubungan-hubungan dalam keluarga. Ibu
menciptakan suasana yang mendukung kelancaran perkembangan anak dan semua
anggota keluarga yang lain. Seorang ibu yang sabar menanamkan sikap-sikap,
kebiasaan pada anak, tidak panik dalam menghadapi gejolak di dalam maupun di
luar diri anak, akan memberi rasa tenang dan rasa tertampungnya unsur-unsur
keluarga. Sikap ibu yang mesra terhadap anak akan memberi kemudahan bagi
anak yang lebih besar untuk mencari hiburan dan dukungan pada orang dewasa,
dalam diri ibunya. Seorang ibu yang merawat dan membesarkan anak dan
keluarganya tidak boleh dipengaruhi oleh emosi atau keadaan yang berubah-ubah.

Ketiga, ibu mendidik, mengatur dan mengendalikan anak. Ibu juga berperan
dalam mendidik anak dan mengembangkan kepribadiannya. Pendidikan juga
menuntut ketegasan dan kepastian dalam melaksanakannya. Ibu dalam
memberikan ajaran dan pendidikan harus konsisten, tidak boleh berubah-ubah.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


22

Keempat, menjadi contoh dan teladan bagi anak. Seorang ibu harus memberikan
contoh dan teladan yang dapat diterima dalam mengembangkan kepribadian dan
membentuk sikap-sikap anak. Dalam pengembangan kepribadian, anak belajar
melalui peniruan terhadap orang lain. Apabila seorang ibu menginginkan anak
yang jujur, ramah, menanamkan kelembutan maka ibu harus mencontohkan hal
tersebut kepada anak.

Kelima, ibu memberi rangsangan dan pelajaran. Seorang ibu juga memberi
rangsangan sosial bagi perkembangan anak. Sejak bayi pendekatan ibu dan
percakapan dengan ibu memberi rangsangan bagi perkembangan anak,
kemampuan bicara dan pengetahuan lainnya. Pada saat anak masuk sekolah, ibu
menciptakan suasana belajar yang nyaman untuk anak agar senang belajar di
rumah. Rasa kasih sayang yang ada pada ibu ini akan memberi rasa aman yang
diperlukan setiap anggota keluarga.

2.2.4. Tugas Perkembangan Keluarga dengan Remaja


Tahap ini dimulai ketika anak tertua mulai menginjak usia remaja, emansipasi
secara perlahan muncul sejalan dengan kemandirian dan otonomi yang terus
meningkat. Keluarga dengan anak usia remaja harus bisa menyeimbangkan antara
kebebasan dan tanggung jawab di dalam keluarga. Tugas penting keluarga selama
periode ini adalah mempertahankan komunikasi terbuka antara orang tua dan
remaja, melanjutkan keakraban dalam hubungan perkawinan, dan membangun
minat anak remaja untuk mendapatkan pekerjaan setelah meninggalkan rumah
(Christensen & Kenney, 2009).

Menurut Duval (1985) dalam Suprajitno (2003) menjelaskan tugas perkembangan


keluarga dengan anak usia remaja adalah pertama, memberikan kebebasan yang
seimbang dan bertanggung jawab karena remaja adalah seorang dewasa muda dan
mulai memiliki otonomi. Kedua, mempertahankan hubungan intim dalam
keluarga. Ketiga, mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua.
Hindarkan terjadi perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan. Keempat,

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


23

mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk


memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.

Dukungan yang paling dibutuhkan oleh seorang remaja adalah dukungan


keluarga. Dukungan keluarga akan maksimal dilakukan apabila keluarga tersebut
telah memahami tugas perkembangan keluarga dengan anak usia remaja. Oleh
karena itu sebagai orang tua hendaknya memperhatikan tugas perkembangan anak
remajanya sehingga dapat mengkontrol kebebasan yang ada pada diri remaja.

2.3 Pendidikan Seks pada Remaja


2.3.1. Definisi Pendidikan Seks
Seks adalah bagian dari kehidupan manusia. Seks merupakan sesuatu yang ada
dan tidak dapat ditolak, sesuatu yang muncul dan bisa menimbulkan berbagai
masalah apabila tidak dikendalikan, diatur, diredam secara baik (Gunarsa, 2004).
Menurut Athar (2004) seks merupakan proses hubungan intim antara dua orang
yang berlainan jenis kelamin atau yang memiliki jenis kelamin yang sama
(homoseksual), bermula dari kondisi berduaan, melakukan pendahuluan
(foreplay) dan melakukan hubungan seks.

Pendidikan seks adalah upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi


organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika, serta komitmen agama agar
tidak terjadi "penyalahgunaan" organ reproduksi tersebut (Gunarsa, 2004). Pada
umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang
pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan
kelamin. Hal ini tentunya akan membuat para orangtua merasa khawatir. Oleh
karena itu perlu diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks.
Pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan
mengubah anggapan negatif tentang seks. Pendidikan seks ini dapat memberitahu
remaja bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua
orang, selain itu remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual
berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


24

2.3.2. Tujuan Pendidikan Seks


Pendidikan seks sangat penting diberikan kepada remaja. Pandangan yang
mendukung pendidikan seks antara lain diajukan oleh Zelnik dan Kim (1982)
yang menyatakan bahwa remaja yang telah mendapat pendidikan seks tidak
cenderung lebih sering melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum
pernah mendapat pendidikan seks cenderung lebih banyak mengalami kehamilan
yang tidak di kehendaki (Sarwono, 2007). Peneliti berpendapat bahwa pendidikan
seks bukanlah penerangan tentang seks semata-mata. Pendidikan seks,
sebagaimana pendidikan lain pada umumnya seperti pendidikan agama, atau
pendidikan Moral Pancasila, yang mengandung pengalihan nilai-nilai dari
pendidik ke subjek-didik. Dengan demikian, informasi tentang seks diberikan
secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat (Sarwono, 2007). Pendidikan seks yang kontekstual ini
mempunyai ruang lingkup yang luas. Tidak terbatas pada perilaku hubungan seks
semata tetapi menyangkut pula hal-hal lain, seperti peran pria dan wanita dalam
anak-anak dan keluarga, dan sebagainya (Sarwono, 2007).

Tujuan pendidikan seks adalah memberikan pengetahuan tentang perubahan-


perubahan biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Selain itu memberikan pengetahuan tentang fungsi organ
reproduksi. Pendidikan seks juga memberikan pengetahuan dan penanaman
modal, etika dan komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan terhadap
organ reproduksi (Hawari, 1996).

2.3.3. Sumber Informasi Pendidikan Seks


Remaja dapat mencari informasi tentang seks dari berbagai sumber, yaitu orang
tua, sekolah, rumah ibadah, dan profesi kesehatan terutama perawat (Wong,
2009). Menurut Santrock (1998), kelompok teman sebaya (peer), sekolah, buku
atau majalah, orang tua, film, televisi, dan internet merupakan sumber-sumber
informasi seksual bagi remaja.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


25

Kelompok teman sebaya mempunyai peranan dalam penyesuaian diri remaja,


perilaku, dan pandangannya. Menurut Billah et al (1999) teman sebaya
merupakan sumber pertama remaja dalam memperoleh informasi seksual.
Kelompok ini memudahkan mereka dalam mempersiapkan kemandirian
emosional yang bebas dan dapat menyelamatkan dari pertentangan batin dan
konflik sosial. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nesi (2005) dalam Santoso
(2006), sebanyak 72,6% remaja lebih nyaman membicarakan hubungan seks
dengan temannya. Santoso (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa 51%
lingkungan teman sebaya di SMUN Cianjur adalah kondusif, kontribusi yang
signifikan antara lingkungan teman sebaya terhadap risiko perilaku seks pranikah.
Semakin kondusif lingkungan teman sebaya maka semakin tinggi risiko
penyimpangan perilaku seks pranikah pada remaja.

Pendidikan seks di rumah sangat diutamakan karena disinilah mulai terbentuknya


perilaku yang mendasari kehidupan seseorang. Menurut Tirtahardja dan La Sulo
(2005) berpendapat bahwa lingkungan pendidikan yang pertama dan utama adalah
keluarga. Seorang ayah memiliki tugas menjawab pertanyaan-pertanyaan
putranya, sedangkan ibu bertugas menjawab pertanyaan dari putrinya (Athar,
2004). Penelitian yang dilakukan oleh Rini (2001) yang berjudul “Persepsi orang
tua terhadap pentingnya pendidikan seks pada anak usia remaja di kelurahan
paseban”, didapatkan kesimpulan bahwa 80% orang tua setuju bahwa pendidikan
seksual merupakan hal penting yang harus diberikan kepada anak remajanya,
sedangkan 20% orang tua tidak menganggap pendidikan seksual sebagai suatu hal
yang penting. Sebesar 38,86% responden menganggap pendidikan seksual
bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan, dan sisanya 61,14% responden
menganggap pendidikan seksual merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan.

Remaja juga dapat memperoleh informasi mengenai pendidikan seks media


massa. Media massa ini bisa berupa media cetak seperti koran, majalah, surat
kabar dan media elektronik seperti televisi, radio, internet. Menurut penelitian
Ramie (2006) yang berjudul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kecenderungan remaja melakukan hubungan seksual (intercourse) pranikah di

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


26

Indonesia”, didapatkan bahwa sebanyak 21% remaja pria dan 24,7% remaja
perempuan mengaku mendapatkan informasi tentang seks dari media massa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2008), media massa yang
paling banyak digunakan responden sebagai sumber untuk mendapatkan informasi
seks adalah televisi sebesar 72 orang (96%) dan yang paling sedikit adalah koran
yaitu sebesar 30 responden (30%).

Pendidikan seks di lingkungan sekolah dijelaskan oleh Lembaga Riset dan


Pengembangan SDM Parasti (2002) adalah materi utama pendidikan seks
mengenai tahapan-tahapan perkembangan yang terjadi pada anak, baik secara
mental ataupun fisik baik laki-laki ataupun perempuan. Selain itu materi yang
disampaikan juga terkait sistem reproduksi tubuh. Materi ini dapat dilakukan
dengan memasukkan kurikulum tentang sistem reproduksi sejak SD, sehingga
masa pubertas mereka sudah mendapatkan informasi terkait seksualitas. Misalnya,
bagaimana caranya menghadapi masa haid dan mimpi basah bisa diberikan
kepada anak kelas VI SD.

Rumah ibadah atau pengajian dari para tokoh agama juga dapat dijadikan sarana
untuk memberikan informasi pendidikan seks. Ketika mengisi kajian keagamaan,
tokoh agama akan memberikan pesana-pesan moral remaja, sehingga remaja
mempunyai nilai dan norma dalam kehidupannya.

