Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
i
Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Keperawatan
i
Pengetahuan orang..., Dhian Luluh Rohmawati, FIK UI, 2012.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NPM : 0806333751
Tanda Tangan :
ii
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
iii
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Hayuni Rahmah S.Kp., MNS selaku Dosen Pembimbing skripsi dan
pembimbing Akademik peneliti yang telah menyediakan waktu, tenaga
dan pikirannya untuk membimbing dalam penyusunan skripsi ini;
2. Ibu Kuntarti, S.Kp., M. Biomed., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Ilmu Keperawatan;
3. Ibu Mustikasari S.Kp., MARS sebagai Dosen penguji yang telah
memberikan masukan pada penyusunan skripsi ini;
4. Ibu Ns. Dwi Nurviyandari, Skep, MN selaku Pembimbing dalam
penyusunan proposal pada Mata ajar Metodologi Riset;
5. Orang Tua dengan anak remajanya Desa Kepuhrejo Kec.Takeran, Kab.
Magetan, Jawa Timur yang bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini;
6. Ibu, Mas Dhupit, Mbak Lina, dan Mbak Hana yang selalu memberikan
dukungan, baik moril berupa doa, semangat, dan motivasi, maupun
materiil sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
baik;
7. Teman-teman satu angkatan 2008 yang peduli yang telah membantu
dalam memberikan ide-ide tambahan khususnya teman satu bimbingan :
Sonya dan Ipul;
iv
Penulis
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 4 Juli 2012
Yang menyatakan
vi
ABSTRACT
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
Kehidupan yang penuh gejolak ini sering kali membuat remaja mencoba untuk
berinteraksi dengan lawan jenis atau berpacaran. Namun, gaya pacaran yang
dilakukan sering kali membuat remaja terjerumus pada perilaku seksual yang
bebas bahkan menyimpang. Kondisi ini sering disebut dengan perilaku seksual
pranikah. Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong
oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar
perkawinan yang sah (Sarwono, 2003).
1 Universitas Indonesia
Perilaku seksual pada remaja yang berpacaran dapat diwujudkan dalam tingkah
laku yang bermacam-macam yaitu mulai dari perilaku rendah, sedang maupun
tinggi seks pranikah. Menurut Sarwono (2003) perilaku seksual pada remaja
berpacaran mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium
pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju, memegang
buah dada di balik baju, memegang alat kelamin di atas baju, memegang alat
kelamin di bawah baju, dan melakukan senggama. Menurut Sambas (2005)
aktivitas seksual melalui beberapa tahapan, yaitu mulai dari memandang ke arah
tubuh namun menghindari kontak mata, melakukan kontak mata, berbincang-
bincang berdua, berpegangan tangan, berpelukan dengan tangan memeluk pada
bagian pinggang, berciuman bibir, berciuman bibir disertai dengan menyentuk
wajah dan rambut pasangan disertai dengan menyentuh tubuh pasangan,
bercumbu bagian dada, merangsang daerah genital dengan menggunakan tangan
atau mulut, dan memasukkan alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan.
Jumlah remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah di Indonesia saat ini
mengalami peningkatan. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun
2002-2003, didapatkan remaja perempuan di Indonesia usia 14-19 tahun mengaku
mempunyai teman sebaya yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah
sebesar 34,7% dan remaja laki-laki mencapai 30,9%. Data Depkes RI (2006),
menunjukkan jumlah remaja umur 10-19 tahun di Indonesia sekitar 43 juta
(19,61%) dari jumlah penduduk. Sekitar satu juta remaja pria (5%) dan 200 ribu
remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan
hubungan seksual. Wenti (2008) mengemukakan bahwa berdasarkan survey
Komnas Perlindungan Anak tahun 2008, pada 33 propinsi mengenai perilaku
seksual remaja masa kini mendapatkan hasil bahwa 97% remaja SMP dan SMA
pernah menonton film porno, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah berciuman,
meraba alat kelamin atau melakukan oral sex, 62,7% remaja SMP dan SMA tidak
perawan lagi dan 21,2% remaja SMP dan SMA pernah melakukan aborsi.
Pemahaman yang salah mengenai makna pacaran pada remaja menjadikan mereka
mencoba untuk bereksperimen mengenai masalah seks tanpa menyadari bahaya
Universitas Indonesia
yang timbul dari perbuatannya. Menurut Boyke (2005) cinta dan seks adalah salah
satu masalah terbesar dari remaja. Akibat buruk dari petualangan cinta dan seks
yang salah di saat remaja mengakibatkan terjadinya kehamilan remaja, keguguran
kandungan, terputusnya sekolah, perkawinan usia muda, perceraian, penyakit
kelamin, dan penyalahgunaan obat.
Universitas Indonesia
Remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua ketika
permasalahan yang ditimbulkan oleh perilaku seksualnya mulai bermunculan.
Remaja lebih senang menyimpan dan memilih jalannya sendiri tanpa berani
mengungkapkan kepada orang tua. Hal ini disebabkan karena kurang perhatiannya
orang tua terhadap anak terutama masalah seks yang dianggap tabu untuk
dibicarakan serta kurang terbukanya anak terhadap orang tua karena anak merasa
takut untuk bertanya (Dhe de, 2002).
Sebagian besar orang tua yang seharusnya memberikan pendidikan seks di rumah,
ternyata tidak membekali anak mereka dengan pengetahuan yang mereka
butuhkan (Bell, 1987; Harris, 1987, dalam Conger, 1991). Pengetahuan keluarga
(orang tua) dan masyarakat di Indonesia pada umumnya juga masih sangat kurang
mengenai seksualitas. Sebagian besar masyarakat masih percaya pada mitos
tentang seksualitas adalah tabu untuk dibicarakan. Kurangnya pengetahuan
tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, budaya, agama,
dan kurangnya informasi terkait dengan seksualitas dan perilaku seksual yang
dilakukan remaja (Soetjiningsih, 2004).
Orang tua banyak juga yang tidak termotivasi untuk memberikan informasi
mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu
Universitas Indonesia
Orang tua harus mengetahui bahwa mereka sangat berperan dalam membantu
anak remaja melewati masa remajanya dengan baik. Tujuannya adalah
menyadarkan orang tua bahwa berbagai perubahan atau gejolak yang dialami oleh
anak remaja merupakan sesuatu yang alamiah dan tidak terhindarkan. Anak
remaja dalam kebingungan menghadapi hal itu dan justru mereka sangat
mengharapkan bantuan orang tua, namun mereka sulit mengungkapkannya. Peran
orang tua sangat dharapkan oleh anak remaja, terutama peran ibu sebagai pendidik
yang mampu mengatur dan mengendalikan anak (Gunarsa, 2004). Ibu dapat
dengan mudah berbicara dengan anak di rumah mengenai pendidikan seks karena
kedekatan ibu lebih kuat dibanding ayah. Seorang ibu dengan sabar menanamkan
sikap-sikap, kebiasaan pada anak, tidak panik di dalam keluarga menghadapi
gejolak anaknya, akan memberi rasa tenang dan nyaman (Gunarsa, 2004). Selain
ibu, peran ayah juga dibutuhkan sebagai pelindung yang tegas di dalam keluarga.
Oleh karena itu orang tua yang semestinya secara arif dan bijaksana mendekatkan
diri kepada anak remaja untuk menjadi sahabat bagi mereka (Mu’tadin,2002).
Universitas Indonesia
berpacaran yang dilakukan anak remajanya dan bagaimana peran orang tua dalam
memberikan pendidikan seks di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3. Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan cara memberikan pendidikan
seks yang efektif pada remaja sehingga mengurangi perilaku seksual pranikah
pada remaja.
4. Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan sebagai sumber data atau informasi
pengembangan penelitian selanjutnya khususnya dengan meneliti lebih dalam
variabel-variabel lain yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi
pengetahuan orang tua tentang perilaku seksual pranikah pada remaja dan
perannya dalam memberikan pendidikan seks.
Universitas Indonesia
2.1 Remaja
2.1.1. Definisi Remaja
Istilah remaja berasal dari kata lain adolescene (kata bendanya, adolescentia yang
berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock,
1996). Remaja adalah mulai dewasa atau sudah sampai umur untuk kawin, bukan
anak-anak lagi (Sadily, 2008). Stuart and Sundeen (1995) mengatakan remaja
adalah masa transisi, suatu masa dimana periode anak-anak sudah terlewati dan
disatu sisi belum dikatakan dewasa.
Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak dan dewasa dimana pada
masa ini terdapat perubahan-perubahan biologis, intelektual, psikososial, dan
ekonomi (Hockenberry and Wilson, 2007). Pada masa ini individu mencapai
kematangan fisik dan seksual, kemampuan pola pikir yang lebih berkembang dan
membuat keputusan mengenai pendidikan dan pekerjaan yang akan membentuk
karir mereka di saat dewasa (Wong, 2003).
Rentang usia remaja dikelompokkan menjadi beberapa bagian oleh beberapa ahli.
Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-
23 tahun. Menurut Potter dan Perry (2004), remaja adalah periode perkembangan
dimana individu mengalami peralihan dari masa kanak-kanak dan menuju masa
dewasa, biasanya antara usia 13 sampai 20 tahun. Di Indonesia, menurut Undang-
Undang No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditetapkan batasan remaja
adalah seorang individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.
Departeman kesehatan Republik Indonesia (2005) menetapkan batasan usia
remaja antara 10-19 tahun.
9 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ciri-ciri pada tahap ini adalah usia 17-20 tahun, merupakan tahapan masa
peralihan dari anak-anak menuju ke dewasa, mengembangkan keterampilan untuk
mendapatkan peran, mulai bekerja dan menentukan masa depan, terjadi
perkembangan hubungan seperti orang dewasa, berusaha mengembangkan sense
of personal identity, mempunyai keinginan yang kuat untuk diterima dan
kelompok orang dewasa.
Menurut Kozier (1999) perkembangan yang terjadi pada usia remaja antara lain:
perkembangan biologis atau fisik, kognitif, moral, spiritual, dan psikososial.
a. Perkembangan biologis atau fisik
Perubahan biologis terjadi karena adanya perubahan hhorman akibat stimulasi
pada hipotalamus yang berkaitan dengan masa pubertas yang terjadi pada masa
remaja. Pada masa remaja ini pertumbuhan dan perkembangan fisik
berlangsung sangat cepat. Remaja perempuan dan laki-laki mempunyai
beberapa perbedaan yaitu:
Remaja dengan jenis kelamin laki-laki ciri perubahan fisik yang terjadi adalah
meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan ukuran penis,
testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya rambut pubis, wajah.
Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan mengalami ejakulasi,
sebelum organ seksnya matang sekitar usia 12 – 14 tahun. Ejakulasi terjadi
pertama kali mungkin saat tidur (emisi nokturnal), dan sering diinterpretasikan
Universitas Indonesia
sebagai mimpi basah dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu
yang sangat memalukan. Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui
bahwa meski ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka
akan segera menjadi subur.
b. Perkembangan kognitif
Menurut Piaget (1969) dalam Setiono (2002) perkembangan kognitif remaja
telah mencapai fase operasional formal. Kemampuan ini mulai muncul pada
umur 11-13 tahun yang meliputi kemampuan berpikir secara abstrak, tentang
kemungkinan dan hipotesa. Berpikir secara abstrak maksudnya dengan
menggunakan simbol-simbol dan mampu berpikir untuk masa dengan. Berpikir
tentang kemungkinan yaitu membayangkan kemungkinan tentang kejadian
yang akan terjadi pada masa yang akan datang, termasuk masalah pendidikan,
pekerjaan situasi dan penampilan yang ideal. Berpikir secara hipotesis berarti
cara berpikir remaja yang disertai dengan observasi serta alasan-alasan yang
mendukung hal tersebut.
c. Perkembangan moral
Perkembangan moral menurut Kohlberg (1968) dalam Setiono (2002) memiliki
dua pembagian yaitu konvensional dan non konvensional. Konvensional
berhubungan dengan remaja yang sangat patuh pada peraturan dan hukum di
masyarakat. Tahap post konvensional mulai menanyakan peraturan dan hukum
yang berlaku. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku,
sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.
Universitas Indonesia
Peranan orang tua atau pendidik sangat besar dalam memberikan alternatif
jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh remaja. Orang tua yang bijak
akan memberikan lebih dari satu alternatif jawaban supaya remaja itu bisa
berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Jika orang tua tidak memberikan
jawaban terhadap apa yang ditanyakan anak, remaja tersebut akan mencari
jawabannya di luar lingkaran orang tua dan nilai yang dianutnya. Hal ini akan
berbahaya jika lingkungan baru memberi jawaban yang tidak diinginkan atau
bertentangan dengan yang diberikan oleh orang tua.
d. Perkembangan spiritual
Menurut Fowler (1981) dalam Setiono (2002) perkembangan spiritual ada pada
tahap konvensional atau sintesis. Remaja belajar untuk memodifikasi
kepercayaan dengan membandingkan kepercayaan yang dimilikinya dengan
teman-teman dan orang lain, kemudian menentukan apa yang dipercayai sesuai
dengan perspektifnya.
e. Perkembangan psikososial
Perkembangan psikososial pada remaja berhubungan dengan perubahan
psikososial, yaitu perubahan identitas diri versus kebingungan akan peran diri
(Ericson, 1960 dalam Setiono, 2002). Perkembangan ini dapat diidentifikasi
oleh penampilan fisik, peran jenis kelamin, hubungan sosial, dan keanggotaan
mereka dalam kelompok, pekerjaan, agama, afiliasi politik, ideologi serta
penyesuaian psikologi dan perluasan kepribadian mereka. Dalam perjalanan
mencari identitas diri, remaja sadar bahwa mereka memiliki kekuatan untuk
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pernyataan verbal. Perilaku dalam bentuk verbal bertujuan untuk memastikan dan
mendapat pengakuan dari orang yang dicintainya berani dan percaya diri
mengungkapkan rasa cinta baik melalui telepon, memberi suatu benda yang
berupa lambang cinta seperti coklat, boneka, dan lainnya atau mengungkapkan
rasa cinta di hadapan pacar dan teman-temannya. Ketiga, perilaku berpacaran
dalam bentuk pengungkapan diri. Pasangan remaja saling mengungkapkan
hatinya kepada pacar dalam bentuk pengungkapan perasaan agar perasaan yang
terpendam atau permasalahan yang dipendam dapat dibantu untuk dicarikan
solusinya. Keempat, perilaku berpacaran dengan memberi materi atau hadiah.
Memberikan hadiah sebagai bentuk perhatian, memberikan hadiah di saat ulang
tahun, mendapatkan prestasi atau setelah bertengkar sebagai penebusan rasa dosa
dan permohonan maaf.
