You are on page 1of 18

PRAKTIKUM 8

GANGGUAN PADA GINJAL


“GAGAL GINJAL KRONIK”

BAB I
PENDAHULUAN

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengevaluasi penatalaksanaan terapi pada gangguan ginjal
serta mendemonstrasikan skil klinik MESO.
B. LANDASAN TEORI
Gagal ginjal kronis aatu penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain lain dalam darah) (Brunner & Suddarth,
2000).
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi
apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/menit (Suhardjono, dkk, 2001).
Insufisiensi ginjal kronik atau kegagalan dimulai ketika ginjal tidak bisa
memelihara kimia normal cairan tubuh dibawah kondisi normal. Kemunduran secara
progresif lebih dari periode bulan atau tahun menimbulkan keanekaragaman klinis dan
gangguan biokimia yang akhirnya mencapai puncak dari sindrom klinis disebut uremia
(Whaley & Wong, 2002).
Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi
uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan serta elektrolit (Smeltzer C, Suzanne, 2002 hal 1448).
Adapun kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau
fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LGF),
berdasarkan :
• Kelainan patologik atau
• Pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin,
atau kelainan pada pemerikasaan pencitaraan.
2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
adalah adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif sehingga tubuh akan mengalami
gangguan karena ginjal tidak mampu mempertahnkan substansi tubuh dalam keadaan
nomal.
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen
nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes) (Doenges, 1999; 626).
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik.
 Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis.
 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis.
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal.
 Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis.
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbale.
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Banyak hal yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Banyak penyakit ginjal
yang mekanisme patofisiologinya bermacam-macam tetapi semuanya sama-sama
menyebabkan destruksi nefron yang progresif pada tabel dibawah dapat dilihat dua
golongan utama penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu
( Barbara C Long, 2001).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialysis (Brunner & Suddarth, 2002 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi lima stadium yaitu:
1. Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewat
ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi.
Pasien akan mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan
glomerulusklerosis fokal, terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan
bahan eosinofilik disertai penebalan membrane basalin kapiler.
2. Stadium 2, insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda
khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan terjadi hipertensi.
4. Stadium 4, ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan
hipertensi hampir selalu ditemui.
5. Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin
plasma disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4,
dengan pembagian sebagai berikut :
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
Manifestasi klinik menurut (Long, 1996 : 369) :
 Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
 Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering
kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal.
Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap
peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan
urinalisis. Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang
menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada
pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada
waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan) (Barbara C Long, 2001).

BAB II
URAIAN KASUS

A. KASUS
Ibu Aminah berumur 28 tahun memiliki berat badan 48 kg dan tinggi 150 cm,
masuk rumah sakit dengan keluhan mual, muntah, pusing, dan lemas. Ibu Aminah
menderita hipertensi 2 tahun yang lalu dan diterapi dengan Captopril 12,5 mg 3 kali
sehari. Ia melakukan beberapa pemeriksaan di rumah sakit. Ibu Aminah di diagnosis
mengalami CKD (Chronic Kidney Disease) atau Gagal Ginjal Kronis.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Paremeter 19/12/2017 20/12/2017 21/12/2017
Tekanan 210/100 190/100 200/100
Darah
Suhu 37,3 ºC 37 ºC 37,2 ºC
Mual ++ + -
Muntah ++ + -

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil
Cr 14,5 mg/Dl
BUN 153 mg/dL
Na 143 mEq/L
K 4,1 mEq/L
Ca 2,0 mEq/L

BAB III
PENYELESAIAN KASUS

A. IDENTIFIKASI RIWAYAT PASIEN


1. Identifikasi Identitas Pasien
 Nama : Ibu Aminah
 Umur : 28 tahun
 Jenis Kelamin : Wanita

 Pemeriksaan Fisik

Paremeter 19/12/2017 20/12/2017 21/12/2017 Normal Keterangan


Tekanan 210/100 190/100 200/100 120/80 Tinggi
Darah mmHg mmHg mmHg mmHg (Stage 2)
Suhu 37,3 ºC 37 ºC 37,2 ºC 36,5-37,5 Normal
ºC
Mual ++ + -
Muntah ++ + -
Berat 48 kg
Badan
Tinggi 150 cm
badan
BMI 21,4 18,5-25 Normal