Perawat merupakan salah satu sumber yang penting bagi remaja (Wong, 2009).
Hal ini dikarenakan perawat lebih mengetahui tumbuh kembang kematangan
organ seksual pada anak, fungsi organ tersebut, perilaku seks yang seharusnya
dikontrol dan diarahkan pada anak, dan lainnya. Perawat dalam memberikan
pendidikan seks tidak hanya harus memahami aspek-aspek fisiologis seksualitas
dan mengetahui nilai-nilai budaya dan masyarakat, tetapi juga menyadari perilaku,
perasaan, dan kerancuan tentang seksualitas yang ada dalam diri remaja.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


27

2.3.4. Teknik Pemberian Pendidikan Seks


Teknik yang digunakan untuk memberikan pendidikan seks pada anak remaja ada
beberapa cara antara lain dengan diskusi singkat di dalam keluarga tentang sistem
reproduksi. Selain itu juga dapat dilakukan dengan memasukkan materi tentang
sistem reproduksi, bagaimana berhubungan dengan lawan jenis di dalam suatu
kurikulum. Group Discussion atau pembuatan kelompok belajar yang didampingi
oleh fasilitator juga media yang efektif dalam memberikan pendidikan seks karena
remaja akan bercerita dan bertanya tentang apa yang dialaminya selama ini.
Seminar, training juga dapat digunakan sebagai sarana dalam memberikan
pendidikan seks pada remaja (Fakihariki, 2011).

Menurut Gunarsa (2004) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
memberikan pendidikan seks antara lain cara menyampaikannya harus wajar dan
sederhana, jangan terlihat ragu-ragu seperti mengesankan kurang terbuka, terlalu
penting atau istimewa. Isi uraiannya harus objektif; dangkal atau mendalamnya isi
uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan
anak; pendidikan seks harus diberikan secara pribadi karena luas-sempitnya
pengetahuan dengan sepat-lambatnya tahap perkembangan tidak sama masing-
masing anak; usaha melaksanakan pendidikan seks perlu diulang-ulang.

2.3.5. Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks


Peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks menurut Athar (2004) adalah
menanamkan dalam pikiran anak remajanya tentang apa yang diajarkan di sekolah
mengenai sistem reproduksi dan seksualitas. Orang tua juga membantu anak-anak
mereka membuat keputusan yang benar. Selain itu orang tua juga harus
mengkontrol aktivitas yang dilakukan oleh anak-anaknya sehingga meminimalkan
perilaku menyimpang. Menurut Gunarsa (2004) peran orang tua dalam
memberikan pendidikan seks antara lain: orang tua sebagai seorang pendidik /
educator, motivator, role model/panutan, penasehat/ konselor, teman curhat.

Pertama, peran orang tua adalah sebagai pendidik. Orang tua penting dalam
mendidik anak-anaknya. Menurut Gunadarsa (1991) para ahli umumnya

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


28

sependapat bahwa pendidik terbaik bagi seorang anak adalah orang tua, termasuk
pendidikan dalam bidang seksual. Orang tua atau keluarga mempunyai peran yang
sangat besar dalam pendidikan reproduksi walaupun hanya dalam batas-batas
tertentu. Pemahaman tentang reproduksi pertama kali akan didapatkan dari
keluarga walaupun dalam tahapan minimal, misalnya perbedaan fisik antara alat
kelamin laki-laki dan perempuan (Warso, 2008).

Kedua, orang tua sebagai motivator. Orang tua akan menjadi motivator bagi
anaknya dalam keadaan senang maupun susah. Dukungan moril dan psikologis
sangat dibutuhkan oleh seorang remaja. Dukungan keluarga yang maksimal akan
memudahkan remaja memenuhi tugas perkembangannya. Motivasi diperlukan
remaja ketika mengalami masalah. Masalah ini bisa terjadi karena perubahan yang
dialami remaja, seperti perubahan fisik, psikososial, emosional, dan lainnya.

Ketiga, orang tua sebagai role model/panutan. Orang tua adalah panutan ataupun
tauladan yang menjadi asal percontohan anak. Sebagai seorang tauladan orang tua
harus mampu menunjukkan karisma dan wibawa serta perhatian kepada anak.
Perhatian yang lebih banyak kepada anak akan menunjukkan betapa besar kasih
sayang mereka yang dirasakan oleh anak.

Keempat, orang tua sebagai penasehat / konselor. Orang tua berperan dalam
memberikan petunjuk kemudian membiarkan anak-anak mereka mengambil
keputusan. Orang tua juga akan memberi nasehat apabila remaja melakukan
kesalahan atau sudah muali melakukan perilaku menyimpang.

Kelima, orang tua sebagai teman curhat. Peran ini akan memudahkan orang tua
menjalin komunikasi pada anak. Anak tidak merasa malu lagi ketika ingin
bercerita tentang dirinya. Hal ini dikarenakan rasa kepercayaannya kepada orang
tua sudah baik. Peran ini juga dapat menggali informasi yang sebesarnya dari
remaja tentang apa yang dialami. Remaja sering mencurahkan isi hatinya kepada
orang tua. Hal ini akan membuat remaja merasa nyaman karena masalah yang ada
menjadi hilang.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


29

2.4 Masyarakat Pedesaan dan Budaya Pedesaan


Definisi masyarakat pedesaan banyak dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut
Kartohadikusuma (1953) dalam Bintarto (1989) pengertian desa adalah suatu
kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintah sendiri.
Menurut Bintarto, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial,
ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungannya
dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

Ciri – ciri dari masyarakat desa adalah mempunyai pergaulan hidup yang saling
kenal mengenal antar penduduk. Ada pertalian perasaan yang sama tentang
kesukaan terhadap kebiasaan. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling
umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan
alam. Masyarakat pedesaan ditandai dengan ikatan perasaan batin yang kuat
dengan sesama warga desanya yang mempunyai perasaan bersedia untuk
berkorban, saling mencintai, saling menghormati, dan saling melindungi di dalam
masyarakat. Masyarakatnya homogen dalam hal mata pencaharian, agama, adat
istiadat, dan lainnya (Bintarto, 1989).

Unsur budaya yang terjadi pada masyarakat pedesaan biasanya masih sangat kuat
dan kental. Kondisi yang cukup kuat dan kental ini terkadang sangat
mempengaruhi perkembangan desa, karena terlalu tinggi menjunjung kepercayaan
nenek moyang mengakibatkan sulit untuk melakukan pembaharuan desa. Remaja
dan orang tua pada umumnya merasa takut melanggar nilai-nilai agama dan adat
yang ada di dalam masyarakat. Kebudayaan asing yang masuk sangat kurang
akibat dari budaya yang kental dalam masyarakat. Perubahan tidak dapat
dilaksanakan dengan mudah karena setiap perubahan akan dilihat atau ditinjau
sesuai agama dan adat.

Seiring dengan kemajuan jaman budaya asing tersebut masuk melalui remaja atau
masyarakat yang sudah lama menetap di kota besar (Panut dan Umami, 1999).
Pemerintah juga mulai membangun daerah-daerah pedesaan agar tidak terjadi

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


30

perbedaan yang mencolok. Hal ini mengakibatkan masuknya alat komunikasi


seperti surat kabar, telepon, handphone, televisi, radio, internet dan lainnya.

Masuknya alat komunikasi ini dapat mempengaruhi tingkah laku (Muhammad,


1995). Hal ini dikarenakan selain sebagai alat mentransformasikan berita, media
massa ini dapat menjadi media yang memberikan nilai baru yang dapat diadopsi
oleh masyarakat. Alat informasi mempunyai pengaruh jangka pendek dan jangka
panjang. Pengaruh jangka pendek, efek media massa akan mendapat respon dari
remaja dan masyarakat. Pengaruh dalam jangka panjang, efeknya akan melekat di
dalam pengetahuan remaja yang akan mempengaruhi tingkah laku remaja sebagai
bagian dari kehidupan masyarakat. Menurut Wahyurini dan Ma’shum (2004) di
dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin banyak pengalaman remaja
mendengar dan melihat perilaku seksual, misalnya dari film, internet, majalah,
radio dan lainnya, maka semakin kuat stimulus yang dapat mendorong munculnya
perilaku seksual.

Norma seksualitas awalnya menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan di


lingkungan keluarga dan masyarakat (Gunarsa, 2004). Seksualitas diatur oleh
moralitas, tabu, upacara serta norma-norma masyarakat. Untuk waktu yang lama
pandangan budaya resmi tentang seks menyatakan bahwa fungsi seks yang paling
utama adalah prokreasi, laki-laki dan wanita berhubungan seks dengan tujuan
melahirkan anak-anaknya yang sah. Prinsip ini membimbing kearah pembuatan
keputusan benar dan salah, sehingga tindakan seksual yang menghasilkan
kelahiran anak yang tidak sah dianggap sebagai penyimpangan.

Rendahnya pemahaman terhadap nilai dan norma agama juga menyebabkan


terbentuknya tindakan sesuai dengan keingintahuannya sendiri. Mereka yang
memiliki pemahaman agama yang kurang, akan lebih mudah mengalami
penyimpangan dan kurang bisa mengendalikan emosinya. Dalam hal berpacaran,
mereka sering menyerempet ke hal-hal yang dapat merangsang terjadinya
hubungan seksual. Pada akhirnya mereka melakukan hubungan seksual pra nikah
dan berakibat terjadinya kehamilan pra nikah.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


31

Kondisi desa yang kaku ini mendukung emosi para remaja yang memberontak
dari kekangan asas dan norma adat yang dianggap sebagai penghalang yang harus
diruntuhkan. Kondisi ini terjadi karena adanya penumpukan hasrat, nafsu dan
naluri yang selalu ingin mengetahui sesuatu hal yang baru. Selain itu hal ini juga
menjadi kekuatan untuk menjadikan semuanya halal di mata remaja dan
lingkungannya. Faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan norma
remaja di desa-desa antara lain: rasa ingin tahu tentang apa yang ditonton dalam
sebuah film, perlawanan atas kekangan yang diterima sejak kecil yang dianggap
tidak sejalan perubahan yang terjadi pada diri mereka secara tidak langsung,
terjadinya pergeseran moral tua maupun muda yang ingin dengan sengaja
menuntut moral yang ada. Lapangnya kesempatan yang tersedia oleh lingkungan
yang sepi juga menjadikan gampang semua dimata mereka untuk melakukan
semuanya.

Kehamilan pra nikah di Desa Kepuhrejo lebih banyak terjadi di kalangan remaja,
hal ini disebabkan oleh karena pergaulan bebas sehingga banyak remaja yang
melakukan hubungan seksual pra nikah. Perubahan sosial masyarakat
berpengaruh terhadap persepsi masyarakat mengenai seks sehingga terjadi
perubahan dalam perilaku seksual mereka. Pengawasan sosial masyarakat desa
yang sangat kuat perlahan-lahan menjadi luntur oleh adanya kecepatan informasi
dan industrialisasi. Disamping itu rendahnya pengetahuan dan pemahaman
terhadap seks dan reproduksi ikut mempengaruhi terjadinya kehamilan pra nikah.
Kondisi sosial keluarga juga berpengaruh terhadap proses terjadinya kehamilan
pra nikah. Keluarga yang kurang harmonis lebih berpotensi untuk menghasilkan
individu yang menyimpang, dalam hal ini penyimpangan dalam perilaku seksual.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep


Kerangka konsep ini menjelaskan fenomena penelitian mengenai pengetahuan
orang tua tentang perilaku berpacaran anak remajanya dan perannya dalam
memberikan pendidikan seks di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur.