Perilaku berpacaran pada penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tingkatan yang
didasarkan pada perilaku yang berisiko ke perilaku seksual pranikah yaitu: risiko
rendah, sedang dan tinggi.
a. Perilaku berpacaran berisiko rendah seks pranikah
Kelompok ini antara lain perilaku yang saling mengungkapkan rasa sayang,
saling bertukar cerita baik secara langsung maupun melalui telepon.
b. Perilaku berpacaran berisiko sedang seks pranikah
Kelompok berisiko sedang melakukannya dengan bergandengan tangan,
berpelukan, dan mencium kening atau pipi.
c. Perilaku berpacaran berisiko tinggi seks pranikah
Kelompok berisiko tinggi yaitu berciuman bibir, mencium leher, saling meraba
(payudara dan alat kelamin), dan berhubungan seksual.
Universitas Indonesia
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Meston dan Buss (2007) ada empat
alasan mengapa seseorang melakukan hubungan seksual yaitu alasan fisik, alasan
pencapaian tujuan, alasan emosional, dan alasan ketidakamanan. Alasan fisik
Universitas Indonesia
meliputi untuk menurunkan stress, kenikmatan, daya tarik fisik dan pencarian
pengalaman. Alasan pencapaian tujuan meliputi untuk mendapatkan sesuatu (gaji,
pangkat, jabatan, dll), meningkatkan status sosial, balas dendam, dan untuk
menghilangkan rasa sakit kepala. Alasan emosional meliputi sebagai wujud cinta
dan sayang. Sedangkan alasan ketidakamanan meliputi mendorong rasa percaya
diri, merasa kewajiban dan paksaan, dan menjaga perasaan pasangan.
Mengumpulkan informasi mengenai sikap dan tingkah laku seks tidaklah mudah.
Orang yang biasanya mau menjawab pertanyaan yang diajukan pada sebuah
survei seksual adalah orang yang memiliki sikap dan tingkah laku seks yang
liberal/bebas (Holanes dalam Santrock, 2003). Penelitian yang dilakukan memiliki
keterbatasan dikarenakan keengganan individu untuk menjawab pertanyaan
mengenai hal-hal yang sangat pribadi secara terus terang, individu menolak untuk
membicarakan seks dengan orang yang tidak dikenal dan ketidakmampuan
peneliti mendapatkan jawaban apapun secara jujur.
Sebagian tingkah laku seks memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak
menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial.
Tetapi sebagian perilaku seks yang dilakukan sebelum waktunya (seks pra nikah)
justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah,
depresi, marah, dan agresi (Mu’tadin, 2002).
Masalah seksualitas masih menjadi bahan yang menarik untuk dibicarakan sampai
saat ini. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah melekat pada
diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh manusia, karena dengan seks
makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya. Terutama
pada remaja, karena perilaku seks yang dilakukan sebelum waktunya memiliki
banyak dampak bagi diri sendiri, keluarga, orang lain, masyarakat, dan bangsa.
Perilaku seks pada remaja yang tidak bertanggung jawab bisa menghancurkan
bangsa ini, karena pemuda adalah aset termahal bangsa.
Universitas Indonesia
Menurut Gunawan (2006) orang tua tunggal atau single parent adalah orang yang
melakukan tugas sebagai orang tua (ayah atau ibu) seorang diri, karena kehilangan
atau terpisah dengan pasangannya. Menurut Duval dan Miller (1985) orang tua
tunggal adalah orang tua yang memelihara dan membesarkan anak-anaknya tanpa
kehadiran dan dukungan dari pasangannya.
Kesimpulan dari penjelasan tersebut bahwa orang tua adalah komponen keluarga
yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan
yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung
jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk
mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan
bermasyarakat.
Universitas Indonesia
Orang tua adalah bagian dari keluarga, yang merupakan tempat pendidikan dasar
utama untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu keluarga juga
merupakan tempat anak didik pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan
dari orang tua atau dari anggota keluarga lainnya. Keluarga adalah tempat
meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda. Pada
usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidikannya. Oleh karena itu,
orang tua mempunyai peran yang sangat besar dalam pembentukan kejiwaan anak
serta mempengaruhi kehidupan sang anak.
Kedua, sebagai suami yang penuh pengertian dan memberi rasa aman. Ayah
sebagai suami yang memberikan keakraban, kemesraan bagi istri. Suasana
keluarga bisa terpenuhi dengan baik jika terjalin hubungan baik suami-istri.
Universitas Indonesia
Kedua, ibu merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten.
Beliau harus mempertahankan hubungan-hubungan dalam keluarga. Ibu
menciptakan suasana yang mendukung kelancaran perkembangan anak dan semua
anggota keluarga yang lain. Seorang ibu yang sabar menanamkan sikap-sikap,
kebiasaan pada anak, tidak panik dalam menghadapi gejolak di dalam maupun di
luar diri anak, akan memberi rasa tenang dan rasa tertampungnya unsur-unsur
keluarga. Sikap ibu yang mesra terhadap anak akan memberi kemudahan bagi
anak yang lebih besar untuk mencari hiburan dan dukungan pada orang dewasa,
dalam diri ibunya. Seorang ibu yang merawat dan membesarkan anak dan
keluarganya tidak boleh dipengaruhi oleh emosi atau keadaan yang berubah-ubah.
Ketiga, ibu mendidik, mengatur dan mengendalikan anak. Ibu juga berperan
dalam mendidik anak dan mengembangkan kepribadiannya. Pendidikan juga
menuntut ketegasan dan kepastian dalam melaksanakannya. Ibu dalam
memberikan ajaran dan pendidikan harus konsisten, tidak boleh berubah-ubah.
Universitas Indonesia
Keempat, menjadi contoh dan teladan bagi anak. Seorang ibu harus memberikan
contoh dan teladan yang dapat diterima dalam mengembangkan kepribadian dan
membentuk sikap-sikap anak. Dalam pengembangan kepribadian, anak belajar
melalui peniruan terhadap orang lain. Apabila seorang ibu menginginkan anak
yang jujur, ramah, menanamkan kelembutan maka ibu harus mencontohkan hal
tersebut kepada anak.
Kelima, ibu memberi rangsangan dan pelajaran. Seorang ibu juga memberi
rangsangan sosial bagi perkembangan anak. Sejak bayi pendekatan ibu dan
percakapan dengan ibu memberi rangsangan bagi perkembangan anak,
kemampuan bicara dan pengetahuan lainnya. Pada saat anak masuk sekolah, ibu
menciptakan suasana belajar yang nyaman untuk anak agar senang belajar di
rumah. Rasa kasih sayang yang ada pada ibu ini akan memberi rasa aman yang
diperlukan setiap anggota keluarga.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Indonesia”, didapatkan bahwa sebanyak 21% remaja pria dan 24,7% remaja
perempuan mengaku mendapatkan informasi tentang seks dari media massa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2008), media massa yang
paling banyak digunakan responden sebagai sumber untuk mendapatkan informasi
seks adalah televisi sebesar 72 orang (96%) dan yang paling sedikit adalah koran
yaitu sebesar 30 responden (30%).
Rumah ibadah atau pengajian dari para tokoh agama juga dapat dijadikan sarana
untuk memberikan informasi pendidikan seks. Ketika mengisi kajian keagamaan,
tokoh agama akan memberikan pesana-pesan moral remaja, sehingga remaja
mempunyai nilai dan norma dalam kehidupannya.
Perawat merupakan salah satu sumber yang penting bagi remaja (Wong, 2009).
Hal ini dikarenakan perawat lebih mengetahui tumbuh kembang kematangan
organ seksual pada anak, fungsi organ tersebut, perilaku seks yang seharusnya
dikontrol dan diarahkan pada anak, dan lainnya. Perawat dalam memberikan
pendidikan seks tidak hanya harus memahami aspek-aspek fisiologis seksualitas
dan mengetahui nilai-nilai budaya dan masyarakat, tetapi juga menyadari perilaku,
perasaan, dan kerancuan tentang seksualitas yang ada dalam diri remaja.
