Professional Documents
Culture Documents
NASOPHARYNGEAL CARCINOMA
Disusun Oleh:
Safira Fauziah
Victoria Hawarima 1618012057
Perceptor:
Dr. Sri Indah Aruminingsih, Sp.Rad
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hikmatNya yang menyertai penulis
sehingga dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya. Referat ini disusun selain
RSUD Abdul Moeloek, tetapi juga dimaksudkan untuk menambah wawasan mengenai
aspek radiologis pada wacana medis, dimana dewasa ini pencitraan dignostik semakin
berkembang. Bahwasanya hasil usaha penyusunan ini tidak lepas dari bimbingan yang
telah diberikan oleh dr. Sri Indah Aruminingsih, Sp.Rad dan staff serta semua pihak
yang telah mendukung penulis. Akhir kata, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya
Hormat saya,
Penulis
1
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................36
2
BAB I
PENDAHULUAN
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di
Indonesia (Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009). KNF adalah tumor
yang berasal dari sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Kanker
nasofaring merupakan tumor ganas yang sering dijumpai dibagian telinga, hidung,
hampir tiap tahunnya menduduki lima besar dari tumor ganas tubuh manusia
(Soepardi et al., 2012). Secara global kira-kira 65.000 kasus baru dan 38.000
kematian per tahun. Indonesia termasuk salah satu negara dengan prevalensi
penderita kanker nasofaring yang termasuk tinggi selain Cina. Angka kejadian
kanker nasofaring di Indonesia yaitu 4,7 kasus baru per 100.000 penduduk per
tahun. Kanker nasofaring adalah kanker kepala leher tersering (28.4%), dengan
rasio pria-wanita adalah 2:4, dan endemis pada populasi Jawa (Adham et al.,
2012).
3
KNF di Indonesia, menempati urutan ke-5 dari 10 besar diantara tumor
bidang Telinga, Tenggorok dan Hidung (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala
dan leher merupakan KNF. Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980
menunjukkan prevalensi 4.7 per 100,000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per
telinga atau hidung. Karsinoma nasofaring memiliki 3 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, dan
tipe 3. Kasus terbanyak pada anak dan remaja adalah tipe 3, tapi juga ditemukan
beberapa kasus tipe 2 (Brennan, 2006). Sampai saat ini belum diketahui pasti
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel karena di dalam organ tubuh
timbul dan berkembang biak sel-sel baru yang tumbuh abnormal, cepat, dan tidak
terkendali dengan bentuk, sifat dan gerakan yang berbeda dari sel asalnya, serta
2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009). KNF adalah tumor yang berasal dari
tumor ganas yang sering dijumpai dibagian telinga, hidung, tenggorokan, kepala
5
Gambar 1. Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang dilapisi mukosa dan disebelah lateral
clivus dan di inferior oleh palatum molle. Tuba eustachii bermuara ke arah
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku yang berada pada atas,
belakang dan lateral. Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui
6
Metastasis jauh dapat terjadi di daerah kepala serta dapat menimbulkan ganggu
2.3. Epidemiologi
KNF terjadi lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita, dengan rasio
lebih baik pada wanita dibandingkan pada pria, tetapi penelitian lain belum
menunjukkan perbedaan ini. Usia rata-rata pada presentasi adalah 45-55 tahun.
Pasien yang lebih muda tampaknya memiliki tingkat ketahanan hidup yang
lebih baik daripada pasien yang lebih tua (Nasional Cancer Institute, 2009).
2.4. Etiologi
pencetus terbesarnya ialah suatu jenis virus yang disebut virus Epstein-Barr
(Soepardi et al, 1993). Karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-
virus Epstein-Barr (EB) yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang
sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya dan tumor organ tubuh
lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun (Soepardi et al,
2010). Selain dari itu terdapat juga faktor predisposisi yang mempengaruhi
1. Faktor ras
7
dilakukan dalam ruang tertutup dan dengan menggunakan kayu bakar
2. Faktor genetik
Tumor ini atau tumor pada organ lainnya ditemukan pada beberapa generasi
Faktor yang mempengaruhi ialah keadaan gizi, polusi dan lain-lain (Soepardi
et al, 2010).
