You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya
Manusia.Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem
kesehatansuatu negara.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolik yang ditandai olehtrias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis,
terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan
Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah 2 komplikasi akut
metabolik dan respiratorik diabetes mellitus yang paling serius dan
mengancam nyawa. Kedua keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes
Mellitus(DM) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih sering dijumpai pada DM
tipe 1. KAD mungkin merupakan manifestasi awal dari DM tipe 1 atau
mungkin merupakan akibat dari peningkatan kebutuhan insulin pada DM tipe
1 pada keadaan infeksi, trauma, infark miokard, ataukelainan lainnya.
Ketoasidosis Diabetikum (DKA) adalah penyakit kritis yang ditandai
dengan hiperglikemia berat , asidosis metabolik, dan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit yag akhirnya dapat menyebabkan hiperventilasi. DKA
merupakan akibat dari defisiensi insulin berat yang menyebabkan gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Peningkatan secara bersamaan
hormon pengatur keseimbangan seperti hormon pertumbuhan (GH), kortisol,
epinefrin, dan glukagon memperburuk kondisi, yang menyebabkan
hiperglikemia dan hiperosmolalitas lebih berat, ketoasidosis, dan penurunan
volume cairan.
Akibat dari penurunan volume vascular adalah penurunan perfusi jaringan
secara umum. Sebelum penurunan volume vaskuler mencapai titik yang sama
dengan penurunan tekanan darah dan dapat mendapatkan syok darah dialihkan
dari berbagai jaringan dan perfusi semua jaringan menjadi kurang. Penurunan
oksigen menyebabkan jaringan tersebut melakukan metabolism anaerob

1
2

hingga derajat tertentu. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi asam


laktat. Pelepasan asam laktat kedalam sirkulasi makin menurunkan bikarbonat,
yang memperburuk kondisi asidosis metabolic yang sudah terjadi. Dengan
demikian, pada pasien yang mengalami DKA, gabungan asidosis laktat dan
ketoasidosis merupakan hal yang umum dijumpai.
Hilangnya fosfat ke dalam urine memperburuk hipoksia jaringan. Saat
cadangan fosfat tubuh menurun, kadar fosfat plasma dalam sirkulasi menurun
perlahan, yang menurunkan sel darah merah yang bernyawa dengan fosfat
organic. Pada kondisi ini, sel darah merah mengalami penurunan derivate
fosfat utama tertentu, yang pada gilirannya meningkatkan kekuatan oksigen
terhadap hemoglobin di dalam sel. Ketika sel melewati jaringan yang
mengalami penurunan perfusi, jumlah oksigen yang diberikan kurang, dan
hipoksia jaringan semakin buruk.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana management dari kasus Asidosis Respiratorik pada pasien
Diabetes Melitus?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui management dari kasus Asidosis Respiratorik pada
pasien Diabetes Melitus.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru
yang buruk atau pernafasan yang lambat. Tingginya kadar karbondioksida
dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan
menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Dalam keadaan normal, jika terkumpul
karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
2.2 Penyebab
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan
karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit
berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
 Emfisema
 Bronkitis kronis
 Pneumonia berat
 Edema pulmoner
 Asma
 Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf
atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan
 Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat
narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan.
2.3 Hiperventilasi Sebagai Mekaisme Kompensasi Ketoasidosis Diabetikum
Netraliasasi cairan tubuh terutama dijaga oleh system buffer bikarbonat,
yang menentukan pH sepanjang waktu dengan ratio anion bikarbonat terhadap
gas CO2 dalam plasma. Jika anion bikarbonat hilang karena digantikan oleh
anion asam keton, maka gas CO2 ekstra harus dikeluarkan dari paru dengan
hiperventilasi agar menjaga ratio pada atau mendekati nilai normalnya 20:1 dan
untuk mempertahankan pH mendekati nilai fisiologisnya 7,4. Hiperventilasi,
mulanya terjadi secara bertahap, kemudian bertambah kuat dan jelas sejalan
dengan penurunan pH dibawah 7,2, hal ini kemudian menjadi karakteristik
fisik ketoasidosis diabetic. Peningkatan ventilasi yang dramatis ini, yang terjadi
4