2. Identifikasi Riwayat Pasien


Riwayat Hasil
Riwayat Keluarga -
Riwayat Alergi -
Riwayat Penyakit hipertensi 2 tahun
Riwayat Pengobatan Terdahulu Captopril 12,5 mg 3 kali sehari

3. Identifikasi Gejala
Mual, muntah, pusing, dan lemas
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
Cr 14,5 mg/dL 0,6 – 1,3 mg/dL Tinggi
BUN 153 mg/dL 5-25 mg/dL Tinggi
GFR 4,377ml/menit 85-135 ml/menit Tinggi (Stage 5)
Na 143 mEq/L 135–144 mEq/L Normal
K 4,1 mEq/L 3,6 – 4,8 mEq/L Normal
Ca 2,0 mEq/L 8,8 – 10,4 mg/dL Rendah

Perhitungan GFR = {[140-umur(tahun)]×berat badan (kg)}/[72×Scr(mg/dL)]x 0,85


= {[ 140 – 28] x 48 kg} / [72 x 14,5 mg/dl] x 0,85
= 4,377 ml/menit
5. Diagnosa Pasien
CKD (Chronic Kidney Disease) Stage 5
Hipertensi Stage 2
B. TATA LAKSANA TERAPI
 Terapi Farmakologi
- Evaluasi pengobatan sebelumnya (Di RS)
R/ Captopril 3 x 25 mg
Furosemid 3 x 40 mg
Primperan 3 x 1 amp
Infus EAS 2 x 1 Flash
D 5% 1 x 1 Flash

- Rencana pengobatan
 Terapi untuk CKD
Tujuan Terapi : mengatasi gagal ginjal kronis

No. Terapi Dosis Keterangan


1. Hemodialisis 2 kali seminggu
2. Kaptopril 25 mg 1 dd 1 2 jam pc

Jurnal:
Jurnal untuk terapi hemodialysis
 Terapi untuk Udema, Hipertensi, Hipokalsemia
No. Terapi Dosis Plan
1. Furosemide 40 mg 3 dd 1 Mengatasi udema
2. Caltrate 600 +D 1 tab/hari pc Mengatasi hipokalsemia
3. Amlodipine 10 mg 1 dd 1 Mengatasi hipertensi

Jurnal terapi Hipertensi:


Jurnal terapi Edema
 Terapi non-farmakologi
Adapun terapi non-farmakologi yaitu: (Manan, 2008)
a. Terapi diet rendah protein.
b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
c. Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
e. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
f. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
g. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
h. Asam folat pasien HD: 5mg

 Goal terapi yang diharapkan:


