You are on page 1of 13

Sindrom Koroner Akut

Definisi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan
pada pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom Koroner Akut
(SKA) adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark
Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa
gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis
akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.
Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan
saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom
Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner
yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard
dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi
koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium.

Etiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan


dengan kebutuhan oksigen miokard.

a. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak
aterosklerosis.
b. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri
koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos
pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
c. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus, terjadi pada
sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI).
d. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya
makrofag, dan limfosit T meningkatkan sekresi metalloproteinase, sehingga terjadi
penipisan dan ruptur plak
e. Keadaan/factor pencetus:
 ↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
 ↓ aliran darah koroner
 ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA)


dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:
a. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)
b. Stress emosi, terkejut
c. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan
aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung
meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.

Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut
Braunwald (1993) adalah:
a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b. Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis:

a. Kelas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
b. Kelas B: Primer.
c. Kelas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti
angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan
nitrogliserin intravena.

Patofisiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Rilantono (1996) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya
ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus,
serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang
kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque
disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor)
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan
faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak.
Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri
koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan
aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur
plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi
plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel
endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur
plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda
inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15%
pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai
peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun
vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel
(bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya
inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell
Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga
masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,
misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan
aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh
darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1
dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.

Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi


endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel,
faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2)
daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung
menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi
platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi
platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel,
dan luasnya infark. Sindrom koroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70%
menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi
disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti
lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai
terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni
aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara
dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin).
Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga
tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran koroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat
tempat sebagai pencegahan dan terapi.

Manifestasi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Rilantono (1996) mengatakan gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri
ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan
kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri
ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik,
ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
a. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan
daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
b. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi
nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari
20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta
ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul
pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita
yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih
berat atau lebih sering.
c. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh
seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati.
Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.
Pemeriksaan Diagnostik Sindrom Koroner Akut (SKA)
Diagnosis SKA dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan
pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).
1. Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang khas kardial (gejala
kardinal), yaitu:

a. Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial


b. Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti diperas/dipelintir, rasa
terbakar, atau seperti ditusuk.
c. Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah, punggung/interskapula, perut, atau
lengan kanan.
d. Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
e. Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemah.
f. Factor pencetus: aktivitas fisik, emosi
g. Factor resiko: laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM, hipertensi,
dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

2. Elektro Kardiografi

Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV pada lead
ekstremitas, atau ≥ 2mV pada lead precordial) atau inverse gelombang T simetris (>
2mV) pada dua lead yang bersebelahan.Perubahan EKG yang khas menyertai infark
miokardium, dan perubahan paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya
gangguan miokardium. Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang
dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.

Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium:

a. Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T


Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse (simetris).
Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium. Jika terjadi infark
sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.
b. Elevasi segmen ST
Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan gelombang T. elevasi
segmen ST menggambarkan jejas miokardium. Jika terjadi infark, segmen ST
biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.
c. Muncul gelombang Q baru
Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa jam sampai beberapa
hari. Gelombang ini menandakan infark miokard, syarat: lebar ≥ 0,04 detik, dalam ≥
4mm atau ≥ 25% tinggi R. Pada kebanyakan kasus, gelombang ini menetap seumur
hidup pasien.
Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG:
Lokasi Lead Perubahan EKG
Anterios ekstensif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q
Anteroseptal V1-V4 ST elevasi, gelombang Q
Anterolateral V4-V6 ST elevasi, gelombang Q
Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang R tinggi
Lateral I, aVL, V5, V6 ST elevasi, gelombang Q
Inferior II, III, aVF ST elevasi, gelombang Q
Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q

3. Cardiac Marker
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test
enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac
specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan
nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya
nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan
secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
Paling spesifik untuk infark miokard
Troponin C : Pada semua jenis otot
Troponin I & T: Pada otot jantung
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
b. Myoglobin
Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2
jam sejak onset nyeri
Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot

c. Creatine Kinase (CK)