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Orang Tua
Tinggi
Pengetahuan Orang
Tua Mengenai
Perilaku Berpacaran Rendah
Anak Remaja

Baik
Peran Orang Tua
dalam Memberikan
Pendidikan Seks
Kurang
Baik

Dalam penelitian ini yang dikaji adalah bagaimana tingkat pengetahuan orang tua
mengenai perilaku berpacaran pada anak remajanya dan bagaimana peran orang
tua dalam memberikan pendidikan seks. Pengetahuan yang dihasilkan dapat
berupa pengetahuan yang tinggi maupun pengetahuan yang rendah. Peran orang
tua yang dimaksud adalah peran orang tua sebagai pendidik, teman curhat,
motivator, penasehat, dan pengawas. Hasil yang diharapkan adalah peran baik/
kurang.

32 Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


33

3.2. Definisi Operasional


Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Karakteristik
orang tua
Status Kondisi orang tua saat mendidik, Jawaban kuesioner bagian A Kuesioner 1. Lengkap (ayah dan ibu) Nominal
pengasuhan anak mengasuh anak remajanya. 2. Tunggal (ayah atau ibu)
Jumlah anak usia Banyaknya anak remaja dalam satu Jawaban kuesioner bagian A Kuesioner 1. 1-3 Nominal
remaja anggota keluarga. 2. 4-6
3. 7-9
Agama Status keyakinan dan kepercayaan Jawaban kuesioner bagian A Kuesioner 1. Islam Nominal
responden terhadap Penciptanya. 2. Kristen
3. Hindu
4. Budha
5. Lain-lain
Riwayat Tingkat pendidikan terakhir yang Jawaban kuesioner bagian A Kuesioner 1. Tidak sekolah Ordinal
pendidikan sudah ditamatkan oleh responden. 2. SD
3. SMP dan sederajat
4. SMA dan sederajat
5. PT

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


34

Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Pekerjaan Status mata pencaharian responden Jawaban kuesioner bagian A Kuesioner 1. PNS Nominal
2. Pegawai Swasta
3. Karyawan / karyawati
4. Pedagang
5. Petani
6. Ibu Rumah Tangga
7. Lain-lain
Pengetahuan Kemampuan orang tua dalam Kuesioner berisi pertanyaan Kuesioner Tinggi jika nilai total Ordinal
orang tua mengetahui, mengenal, perilaku menggunakan skala Likert responden ≥ median
berpacaran dan pergaulan yang dengan memberikan check masing-masing kategori,
dilakukan anak remajanya. list pada salah satu jawaban rendah jika nilai total
Pengetahuan ini dikategorikan “sering”, “pernah”,”tidak responden < median
berdasarkan perilaku berpacaran anak pernah” atau “tidak tahu”. masing-masing kategori.
remajanya yang meliputi perilaku
berpacaran risiko rendah, sedang, dan
tinggi seks pranikah.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


35

Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Peran orang tua Serangkaian perilaku/sikap orang tua Kuesioner berisi pertanyaan Kuesioner Baik jika nilai total Ordinal
dalam memberikan pendidikan seks dengan menggunakan skala responden ≥ mean masing-
pada remaja, meliputi perannya Likert berisikan: masing jenis peran, kurang
sebagai pendidik/educator, teman Selalu : 4 Jarang :2 baik jika nilai total
curhat, motivator, penasehat, Sering : 3 Tidak pernah : 1 responden < mean masing-
pengawas / controler. masing jenis peran.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


BAB 4
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

7.1. Desain Penelitian


Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain deskriptif sederhana. Desain ini dipilih karena peneliti
hanya ingin mengidentifikasi fenomena gambaran pengetahuan orang tua
mengenai perilaku berpacaran dan pergaulan anak remajanya serta perannya
dalam memberikan pendidikan seks. Selain itu peneliti juga menggunakan teknik
triangulasi dengan menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data yang telah ada antara pengetahuan orang tua dan perilaku berpacaran
remaja.

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan studi potong


lintang (cross sectional). Pada penelitian ini peneliti hanya melakukan
pengukuran variabel sekali saja pada satu saat tertentu. Pengukuran variabel
dilakukan dengan cara menyebarkan atau memberikan kuesioner kepada
responden.

7.2. Populasi dan Sampel


Populasi (universe) adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan
diduga (Sabri, 2006). Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh orang tua
yang mempunyai anak usia remaja dengan usia 10-19 tahun di Desa Kepuhrejo,
Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur dengan jenis kelamin laki-
laki dan perempuan, yang berjumlah 215 kepala keluarga. Populasi terjangkaunya
adalah orang tua dengan anak remaja dengan usia 10-19 tahun di Desa Kepuhrejo,
Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur dengan jenis kelamin laki-
laki dan perempuan yang pernah atau sedang berpacaran.

Sampel merupakan sebagian besar dari populasi yang mewakili populasi yang
akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak
remaja dengan usia 10-19 tahun di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran,

36 Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


37

Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Teknik pengampilan sampel yang digunakan


adalah dengan purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan dan tujuan penelitian sesuai kriteria inklusi yang telah ditetapkan
(Polit and Hungler, 1999). Adapun kriteria inklusi penelitiannya adalah:
1. Orang tua yang mempunyai anak remaja berusia 10-19 tahun yang pernah atau
sedang berpacaran
2. Anak usia remaja yang berusia 10-19 tahun yang duduk minimal di tingkat
SMP yang pernah atau sedang berpacaran dengan gaya berpacaran minimal
saling menelpon
3. Tidak sakit baik cacat fisik maupun gangguan jiwa
4. Bersedia terlibat dalam penelitian, kooperatif, dan menandatangani informed
consent.

Rumus sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rumus presisi mutlak
(Hidayat, 2007) , yaitu:
2
n= Z 1-α/2 PQ

d2
= 1,96 2x0,5x(1-0,5)
(0,1)2
= 96,04 = 96

Keterangan :
n = jumlah sampel yang diinginkan
Z2 1-α/2 = standar deviasi normal (1,96)
P = proporsi populasi sebagai dasar asumsi sebesar 50%
Q = 1-P (0,5)
d = penyimpangan terhadap populasi / derajat ketepatan yang diinginkan ,
nilainya 0,1 karena penelitian ini menggunakan presisi mutlak

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus diatas, peneliti mendapatkan


jumlah sampel yang diinginkan sebanyak 96 responden. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tidak ada responden yang drop out di tengah pengisian kuesioner.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


38

7.3. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur. Alasan peneliti mengambil tempat penelitian ini karena
berdasarkan pengamatan dan data, minimal satu kejadian perilaku seksual
pranikah seperti hamil di luar nikah pada daerah ini dan jumlahnya meningkat dari
tahun ke tahun.

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2011 sampai akhir Juni 2012.
Kegiatan penelitian diawali dengan kegiatan penyusunan proposal yang dilakukan
mulai Oktober 2011 hingga Maret 2012. Peneliti melakukan uji validitas pada
tanggal 20-22 April 2012. Selanjutnya peneliti mengambil data pada tanggal 18-
25 Mei 2012. Pengolahan data dilakukan pada awal Juni dan penyusunan laporan
hasil penelitian pada akhir bulan Juni 2012.

7.4. Etika Penelitian


Peneliti menerapkan etika dalam setiap tahap penelitian. Penelitian ini dilakukan
dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip etik dalam penelitian. Prinsip-prinsip
etik dalam penelitian yang diterapkan peneliti dalam hal ini adalah peneliti
terlebih dahulu mengajukan permohonan izin kepada Fakultas Ilmu Keperawatan.
Setelah disetujui, peneliti melanjutkan permohonan izin penelitian kepada pihak-
pihak yang terkait untuk mendapatkan persetujuan pengambilan data.

Peneliti sebelumnya memperkenalkan identitas diri kepada calon responden


kemudian memberikan penjelasan secara detail mengenai tujuan, manfaat dan
segala hal yang berkaitan dengan penelitian sehingga calon responden dapat
memutuskan apakah akan berpartisipasi atau tidak. Responden tidak akan
mengalami risiko apapun jika tidak bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini.
Responden juga diperlakukan adil, sebelum, selama, dan setelah partisipasi
mereka dalam penelitian. Kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian ini
tertuang dalam lembar persetujuan (Informed consent). Data diri responden
dicantumkan menggunakan kode sehingga kerahasiaan responden terlindungi.
Data penelitian akan dimusnahkan ketika penelitian selesai dilakukan. Informasi

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


39

yang diberikan oleh responden tidak disebarluaskan dan hanya digunakan pada
kepentingan penelitian saja. Peneliti hanya menyajikan kelompok data tertentu
yang dilaporkan dalam hasil penelitian.

7.5. Alat Pengumpul Data


Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun
berdasarkan studi literatur dan kerangka konsep penelitian. Kuesiner berisi
pertanyaan dan pernyataan tentang materi yang diteliti. Kuesioner ini dibuat dan
dikembangkan sendiri oleh peneliti.
Kuesioner terdiri dari tiga bagian, yaitu
1. Bagian pertama berisi data demografi yang meliputi karakteristik orang tua
yaitu status pengasuhan anak, jumlah anak, usia anak, agama, pekerjaan,
riwayat pendidikan. Pertanyaan diisi dengan menggunakan check list.
2. Bagian kedua berisi tingkat pengetahuan orang tua mengenai perilaku
berpacaran pada anak remajanya. Bagian ini terdiri dari 15 pertanyaan tentang
tingkat pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran pada anak
remajanya berdasarkan tingkatan perilaku berpacaran dengan risiko perilaku
seks pranikah. Kuesioner ini juga diberikan kepada anak remajanya dengan
daftar pertanyaan yang sama. Distribusi pertanyaan berdasarkan komponen
penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Pernyataan Kuesioner


No. Komponen No. Soal Jumlah Soal
1. Perilaku berpacaran risiko 1,2,3,4,6 5
rendah seks pranikah
2. Perilaku berpacaran risiko 5,7,8,9,12 5
sedang seks pranikah
3. Perilaku berpacaran risiko 10,11,13,14,15 5
tinggi seks pranikah

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


40

Kuesioner berisi pertanyaan singkat yang menggunakan skala Likert.


Responden bisa memilih pilihan “sering”, “pernah”, “tidak pernah”, atau “tidak
tahu”. Pertanyaan dengan jawaban “sering” diberi bobot nilai 4, “pernah”
diberi bobot nilai 3, “tidak pernah” diberi bobot nilai 2, dan “tidak tahu” diberi
bobot nilai 1.

