Professional Documents
Culture Documents
a. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak
aterosklerosis.
b. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri
koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos
pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
c. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus, terjadi pada
sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI).
d. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya
makrofag, dan limfosit T meningkatkan sekresi metalloproteinase, sehingga terjadi
penipisan dan ruptur plak
e. Keadaan/factor pencetus:
↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
↓ aliran darah koroner
↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia
a. Kelas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
b. Kelas B: Primer.
c. Kelas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti
angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan
nitrogliserin intravena.
Rilantono (1996) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya
ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus,
serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang
kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque
disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor)
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan
faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak.
Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri
koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan
aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur
plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi
plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel
endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur
plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda
inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15%
pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai
peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun
vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel
(bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya
inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell
Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga
masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,
misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan
aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh
darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1
dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
2. Elektro Kardiografi
Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV pada lead
ekstremitas, atau ≥ 2mV pada lead precordial) atau inverse gelombang T simetris (>
2mV) pada dua lead yang bersebelahan.Perubahan EKG yang khas menyertai infark
miokardium, dan perubahan paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya
gangguan miokardium. Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang
dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.
3. Cardiac Marker
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test
enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac
specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan
nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya
nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan
secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
Paling spesifik untuk infark miokard
Troponin C : Pada semua jenis otot
Troponin I & T: Pada otot jantung
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
b. Myoglobin
Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2
jam sejak onset nyeri
Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien sindrom
koroner akut (SKA) adalah:
a. Serangan jantung atau stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pengerasan
dan penebalan arteri (aterosklerosis), yang dapat menyebabkan serangan jantung
(penyakit jantung), stroke atau komplikasi lain.
b. Aneurisma atau Aneurysm. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh
darah melemah, membentuk suatu aneurisma. Jika aneurisma pecah, dapat
mengancam jiwa.
c. Gagal jantung. Untuk memompa darah terhadap tekanan tinggi dalam pembuluh, otot
jantung perlu berkontraksi lebih sehingga otot akan menjadi kental. Otot kental
memiliki kesulitan memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh,
hal ini dapat menyebabkan komplikasi hipertensi yang berupa gagal jantung.
d. lemah dan menyempitnya pembuluh darah pada ginjal. Hal ini dapat mencegah dari
organ-organ lain berfungsi normal.
e. sindrom metabolik. Sindrom ini adalah sekelompok gangguan metabolisme tubuh –
termasuk lingkar pinggang meningkat, trigliserida tinggi, rendah high density
lipoprotein (HDL), tekanan darah tinggi, dan tingkat insulin yang tinggi.
f. Angina. Ini dikenal sebagai jenis khusus dari nyeri dada.
Sudoyo, Aru W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V. PAPDI: Jakarta.
Thaler, Malcolm S. 2000. Satu-satunya buku EKG yang Anda Perlukan. Hipokrates: Jakarta.
PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut tanpa ST-Elevasi.
PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan ST-Elevasi.
Wasid, H.A. 2003. Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
Herdanto, Dwi Yuda. 2009. 20 Penyakit Umum di Indonesia