Ditemukan pada otot, otak, jantung
Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
Ditemukan di seluruh jaringan
LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 > LD1
Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Spesifik untuk infark miokard

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal


cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari
cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari
CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari
CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari
Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam
LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari

Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:

Perbedaan APTS NSTEMI STEMI


Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit
EKG Normal/iskemik Iskemik evolusi
Cardiac marker normal meningkat meningkat

Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut (SKA)

Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien sindrom
koroner akut (SKA) adalah:

a. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan


oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi.
Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara
kanul hidung.
b. Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara
sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x
NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih
200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya
ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen
di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta
menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
c. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan
tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun,
sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang
tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual,
bradikardi, dan depresi pernapasan
d. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2.
Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.
e. Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin
menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The Antiplatelet Trialists
Colaboration" melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari
14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang dianjurkan ialah 160–
325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama
pada stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien
yang mual atau muntah 4. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian
GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan
kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris.
f. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat
agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas
darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor
platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam
menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi
dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah
mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu
terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah
(100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil
yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan
menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu
diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai
dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi
hitung sel darah lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel sama efektifnya dengan
Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan
netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin,
meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien
SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22.
Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai
antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai
dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of
Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada
aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).

1. Bagaimana mekanisme dari Pingsan?


Plum dan Posner (1989) menetapkan secara oprasional, dua pusat anatomi yang
mengatur kesadaran adalah korteks serebri dan batang otak.
Posner (1922) mengemukakan bahwa batang otak atau ARAS (ascending reticular
activating system) mengatur ”tinggi-rendah” kesadaran (on-off quality) sedang korteks
serebri mengatur ”isi” (content) dari kesadaran. Secara fisiologik, keadaan bagian dari
otak ini saling isi mengisi dan saling mengaktivasi (reciprocal activation and
stimulation) yang mengatur secara optimal fungsi masing-masing.
Jadi kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
hemisfer serebri dan ARAS pada batang otak. Dimana terdapat neurotransmiter yang
berperan pada ARAS antara lain kolinergik, monoaminergik dan GABA.
Mekanisme terjadinya koma (Satyanegara); Pusat pengontrolan terletak pada ARAS
dan Hipotalamus serta juga diatur secara langsung atau tak langsung oleh seluruh korteks
serebri (pusat kesadaran sekunder). Pengontrolan tersebut diatur melalui 2 sistem yaitu:
a. Ascending reticular”
b. ”Hypothalamic activating”.
Apabila terjadi gangguan total maupun parsial dari mekanisme pengontrolan ini,
maka akan menyebabkan terjadinya gangguan kesadaran (sistem motorik dan sensorik).
Pada kasus, Mr. T tidak sadarkan diri hal ini disebabkan karena kurangnya aliran
darah yang menuju otak dari jantung yang mengalami iskemik. Maka terjadilah gangguan
pada otak dari mekanisme pengontrolan tersebut, maka akan menyebabkan terjadinya
gangguan kesadaran (sistem motorik dan sensorik).
2. Bagaimana penatalaksanaan sesak napas?
Penanganan sesak napas pada dasarnya mencakup tatalaksana yang tepat atas penyakit
dasar yang melatar belakanginya serta komplikasinya. Akan tetapi, apabila kondisi
memburuk hingga mungkin terjadi gagal napas akut, maka lebih baik perhatian ditujukan
pada keadaan daruratnya dulu sebelum dicari penyebab yang melatar belakanginya.
Berikut penatalaksanaannya :
 Berikan O2 2-4 liter/ menit tergantung derajat sesaknya (secara intermiten).
 Infus D5% 8 tetes/menit, jika bukan payah jantung -> tetesan dapat lebih cepat.
 Posisi setengah duduk atau berbaring dengan bantal tinggi -> usahakan yang
paling enak buat pasien. Bila syok -> Posisi kepala jangan tinggi.
Cari penyebab -> tindakan selanjutnya tergantung penyebab.
a. Mengurangi kebutuhan ventilasi :
Mengurangi beban metabolic
 Latihan fisik : Meningkatkan efisiensi eliminasi CO2
 Terapi O2
Menurunkan respiratory drive
 Terapi O2
 Terapi farmakologi : opiat, anxiolitik/sedatives
b. Meningkatkan fungsi otot inspirasi :
 Nutrisi
 Latihan otot inspirasi
 Mengurangi penggunaan steroid
 Latihan pernapasan ( contoh : pursed-lip breathing )
 Koreksi obesitas atau malnutrisi
 Mengistirahatkan otot respirasi (contoh : ventilasi nasal, oksigen transtrakeal )
 Medikasi ( contoh : theophyllin )
c. Perubahan persepsi sentral :
 Edukasi
 Pendekatan perilaku-kognitif
 Terapi farmakologi : Opiates and sedatives
 Intervensi psikologi ( contoh : psikoterapi ).
Perhatian :
 Pada payah jantung -> jangan beri infus NaCl, dan tetesan harus pelan sekali ->
agar tidak makin memberatkan beban jantung.
 Pada ( riwayat ) sakit dada -> jangan injeksi adrenalin -> fatal
 Pada PPOM, jika diperlukan O2 -> aliran kecil : 1-2 liter/ menit -> dapat terjadi
Apneu