Bagian ketiga berisi tentang peran orang tua dalam memberikan pendidikan
seks. Kuesioner terdiri dari 19 pertanyaan berdasarkan peran orang tua dalam
memberikan pendidikan seks yang terbagi menjadi enam peran. Kuesioner ini
berisi pertanyaan dengan menggunakan skala Likert. Pertanyaan yang
digunakan menggunakan pertanyaan positif dan negatif. Untuk pertanyaan
positif pilihan “tidak pernah” diberikan nilai 1, pilihan “jarang” diberikan nilai
2, pilihan “sering” diberikan nilai 3, dan pilihan “selalu” diberikan nilai 4.
Untuk pertanyaan negatif pilihan “tidak pernah” diberikan nilai 4, pilihan
“jarang” diberikan nilai 3, pilihan “sering” diberikan nilai 2, dan pilihan selalu
diberikan nilai 1.
Distribusi pertanyaan berdasarkan komponen penelitian dapat dilihat pada tabel
berikut:
No. Peran orang tua No. Soal Jumlah Soal
1. Pendidik 1,2,7,8,9,10,11,12 8
2. Teman curhat 4,5,6,13 4
3. Motivator 14,15 2
4. Penasehat 16,17 2
5. Pengawas 3,19,20 3

7.6. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen


Sebelum dilakukan penelitian yang sebenarnya pengumpulan data kepada
responden terlebih dahulu dilakukan uji coba kuesioner. Tujuan dilakukan uji
coba ini adalah untuk mengetahui validitas dan reabilitas instrumen. Uji coba
dilakukan terhadap 20 orang tua yang memiliki anak yang berusia remaja baik
laki-laki atau perempuan dengan usia 10-19 tahun yang memiliki pacar di desa

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


41

yang sama. Alasan peneliti mengadakan uji coba di desa yang sama karena
karakteristik orang tua dengan remaja mempunyai karakteristik yang sama dengan
tempat penelitian sebenarnya. Orang tua yang telah dilakukan uji coba tidak lagi
menjadi responden. Dari hasil uji coba diperoleh nilai alpa cronbach sebesar
0,811 untuk yang variabel pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran
anak remajanya dan 0,933 untuk yang variabel peran orang tua dalam
memberikan pendidikan seks. Pada variabel pengetahuan orang tua terdapat 8
pertanyaan yang valid dan 7 pertanyaan tidak valid. Peneliti membuang 7
pertanyaan yang tidak valid tersebut dan memodifikasi 7 pertanyaan tersebut
dengan pertanyaan baru. Pada variabel peran orang tua terdapat 5 pertanyaan
yang tidak valid dan peneliti hanya mengambil 19 pertanyaan yang valid.

7.7. Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin untuk melakukan
penelitian di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan Jawa
Timur yang akan dijadikan tempat penelitian. Prosedur pengumpulan data
dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada responden .
Adapun tahapan yang dilakukan oleh peneliti meliputi:
a. Setelah proposal disetujui dan disahkan oleh pembimbing dan koordinator
mata ajar, kemudian meminta surat pengantar dari Fakultas Ilmu Keperawatan
UI untuk melakukan penelitian.
b. Mendatangi kantor Desa Kepuhrejo untuk meminta izin penelitian dan
pengambilan data serta kerjasamanya untuk kelancaran penelitian.
c. Mendatangi kader desa di tiap dusun untuk meminta izin penelitian dan
kerjasamanya untuk kelancaran penelitian.
d. Mendatangi responden untuk menjelaskan tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan kerahasiaan informasi yang diberikan responden kepada peneliti
serta meminta kerjasama responden untuk menjawab semua pertanyaan dalam
kuesioner secara jujur sesuai dengan keadaan responden.
e. Memberikan daftar pertanyaan, menyerahkan kepada responden, dan meminta
responden untuk menandatangani lembar informed consent sebelum mengisi
lembar pertanyaan.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


42

f. Memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner selama 20


menit dengan tetap berada di rumah responden untuk memberikan kesempatan
kepada responden untuk bertanya mengenai infomasi yang belum jelas terkait
pertanyaan di dalam kuesioner.
g. Mengumpulkan lembar kuesioner yang telah diisi oleh responden dan
dilakukan pengecekan ulang untuk kemudian diolah dan dianalisis.

7.8. Pengolahan dan Analisis Data


7.8.1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain:
1. Pengeditan data (editing)
Tahapan ini dilakukan untuk memastikan kelengkapan, kejelasan pengisian,
relevansi, dan konsistensi jawaban pada instrumen (kuesioner). Tujuan
dilakukan pengeditan ini adalah meminimalkan kesalahan agar data yang
diterima dapat diolah dan dianalisis dengan baik dan tepat.
2. Pemberian kode (coding)
Pemberian kode dilakukan dengan memberikan kode pada semua data.
Kemudian data dimasukkan ke dalam tabel. Hal tersebut bertujuan untuk
memudahkan dalam pemasukan, pengolahan, dan anaisis data.
3. Pembersihan data (cleaning)
Pada tahap pembersihan, data diperiksa kembali dan dipastikan telah bersih
dari kesalahan sehingga siap untuk diolah dan dianaisis.
4. Penetapan skor (scoring)
Peneliti memberikan nilai/skor untuk setiap pertanyaan dalam kuesioner sesuai
dengan kategori yang ditetapkan.

4.9.2. Analisis Data


Analisis data merupakan tahapan analisis yang dilakukan setelah data terkumpul.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis univariat. Data demografi yang
didapatkan sudah dilakukan analisa dengan menggunakan distribusi frekuensi dan
dicari nilai mean atau median. Keseluruhan data yang terdapat dalam variabel ini
bersifat kategorik sehingga dilakukan perubahan menjadi proporsi. Variabel

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


43

dalam penelitian ini adalah pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran
anak remajanya dan perannya dalam memberikan pendidikan seks.

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan jenis
variabel. Jenis data yang terdapat dalam penelitian ini berbentuk data kategorik
(skala ordinal dan ordinal). Adapun pengujian yang tepat untuk analisis yang
berbentuk data kategorik adalah uji analisis proporsi.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


BAB 5
HASIL PENELITIAN

Bab ini memuat hasil penelitian yang meliputi karakteristik responden,


pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran anak remajanya, dan peran
orang tua dalam memberikan pendidikan seks.

9.1. Karakteristik Orang Tua


Karakteristik orang tua meliputi status orang tua, jumlah anak usia remaja, agama,
pendidikan terakhir, pekerjaan.

Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Responden Tahun 2012 (N=96)
Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)
Status Orang tua
Lengkap 82 85,4
Tunggal (single parent) 14 14,6
Jumlah anak usia remaja
1 s/d 3 90 93,8
4 s/d 6 6 6,2
Agama
Islam 94 97,9
Kristen 2 2,1
Pendidikan terakhir
Tidak sekolah 3 3,1
SD 23 24,0
SMP/sederajat 20 20,8
SMA/sederajat 36 37,5
Perguruan tinggi 14 14,6

44 Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


45

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)


Pekerjaan
PNS 14 14,6
Pegawai Swasta 17 17,7
Petani 39 40,6
Pedagang 11 11,5
Ibu Rumah Tangga 9 9,4
Perangkat desa 6 6,2

Status orang tua dengan anak usia remaja dibagi menjadi dua kategori yaitu
lengkap (ayah dan ibu) dan tunggal (single parent). Dari hasil penelitian
didapatkan data bahwa distribusi status orang tua ini tidak merata. Status orang
tua yang terbanyak adalah orang tua lengkap, yaitu 82 responden (85,4%).
Berdasarkan jumlah anak usia remaja dalam satu keluarga, jumlah yang terbanyak
adalah kategori 1 sampai dengan 3 anak berusia remaja (93,8 %), sedangkan
jumlah anak usia remaja 4 sampai dengan 6 sebesar 6,2 %. Hal ini dikarenakan
jumlah anak di daerah ini berkisar 1-3. Berkaitan dengan agama, didapatkan
bahwa responden mayoritas beragama Islam, yaitu sebesar 97,9% dan yang
beragama kristen hanya sebesar 2,1%. Pendidikan terakhir dibagi menjadi lima
kategori yaitu tidak sekolah, SD, SMP atau sederajat, SMA atau sederajat, dan
Perguruan Tinggi. Pendidikan terakhir orang tua paling banyak adalah lulusan
SMA atau sederajat sebesar 37,5%, sedangkan kategori pendidikan paling sedikit
adalah orang tua yang tidak bersekolah (3,1%). Berdasarkan pekerjaan responden,
hampir setengah responden adalah responden petani (40,6%), sedangkan kategori
pekerjaan paling kecil adalah sebagai perangkat desa yaitu 6,2%.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


46

9.2. Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran Anak


Remajanya

Tabel 5.2
Distribusi Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran
Anak Remajanya (N=96)

Pengetahuan Orang Tua Frekuensi (n) Persentase (%)


Pacaran anak dengan risiko rendah seks pranikah
Baik 40 41,7
Kurang 56 58,3
Pacaran anak dengan risiko sedang seks pranikah
Baik 36 37,5
Kurang 60 62,5
Pacaran anak dengan risiko tinggi seks pranikah
Baik 29 30,2
Kurang 67 69,8

Pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran anak remajanya


dikelompokkan menjadi dua. Pengetahuan orang tua menunjukkan persentase
yang tinggi pada perilaku berpacaran anak remajanya. Kategori perilaku
berpacaran dengan risiko rendah seks pranikah menunjukkan bahwa pengetahuan
orang tua tinggi (58,3%). Pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran
dengan risiko seks pranikah sedang menunjukkan angka 62,5% atau sebanyak 60
orang tua paham bahwa kegiatan ini terkadang dilakukan oleh anak-anaknya.
Sebanyak 67 orang tua (69,8%) memahami bahwa perilaku berpacaran dengan
risiko tinggi seks pranikah ini rawan terjadi pada remaja oleh karena itu orang tua
perlu berperan dalam memberikan pendidikan seks.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


47

9.3. Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks

Tabel 5.5
Distribusi Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks (N=96)
Kurang baik Baik Total
Peran orang tua
N % N % N %
Mendidik (X=19,53) 48 50 48 50 96 100
Teman curhat (X=8,17) 40 41,7 56 58,3 96 100
Motivator (X=4,47) 33 34,4 63 65,6 96 100
Menasehati (X=5,35) 47 49 49 51 96 100
Mengawasi (X=6,72) 48 50 48 50 96 100

Peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks secara keseluruhan


menunjukkan bahwa peran orang tua ini hampir seimbang antar yang mempunyai
peran yang sudah baik maupun yang kurang baik. Dari 96 responden didapatkan
data bahwa rata-rata peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks adalah
44,27. Dari hasil rata-rata ini mendapatkan hasil 46 orang tua (47,9%) dengan
peran yang kurang baik dan 50 orang tua (52,1%) sudah berperan dengan baik.
Peran orang tua ini dikelompokkan lagi menjadi enam bagian, yaitu peran sebagai
pendidik (educator), teman curhat, motivator, penasehat, dan pengawas. Kelima
peran tersebut menunjukkan hasil yang hampir sama. Dari kelima peran tersebut
peran yang paling banyak dilakukan orang tua adalah peran sebagai motivator.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


BAB 6
PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai interpretasi dan diskusi hasil penelitian yang telah
diuraikan pada bab lima. Peneliti akan membahas hasil penelitian berdasarkan
teori dan konsep serta penelitian-penelitian yang terkait serta pada bab ini juga
akan dijelaskan mengenai keterbatasan penelitian dan implikasi penelitian.