1. Menghilangkan dan mengobati gejala.
2. Mengurangi gejala.
3. Mengatasi gagal ginjal kronis.
4. Mencegah terjadinya komplikasi penyakit.
5. Meningkatkan kualitas hidup.
C. OBAT-OBAT RASIONAL
1. Terapi farmakologi
a. Obat hipertensi
 ACE Inhibitor
Menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang berakibat
penurunan sekresi aldosteron dan penurunan vasokonstriksi sehingga dapat
menurunkan tekanan darah. Contoh : captopril, dosis:12,5mg 2 kali sehari
lisinopril, Ramipril.
 ARB (Angiotensin II Reseptor Blocker)
Berikatan dg reseptor Angiotensin II pd otot polos pembuluh darah, kelenjar
adrenal dan jaringan lain sehingga efek angiotensin II (vasokonstriksi dan
produksi aldosteron) tdk tjd, akibatnya terjadi penurunan tekanan darah. Contoh :
valsartan, dosis 80mg sekali sehari candesartan, losartan.
 Calsium Channel Blocker
Menghambat influks ion kalsium trans membrane, yaitu mengurangi masuknya
ion kalsium melalui kanal kalsium lambat ke dalam otot polos, otot jantung dan
saraf, dibagi menjadi dua golongan.
 Dihidropyridin
Contoh : amlodipin, felodipin, nifedipin. Nifedipin : merelaksasi otot polos
vaskuler sehingga mendilatasi arteri coroner dan perifer.dosis : 30mg sehari
sekali (tingkatkan bila perlu maksimum 90mg sehari sekali)/ 20mg 2x sehari
dengan atau stelah makan.
 Non dihidropyridin
Contoh : verapamil dan diltiazem. Verapamil : mengurangi curah jantung,
memperlambat laju jantung dan dapat mengganggu konduksi av. Dosis : 240-
480mg sehari dalam 2-3 dosis terbagi.
 Beta Blocker
Mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik (aktivitasa agonis parsial) yakni
kapasitas untuk merangsang maupun menghambat reseptor adrenergik beta.
Contoh : propanolol, dosis awal 80mg 2x sehari tingkatkan pada interval
mingguan bila perlu.
 Diuretik
 Diuretik thiazide: merupakan diuretika dengan potensi sedang yang bekerja
dengan cara menghambat reabsorbsi natrium pada bagian awal tubulus distal.
Contoh : hidroclortiazide, dosis 2,5mg sehari pada pagi hari.
 Loop diuretic: Merupakan diuretik kuat dengan cara menghambat resorbsi
cairan dari loop henle ascending dalam tubulus ginjal. Contoh : furosemida,
dosis: 40mg pada pagi hari, pemeliharaan 20 mg sehari atau 40 mg selang
sehari tingkatkan sampai 80mg sehari pada edema yang resisten.
 Alfa 1 Blocker
Menghambat uptake catecholamin pd otot polos yang mengakibatkan vasodilatasi.
Merupakan pilihan terakhir pada terapi hipertensi. Contoh : clonidine, dosis : 0,1-
0,8mg perhari dengan 2x pemakaian; methyldopa, dosis : 250-100mg sehari.

D. EVALUASI OBAT TERPILIH


a. Infus EAS
Indikasi : Nutrisi parenteral parsial untuk memenuhi kebutuhan asam amino
esensial pada kasus seperti pasien dengan insufisiensi ginjal akut dan
kronik, penurunan kadar urea serum, profilaksis dan terapi azotemia,
dan suplementasi parenteral untuk diet rendah protein.
Dosis : Dosis umum dapat diberikan 250 mL/hari, dapat ditingkatkan menjadi
500 mL/hari jika diperlukan. Kecepatan infus: 20 tetes/menit.
PO : Secara IV
Kontraindikasi : Pasien dengan gangguan metabolisme asam amino.
Peringatan : Perlu dilakukan pemantauan keseimbangan elektrolit dan urea di dalam
serum. Untuk nutrisi parenteral total pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, penambahan larutan asam amino ini perlu disertai dengan
penambahan komponen larutan karbohidrat.
Efek samping : -
Interaksi :-
Harga : iv 250ml Rp. 66.550
b. Dekstrosa 5 %
Indikasi :Pengganti cairan & kalori.
Dosis : Dws 500 ml scr infus IV lambat
PO : IV
KI :-
Peringatan : Hentikan jika terjadi trombosis, monitor kadar gula
ESO : Demam, infeksi atau jar. Nekrosis pada tempat suntikan,
Interaksi : Vit. B kompleks
Harga : 500 mL x 1 (single port) Rp. 13,700 (double port) Rp. 14.900
c. Furosemid (Laveric)
Indikasi : Edema krn ggl jantung & ggl ginjal
Dosis : Dws edema, awal 20-80 mg dosisi tunggal dapat ditingkatkan 20-40 mg
tiap 6-8 jam & dilanjutkan 1-2x/hr. HT 40 mg 2x/hr
PO : Bersama makan
KI : Anuria, ggn ginjal, oliguria, hipokalemia, hiponatremia & hipotensi
Peringatan : Defisiensi elektrolit, Hamil, Laktasi
ESO : Ggn GI, SSP & jantung, rekasi kulit.
Interaksi : Hipokalemia , obat antigout, sefalosporin, salisilat, litium
Harga : Tab 40mg x 10 x 10 Rp. 22.000
d. Kaptopril (Acendril)
Indikasi : Hipertensi dan gagal jantung
Dosis : Ht awal 12,5 mg 2-3x/hr dpt dtingkatkan hingga 25-50mg 2-3x/hr
PO : 1 jam sebelum makan
KI : Hamil
Peringatan : Ggn fungsi ginjal, peny. Renovaskular, peny kolagen
ESO : Proteinurea, sindrom nefrotik, agranulositosis etc
Interaksi : Litium, OANS, spironolakton, etc
Harga : Tab 12,5 mg x 10 x 10 Rp. 18.000
: Tab 25 mg x 10 x 10 Rp. 23.000
e. Caltrate 600 + D
Indikasi : Utk membantu mengoptimalkan absorpsi kalsium & u/ memelihara
kesehatan tulang
Dosis : Dws 1 tab/hr
PO : Diberikan brsama air minum ssdh makan
KI : Hipersensitivitas. Pasien dg ggn fungsi ginjal.
Peringatan : Vitamin diberikan sbg suplemen jika asupan nutrisi dr makanan tidak
adekuat.
ESO : -
Interaksi :-
Harga : Tab 30 Rp.72.000/boks