4. Faktor kebudayaan
5. Letak geografis
6. Jenis kelamin
Agar sebuah kanker bisa terjadi, maka sel-sel yang terkena zat karsinogen harus
mengalami dua tahapan, yaitu yang disebut sebagai tahap inisiasi dan tahap
promosi. Tahap inisiasi dari kanker biasanya terjadi secara cepat dan
DNA. Mekanisme perbaikan DNA akan mencoba melakukan perbaikan tetapi bila
mekanisme tersebut gagal, maka kerusakan tersebut akan terbawa pada sel anak
8
Dalam tahap promosi, akan terjadi perkembangbiakan pada sel yang rusak,
dimana hal tersebut biasanya terjadi ketika sel-sel yang mengalami mutasi
pembelahan secara cepat. Seringkali terdapat jeda waktu yang cukup panjang
sebuah tahap yang membutuhkan pengulangan agar sel yang rusak tersebut
Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang
kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling
seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya. Penyebaran KNF dapat berupa:
1. Penyebaran ke atas
kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-
saraf kranialis anterior (n.I – n VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat
rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom
trigeminal.
2. Penyebaran ke belakang
9
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia
grup posterior dari saraf otak yaitu n VII - n XII beserta nervus simpatikus
VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya yang
tonggi dalam sistem anatomi tubuh. Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-
Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar
saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara
berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau
berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya
dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga
berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan
10
mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi,
atau virus epstein- barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian
virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel
perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga
terbentuk sel kanker. Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah
gen laten, yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1
dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen
yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein
LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada
ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam
perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor) dan meningkatkan regulasi
11
Tumor yang berasal dari sel yang melapisi organ-organ internal biasanya
timbul dari jaringan epitel kulit atau epidermis kulit dan kebanyakan berasal
dari kelenjar sebasea atau kelenjar yang mengeluarkan minyak dari dalam kulit.
2. Jenis adenokarsinoma
Tumor yang berasal dari bagian dalam kulit seperti endodermis, eksodermis
dan mesodermis.
Benjolan kecil yang berkembang dibawah kulit pada batang leher wajah
tumbuh lambat dan sering menyakitkan yang mudah digerakan, serta berbagai
2.7. Stadium
Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, Edisi 7 untuk Kanker Nasofaring dalam
12
Berdasarkan TNM (sitem tumor-kelenjar-metastasis) tersebut, stadium penyakit
13
Stadium II T1 N1 M0
T2 N0 M0
T2 N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N0 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium IVA T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stadium IVB Semua T N3 M0
Stadium IVC Semua T Semua N M1
Sumber : Perhimpunan Onkologi Indonesia. Edisi 1, 2010.
Keterangan :
unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa
atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, tidak ada metastasis jauh.
bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas
14
unilateral serta metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran
terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula. Tidak ada
metastasis jauh.
Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm,
parafaring, tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal, tumor
dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa
infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Selain itu dapat juga
bening tidak dapat dinilai, tidak ada pembesaran, metastasi kelenjar getah
bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm,
dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa
15
besar dari 6 cm, atau terletak di dalam fossa supraklavikula, ukuran lebih dari
2010).
Terdapat empat kelompok gejala KNF, yaitu gejala massa leher, gejala hidung,
gejala telinga, dan kelumpuhan saraf kranial. Kelompok gejala ini berkaitan dengan
lokasi tumor primer, struktur yang diinfiltrasi, atau metastasis nodus limfatik
servikal.
Massa di nasofaring dapat membuat gejala obstruksi nasal dan hidung beringus.
Saat ukuran tumor kecil, ditemukan obstruksi unilateral namun seiring dengan
pertumbuhan tumor akan menjadi bilateral. Jika tumor berulkus, maka akan timbul
epistaksis. Jumlah perdarahan biasanya tidak banyak dan sering terjadi post-nasal
drip. Sebagian besar tumor di nasofaring dengan atau tanpa ekstensi posterolateral
terjadi tuli konduktif unilateral. Gejala otologi lain yaitu otalgia dan tinnitus.
nyeri kepala. Jika tumor mengenai sinus cavernous dan dinding lateralnya, saraf
kranial III, IV, dan VI dapat terlibat dan timbul diplopia. Ekstensi tumor ke
foramen ovale dapat mengenai saraf kranial V yang menyebabkan nyeri wajah
serta baal. Gejala yang paling sering ditemukan adalah massa tidak nyeri di leher
16
atas. Nasofaring adalah struktur yang berada di garis tengah, sehingga sering
yang tersering adalah ke vertebra, hepar, dan paru (Kemenkes R1, 2012).