6.1. Interpretasi dan Diskusi Hasil


6.1.1. Karakteristik Orang Tua
Hasil analisa menggambarkan sebagian besar responden masih memiliki pasangan
hidup yang artinya orang tua dalam keluarga dengan remaja masih lengkap, yaitu
ayah dan ibu. Menurut Daradjat (1996), orang tua memiliki peranan penting
dalam kehidupan. Peran orang tua ini akan lengkap jika masih terdiri dari ayah
dan ibu, sehingga pemberian pendidikan di dalam keluarga akan lengkap baik dari
ayah maupun ibu. Menurut Gray and Steinberg (1999); Rosenthal, Feldman and
Edward (1998) dalam Longmore et al. (2001), orang tua juga mempengaruhi
perilaku berpacaran dan seksual anak remajanya. Orang tua yang lengkap dan
orang tua yang single parent mempengaruhi perilaku seksual anaknya. Menurut
penelitian Woodward, Fergusson and Belsky (2000) dalam Longmore et al.
(2001), menunjukkan bahwa single parent lebih sedikit mempengaruhi anak,
strategi pengasuhan juga kurang, dan sulit untuk mengawasi dan membuat anak
disiplin. Selain itu kemampuan untuk menjadi pemimpin bagi anaknya kurang.
Menurut Thomson et al (1992) dalam Longmore et al. (2001), orang tua tunggal
mempunyai batasan peran yang sedikit dibanding dengan orang tua lengkap. Jadi
dapat disimpulkan bahwa seharusnya peran orang tua yang masih lengkap lebih
baik dari peran orang tua tunggal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh orang tua mempunyai
anak usia remaja berjumlah 1 sampai 3 orang. Jumlah ini menggambarkan kondisi
di Desa Kepuhrejo bahwa orang tua mempunyai anak usia remaja dalam satu
keluarga. Setelah dikaji lebih lanjut, yaitu dilakukan wawancara singkat kepada

48 Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


49

beberapa responden, ternyata jarak antar anaknya berjauhan sehingga sedikit


orang tua yang mempunyai anak remaja yang lebih dari 3. Semakin banyak
terdapat anak remaja di rumah makan semakin besar pula peranan orang tua
dalam pengawasan tingkah laku anak dan peranan memberikan pendidikan seks di
tahap remaja.

Sikap adalah perilaku yang ditafsirkan. Sikap terdiri dari tiga komponen utama
yaitu kepercayaan, keyakinan suatu objek dan kehidupan emosional dan
kecenderungan untuk bertindak (Allpoert (1954) dalam Notoatmodjo (2007)).
Peneliti mendefinisikan kepercayaan sebagai agama yang dianut oleh responden.
Berdasarkan data penelitian, responden terdiri dari 2 kelompok agama, yaitu
responden beragama Islam dan responden beragama kristen. Mayoritas responden
beragama Islam hal ini dikarenakan hampir semua masyarakat di daerah ini
beragama Islam. Berdasarkan konsep Islam, seseorang dilarang berzina atau
berpacaran sebelum menikah, namun sekarang aturan tersebut dilanggar oleh
sebagian besar remaja. Hal ini mengakibatkan timbulnya perilaku seks pranikah di
kalangan remaja. Tidak hanya agama Islam saja, agama lainnya juga tidak
memperbolehkan berhubungan dengan pacarnya sebelum menikah.

Keluarga merupakan tempat pertama seorang anak memperoleh pendidikan dalam


bersikap. Kelompok keluarga ini dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Perilaku seorang individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah tingkat pendidikan orang tua (Notoatmodjo, 2007). Orang yang
berpendidikan tinggi dapat membantu anak dengan menjadi guru yang efektif di
rumah karena mereka mengetahui apa yang dipikirkan anak (Alexander, et al,
1994 dalam Davis-Kean, 2005). Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan
tertinggi adalah SMA dan terendah adalah orang tua yang tidak bersekolah
sebesar. Lebih dari setengah dari jumlah penduduk adalah lulusan SMA dan
perguruan tinggi dan setengahnya berpendidikan rendah (tidak sekolah, SD,
SMP). Dengan banyaknya responden yang berpendidikan tinggi ini cara berpikir
dalam memberikan pendidikan anak juga harus berkembang, tidak kaku seperti
pendidikan yang masih rendah. Hasil analisis terhadap hubungan antara

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


50

pendidikan orang tua dengan pengetahuan dan perannya dalam memberikan


pendidikan seks terdapat hubungan yang bermakna antara variabel tersebut. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wuri (2008) menemukan bahwa
pendidikan seseorang yang tinggi akan mempengaruhi peran orang tua dalam
memberikan pendidikan seks.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerjaan mayoritas orang tua adalah sebagai
petani sebesar sepertiga dari total penduduk dan yang paling sedikit adalah
sebagai perangkat desa. Banyaknya orang tua yang bekerja sebagai petani ini
dikarenakan penelitian ini dilakukan di pedesaan, sehingga mayoritas
masyarakatnya bekerja sebagai petani. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Sianturi (2012), seorang petani biasanya waktu yang disediakan untuk anak lebih
sedikit dari pada waktu di luar rumah sehingga kontak dengan anak menjadi
berkurang. Hal ini mengakibatkan pengawasan dan komunikasi yang kurang
dengan anaknya. Di sisi lain anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dari
orang tua. Kondisi ini mengakibatkan peran orang tua menjadi berkurang karena
kesibukan pekerjaannya.

6.1.2. Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran Anak


Remajanya
Pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran anaknya secara keseluruhan
masih kurang. Berdasarkan data dari penelitian ini orang tua yang memiliki
pengetahuan tinggi pada perilaku berpacaran anak remajanya hanya separuh dari
responden yaitu pengetahuan orang tua dengan perilaku berpacaran anak remaja
risiko rendah, sedang dan tinggi. Perilaku berpacaran dengan risiko seks pranikah
yang dimaksud adalah sebagai berikut: perilaku berpacaran dengan risiko rendah
seks pranikah meliputi tindakan saling menelpon, pergi ke tempat rekreasi, duduk-
duduk di rumah saja, pergi jalan-jalan/ keliling kampung/kota, duduk
berdekatan/berhimpitan. Risiko sedang seks pranikah meliputi pegangan tangan,
pulang sekolah terlambat karena pergi dengan pacar, malam minggu pulang larut
malam, menyimpan gambar porno di HP, dan berduaan di tempat sepi. Risiko

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


51

tinggi seks pranikah meliputi berpelukan, berciuman, meraba alat kelamin pacar,
telepon atau sms porno dan melakukan aktivitas seksual atau bersetubuh.

Pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran dengan risiko rendah ini
hanya sebagian orang yang mengetahui. Hal ini dikarenakan ada beberapa remaja
yang berpacaran namun tidak diketahui oleh orang tuanya sehingga orang tua
mengatakan bahwa anaknya tidak berpacaran dan tidak melakukan perilaku
tersebut, sehingga pengetahuan orang tua mengenai anak remajanya kurang.
Hanya dua pertiga responden yang mengetahui dan memahami kegiatan perilaku
berpacaran dengan risiko sedang seks pranikah. Hal ini terjadi karena
kemungkinan besar anaknya tidak melakukan hal ini dan setelah di amati dari
perilaku remajanya memang benar remaja tersebut tidak banyak yang melakukan
perilaku ini. Pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran dengan risiko
seks pranikah tinggi karena orang tua memahami bahwa perilaku ini tidak
dilakukan oleh anak remajanya walaupun hal ini rawan terjadi. Namun apabila di
kaji lebih dalam ternyata ada perbedaan di dalam menganalisis data. Jika dilihat
dari perilaku berpacaran anak remajanya mayoritas sudah mengarah ke perilaku
seks pranikah. Selain itu menurut orang tua gaya berpacaran minimal anak
remajanya berupa telepon dengan pacarnya saja, sebaliknya perilaku berpacaran
terindah menurut anaknya adalah lebih dari sekedar menelpon misalnya jalan
berdua dengan pacar, bergandengan tangan, hingga saling mencium. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa beberapa dari orang tua di Desa kepuhrejo masih memiliki
pengetahuan yang rendah mengenai perilaku berpacaran anak remajanya. Oleh
karena itu orang tua perlu berperan dalam memberikan pendidikan seks.

Menurut Gunarsa (2004) pengetahuan orang tua dapat dipengaruhi oleh suasana
keluarga yang baik, artinya hubungan antar keluarga saling memperhatikan, saling
membantu dan menjaga kehangatan antar anggota keluarga. Pengetahuan yang
rendah ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya komunikasi
anak dengan orang tua sehingga anak cenderung menjadi pendiam di depan orang
tua dan orang tua tidak tahu apa yang sedang dialami anak dengan pacarnya.
Selain itu orang tua tidak mengetahui aktivitas anak remajanya sehingga kurang

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


52

mengerti dan memahami apa yang dibutuhkan anak. Orang tua yang terlalu sibuk
bekerja biasanya dalam keadaan tertentu tidak mengamati apa yang sedang terjadi
dengan anaknya (Gunarsa, 2004). Hal ini mengakibatkan anak cenderung bebas
melakukan perilaku yang membuat mereka senang tanpa pengawasan orang tua.

Rendahnya pengetahuan terhadap perilaku berpacaran ini menyebabkan


terbentuknya tindakan sesuai dengan keingintahuan anaknya sendiri. Mereka akan
lebih mudah mengalami penyimpangan dan kurang bisa mengendalikan
emosinya. Dalam hal berpacaran, mereka sering menyerempet ke hal-hal yang
dapat merangsang terjadinya hubungan seksual. Pada akhirnya jika hal ini tidak
segera diatasi mereka akan melakukan hubungan seksual pra nikah dan berakibat
terjadinya kehamilan pra nikah.

6.1.3. Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks


Orang tua memiliki peranan yang sangat penting di dalam sebuah keluarga. Orang
tua adalah guru pertama bagi seorang anak dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Kedua orang tua seharusnya dapat menjadi figur anaknya dan
berperan serta dalam perkembangan anak. Anak dengan usia remaja merupakan
keadaan yang harus diperhatikan oleh orang tua.

Remaja adalah masa transisi, suatu masa dimana periode anak-anak sudah
terlewati dan disatu sisi belum dikatakan dewasa (Stuart and Sundeen, 1995).
Masa ini merupakan masa yang penuh dengan perubahan, yaitu perubahan emosi,
peran dan minat, pola perilaku, dan sikap. Usia remaja juga merupakan masa
seseorang mencari identitas diri. Identitas yang dicari remaja adalah berupa
kejelasan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Pada masa inilah
seorang anak membutuhkan peran penting orang tua dalam membimbing,
mengawasi, dan mendidik. Peranan orang tua atau pendidik sangat besar dalam
memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh remaja.
Orang tua yang bijak akan memberikan lebih dari satu alternatif jawaban supaya
remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


53

Berdasarkan tahap perkembangannya, pada usia remaja ini seseorang akan


mengalami perkembangan seksualitas. Seseorang akan mengalami dorongan
seksual yang kuat pada masa ini. Oleh karena itu orang tua harus menjaga agar
dorongan seksual ini menjadi positif. Salah satu caranya adalah memberikan
pendidikan seks sejak dini. Pendidikan seks merupakan suatu usaha seseorang
untuk memberikan pengetahuan kepada anak tentang fungsi organ reproduksi agar
tidak terjadi penyimpang organ reproduksi. Peran orang tua dalam memberikan
pendidikan seks ada beberapa macam yaitu orang tua sebagai seorang pendidik /
educator, motivator, penasehat/ konselor, teman curhat, dan pengawas.