Universitas Indonesia
Menurut Gunarsa (2004) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
memberikan pendidikan seks antara lain cara menyampaikannya harus wajar dan
sederhana, jangan terlihat ragu-ragu seperti mengesankan kurang terbuka, terlalu
penting atau istimewa. Isi uraiannya harus objektif; dangkal atau mendalamnya isi
uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan
anak; pendidikan seks harus diberikan secara pribadi karena luas-sempitnya
pengetahuan dengan sepat-lambatnya tahap perkembangan tidak sama masing-
masing anak; usaha melaksanakan pendidikan seks perlu diulang-ulang.
Pertama, peran orang tua adalah sebagai pendidik. Orang tua penting dalam
mendidik anak-anaknya. Menurut Gunadarsa (1991) para ahli umumnya
Universitas Indonesia
sependapat bahwa pendidik terbaik bagi seorang anak adalah orang tua, termasuk
pendidikan dalam bidang seksual. Orang tua atau keluarga mempunyai peran yang
sangat besar dalam pendidikan reproduksi walaupun hanya dalam batas-batas
tertentu. Pemahaman tentang reproduksi pertama kali akan didapatkan dari
keluarga walaupun dalam tahapan minimal, misalnya perbedaan fisik antara alat
kelamin laki-laki dan perempuan (Warso, 2008).
Kedua, orang tua sebagai motivator. Orang tua akan menjadi motivator bagi
anaknya dalam keadaan senang maupun susah. Dukungan moril dan psikologis
sangat dibutuhkan oleh seorang remaja. Dukungan keluarga yang maksimal akan
memudahkan remaja memenuhi tugas perkembangannya. Motivasi diperlukan
remaja ketika mengalami masalah. Masalah ini bisa terjadi karena perubahan yang
dialami remaja, seperti perubahan fisik, psikososial, emosional, dan lainnya.
Ketiga, orang tua sebagai role model/panutan. Orang tua adalah panutan ataupun
tauladan yang menjadi asal percontohan anak. Sebagai seorang tauladan orang tua
harus mampu menunjukkan karisma dan wibawa serta perhatian kepada anak.
Perhatian yang lebih banyak kepada anak akan menunjukkan betapa besar kasih
sayang mereka yang dirasakan oleh anak.
Keempat, orang tua sebagai penasehat / konselor. Orang tua berperan dalam
memberikan petunjuk kemudian membiarkan anak-anak mereka mengambil
keputusan. Orang tua juga akan memberi nasehat apabila remaja melakukan
kesalahan atau sudah muali melakukan perilaku menyimpang.
Kelima, orang tua sebagai teman curhat. Peran ini akan memudahkan orang tua
menjalin komunikasi pada anak. Anak tidak merasa malu lagi ketika ingin
bercerita tentang dirinya. Hal ini dikarenakan rasa kepercayaannya kepada orang
tua sudah baik. Peran ini juga dapat menggali informasi yang sebesarnya dari
remaja tentang apa yang dialami. Remaja sering mencurahkan isi hatinya kepada
orang tua. Hal ini akan membuat remaja merasa nyaman karena masalah yang ada
menjadi hilang.
Universitas Indonesia
Ciri – ciri dari masyarakat desa adalah mempunyai pergaulan hidup yang saling
kenal mengenal antar penduduk. Ada pertalian perasaan yang sama tentang
kesukaan terhadap kebiasaan. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling
umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan
alam. Masyarakat pedesaan ditandai dengan ikatan perasaan batin yang kuat
dengan sesama warga desanya yang mempunyai perasaan bersedia untuk
berkorban, saling mencintai, saling menghormati, dan saling melindungi di dalam
masyarakat. Masyarakatnya homogen dalam hal mata pencaharian, agama, adat
istiadat, dan lainnya (Bintarto, 1989).
Unsur budaya yang terjadi pada masyarakat pedesaan biasanya masih sangat kuat
dan kental. Kondisi yang cukup kuat dan kental ini terkadang sangat
mempengaruhi perkembangan desa, karena terlalu tinggi menjunjung kepercayaan
nenek moyang mengakibatkan sulit untuk melakukan pembaharuan desa. Remaja
dan orang tua pada umumnya merasa takut melanggar nilai-nilai agama dan adat
yang ada di dalam masyarakat. Kebudayaan asing yang masuk sangat kurang
akibat dari budaya yang kental dalam masyarakat. Perubahan tidak dapat
dilaksanakan dengan mudah karena setiap perubahan akan dilihat atau ditinjau
sesuai agama dan adat.
Seiring dengan kemajuan jaman budaya asing tersebut masuk melalui remaja atau
masyarakat yang sudah lama menetap di kota besar (Panut dan Umami, 1999).
Pemerintah juga mulai membangun daerah-daerah pedesaan agar tidak terjadi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kondisi desa yang kaku ini mendukung emosi para remaja yang memberontak
dari kekangan asas dan norma adat yang dianggap sebagai penghalang yang harus
diruntuhkan. Kondisi ini terjadi karena adanya penumpukan hasrat, nafsu dan
naluri yang selalu ingin mengetahui sesuatu hal yang baru. Selain itu hal ini juga
menjadi kekuatan untuk menjadikan semuanya halal di mata remaja dan
lingkungannya. Faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan norma
remaja di desa-desa antara lain: rasa ingin tahu tentang apa yang ditonton dalam
sebuah film, perlawanan atas kekangan yang diterima sejak kecil yang dianggap
tidak sejalan perubahan yang terjadi pada diri mereka secara tidak langsung,
terjadinya pergeseran moral tua maupun muda yang ingin dengan sengaja
menuntut moral yang ada. Lapangnya kesempatan yang tersedia oleh lingkungan
yang sepi juga menjadikan gampang semua dimata mereka untuk melakukan
semuanya.
Kehamilan pra nikah di Desa Kepuhrejo lebih banyak terjadi di kalangan remaja,
hal ini disebabkan oleh karena pergaulan bebas sehingga banyak remaja yang
melakukan hubungan seksual pra nikah. Perubahan sosial masyarakat
berpengaruh terhadap persepsi masyarakat mengenai seks sehingga terjadi
perubahan dalam perilaku seksual mereka. Pengawasan sosial masyarakat desa
yang sangat kuat perlahan-lahan menjadi luntur oleh adanya kecepatan informasi
dan industrialisasi. Disamping itu rendahnya pengetahuan dan pemahaman
terhadap seks dan reproduksi ikut mempengaruhi terjadinya kehamilan pra nikah.
Kondisi sosial keluarga juga berpengaruh terhadap proses terjadinya kehamilan
pra nikah. Keluarga yang kurang harmonis lebih berpotensi untuk menghasilkan
individu yang menyimpang, dalam hal ini penyimpangan dalam perilaku seksual.
Universitas Indonesia
Orang Tua
Tinggi
Pengetahuan Orang
Tua Mengenai
Perilaku Berpacaran Rendah
Anak Remaja
Baik
Peran Orang Tua
dalam Memberikan
Pendidikan Seks
Kurang
Baik
Dalam penelitian ini yang dikaji adalah bagaimana tingkat pengetahuan orang tua
mengenai perilaku berpacaran pada anak remajanya dan bagaimana peran orang
tua dalam memberikan pendidikan seks. Pengetahuan yang dihasilkan dapat
berupa pengetahuan yang tinggi maupun pengetahuan yang rendah. Peran orang
tua yang dimaksud adalah peran orang tua sebagai pendidik, teman curhat,
motivator, penasehat, dan pengawas. Hasil yang diharapkan adalah peran baik/
kurang.