2.9. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus, otalgia, hidung
benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf, diplopa, dan neuralgia trigeminal
2. Pemeriksaan Fisik
rigid), Laringoskopi
d. Pemeriksaan endoskopi
Endoskopi memainkan peran kunci dalam deteksi awal lesi KNF, dan biopsi
di dinding lateral atau atap nasofaring. Tetapi prosedur ini tidak dapat
menentukan pertumbuhan spasial tumor seperti ekstensi mendalam dan
kecil di fossa Rossenmuller, tonjolan kecil atau asimetri di atap. Jika KNF
diduga kuat, pemeriksaan pencitraan yang tepat dan/ atau biopsi mukosa
3. Pemeriksaan Radiologik
a. CT Scan
2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk melihat tumor primer dan
regional.
b. MRI
Saat ekstensi intrakranial dicurigai, MRI kepala dan dasar tengkorak lebih
e. Foto Thoraks
Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya kelainan
f. Bone Scan
kelenjar getah bening leher. Dilakukan dengan tang biopsi lewat hidung atau
rigid/fiber.
Berdiferensiasi (WHO 3)
1. Dari biopsi dengan anestesi lokal tidak didapatkan hasil yang positif
nasofaring.
a.Penderita anak
Pembesaran kelenjar leher yang diduga keras sebagai metastasis tumor ganas
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis.
c. SGPT – SGOT
d. Serologi
sebagai skrining untuk deteksi dini, sering mendahului munculnya KNF dan
Bentuk endemik KNF dikaitkan dengan VEB, meskipun peran VEB yang
tepat dalam patogenesis KNF masih belum jelas. Deteksi antibodi IgG
(dijumpai pada masa awal infeksi virus) dan antibodi IgA VCA mendukung
diagnosis karsinoma nasofaring. Titer antibodi IgA untuk VEB viral capsid
Peningkatan titer IgA antibodi pada VEB viral capsid antigen (VCA) biasa
ditemukan pada pasien KNF. Antibodi terhadap VEB baik IgG maupun IgA
tumor lain atau orang sehat. Peningkatan titer IgA ini dapat diketahui
sebelum perkembangan KNF dan berkorelasi dengan besar tumor, remisi,
itu, dapat juga dideteksi dengan teknik PCR pada material aspirasi biopsi
1. Limfoma Malignum
basis kranii dan leher, sehingga gejala klinisnya bervariasi. Pada tahap awal berupa
gejala hidung dapat menyerupai kondisi jinak, seperti rinitis, sinusitis, atau polip
nasal. Gejala telinga yaitu gangguan dengar unilateral pada usia dewasa, yang
Defisit saraf kranial yang tidak jelas penyebabnya sebaiknya diperiksa dengan
endoskopi nasal, terutama pada orang dengan risiko tinggi. Kanker nasofaring juga
Pada laki-laki remaja dapat pula dibandingkan dengan angiofibroma juvenil, hal
ini dapat dikonfirmasi dengan endoskopi dan pemeriksaan MRI. Tumor lain di
harus dilakukan biopsi nodus. Benjolan leher dapat terjadi pada kondisi infeksi
atau inflamasi, limfoma, atau tumor ganas regio kepala leher ataupun bagian tubuh
1. Radioterapi
2. Obat-obatan Simptomatik
a. Reaksi akut pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk mengunyah dan
(diberikan 3 – 4 sehari).
3. Kemoterapi
preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali
penuh dapat diberikan pada N3 > 6 cm sebagai neoadjuvan dan adjuvan setiap
Terapi Kombinasi
Cisplatin/5-FU
Carboplatin
Cisplatin/gemcitabine
Gemcitabine
Terapi Tunggal
Cisplatin
Carboplatin
Paclitaxel
Docetaxel
5-FU
Methotrexate
Gemcitabine
Capecitabine
4. Dukungan Nutrisi
b. Pemberian farmakoterapi
kualitas hidup pasien dengan cara aman & efektif, sesuai kemampuan yang
8. Edukasi
Hal-hal yang perlu diedukasikan kepada pasien telah dibahas dalam subbab
b. Bone Scan untuk menilai respons terapi terhadap lesi metastasis tulang
Scan pada siklus pertengahan terapi untuk melihat respon kemoterapi terhadap
tumor.
2.12.Prognosis
Prognosis pasien dengan KNF dapat sangat berbeda antara subkelompok yang satu
fisik maupun penunjang). Sampai saat ini belum ada uji meta analisis yang
tahun. Menurut AJCC tahun 2010, kesintasan relatif 5-tahun pada pasien dengan
KNF StadiumI hingga IV secara berturutan sebesar 72%, 64%, 62%, dan 38%. 21
2.13.Gambaran Radiologi
1. CT Scan