lebih pada kedalaman daripada frekuensi pernafasan, dikenal dengan


pernafasan Kussmaul. Keadaan ini berhubungan dengan bau klasik “seperti
buah” dalam ketoasidosis diabetic. Adanya pernafasan Kussmaul yang jelas
merupakan signal bahawa pH cairan ekstraseluler dibawah 7,2, suatu derajat
asidosis yang relative berat.
Batas terjauh pada kompensasi terhadap penurunan hebat buffer
bikarbonat ditentukan oleh frekuensi maksimal hiperventilasi yang dapat
dicapai paru-paru. Pada kecepatan biasa pembentukan CO2 total tubuh, paru-
paru bernafas cukup cepat untuk mendorong kadar gas CO2 total dalam darah
turun menjadi sekitar seperempat dari nilai normal tetapi tidak lebih rendah.
Dengan demikian hiperventilasi dapat mengkompensasi, sedikitnya sebagian,
untuk kadar bikarbonat serendah 6 sampai 8 mEq/L, seperempat dari batas
normal 24 sampai 32 mEq/L. bagaimanapun dengan penurunan bikarbonat
pada kadar tersebut, gas CO2 tetap tinggi secara disproporsional relative
terhadap bikarbonat, dan kemudian pH turun pada nilai yang kritis. Inilah
alasannya mengapa kadar bikarbonat di bawah 10 mEq/L, digunakan sebagai
petunjuk untuk terapi agresif.
2.4 Mekanisme Kompensasi
Natrium dan cairan membentuk struktur utama dari cairan ekstraseluler,
termasuk volume vascular. Oleh karenanya pengeluaran natrium dan air dalam
jumlah besar dari tubuh dianggap sebagai ancaman serius terhadap
pemeliharaan sirkulasi, dan berbagai mekanisme kompensasi yang bereran
dalam pencegahan kolaps vascular dan syok yang diaktifkan. Misalnya,
peningkatan frekuensi nadi biasanya terjadi untuk membantu mempertahankan
curah jantung dalam menghadapi penurunan volume intravascular.
Hal yang terpenting adalah mencegah berpindahnya cairan tubuh yang
diakibatkan oleh hiperglikemia itu sendiri. Karena glukosa bebas terbatas pada
cairan ekstraseluler, maka gradient tekanan osmotic dibentuk menembus
membrane sel, antara kompartemen ekstraselular dan interior sel-sel. Oleh
karenanya, makin tinggi gula darah, akan makin banyak air yang tertarik keluar
sel-sel dan ke dalam spasium ekstraseluler. Sehingga, dengan hilangnya
natrium dan air ke dalam urin, menurunkan cairan ektraseluler, keadaan ini
5

mengakibatkan “digantikan” (sedikitnya efek pada osmotiknya) oleh glukosa


yang masuk dari hepar dan oleh air yang masuk dari semua sel-sel, yang
memperbanyak lagi cairan ekstraseluler.
Oleh karena itu, hiperosmolalitas yang menyebabkan efek system saraf
pusat yang merusak dan diuresis osmotic paling tidak merupakan mekanisme
parsial dan temporer untuk mencegah kolaps vascular, suatu “penyangga”
penting untuk struktur cairan ekstraselular pada ketoasidosis. Namun
mekanisme ini lemah karena dapat cepat berbalik (berubah) bila kadar gula
menurun kembali.
2.4 Efek-Efek yang Merugikan
Walaupun sudah diupayakan kompensasi, integritas sirkulasi secara
progresif melemah sejalan dengan kemajuan ketoasidosis diabetic, akhirnya
mengarah pada serangkaian perubahan patologis, yang sebagian selanjutnya
berkembang menjadi seperti lingkaran setan.
1. Penurunan Filtrasi Glomerulus
Pertama, kehilangan volume vascular akan mengakibatkan turunnya
filtasi glomerulus, inilah sebabnya mengapa pengukuran fungsi ginjal
biasa, termasuk kadar BUN dan kreatinin, secara khas meningkat pada
pasien dengan ketoasidosis. Bukan hanya penurunan fungsi ginjal yang
menyebabkan kadar glukosa darah berlipat-lipat menjadi nilai yang
ekstrim, tetapi konsekuensi lainnya, terutama kesulitan dalam mengontrol
eksresi kalium, juga diakibatkan dari perubahan ini. Karena eksresi kalium
oleh ginjal terjadi oleh pertukaran kalium dengan natrium, maka harus
tersedia natrium yang cukup di tempat pertukaran dalam ginjal untuk
kecepatan eksresi kalium agar mepertahankan langkah dengan kebutuha
eksresi. Jika volume vascular menghilang dan perfusi ginjal menurun,
tidak mencukupinya natrium mungkin tersedia untuk pertukaran ini.
Meskipun penipisan kalium tubuh total, kadar kalium serum mungkin naik
di atas normal, bahkan pada tingkat yang membahayakan atau letal.
2. Penurunan Perfusi Jaringan
Konsekuensi utama kedua dari menurunnya volume vascular adalah
penurunan perfusi jaringan secara umum. Sebelum penurunan volume
6