32 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Pekerjaan Status mata pencaharian responden Jawaban kuesioner bagian A Kuesioner 1. PNS Nominal
2. Pegawai Swasta
3. Karyawan / karyawati
4. Pedagang
5. Petani
6. Ibu Rumah Tangga
7. Lain-lain
Pengetahuan Kemampuan orang tua dalam Kuesioner berisi pertanyaan Kuesioner Tinggi jika nilai total Ordinal
orang tua mengetahui, mengenal, perilaku menggunakan skala Likert responden ≥ median
berpacaran dan pergaulan yang dengan memberikan check masing-masing kategori,
dilakukan anak remajanya. list pada salah satu jawaban rendah jika nilai total
Pengetahuan ini dikategorikan “sering”, “pernah”,”tidak responden < median
berdasarkan perilaku berpacaran anak pernah” atau “tidak tahu”. masing-masing kategori.
remajanya yang meliputi perilaku
berpacaran risiko rendah, sedang, dan
tinggi seks pranikah.
Universitas Indonesia
Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Peran orang tua Serangkaian perilaku/sikap orang tua Kuesioner berisi pertanyaan Kuesioner Baik jika nilai total Ordinal
dalam memberikan pendidikan seks dengan menggunakan skala responden ≥ mean masing-
pada remaja, meliputi perannya Likert berisikan: masing jenis peran, kurang
sebagai pendidik/educator, teman Selalu : 4 Jarang :2 baik jika nilai total
curhat, motivator, penasehat, Sering : 3 Tidak pernah : 1 responden < mean masing-
pengawas / controler. masing jenis peran.
Universitas Indonesia
Sampel merupakan sebagian besar dari populasi yang mewakili populasi yang
akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak
remaja dengan usia 10-19 tahun di Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran,
36 Universitas Indonesia
Rumus sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rumus presisi mutlak
(Hidayat, 2007) , yaitu:
2
n= Z 1-α/2 PQ
d2
= 1,96 2x0,5x(1-0,5)
(0,1)2
= 96,04 = 96
Keterangan :
n = jumlah sampel yang diinginkan
Z2 1-α/2 = standar deviasi normal (1,96)
P = proporsi populasi sebagai dasar asumsi sebesar 50%
Q = 1-P (0,5)
d = penyimpangan terhadap populasi / derajat ketepatan yang diinginkan ,
nilainya 0,1 karena penelitian ini menggunakan presisi mutlak
Universitas Indonesia
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2011 sampai akhir Juni 2012.
Kegiatan penelitian diawali dengan kegiatan penyusunan proposal yang dilakukan
mulai Oktober 2011 hingga Maret 2012. Peneliti melakukan uji validitas pada
tanggal 20-22 April 2012. Selanjutnya peneliti mengambil data pada tanggal 18-
25 Mei 2012. Pengolahan data dilakukan pada awal Juni dan penyusunan laporan
hasil penelitian pada akhir bulan Juni 2012.
Universitas Indonesia
yang diberikan oleh responden tidak disebarluaskan dan hanya digunakan pada
kepentingan penelitian saja. Peneliti hanya menyajikan kelompok data tertentu
yang dilaporkan dalam hasil penelitian.
Universitas Indonesia
Bagian ketiga berisi tentang peran orang tua dalam memberikan pendidikan
seks. Kuesioner terdiri dari 19 pertanyaan berdasarkan peran orang tua dalam
memberikan pendidikan seks yang terbagi menjadi enam peran. Kuesioner ini
berisi pertanyaan dengan menggunakan skala Likert. Pertanyaan yang
digunakan menggunakan pertanyaan positif dan negatif. Untuk pertanyaan
positif pilihan “tidak pernah” diberikan nilai 1, pilihan “jarang” diberikan nilai
2, pilihan “sering” diberikan nilai 3, dan pilihan “selalu” diberikan nilai 4.
Untuk pertanyaan negatif pilihan “tidak pernah” diberikan nilai 4, pilihan
“jarang” diberikan nilai 3, pilihan “sering” diberikan nilai 2, dan pilihan selalu
diberikan nilai 1.
Distribusi pertanyaan berdasarkan komponen penelitian dapat dilihat pada tabel
berikut:
No. Peran orang tua No. Soal Jumlah Soal
1. Pendidik 1,2,7,8,9,10,11,12 8
2. Teman curhat 4,5,6,13 4
3. Motivator 14,15 2
4. Penasehat 16,17 2
5. Pengawas 3,19,20 3
Universitas Indonesia
yang sama. Alasan peneliti mengadakan uji coba di desa yang sama karena
karakteristik orang tua dengan remaja mempunyai karakteristik yang sama dengan
tempat penelitian sebenarnya. Orang tua yang telah dilakukan uji coba tidak lagi
menjadi responden. Dari hasil uji coba diperoleh nilai alpa cronbach sebesar
0,811 untuk yang variabel pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran
anak remajanya dan 0,933 untuk yang variabel peran orang tua dalam
memberikan pendidikan seks. Pada variabel pengetahuan orang tua terdapat 8
pertanyaan yang valid dan 7 pertanyaan tidak valid. Peneliti membuang 7
pertanyaan yang tidak valid tersebut dan memodifikasi 7 pertanyaan tersebut
dengan pertanyaan baru. Pada variabel peran orang tua terdapat 5 pertanyaan
yang tidak valid dan peneliti hanya mengambil 19 pertanyaan yang valid.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dalam penelitian ini adalah pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran
anak remajanya dan perannya dalam memberikan pendidikan seks.
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan jenis
variabel. Jenis data yang terdapat dalam penelitian ini berbentuk data kategorik
(skala ordinal dan ordinal). Adapun pengujian yang tepat untuk analisis yang
berbentuk data kategorik adalah uji analisis proporsi.
Universitas Indonesia
Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Responden Tahun 2012 (N=96)
Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)
Status Orang tua
Lengkap 82 85,4
Tunggal (single parent) 14 14,6
Jumlah anak usia remaja
1 s/d 3 90 93,8
4 s/d 6 6 6,2
Agama
Islam 94 97,9
Kristen 2 2,1
Pendidikan terakhir
Tidak sekolah 3 3,1
SD 23 24,0
SMP/sederajat 20 20,8
SMA/sederajat 36 37,5
Perguruan tinggi 14 14,6
44 Universitas Indonesia
Status orang tua dengan anak usia remaja dibagi menjadi dua kategori yaitu
lengkap (ayah dan ibu) dan tunggal (single parent). Dari hasil penelitian
didapatkan data bahwa distribusi status orang tua ini tidak merata. Status orang
tua yang terbanyak adalah orang tua lengkap, yaitu 82 responden (85,4%).
Berdasarkan jumlah anak usia remaja dalam satu keluarga, jumlah yang terbanyak
adalah kategori 1 sampai dengan 3 anak berusia remaja (93,8 %), sedangkan
jumlah anak usia remaja 4 sampai dengan 6 sebesar 6,2 %. Hal ini dikarenakan
jumlah anak di daerah ini berkisar 1-3. Berkaitan dengan agama, didapatkan
bahwa responden mayoritas beragama Islam, yaitu sebesar 97,9% dan yang
beragama kristen hanya sebesar 2,1%. Pendidikan terakhir dibagi menjadi lima
kategori yaitu tidak sekolah, SD, SMP atau sederajat, SMA atau sederajat, dan
Perguruan Tinggi. Pendidikan terakhir orang tua paling banyak adalah lulusan
SMA atau sederajat sebesar 37,5%, sedangkan kategori pendidikan paling sedikit
adalah orang tua yang tidak bersekolah (3,1%). Berdasarkan pekerjaan responden,
hampir setengah responden adalah responden petani (40,6%), sedangkan kategori
pekerjaan paling kecil adalah sebagai perangkat desa yaitu 6,2%.