3. Apa komplikasi dari hipertensi?

a. Serangan jantung atau stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pengerasan
dan penebalan arteri (aterosklerosis), yang dapat menyebabkan serangan jantung
(penyakit jantung), stroke atau komplikasi lain.
b. Aneurisma atau Aneurysm. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh
darah melemah, membentuk suatu aneurisma. Jika aneurisma pecah, dapat
mengancam jiwa.
c. Gagal jantung. Untuk memompa darah terhadap tekanan tinggi dalam pembuluh, otot
jantung perlu berkontraksi lebih sehingga otot akan menjadi kental. Otot kental
memiliki kesulitan memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh,
hal ini dapat menyebabkan komplikasi hipertensi yang berupa gagal jantung.
d. lemah dan menyempitnya pembuluh darah pada ginjal. Hal ini dapat mencegah dari
organ-organ lain berfungsi normal.
e. sindrom metabolik. Sindrom ini adalah sekelompok gangguan metabolisme tubuh –
termasuk lingkar pinggang meningkat, trigliserida tinggi, rendah high density
lipoprotein (HDL), tekanan darah tinggi, dan tingkat insulin yang tinggi.
f. Angina. Ini dikenal sebagai jenis khusus dari nyeri dada.

4. Bagaimana interpretasi dari hasil lab?

Komponen Nilai normal Interpretasi

pria: 13,5-18,0 g/dL Normal


Hemoglobin
wanita: 12-16 g/dL

WBC 5.000-10.000/mm3 Normal

Diff count 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8 Normal

ESR Pria: 0-10 mm/jam Meningkat


Wanita: 0-20 mm/jam

Platelet 150.000-400.000/mm3 Normal

Total cholesterol <200 mg/dL Meningkat

Triglyceride <150 mg/dL Meningkat

LDL < 150 mg/dL Meningkat

HDL >55 mg/dL Rendah

CK NAC 30-223 U/L Meningkat

CK MB Pria: 10-13 U/L Meningkat

Troponin I <0,3 ng/ml Risiko tinggi

5. Apa definisi penyakit Mr. T?


ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh
darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti,
otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.

6. Bagaimana patofisologi penyakit Mr. T?


STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus,
infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika
kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada
lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology
menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap
yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium
sampai epikardium, disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial, disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,
infark sudah dapat terjadi pada subendokardium, dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4
jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke
epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard
sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai
beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi.

Sudoyo, Aru W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V. PAPDI: Jakarta.
Thaler, Malcolm S. 2000. Satu-satunya buku EKG yang Anda Perlukan. Hipokrates: Jakarta.
PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut tanpa ST-Elevasi.
PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan ST-Elevasi.
Wasid, H.A. 2003. Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
Herdanto, Dwi Yuda. 2009. 20 Penyakit Umum di Indonesia

You might also like