Hasil survei dari beberapa orang tua ketika mengumpulkan data, ada dua
pemikiran dalam diri mereka. Pertama mereka merasa enggan untuk memberikan
pendidikan seks kepada anak remajanya karena menurut mereka jika hal ini
diberikan akan mengajarkan kepada anak yang tidak baik. Hal ini sesuai dengan
teori Gunarsa (2004) bahwa norma seksualitas awalnya menjadi hal yang tabu
untuk dibicarakan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Selain itu orang tua
juga merasa khawatir dengan pemberian informasi mengenai seks justru akan
mendorong anak remaja untuk mencari pengalaman seksual. Mereka merasa
dengan menghindari diskusi mengenai masalah seks dengan anak dan
menanamkan bahwa aktivitas seksual itu merupakan suatu hal yang negatif, maka
anak akan terhindar dari masalah (Rice, 1990; Sprinthall and Collins, 1995).
Pendapat kedua, mereka harus memberikan pendidikan seks kepada anaknya agar
anaknya mengerti bahwa hal ini tidak baik dan tidak boleh dilakukan sebelum
menikah. Hal ini akan mengurangi angka perilaku seksual pranikah pada anak
usia remaja.

Berdasarkan penelitian ini, peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks
secara keseluruhan menunjukkan bahwa peran orang tua ini hampir seimbang
antara yang mempunyai peran sudah baik maupun yang masih kurang. Dari semua
responden didapatkan data bahwa rata-rata peran orang tua dalam memberikan
pendidikan seks adalah 44,27. Dari hasil rata-rata ini mendapatkan hasil hampir
setengah dari orang tua memiliki peran yang kurang dan setengahnya orang tua

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


54

sudah berperan dengan baik. Peran ini mencakup peran sebagai pendidik
(educator), teman curhat, motivator, penasehat, dan pengawas.

Pertama, peran orang tua adalah sebagai pendidik. Orang tua penting dalam
mendidik anak-anaknya. Menurut Gunarsa (2004) para ahli umumnya sependapat
bahwa pendidik terbaik bagi seorang anak adalah orang tua, termasuk pendidikan
dalam bidang seksual. Orang tua atau keluarga mempunyai peran yang sangat
besar dalam pendidikan reproduksi walaupun hanya dalam batas-batas tertentu.
Pengetahuan tentang reproduksi pertama kali akan didapatkan dari keluarga
walaupun dalam tahapan minimal, misalnya perbedaan fisik antara alat kelamin
laki-laki dan perempuan (Warso, 2008). Pada penelitian ini peneliti menanyakan
bagaimana orang tua memberikan pendidikan seks kepada anaknya. Adapun peran
sebagai pendidik ini beberapa pertanyaannya adalah orang tua menjelaskan
bagaimana anak harus berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya, orang tua
menjelaskan batasan dalam berpacaran, orang tua menanyakan bagaimana atau
apa saja yang dilakukan anak saya ketika berduaan dengan pacarnya, dan lainnya.

Peran sebagai pendidik sudah dilakukan oleh setengah orang tua, sedangkan
setengah sisanya belum melakukan peran tersebut. Menurut beberapa penelitian,
pandangan orang awam mengenai masalah seksual adalah masalah alamiah yang
diketahui anak sendiri setelah menikah, sehingga dianggap hal tabu untuk
dibicarakan terbuka. Hal ini mengakibatkan hanya sebagian orang tua yang
mengerti saja yang melakukan peran sebagai pendidik. Orang tua mungkin tidak
mengajarkan anak pendidikan seks antara lain karena orang tua tidak mempunyai
informasi atau pengetahuan yang tidak adekuat, orang tua mungkin merasa tidak
nyaman dengan topik seks, dan remaja sendiri mungkin tidak nyaman ketika
orang tua mendiskusikan seksual (Bobak, Lowdermilk and Jenea, 1995). Teori ini
mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa hampir sebagian
masyarakat hanya berpendidikan SMP dan SMA sehingga ilmu yang ada pada
orang tua juga masih terbatas mengenai pertumbuhan dan perkembangan remaja
tidak membahas detail mengenai seksualitas karena hal ini masih dianggap tabu
oleh sebagian besar masyarakat pedesaan.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


55

Peran orang tua yang kedua adalah sebagai teman curhat. Peran ini ada hampir
setengah dari jumlah orang tua yang mengatakan bahwa pernah mengajak/diajak
diskusi dengan anaknya terkait perilaku seks dengan pacarnya atau teman lawan
jenisnya. Peran ini merupakan jembatan antara orang tua dengan anak untuk
menjalin komunikasi. Namun, berdasarkan penelitian ini hanya sebagian orang
tua yang mencoba untuk lebih dekat dengan anaknya. Hal ini didukung oleh suatu
survey yang dilakukan terhadap remaja, dilaporkan hanya terdapat kurang dari
sepertiga responden yang dapat berbicara secara terbuka mengenai seks dengan
orang tuanya. Dua pertiga dari remaja Amerika dilaporkan tidak pernah berdiskusi
dengan orang tuanya mengenai masalah-masalah seksualitas, seperti maturbasi,
penyakit seksual dan metode kontrasepsi (Coles, et al. dalam Sprinthall and
Collins, 1995).

Beberapa alasan yang disebutkan orang tua yang tidak menjadi teman curhat
anaknya antara lain mereka kurang dekat dengan anaknya, anak mereka adalah
anak baik-baik jadi tidak mungkin berpacaran dan punya masalah, atau mereka
tidak mengerti apa yang harus didiskusikan dengan anak. Menurut Imran (1999)
salah satu faktor perilaku hubungan seksual remaja adalah pengaruh orang tua
yaitu kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak. Apabila
komunikasi dalam keluarga berlangsung secara tertutup maka anak akan mencari
orang lain yang lebih terbuka misalnya saja teman. Hal ini mengakibatkan
tingginya angka perilaku seksual di daerah ini.

Peran yang ketiga adalah sebagai motivator. Peran sebagai motivator ini terdapat
dua pertiga orang tua sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Orang tua akan
menjadi motivator bagi anaknya dalam keadaan senang maupun susah. Dukungan
ini akan sangat dibutuhkan oleh orang tua baik moril maupun psikologis. Motivasi
diperlukan remaja ketika mengalami masalah. Masalah ini bisa terjadi karena
perubahan yang dialami remaja, seperti perubahan fisik, psikososial, emosional,
dan lainnya. Mereka memotivasi anaknya dengan cara memberikan dukungan
kepada anaknya agar tidak berlarut dalam kesedihan jika mempunyai masalah
dengan pacarnya. Dukungan orang tua ini juga berdampak positif pada hasil yang

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


56

diinginkan anak remaja, termasuk perkembangan kognitif, hasil akademik dan


kenyamanan dalam berperilaku (Demo, 1992; Peterson and Rollin, 1987; Rollins
and Thomas, 1979 dalam Longmore et al. (2001)).

Peran yang keempat adalah sebagai penasehat. Orang tua akan menasehati
anaknya jika remaja melakukan kesalahan atau sudah mulai melakukan perilaku
menyimpang. Peran ini dilakukan dengan baik oleh orang tua separuh dari total
responden. Orang tua berperan dalam memberikan petunjuk kemudian
membiarkan anak-anak mereka mengambil keputusan. Apabila peran ini
dilakukan dengan baik oleh orang tua maka anak akan merasa bahwa orang tua
dekat dengannya. Menurut penelitian Djaelani yang dikutip Saifuddin (1996)
terdapat 94% remaja butuh nasehat mengenai seks dan kesehatan reproduksi dari
orang tua atau guru. Namun berdasarkan penelitian ini hanya sebagian saja yang
menjalankan perannya dengan baik sehingga anak akan mencari info lain melalui
jalur informal seperti dengan membahas buku seks dengan teman-temannya atau
mengadakan percobaan sebagai masturbasi sampai berhubungan seks (Hurlock,
1994).

Kelima, peran orang tua adalah sebagai pengawas. Beberapa penelitian


mengatakan bahwa pengawasan orang tua akan mempengaruhi gaya berpacaran
anak remaja dan tingkah laku seksualnya. Sebanyak setengah dari jumlah
responden melakukan peran ini dengan baik. Orang tua harus selalu mengawasi
perilaku anak remajanya. Hal ini dikarenakan remaja akan melakukan hal yang
tidak diinginkan jika tidak diawasi oleh orang tuanya. Pengawas yang dimaksud
di sini adalah tindakan yang dilakukan oleh orang tua untuk melihat, mengamati
serta mengawasi apakah perilaku berpacaran anaknya masih tahap wajar atau
berisiko menyimpang.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


57

6.2. Keterbatasan dalam Penelitian


Dalam melakukan penelitian ini, penulis menghadapi beberapa keterbatasan
antara lain:
1. Pengumpulan data yang dilakukan hanya menggunakan data kuantitatif berupa
kuesioner, sehingga data yang didapatkan kurang membantu dalam
menganalisis fenomena riil yang terjadi. Seharusnya pengumpulan data
ditambah dengan data kualitatif yaitu wawancara dengan pertanyaan terbuka
sehingga hasil yang di dapatkan lebih mendalam.
2. Sampel yang digunakan peneliti hanya satu desa saja. Hal ini belum
mengeneralisir semua populasi yang ada
3. Uji validitas setelah dilakukan revisi pada istrumen berdasarkan hasil uji
instrumen sebelumnya tidak dilakukan peneliti karena keterbatasan waktu.

6.3. Implikasi dalam Keperawatan


Hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi bagi dunia keperawatan,
diantaranya:
1. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua masih belum
memahami apa yang dilakukan anaknya. Sebaiknya para perawat, khususnya
yang bekerja di pelayanan kesehatan memanfaatkan penelitian ini untuk
memberikan asuhan keperawatan promotif dan preventif, seperti pemberian
pendidikan kesehatan dan seksual kepada anak, remaja dan orang tua. Hal ini
diharapkan orang tua memahami pentingnya pengenalan pendidikan seksual
sejak dini pada anaknya. Pendidikan kesehatan dan seksual ini penting
diberikan kepada remaja untuk mengatasi masalah yang ada pada remaja.
Contohnya kejadian hamil di luar nikah yang semakin tahun bertambah
seharusnya dapat di cegah apabila orang tua mengetahui dan memahami
perannya dalam memberikan pendidikan seks tersebut. Oleh karena itu,
perawat tidak hanya perlu memberikan pendidikan kesehatan bagi remaja,
tetapi hal yang sama juga perlu dilakukan terhadap orang tua.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


58

2. Penelitian keperawatan
Peneliti menemukan hal-hal baru terkait pengetahuan orang tua mengenai
perilaku berpacaran anaknya. Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan
pertimbangan untuk dilakukan penelitian kuantitatif selanjutnya sehingga dapat
memperkaya penelitian dalam keperawatan serta sebagai literatur dalam bidang
keperawatan. Oleh karena itu, diharapkan dengan penelitian ini, para perawat
peneliti lebih mengeksplorasi hubungan pengetahuan orang tua dan perilaku
berpacaran anak remajanya serta perannya dalam memberikan pendidikan seks
3. Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan cara memberikan pendidikan
seks yang efektif pada remaja sehingga mengurangi perilaku seksual pranikah
pada remaja. Contohnya, melakukan penyuluhan kepada orang tua tentang
bagaimana seharusnya orang tua memberikan pendidikan seks yang baik, dan
sebagainya.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


BAB 7
PENUTUP

7.1. Kesimpulan
Mayoritas orang tua yang mempunyai anak remaja di Desa Kepuhrejo masih
lengkap yaitu masih ada kedua orang tuanya dan mempunyai anak remaja antara
satu sampai tiga orang. Selain itu agama yang paling dominan adalah Islam dan
tingkat pendidikan tertinggi di daerah ini adalah SMA dengan pekerjaan paling
banyak adalah sebagai petani. Berdasarkan data dari penelitian ini pengetahuan
orang tua mengenai perilaku berpacaran anak remajanya masih rendah. Selain itu
masih separuh responden dalam perannya memberikan pendidikan seks pun
belum menjalankan perannya dengan baik. Peran ini mencakup peran sebagai
pendidik (educator), teman curhat, motivator, penasehat, dan pengawas. Peran
yang paling baik dilaksanakan oleh responden adalah sebagai motivator kepada
anaknya.