Universitas Indonesia
Tabel 5.2
Distribusi Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran
Anak Remajanya (N=96)
Universitas Indonesia
Tabel 5.5
Distribusi Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seks (N=96)
Kurang baik Baik Total
Peran orang tua
N % N % N %
Mendidik (X=19,53) 48 50 48 50 96 100
Teman curhat (X=8,17) 40 41,7 56 58,3 96 100
Motivator (X=4,47) 33 34,4 63 65,6 96 100
Menasehati (X=5,35) 47 49 49 51 96 100
Mengawasi (X=6,72) 48 50 48 50 96 100
Universitas Indonesia
Bab ini membahas mengenai interpretasi dan diskusi hasil penelitian yang telah
diuraikan pada bab lima. Peneliti akan membahas hasil penelitian berdasarkan
teori dan konsep serta penelitian-penelitian yang terkait serta pada bab ini juga
akan dijelaskan mengenai keterbatasan penelitian dan implikasi penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh orang tua mempunyai
anak usia remaja berjumlah 1 sampai 3 orang. Jumlah ini menggambarkan kondisi
di Desa Kepuhrejo bahwa orang tua mempunyai anak usia remaja dalam satu
keluarga. Setelah dikaji lebih lanjut, yaitu dilakukan wawancara singkat kepada
48 Universitas Indonesia
Sikap adalah perilaku yang ditafsirkan. Sikap terdiri dari tiga komponen utama
yaitu kepercayaan, keyakinan suatu objek dan kehidupan emosional dan
kecenderungan untuk bertindak (Allpoert (1954) dalam Notoatmodjo (2007)).
Peneliti mendefinisikan kepercayaan sebagai agama yang dianut oleh responden.
Berdasarkan data penelitian, responden terdiri dari 2 kelompok agama, yaitu
responden beragama Islam dan responden beragama kristen. Mayoritas responden
beragama Islam hal ini dikarenakan hampir semua masyarakat di daerah ini
beragama Islam. Berdasarkan konsep Islam, seseorang dilarang berzina atau
berpacaran sebelum menikah, namun sekarang aturan tersebut dilanggar oleh
sebagian besar remaja. Hal ini mengakibatkan timbulnya perilaku seks pranikah di
kalangan remaja. Tidak hanya agama Islam saja, agama lainnya juga tidak
memperbolehkan berhubungan dengan pacarnya sebelum menikah.
Universitas Indonesia
Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerjaan mayoritas orang tua adalah sebagai
petani sebesar sepertiga dari total penduduk dan yang paling sedikit adalah
sebagai perangkat desa. Banyaknya orang tua yang bekerja sebagai petani ini
dikarenakan penelitian ini dilakukan di pedesaan, sehingga mayoritas
masyarakatnya bekerja sebagai petani. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Sianturi (2012), seorang petani biasanya waktu yang disediakan untuk anak lebih
sedikit dari pada waktu di luar rumah sehingga kontak dengan anak menjadi
berkurang. Hal ini mengakibatkan pengawasan dan komunikasi yang kurang
dengan anaknya. Di sisi lain anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dari
orang tua. Kondisi ini mengakibatkan peran orang tua menjadi berkurang karena
kesibukan pekerjaannya.
Universitas Indonesia
tinggi seks pranikah meliputi berpelukan, berciuman, meraba alat kelamin pacar,
telepon atau sms porno dan melakukan aktivitas seksual atau bersetubuh.
Pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran dengan risiko rendah ini
hanya sebagian orang yang mengetahui. Hal ini dikarenakan ada beberapa remaja
yang berpacaran namun tidak diketahui oleh orang tuanya sehingga orang tua
mengatakan bahwa anaknya tidak berpacaran dan tidak melakukan perilaku
tersebut, sehingga pengetahuan orang tua mengenai anak remajanya kurang.
Hanya dua pertiga responden yang mengetahui dan memahami kegiatan perilaku
berpacaran dengan risiko sedang seks pranikah. Hal ini terjadi karena
kemungkinan besar anaknya tidak melakukan hal ini dan setelah di amati dari
perilaku remajanya memang benar remaja tersebut tidak banyak yang melakukan
perilaku ini. Pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran dengan risiko
seks pranikah tinggi karena orang tua memahami bahwa perilaku ini tidak
dilakukan oleh anak remajanya walaupun hal ini rawan terjadi. Namun apabila di
kaji lebih dalam ternyata ada perbedaan di dalam menganalisis data. Jika dilihat
dari perilaku berpacaran anak remajanya mayoritas sudah mengarah ke perilaku
seks pranikah. Selain itu menurut orang tua gaya berpacaran minimal anak
remajanya berupa telepon dengan pacarnya saja, sebaliknya perilaku berpacaran
terindah menurut anaknya adalah lebih dari sekedar menelpon misalnya jalan
berdua dengan pacar, bergandengan tangan, hingga saling mencium. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa beberapa dari orang tua di Desa kepuhrejo masih memiliki
pengetahuan yang rendah mengenai perilaku berpacaran anak remajanya. Oleh
karena itu orang tua perlu berperan dalam memberikan pendidikan seks.
Menurut Gunarsa (2004) pengetahuan orang tua dapat dipengaruhi oleh suasana
keluarga yang baik, artinya hubungan antar keluarga saling memperhatikan, saling
membantu dan menjaga kehangatan antar anggota keluarga. Pengetahuan yang
rendah ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya komunikasi
anak dengan orang tua sehingga anak cenderung menjadi pendiam di depan orang
tua dan orang tua tidak tahu apa yang sedang dialami anak dengan pacarnya.
Selain itu orang tua tidak mengetahui aktivitas anak remajanya sehingga kurang
Universitas Indonesia
mengerti dan memahami apa yang dibutuhkan anak. Orang tua yang terlalu sibuk
bekerja biasanya dalam keadaan tertentu tidak mengamati apa yang sedang terjadi
dengan anaknya (Gunarsa, 2004). Hal ini mengakibatkan anak cenderung bebas
melakukan perilaku yang membuat mereka senang tanpa pengawasan orang tua.
Remaja adalah masa transisi, suatu masa dimana periode anak-anak sudah
terlewati dan disatu sisi belum dikatakan dewasa (Stuart and Sundeen, 1995).
Masa ini merupakan masa yang penuh dengan perubahan, yaitu perubahan emosi,
peran dan minat, pola perilaku, dan sikap. Usia remaja juga merupakan masa
seseorang mencari identitas diri. Identitas yang dicari remaja adalah berupa
kejelasan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Pada masa inilah
seorang anak membutuhkan peran penting orang tua dalam membimbing,
mengawasi, dan mendidik. Peranan orang tua atau pendidik sangat besar dalam
memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh remaja.
Orang tua yang bijak akan memberikan lebih dari satu alternatif jawaban supaya
remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik.
Universitas Indonesia
Hasil survei dari beberapa orang tua ketika mengumpulkan data, ada dua
pemikiran dalam diri mereka. Pertama mereka merasa enggan untuk memberikan
pendidikan seks kepada anak remajanya karena menurut mereka jika hal ini
diberikan akan mengajarkan kepada anak yang tidak baik. Hal ini sesuai dengan
teori Gunarsa (2004) bahwa norma seksualitas awalnya menjadi hal yang tabu
untuk dibicarakan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Selain itu orang tua
juga merasa khawatir dengan pemberian informasi mengenai seks justru akan
mendorong anak remaja untuk mencari pengalaman seksual. Mereka merasa
dengan menghindari diskusi mengenai masalah seks dengan anak dan
menanamkan bahwa aktivitas seksual itu merupakan suatu hal yang negatif, maka
anak akan terhindar dari masalah (Rice, 1990; Sprinthall and Collins, 1995).