f. Primperan (Metoklopramide HCl)


Indikasi : Ggn GI spt mual, muntah
Dosis : Dws ½-1 tab 3x/hr
PO : Berikan saat perut kosong
KI : Epilepsi, ggn perdarahan
Peringatan : Ggn ginjal , DM, Depresi, hamil, laktasi
ESO : Ggn GI (kontipasi, diare), mengantuk, pusing, lelah
Interaksi : Antikolinergik, analgesik narkotik, obat penekan ssp, digoksin,
Harga : Tab 10 mg x 100 Rp. 110.000/pak

g. Amlodipin (Opivask)
Indikasi : Hipertensi , terapi angina
Dosis : Ht, angina. Awal 5mg 1x/hr, dpt ditingkatkan hingga maks 10mg/hr
PO :-
KI : Hipersensitif thp dihidropiridin, stenosis aorta etc.
Peringatan : Ggn fungsi hati, ggl jantung kongestif, hamil&laktasi, lanjut usia
ESO : Sakit kepala, edema, rasa lelah, ngatuk, mual etc
Interaksi :-
Harga : 5mg x 3 x 10 Rp. 120.000
E. MONITORING DAN FOLLOW UP
Monitoring yang dilakukan :
1. Monitoring adanya interaksi obat dan efek samping yang tidak diinginkan.
2. Monitoring tekanan darah.
3. Monitoring kondisi ginjal (kadar serum kreatinin, BUN, ClCr, protein dalam urin).
BAB IV
KESIMPULAN

Gagal ginjal kronis aatu penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain lain dalam darah).
Terapi yang diberikan kepada ibu Aminah adalah:
R/ Captopril 3 x 25 mg
Furosemid 3 x 40 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Primperan 3 x 1 amp
Infus EAS 2 x 1 Flash
D 5% 1 x 1 Flash
Caltrate 600 +D 1 tab/hari
Hemodialisis 2 kali seminggu
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long. 2001. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: EGC.
Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Fransisca, Nursalam. 2006. Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC-NOC Edisi revisi.
Yogyakarta: Media Action Publishing.
Smeltzer. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Price. 1992. Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Arora P.et al. 2014. Care of Elderly patiens with Chronic Kidny Disease. Int Urol Nephrol.

You might also like