7.2. Saran
Berdasarkan keterbatasan dan pembahasan hasil penelitian ini, maka peneliti
memberikan beberapa rekomendasi kepada peneliti selanjutnya dalam melakukan
penelitian.
1. Orang tua seharusnya harus lebih mengawasi anak anaknya dalam
pergaulannya dan harus mengetahui perilaku anaknya yang sedang berpacaran.
Selain itu mereka juga harus meningkatkan perannya dalam memberikan
pendidikan seks.
2. Peneliti selanjutnya dapat mengambil desain penelitian yang lebih tinggi
seperti deskripsi komparatif atau deskripsi korelatif atau penelitian
menggunakan data kualitatif dengan triangulasi data yang lebih sempurna
sehingga hasil penelitian dapat lebih berkembang dan bervariasi. Selain itu
Peneliti selanjutnya dapat menambahkan variabel yang akan diteliti sehingga
hasil penelitian dapat memberi informasi yang lebih luas kepada pembaca.
Peneliti juga sebaiknya menggunakan kuesioner yang sudah baku sehingga
tidak lagi mengalami kendala terkait uji validitas dan realibilitas kuesioner

59 Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


60

yang dibuat. Pada saat pengambilan data sebaiknya peneliti mendampingi


responden sehingga semua komponen kuesioner dapat terisi dengan benar,
lengkap dan valid. Sampel seharusnya diambil dari beberapa daerah.
3. Dalam bidang keperawatan, perawat khususnya perawat komunitas seharusnya
rajin memberikan informasi kepada orang tua tentang cara mendidik,
mengontrol, menasehati anak remajanya. Informasi ini contohnya dengan
memberikan penyuluhan kepada warga akan pentingnya pendidikan seks dan
bagaimana cara memberikannya.
4. Institusi pendidikan seharusnya memberikan tambahan informasi kepada
remaja berupa pendidikan seks atau kesehatan reproduksi sehingga perilaku
seksual pada remaja menjadi berkurang.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


DAFTAR REFERENSI

Adityasanti, A. (2001). Pengetahuan seksual remaja putri dan sumber informasi


pengetahuan seksual. Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia, Depok.
Admin. (2008). Berikan pendidikan seks sejak remaja. 15 Oktober 2011.
WIB.http://www.kompas.com/read/xml/2008/07/26/21523745/berikan.pen
didikan.seks.sejak.remaja.
Athar, Shahid. (2004). Bimbingan seks bagi kaum muda muslim. Jakarta: Pustaka
Zahra.
Billah, M.M., et al. (1999). Penelitian dan survey kesehatan reproduksi dan
perilaku seksual kodya Bogor. Plan Internasional dan PKBI DKI Jakarta.
Biro Pusat Statistik. (2005). Jumlah penduduk menurut kelompok umur, jenis
kelamin, provinsi, dan kabupaten/kota, 2005. 14 oktober 2011.
http://www.datastatistik-
indonesia.com/component/option,com_tabel/kat,1/idtabel,116/Itemid,165/.
Christensen, P. J & Kenney, J.W. (2009). Proses keperawatan: aplikasi model
konseptual. Jakarta: EGC.
Daradjat, Zakiah. (1996). Ilmu jiwa agama.( Cet. Ke-4). Jakarta : Bulan Bintang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2001). Kamus besar bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depkes RI. (2006). Lebih 1,2 juta remaja Indonesia sudah lakukan seks
pranikah. 14 oktober 2011.
http://www.lintasberita.com/Nasional/Politik/Lebih_12_Juta_Remaja_Indo
nesia_Sudah_Lakukan_Seks_Pranikah.
Dhe de. (2002). Perilaku seks pranikah pada remaja. 13 Oktober 2011.
http://www.e-psikologi.com/remaja/030602.html.
Dhimas. (2008). Perubahan orientasi pacaran pada remaja. 30 Maret 2012.
http://cintastrawberry.890m.com/dms_pdf.php?id=6.
Etikariena, A. (1998). Hubungan antara mitos tentang seksualitas dengan
keserbabolehan perilaku seksual pranikah pada remaja ABG di Jakarta.
Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. Fakultas Psikologi UI, Depok.

61 Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


62

Faridah & Herawati. (2006). Pemahaman perawat tentang aspek psikososial klien
HIV/AIDS di RSUD Tangerang. Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.
Friedman, Marlyn M. (1998). Praktik keperawatan keluarga: teori, pengkajian,
diagnosa, dan intervensi. Toronto: Appleton&Lange.
Gunarsa, Singgih D. (2004). Psikologi praktis: anak, remaja dan keluarga.
Jakarta: Gunung Mulia.
Gunarsa Y.S.D. (2004). Psikologi remaja. Jakarta : Gunung Mulia.
Hastopo, S.P. (2007). Analisa data kesehatan. Depok: FKM UI
Hawari, Dadang. (1996). Al-Qur’an ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa.
Jakarta: PT. Dhana Bakti Prima Yasa.
Hockenberry, M.J. & Wilson D. (2009). Wong essential’s of pediatric nursing
eight edition. St louis, Misouri: Mosby.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. 4th Ed. Tokyo : Mc Graw-Hiv.
Iskandar, Meiwita B. (1997, Mei). Hasil uji coba modul reproduksi sehat anak &
remaja untuk orang tua. Makalah pada Lokakarya Penyusunan Rencana
Pengembangan Media, diselenggarakan oleh PKBI, Jakarta.
Kartini Kartono. (1982). Peranan keluarga memandu anak, sari psikologi
terapan. Jakarta: Rajawali Press.
Karota, Evi., Ariani, Yesi. (2005). Persepsi orang tua terhadap pendidikan seks
bagi remaja di lingkungan XVII Kelurahan Tanjung Rejo, Medan. 29 Sep-
tember 2011. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15755/1/ruf-
mei2005-%20%282%29.pdf.
Longmore, Monica A., et al. (2001). Preadolescent parenting strategies and
teens’dating and sexual initiation: A longitudinal analysis. Journal of
Marriage and Family, 1, 2, 7, 11.
Maryati, K & Suryawati, J. (2001). Sosiologi I. Jakarta : Erlangga.
Mu’tadin Z. (2002). Pendidikan seksual pada remaja. 14 oktober 2011.
http//:www.epsikologi.com.
Ningsih, D.S. (2008). Hubungan informasi-informasi porno di media massa
dengan perilaku seksual remaja SMA 109 Jakarta Selatan. Laporan

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


63

Penelitian Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas


Indonesia, Depok.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Plan. (2004). Perilaku seksual dan pacaran sehat (Booklet).
Polit, D.F., and Hungler, B.P. (1999). Nursing research: principle and methods.
6th edition. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan
praktek. (Yasmin Asih, Penerjemah). (Ed. 4). Jakarta: EGC.
Praptiani, Wuri. (2008). Hubungan karakteristik remaja dengan persepsi
mengenai perilaku seks pranikah di RW 04, Kelurahan Pondok Bambu,
Jakarta. Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.
Ramie, A. (2006). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecenderungan
remaja melakukan hubungan seksual (intercourse) pranikah di Indonesia.
Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Depok.
Rice, F.P. (1990). The adolescent: development, relationship and culture. 6th
edition. Allyn & bacon: Boston
Rosa, Deta Ratna Kurnia, dkk. (2010). Perbedaan persepsi remaja putra dan
remaja putri tentang perilaku seks pranikah di SMKN 62 Jakarta. Laporan
Penelitian Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, Depok.
Sabri, L., dan Hastopo, S.P. (2006). Statistika kesehatan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Santoso, H. (2006). Kontribusi karakteristik demografi remaja dan faktor
eksternal terhadap risiko penyimpangan perilaku seks pranikah remaja.
Tesis yang tidak diterbitkan. FIK UI, Depok.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


64

Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan remaja). (Shinto B. Adelar


dan Sherly Saragih, Penerjemah). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sarwono W.S. (2003). Psikologi remaja. Jakarta: Grafindo Persada.
Scipien, G.M., and Barnard, M.V. (1986). Comprehensive pediatric nursing. New
York: Mc Graw-Hill
Setiono, L. (2002). Beberapa permasalahan remaja. 13 April 2012. http://www.2-
psikologi.com/remaja/120802:htm
Siti Rokhmawati Darwisyah. (2008). Seksualitas remaja Indonesia. 14 oktober
2011. http://www.kesrepro.info/?q=node/366.
Soetjiningsih. (2006). Remaja usia 15 - 18 tahun banyak lakukan perilaku seksual
pranikah. 14 oktober 2011.
http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1659.
Spinthall, N and Collins, W. (1995). Adolescent Psychology: A development
view. 3th edition. New York: McGraw-Hill, Inc.
Stuart, Gail W and Laraia, Michele T. (1998). Principles and practice of
psychiatric nursing sixth edition. St. Louis Missouri: Mosby.
Sugiyati, S. (2008). Remaja & kesehatan reproduksi. 9 April 2012.
http://www.hupelita.com/baca.php?id=51875.
Sumartini. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap
remaja kelas 2 terhadap kesehatan reproduksi di SMPN 266 Cilincing
Jakarta Utara tahun 2010. Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Supartini, Yupi. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2003). Asuhan keperawatan keluarga:aplikasi dalam praktik. Jakarta:
EGC.
Suryoputro A., Nicholas J.F., Zahroh S. (2006). Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah: implikasinya
terhadap kebijakan dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Makara
Kesehatan. vol.10. no.1 juni 2006: 29-40.
Tirtarahardja, U & S.L. La Sulo. (2005). Pengantar pendidikan. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


65

Umsoniah, S. (2008). Perilaku berpacaran santriawati (studi deskriptif


santriawati pondok pesantren kedunglo al munadhdhoroh desa bandar lor
kecamatan mojoroto kotamadya kediri). 10 April 2012.
http://digilib.unej.ac.id/go.phd?id=gdlhub-gdl-grey-2008-sitiumsoni-
2319&PHPSESSID=7556b7345f7a0ef9e18c9ff28c80810c.
Urip Puji Widodo. (n.d). Perilaku seks bebas pada seorang alkoholik. 13 Oktober
2011.http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/20
07/Artikel_10502256.pdf.
Wahyurini dan Ma’sum. (2004). Biang keladi perilaku seksual kita. 28 Maret
2012. http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0401/09/muda/789320.htm
Wenti Arumsari. (2010). Kontroversi pacaran di kalangan mahasiswa Islam
sosiologi FISIP UNS. Penelitian pacaran mahasiswa Islam sosiologi,
angkatan 2007-2009. 14 oktober 2011.
http://fisip.uns.ac.id/blog/wentiarum/page/2/.
Wong, Dona L, et al. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik. (Agus Sutarna,
Neti Juniarti & Kuncara, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Youngs, Bettie B. (2001). Taste berries for teens: kisah-kisah remaja yang sarat
inspirasi tentang cinta, hidup, persahabatan, dan saat-saat sulit. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Zakiah Daradjat. (1996). Ilmu jiwa agama.( Cet. Ke-4). Jakarta : Bulan Bintang.