Pendapat kedua, mereka harus memberikan pendidikan seks kepada anaknya agar
anaknya mengerti bahwa hal ini tidak baik dan tidak boleh dilakukan sebelum
menikah. Hal ini akan mengurangi angka perilaku seksual pranikah pada anak
usia remaja.
Berdasarkan penelitian ini, peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks
secara keseluruhan menunjukkan bahwa peran orang tua ini hampir seimbang
antara yang mempunyai peran sudah baik maupun yang masih kurang. Dari semua
responden didapatkan data bahwa rata-rata peran orang tua dalam memberikan
pendidikan seks adalah 44,27. Dari hasil rata-rata ini mendapatkan hasil hampir
setengah dari orang tua memiliki peran yang kurang dan setengahnya orang tua
Universitas Indonesia
sudah berperan dengan baik. Peran ini mencakup peran sebagai pendidik
(educator), teman curhat, motivator, penasehat, dan pengawas.
Pertama, peran orang tua adalah sebagai pendidik. Orang tua penting dalam
mendidik anak-anaknya. Menurut Gunarsa (2004) para ahli umumnya sependapat
bahwa pendidik terbaik bagi seorang anak adalah orang tua, termasuk pendidikan
dalam bidang seksual. Orang tua atau keluarga mempunyai peran yang sangat
besar dalam pendidikan reproduksi walaupun hanya dalam batas-batas tertentu.
Pengetahuan tentang reproduksi pertama kali akan didapatkan dari keluarga
walaupun dalam tahapan minimal, misalnya perbedaan fisik antara alat kelamin
laki-laki dan perempuan (Warso, 2008). Pada penelitian ini peneliti menanyakan
bagaimana orang tua memberikan pendidikan seks kepada anaknya. Adapun peran
sebagai pendidik ini beberapa pertanyaannya adalah orang tua menjelaskan
bagaimana anak harus berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya, orang tua
menjelaskan batasan dalam berpacaran, orang tua menanyakan bagaimana atau
apa saja yang dilakukan anak saya ketika berduaan dengan pacarnya, dan lainnya.
Peran sebagai pendidik sudah dilakukan oleh setengah orang tua, sedangkan
setengah sisanya belum melakukan peran tersebut. Menurut beberapa penelitian,
pandangan orang awam mengenai masalah seksual adalah masalah alamiah yang
diketahui anak sendiri setelah menikah, sehingga dianggap hal tabu untuk
dibicarakan terbuka. Hal ini mengakibatkan hanya sebagian orang tua yang
mengerti saja yang melakukan peran sebagai pendidik. Orang tua mungkin tidak
mengajarkan anak pendidikan seks antara lain karena orang tua tidak mempunyai
informasi atau pengetahuan yang tidak adekuat, orang tua mungkin merasa tidak
nyaman dengan topik seks, dan remaja sendiri mungkin tidak nyaman ketika
orang tua mendiskusikan seksual (Bobak, Lowdermilk and Jenea, 1995). Teori ini
mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa hampir sebagian
masyarakat hanya berpendidikan SMP dan SMA sehingga ilmu yang ada pada
orang tua juga masih terbatas mengenai pertumbuhan dan perkembangan remaja
tidak membahas detail mengenai seksualitas karena hal ini masih dianggap tabu
oleh sebagian besar masyarakat pedesaan.
Universitas Indonesia
Peran orang tua yang kedua adalah sebagai teman curhat. Peran ini ada hampir
setengah dari jumlah orang tua yang mengatakan bahwa pernah mengajak/diajak
diskusi dengan anaknya terkait perilaku seks dengan pacarnya atau teman lawan
jenisnya. Peran ini merupakan jembatan antara orang tua dengan anak untuk
menjalin komunikasi. Namun, berdasarkan penelitian ini hanya sebagian orang
tua yang mencoba untuk lebih dekat dengan anaknya. Hal ini didukung oleh suatu
survey yang dilakukan terhadap remaja, dilaporkan hanya terdapat kurang dari
sepertiga responden yang dapat berbicara secara terbuka mengenai seks dengan
orang tuanya. Dua pertiga dari remaja Amerika dilaporkan tidak pernah berdiskusi
dengan orang tuanya mengenai masalah-masalah seksualitas, seperti maturbasi,
penyakit seksual dan metode kontrasepsi (Coles, et al. dalam Sprinthall and
Collins, 1995).
Beberapa alasan yang disebutkan orang tua yang tidak menjadi teman curhat
anaknya antara lain mereka kurang dekat dengan anaknya, anak mereka adalah
anak baik-baik jadi tidak mungkin berpacaran dan punya masalah, atau mereka
tidak mengerti apa yang harus didiskusikan dengan anak. Menurut Imran (1999)
salah satu faktor perilaku hubungan seksual remaja adalah pengaruh orang tua
yaitu kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak. Apabila
komunikasi dalam keluarga berlangsung secara tertutup maka anak akan mencari
orang lain yang lebih terbuka misalnya saja teman. Hal ini mengakibatkan
tingginya angka perilaku seksual di daerah ini.
Peran yang ketiga adalah sebagai motivator. Peran sebagai motivator ini terdapat
dua pertiga orang tua sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Orang tua akan
menjadi motivator bagi anaknya dalam keadaan senang maupun susah. Dukungan
ini akan sangat dibutuhkan oleh orang tua baik moril maupun psikologis. Motivasi
diperlukan remaja ketika mengalami masalah. Masalah ini bisa terjadi karena
perubahan yang dialami remaja, seperti perubahan fisik, psikososial, emosional,
dan lainnya. Mereka memotivasi anaknya dengan cara memberikan dukungan
kepada anaknya agar tidak berlarut dalam kesedihan jika mempunyai masalah
dengan pacarnya. Dukungan orang tua ini juga berdampak positif pada hasil yang
Universitas Indonesia
Peran yang keempat adalah sebagai penasehat. Orang tua akan menasehati
anaknya jika remaja melakukan kesalahan atau sudah mulai melakukan perilaku
menyimpang. Peran ini dilakukan dengan baik oleh orang tua separuh dari total
responden. Orang tua berperan dalam memberikan petunjuk kemudian
membiarkan anak-anak mereka mengambil keputusan. Apabila peran ini
dilakukan dengan baik oleh orang tua maka anak akan merasa bahwa orang tua
dekat dengannya. Menurut penelitian Djaelani yang dikutip Saifuddin (1996)
terdapat 94% remaja butuh nasehat mengenai seks dan kesehatan reproduksi dari
orang tua atau guru. Namun berdasarkan penelitian ini hanya sebagian saja yang
menjalankan perannya dengan baik sehingga anak akan mencari info lain melalui
jalur informal seperti dengan membahas buku seks dengan teman-temannya atau
mengadakan percobaan sebagai masturbasi sampai berhubungan seks (Hurlock,
1994).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Penelitian keperawatan
Peneliti menemukan hal-hal baru terkait pengetahuan orang tua mengenai
perilaku berpacaran anaknya. Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan
pertimbangan untuk dilakukan penelitian kuantitatif selanjutnya sehingga dapat
memperkaya penelitian dalam keperawatan serta sebagai literatur dalam bidang
keperawatan. Oleh karena itu, diharapkan dengan penelitian ini, para perawat
peneliti lebih mengeksplorasi hubungan pengetahuan orang tua dan perilaku
berpacaran anak remajanya serta perannya dalam memberikan pendidikan seks
3. Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan cara memberikan pendidikan
seks yang efektif pada remaja sehingga mengurangi perilaku seksual pranikah
pada remaja. Contohnya, melakukan penyuluhan kepada orang tua tentang
bagaimana seharusnya orang tua memberikan pendidikan seks yang baik, dan
sebagainya.