mencapai titik dimana tekanan jadi syok, darah dialihkan dari banyak
jaringan, dan perfusi hampir semua jaringan terganggu. Akibat penurunan
pengiriman oksigen menyebabkan jaringan tersebut sampai tingkat tertentu
melakukan metabolism glukosa anaerobic, mengakibatkan peningkatan
pembentukan asam laktat. Pelepasan asam organic kedua ini ke dalam
sirkulasi hanya akan lebih menurunkan bikarbonat, memperburuk asidosis
metabolic yang sebelumnya telah terjadi. Gabungan antara asidosis laktat
dan ketoasidosis bukanlah suatu hal yang tidak lazim, yang ditentukan pada
pasien ketoasidosis diabetic.
3. Kehilangan Fosfat
Hipoksia jaringan karena penurunan perfusi jaringan mungkin secara
tidak langsung dapat diperburuk pada ketoasidosis sebagai akibat
kehilangan elektrolit lain melalui urin yaitu fosfat. Dengan penipisan
simpanan fosfat, kadar fosfat yang bersirkulasi turun cukup rendah dalam
plasma, menghilangkan sel-sel darah merah dari suatu reaktan penting yang
digunakan untuk membentuk berbagai senyawaan fosfat organic. Dalam
keadaan ini, sel-sel darah merah mengalami penurunan derivate fosfat
pentingnya, yang selanjutnya meningkatkan kekuatan ikatan oksigen
terhadap hemoglobin di dalam sel-sel tersebut. Dengan lewatnya sel-sel ini
pada jaringan yang perfusinya tidak baik, maka akan sedikit oksigen yang
dilepaskan dari sel-sel darah merah dengan komplemen normal senyawaan
fosfat, dan hipoksia jaringan makin memburuk.
4. Syok
Jika volume cairan vascular menurun cukup rendah, maka mekanisme
kompensasi gagal, tekanan darah turun dan akan terjadi syok sejati.
Kemudian akan terjadi siklus asidosis, kerusakan jaringan, dan pendalaman
syok yang dengan cepat memburuk, yang pada akhirnya mengarah pada
kolaps vascular yang tidak dapat pulih dan kematian.
Sindrom ketoasidosis diabetic ditandai dengan kontribusi utama dari
semua gangguan patofisiologi utama, yang masing-masing bertanggung
jawab terhadap salah satu gambaran klinis utama : koma, syok, dan asidosis
metabolic.
7

BAB III
PEMBAHASAN
8

3.1 KONSEP DASAR KEPERAWATAN


I. Pengkajian
1. Anamnesis :
 Riwayat DM
 Poliuria, Polidipsi
 Berhenti menyuntik insulin
 Demam dan infeksi
 Nyeri perut, mual, mutah
 Penglihatan kabur
 Lemah dan sakit kepala
2. Pemeriksan Fisik :
 Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
 Hipotensi, Syok
 Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)
 Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)
 Kesadaran bisa CM, letargi atau koma
 Dehidrasi
3. Pengkajian gawat darurat :
 Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum
atau benda asing yang menghalangi jalan nafas
 Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya
penggunaan otot bantu pernafasan
 Circulation : kaji nadi, capillary refill
4. Pengkajian head to toe
a. Data subyektif :
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit sekarang
 Status metabolik
Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau
penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan
9

faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain


yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat
anti hiperglikemik oral.
b. Data obyektif
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau
aktifitas, letargi /disorientasi, koma
2. Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang,
nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan
10

lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik


(Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis,
bau buah (napas aseton)
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks
tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari
DKA).
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hati
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis
otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam).
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah impoten pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita

3.2 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


11

1. Analisa Darah

a. Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu


b. pH rendah (6,8 -7,3)
c. PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
d. HCO3 turun (<15 mEg/L)
e. Keton serum positif, BUN naik
f. Kreatinin naik
g. Ht dan Hb naik
h. Leukositosis
i. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
2. Elektrolit
a. Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan
yang hilang (dehidrasi).
b. Fosfor lebih sering menurun
3. Urinalisa
a. Leukosit dalam urin
b. Glukosa dalam urin
4. EKG gelombang T naik
5. MRI atau CT-scan
6. Foto toraks

3. 3 PENATALAKSANAAN

Tujuan Terapi

 Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan umumnya bersifat suportif


 Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang
adekuat
 mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
1. Independen
 Monitor jumlah pernafasan, kedalaman dan kesulitan pasien bernafas
(cuping hidung)
 Auskultasi suara nafas
12