Universitas Indonesia

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


Lampiran 2. Jadwal Penelitian

Jadwal Penelitian

No Kegiatan Oktober November Desember Februari Maret April 2012 Mei 2012 Juni 2012 Juli 2012
2011 2011 2011 2012 2012

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Identifikasi masalah
2 Penentuan Judul
3 Studi kepustakaan
4 Penyusunan proposal
5 Persiapan Administrasi
6 Uji coba dan perbaikan
instrumen

7 Pengumpulan data
8 Pengolahan data
9 Penyusunan laporan

10 Sidang Skripsi
10 Penyerahan laporan
hasil penelitian

11 Penyajian Manuskrip

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


Lampiran 3. Lembar persetujuan penelitian

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN


Yth.
Saudara/i

Dengan hormat,
Saya Dhian Luluh Rohmawati, adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Saya sedang melakukan penelitian dengan judul
“Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran Anak Remajanya
dan Perannya dalam Memberikan Pendidikan Seks” di Desa Kepuhrejo,
Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, dalam rangka memenuhi tugas akhir
program sarjana saya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran yang dilakukan anak
remajanya dan perannya dalam memberikan pendidikan seks.

Saudara/i diharapkan untuk mengisi secara lengkap dan apa adanya sesuai
pengalaman. Dengan mengisi kuesioner tersebut Saudara/i tidak akan mengalami
kerugian apapun dan data-data yang Saudara/i berikan akan dijamin
kerahasiaannya. Hasil data kuesioner tersebut akan diolah menjadi hasil
penelitian, setelah itu akan dimusnahkan apabila penelitian ini sudah selesai.
Apabila Saudara/i tidak bersedia untuk menjadi responden, saya tidak akan
memberikan sangsi apapun dan Saudara/i bebas untuk mengundurkan diri dari
penelitian kapan pun. Diharapkan Saudara/i dapat menyelesaikan pengisian
kuesioner ini antara 10-15 menit.

Apabila Saudara/i bersedia menjadi responden, maka kami mohon kepada


Saudara/i untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilampirkan sesuai petunjuk. Apabila
sewaktu-waktu Saudara/i membutuhkan penjelasan tentang penelitian ini, maka
Saudara/i dapat menghubungi peneliti (Dhian Luluh Rohmawati_085736451710).
Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Magetan, Mei 2012

Dhian Luluh Rohmawati

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


Lampiran 4. Lembar persetujuan menjadi responden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan setuju menjadi responden


dalam penelitian yang berjudul “Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku
Berpacaran Anak Remajanya dan Perannya dalam Memberikan Pendidikan
Seks” di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan yang
dilakukan oleh: Dhian Luluh Rohmawati (085736451710)

Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak mengakibatkan kerugian apapun


terhadap saya. Jawaban yang saya berikan merupakan jawaban yang sebenarnya
tanpa paksaan dari pihak manapun. Saya juga mengetahui bahwa data-data yang
saya berikan ini nantinya akan dirahasiakan, hanya digunakan untuk kepentingan
pengolahan data, dan setelah itu akan dimusnahkan.

Demikian pernyataan ini saya tanda tangani tanpa paksaan.

Magetan, ............. 2012

(Responden)

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


Lampiran 5. Kuesioner Penelitian

Tanggal penelitian :
Kode responden :
KUESIONER PENELITIAN

A. Data Umum
1. Status orang tua : a. Lengkap (ayah dan ibu) ( )
b. Ayah ( )
c. Ibu ( )
2. Jumlah anak : a. 1-3 ( )
usia remaja b. 4-6 ( )
c. 7-9 ( )
3. Agama : a. Islam ( ) d. Budha ( )
b. Kristen ( ) e. Lain-lain ( )
c. Hindu ( )
4. Pendidikan Terakhir : a. Tidak sekolah ( ) d. SMA dan sederajat ( )
(orang tua) b. SD ( ) e. Perguruan Tinggi ( )
c. SMP dan sederajat ( )
5. Pekerjaan : a. PNS ( ) f. Ibu Rumah Tangga ( )
(orang tua) b. Pegawai Swasta ( ) g. Lainnya................. ( )
c. Petani ( ) (sebutkan)
d. Pedagang ( )

Kuesioner A : Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran dan


Pergaulan Anak Remajanya
Petunjuk Pengisian Kuesioner A
1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan teliti.
2. Jawablah pernyataan berikut dengan memberikan tanda (√) atau silang (X)
di kolom yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
3. Jika Ibu/Bapak salah dalam memilih beri tanda (√) dan beri tanda (√)
kembali pada jawaban yang sesuai.
4. Ibu/Bapak dapat bertanya langsung kepada peneliti jika ada kesulitan
dalam mengisi pertanyaan dalam kuesioner.

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


Lampiran 5. Kuesioner penelitian (lanjutan)

5. Keterangan kuesioner A:
Sering = ≥ 3 kali
Pernah = 1-2 kali
Tidak pernah = tidak pernah dilakukan

Berikut ini manakah perilaku pacaran yang Ibu/Bapak lihat/ketahui dilakukan

No. Perilaku Pacaran Remaja Sering Pernah Tidak Tidak


pernah tahu
1. Saling menelpon
2. Pergi ke tempat rekreasi
3. Duduk –duduk atau main di rumah saja
4. Pergi jalan-jalan / keliling kampung/ kota
5. Pegangan / bergandengan tangan
6. Duduk berdekatan / berhimpitan
7. Pulang sekolah terlambat karena pergi
dengan pacar
8. Malam minggu pulang larut malam
9. Menyimpan gambar porno di HP
10. Berpelukan
11. Berciuman
12. Berduaan di tempat sepi
13. Meraba alat kelamin pacar
14. Telepon atau sms porno
15. Melakukan aktivitas seksual (“ML” atau
bersetubuh)
oleh anak ibu/bapak ketika dia sedang berduaan dengan pacarnya!

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


Lampiran 5. Kuesioner penelitian (lanjutan)

KUESIONER B : Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks


Petunjuk Pengisian Kuesioner B
1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan teliti.
2. Jawablah pernyataan berikut dengan memberikan tanda (√) pada kolom
yang telah disediakan
3. Jika Ibu/Bapak salah dalam memilih beri tanda (√) dan beri tanda (√)
kembali pada jawaban yang sesuai.
4. Ibu/Bapak dapat bertanya langsung kepada peneliti jika saudara kesulitan
dalam mengisi pertanyaan dalam kuesioner.
5. Keterangan kuesioner B :
Selalu (Sl) : dilakukan lebih dari 5x
Sering (Sr) : dilakukan 3- 5x
Jarang (J) : dilakukan kurang dari 3x
Tidak pernah TP) : tidak pernah dilakukan

Jawablah pertanyaan di bawah ini!


Sl=selalu, Sr=sering, J=Jarang, TP=tidak pernah
No. Pernyataan Sl Sr J TP

1. Saya menjelaskan bagaimana anak harus


berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya.
Contoh : anak perempuan: dilarang
memanjat pohon. Anak laki-laki dilarang
bermain boneka.
2. Saya menjelaskan batasan dalam berpacaran
3. Saya menanyakan bagaimana atau apa saja
yang dilakukan anak saya ketika berduaan
dengan pacarnya
4. Saya berdiskusi dengan anak terkait
kemungkinan hamil karena pacaran
5. Saya berdiskusi dengan anak terkait
penyakit akibat hubungan seksual waktu
pacaran
6. Saya berdiskusi dengan anak terkait perilaku
memegang payudara / alat kelamin pacar
7. Saya menjelaskan tentang bahaya seks di
luar nikah ( berciuman, berpelukan)

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


Lampiran 5. Kuesioner penelitian (lanjutan)

No. Pernyataan Sl Sr J TP

8. Saya mengajak diskusi tentang dampak


negatif melihat gambar, menonton film, dan
membaca cerita khayalan tentang seks
9. Saya menjelaskan bahwa memamerkan
bagian tubuh yang sensitif kepada lawan
jenis maupun sesama jenis merupakan
perilaku menyimpang
10. Saya menjelaskan bahwa menyentuh bagian
tubuh yang sensitif pada sesama jenis
maupun lawan jenis untuk merangsang
dorongan seksual adalah hal terlarang
11. Saya menjelaskan bahwa mencium atau
meraba bagian tubuh pasangan sebelum
menikah adalah hal terlarang
12. Saya menjelaskan informasi tentang bahaya
melakukan hubungan seks sebelum menikah
13. Saya menjadi teman curhat anak ketika dia
mengalami masalah dengan pacarnya.
14. Saya memberi semangat dan nasehat jika
anak mengalami masalah pacarnya.
15. Saya memberi dukungan / support ketika
anak punya masalah dengan teman lawan
jenis / pacar
16. Saya menyarankan anak untuk tidak
berpacaran sebelum bekerja
17. Saya menyarankan anak untuk menjaga
jarak dengan lawan jenis/ pacarnya
18. Saya mencari tahu keberadaan anak saya
jika pulang malamketika pergi berduaan
dengan pacarnya
19. Saya mengecek HP anak remaja saya

***Terima Kasih Atas Partisipasinya***

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.


Lampiran 6. Daftar riwayat hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Biodata

Nama : Dhian Luluh Rohmawati


Tempat/Tanggal Lahir : Magetan / 9 April 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Golongan Darah :B
Alamat : Jl. Pinang I , No. 5 RT 002/03 Kelurahan Pondok
Cina, Kecamatan Beji Depok 16424
Desa Kepuhrejo RT 07 RW 01 Kecamatan
Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur 63383
Telepon/HP : 085736451710
Email : dhian.luluh@ui.ac.id
dhilu_lura@yahoo.com

II. Riwayat Pendidikan


1. TK Dharma Wanita : 1995-1996
2. SDN Kepuhrejo 2 : 1996-2002
3. SMPN 1 Kawedanan : 2002-2005
4. SMAN 1 Madiun : 2005-2008
5. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia : 2008-sekarang

Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.

You might also like