Universitas Indonesia
7.1. Kesimpulan
Mayoritas orang tua yang mempunyai anak remaja di Desa Kepuhrejo masih
lengkap yaitu masih ada kedua orang tuanya dan mempunyai anak remaja antara
satu sampai tiga orang. Selain itu agama yang paling dominan adalah Islam dan
tingkat pendidikan tertinggi di daerah ini adalah SMA dengan pekerjaan paling
banyak adalah sebagai petani. Berdasarkan data dari penelitian ini pengetahuan
orang tua mengenai perilaku berpacaran anak remajanya masih rendah. Selain itu
masih separuh responden dalam perannya memberikan pendidikan seks pun
belum menjalankan perannya dengan baik. Peran ini mencakup peran sebagai
pendidik (educator), teman curhat, motivator, penasehat, dan pengawas. Peran
yang paling baik dilaksanakan oleh responden adalah sebagai motivator kepada
anaknya.
7.2. Saran
Berdasarkan keterbatasan dan pembahasan hasil penelitian ini, maka peneliti
memberikan beberapa rekomendasi kepada peneliti selanjutnya dalam melakukan
penelitian.
1. Orang tua seharusnya harus lebih mengawasi anak anaknya dalam
pergaulannya dan harus mengetahui perilaku anaknya yang sedang berpacaran.
Selain itu mereka juga harus meningkatkan perannya dalam memberikan
pendidikan seks.
2. Peneliti selanjutnya dapat mengambil desain penelitian yang lebih tinggi
seperti deskripsi komparatif atau deskripsi korelatif atau penelitian
menggunakan data kualitatif dengan triangulasi data yang lebih sempurna
sehingga hasil penelitian dapat lebih berkembang dan bervariasi. Selain itu
Peneliti selanjutnya dapat menambahkan variabel yang akan diteliti sehingga
hasil penelitian dapat memberi informasi yang lebih luas kepada pembaca.
Peneliti juga sebaiknya menggunakan kuesioner yang sudah baku sehingga
tidak lagi mengalami kendala terkait uji validitas dan realibilitas kuesioner
59 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
61 Universitas Indonesia
Faridah & Herawati. (2006). Pemahaman perawat tentang aspek psikososial klien
HIV/AIDS di RSUD Tangerang. Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.
Friedman, Marlyn M. (1998). Praktik keperawatan keluarga: teori, pengkajian,
diagnosa, dan intervensi. Toronto: Appleton&Lange.
Gunarsa, Singgih D. (2004). Psikologi praktis: anak, remaja dan keluarga.
Jakarta: Gunung Mulia.
Gunarsa Y.S.D. (2004). Psikologi remaja. Jakarta : Gunung Mulia.
Hastopo, S.P. (2007). Analisa data kesehatan. Depok: FKM UI
Hawari, Dadang. (1996). Al-Qur’an ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa.
Jakarta: PT. Dhana Bakti Prima Yasa.
Hockenberry, M.J. & Wilson D. (2009). Wong essential’s of pediatric nursing
eight edition. St louis, Misouri: Mosby.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. 4th Ed. Tokyo : Mc Graw-Hiv.
Iskandar, Meiwita B. (1997, Mei). Hasil uji coba modul reproduksi sehat anak &
remaja untuk orang tua. Makalah pada Lokakarya Penyusunan Rencana
Pengembangan Media, diselenggarakan oleh PKBI, Jakarta.
Kartini Kartono. (1982). Peranan keluarga memandu anak, sari psikologi
terapan. Jakarta: Rajawali Press.
Karota, Evi., Ariani, Yesi. (2005). Persepsi orang tua terhadap pendidikan seks
bagi remaja di lingkungan XVII Kelurahan Tanjung Rejo, Medan. 29 Sep-
tember 2011. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15755/1/ruf-
mei2005-%20%282%29.pdf.
Longmore, Monica A., et al. (2001). Preadolescent parenting strategies and
teens’dating and sexual initiation: A longitudinal analysis. Journal of
Marriage and Family, 1, 2, 7, 11.
Maryati, K & Suryawati, J. (2001). Sosiologi I. Jakarta : Erlangga.
Mu’tadin Z. (2002). Pendidikan seksual pada remaja. 14 oktober 2011.
http//:www.epsikologi.com.
Ningsih, D.S. (2008). Hubungan informasi-informasi porno di media massa
dengan perilaku seksual remaja SMA 109 Jakarta Selatan. Laporan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Oktober November Desember Februari Maret April 2012 Mei 2012 Juni 2012 Juli 2012
2011 2011 2011 2012 2012
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Identifikasi masalah
2 Penentuan Judul
3 Studi kepustakaan
4 Penyusunan proposal
5 Persiapan Administrasi
6 Uji coba dan perbaikan
instrumen
7 Pengumpulan data
8 Pengolahan data
9 Penyusunan laporan
10 Sidang Skripsi
10 Penyerahan laporan
hasil penelitian
11 Penyajian Manuskrip
Dengan hormat,
Saya Dhian Luluh Rohmawati, adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Saya sedang melakukan penelitian dengan judul
“Pengetahuan Orang Tua Mengenai Perilaku Berpacaran Anak Remajanya
dan Perannya dalam Memberikan Pendidikan Seks” di Desa Kepuhrejo,
Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, dalam rangka memenuhi tugas akhir
program sarjana saya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
pengetahuan orang tua mengenai perilaku berpacaran yang dilakukan anak
remajanya dan perannya dalam memberikan pendidikan seks.
Saudara/i diharapkan untuk mengisi secara lengkap dan apa adanya sesuai
pengalaman. Dengan mengisi kuesioner tersebut Saudara/i tidak akan mengalami
kerugian apapun dan data-data yang Saudara/i berikan akan dijamin
kerahasiaannya. Hasil data kuesioner tersebut akan diolah menjadi hasil
penelitian, setelah itu akan dimusnahkan apabila penelitian ini sudah selesai.
Apabila Saudara/i tidak bersedia untuk menjadi responden, saya tidak akan
memberikan sangsi apapun dan Saudara/i bebas untuk mengundurkan diri dari
penelitian kapan pun. Diharapkan Saudara/i dapat menyelesaikan pengisian
kuesioner ini antara 10-15 menit.
(Responden)
Tanggal penelitian :
Kode responden :
KUESIONER PENELITIAN
A. Data Umum
1. Status orang tua : a. Lengkap (ayah dan ibu) ( )
b. Ayah ( )
c. Ibu ( )
2. Jumlah anak : a. 1-3 ( )
usia remaja b. 4-6 ( )
c. 7-9 ( )
3. Agama : a. Islam ( ) d. Budha ( )
b. Kristen ( ) e. Lain-lain ( )
c. Hindu ( )
4. Pendidikan Terakhir : a. Tidak sekolah ( ) d. SMA dan sederajat ( )
(orang tua) b. SD ( ) e. Perguruan Tinggi ( )
c. SMP dan sederajat ( )
5. Pekerjaan : a. PNS ( ) f. Ibu Rumah Tangga ( )
(orang tua) b. Pegawai Swasta ( ) g. Lainnya................. ( )
c. Petani ( ) (sebutkan)
d. Pedagang ( )
5. Keterangan kuesioner A:
Sering = ≥ 3 kali
Pernah = 1-2 kali
Tidak pernah = tidak pernah dilakukan
No. Pernyataan Sl Sr J TP
I. Biodata