 Kaji penurunan tingkat kesadaran


 Monitor denyut nadi dan ritmenya
 Catat warna kulit dan kelembabannya
 Anurkan pasien untuk batuk dan nafas dalam, tempatkan pada posisi
semifowler, lakukan suction jika perlu, berikan nafas
tambahan/oksigen sesuai indikasi.
2. Manajemen kasus Asidosis Respiratorik pada Diabetes Mellites Pedoman
Perawatan Kolaboratif untuk pasien penderita ketoasidosis diabetikum
(DKA)
No Kriteria Hasil Intervensi
1. Oksigenesi/ventilasi  Lakukan fisioterapi dada, perubahan posisi,
Tujuan : nafas dalam, batuk, spirometer intensif, tiap
 Gas darah arteri 4jam.
dipertahankan berada  Pantau secara kontinu frekuensi pernapasan
dalam batasan normal. pasien, kedalaman napas, dan pola napas
 Tidak ada tanda-tanda pasien. Observasi adanya pernapasan kusmaul,
gagal nafas akut. napas dangkal dan cepat, dan tanda-tanda
kegawatan pernapasan yang lain.
 Pantau gs darah areri, oksimetri nadi, dan jika
di inkubasi, tidal akhir CO2.
 Berikan oksigen tambahan.
 Siapkan untuk inkubasi dan ventilasi mekanik
(lihat panduan perawatan kolaborasi untuk
pasien yang terpasang ventilator).

 Paru-paru pasien bersih.  Auskultasi bunyi napas setiap 2jam jika perlu.
 Tidak ada tanda-tanda  Lakukan pemeriksaan sinar-x dada setiap hari.
atelektasis atau  Lakukan fisioterapi dada setiap 4jam.
pneumonia.  Mobilisasi dari tempat tidur segera setelah
kondisi pasien stabil.
13

2. Sirkulasi/perfusi  Pantau tanda-tanda vital setiap satu jam.


Tujuan :  Kaji adanya dehidrasi/hipovolemia: takikardia,
 Tekanan darah dan penurunan CVP dan PAWP.
frekuensi jantung dalam  Berikan agens vasopresor jika hipotensi
batasan normal. Jika diakibatkan oleh vasodilatasi.
kateter PA terpasang,
parameter hemodinamik
berada dalam batasan
normal.

 Pasien tidak mengalami  Pantau EKG secara terus-menerus.


disritmia.  Evaluasi dan obati penyebab disritmia (mis.
Asidosis, hipoksia, hipokaemia/hiperkalemia).
3. Cairan eletrolit  Infus salin normal atau ringer laktat, kemudian
Tujuan : salin normal 0,45%.
 Terdapat bukti rehidrasi  Pantau osmolalitas serum, haluaran urin, status
tanpa adanya komplikasi neurologis dan TTV secara ketat selama
- Keseimbangan rehidrasi. Observasi apakah ada komplikasi
asupan dan haluaran. DKA (mis. Syok, gagal ginjal, penurunan
- Turgor kulit normal. kesadaran, dan kejang).
- Stabilitas  Kaji BUN, kreatinin, glukosa dalam urin.
hemodinamik
tercapai.
- Sensorium utuh.

 Elektrolit serum normal  Kaji dan lakukan penggantian elektrolit,


dan terdapat Magnesium, dan PO4 sesuai indikasi.
keseimbangan asam-basa.  Pantau secara ketat fluktuasi kalium sering
penurunan glukosa serum dan meredanya
asidosis.
14

 Pantau pH dan kadar bikarbonat arteri setiap 2-


4jam selama rehidrasi dan pemberian insulin.
 Glukosa serum kembali
ke rentang normal.  Pantau glukosa serum setiap 30-60 menit,
kemudian setiap 1-4jam setelah kadarnya
mencapai <300mg/dl.

 Berikan bolus insulin IV kemudian lanjutkan


infus insulin dosis rendah.

 Berikan D5 ½ salin normal atau D5W, setelah


kadar glukosa <300mg/dl.

3. Berikan obat sesuai indikasi antara lain :


 Naloxane hidroclorida (narcan) untuk menstimulasi fungsi
pernafasan dalam pasien menggunakan obat sedative
 Sodium bikarbonat
 Fosfat
 Cairan IV seperti RL atau 0,6 M cairan Na lactal
 Potasium clorida
 Batasi pengguanan obat penenang atau tranquillizer
 Jaga kelembaban dengan menggunakan humidikasi
 Berikan chist terapi dada termasuk didalamnya postural drainage
 Bantu dengan alat bantu ventilator jika perlu.
15

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
16

DAFTAR PUSTAKA
Ewens, Baverly & Jevon, P. 2009. Pemantauan Pasien Kritis, ed 2. Jakarta:
Erlangga
Ewens, Baverly & Jevon, P. 2009. Pemantauan Pasien Kritis, ed 4. Jakarta:
Erlangga
Gotera, Wira & Budiyasa, Dewa. 2010. Penatalaksanna Diabetes Ketoasidosis.
Jurnal FK Unud, vol 11 No 2; Denpasar
Morton, Patricia et al; alih bahasa, Subekti Nike et al. 2014. Keperawatan Kritis;
pendekeatan asuhan holistik. Jakarta: EGC

You might also like