You are on page 1of 6

 Definisi :

Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri,
yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis,
demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise.(Vincent,2004)

11.2. Anatomi :
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang
besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar
tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi servikal ke-6. Ke atas faring
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan
rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah
berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan esofagus.panjang
dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh
(dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan
sebagian fasia bukofaringeal.

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur


faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak
berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan
laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan
tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid
yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan
tubuh terdepan.

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di
bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak atas silia dan
bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi
untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut ini
mengandungenzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi.

Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkuler) dan memenjang


(longitudinal). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m.konstriktor faring superior,
media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar, berbentuk kipas dengan
tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Kerja
otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi n.vagus
(n.X).otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring.
M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik rahang, sedangkan
m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah
faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot ini
penting pada waktu menelan. M.stiofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan
m.palatofaring dipersarafi oleh n.X (Rusmarjono,et.al., 2001)
II.3. Etiologi
Faringitis disebabkan oleh bakteri
1. Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS) 15% kasus faringitis.
• Gambaran klinis berupa: demam lebih dari 101.5°F, tonsillopharyngeal eritem
dan eksudasi, pembengkakan limfonodi leher, sakit kepala, muntah pada anak-
anak, petechiae palatal, biasa terjadi pada cuaca dingin.
• Suatu ruam scarlatiniform juga dihubungkan dengan infeksi GABHS ruam
kemerahan pada ekstremitas dan lidah memerah (strawberry tongue)
2. Group C, G, F Streptococci ( 10%), mungkin secara klinis tidak bisa dibedakan
dari infeksi GABHS, namun Streptococcus jenis ini tidak menyebabkan sequelae
immunologic. Streptococci grup C dan G telah dilaporkan sebagai penyebab radang
selaput otak (meningitis), endocarditis, dan empyema subdural.
• Arcanobacterium Chlamydia pneumoniae (5%), gejala mirip dengan M
pneumoniae. Faringitis biasanya mendahului terjadinya peradangan pada paru.
• Corynebacterium diphtheriae
• Bakteri yang jarang namun dapat dijumpai pada faringitis yaitu Borrelia species,
Francisella tularensis, Yersinia species, and Corynebacterium ulcerans.
• ( Corynebacterium) haemolyticus ( 5%) banyak terjadi pada dewasa
muda,gejalanya mirip dengan infeksi GABHS, berupa ruam scarlatiniform. Pasien
sering mengeluh batuk.
• Mycoplasma pneumoniae, pada dewasa muda dengan headache, faringitis, and
nfeksi pernafasan bawah. Kira-kira 75% pasien disertai batuk.
3. Viral pharyngitis
o Adenovirus (5%):.
o Herpes simplex (< 5%):
o Coxsackieviruses A and B (< 5%):
o Epstein-Barr virus (EBV):
o CMV.
o HIV-1:
4. Penyebab lain
o Candida sp. Pada pasien-pasien dengan riwayat pengbatan penekan sistem imun.
Banyak terjadi pada anak dengan gambaran plak putih pada orofaring.
o Udara kering, alergi (postnasal tetes), trauma kimia, merokok, neoplasia (Kazzi,
et.al.,2006).
II.4. Patofisiologi
Pada infeksi faringitis, virus atau bakteri secara langsung menginvasi mucosa pada
rongga tenggorokan, menyebabkan suatu respon inflamasi lokal. berbeda halnya
dengan virus, seperti rhinovirus,dapat mengiritasi mukosa rongga tenggorokan.
Streptococcal infeksi/peradangan ditandai oleh pelepasan dan invasi toksin ekstra
seluler lokal dan proteases (Kazzi, et.al.,2006) .

II.5. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda faringitis akut adalah nyeri tenggorok, sulit menelan, demam,
mual dan kelenjar limfe leher membengkak. Pada pemeriksaan tampak hiperemis,
udem dan dinding posterior faring bergranular.(Rusmarjono,et.al.,2001).

Streptococcus group A merupakan bakteri penyebab faringitis akut yang paling


sering, kira-kira 15 sampai 30 % kasus pada anak-anak, dan 5 sampai 10 % pada
oang dewasa. Biasanya terdapat riwayat infeksi tenggorokan oleh bakteri
Streptococcus sebelumnya. Insidensi faringitis yang disebabkan oleh streptococcus
meningkat pada musim dingin. Gejala dapat berupa rasa sakit pada tenggorokan,
nyeri saat menelan, demam, pusing, nyeri perut, mual dan muntah. Sedangkan
tanda-tanda yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat
pada faring dan tonsil, petechiae palatine, edema uvula, limfadenopati servikalis
anterior. Tidak semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak
pasien datang dengan gejala yang ringan dan tanpa eksudatif. Anak-anak dibawah
tiga tahun dapat disertai coryza dan krusta hidung. Faringitis dengan eksudat
jarang terjadi pada umur ini. (Alan, et.al.,2001).

Pada infeksi virus, gejala disertai dengan konjungtivitis, coryza, malaise, fatigue,
serak, dan demam yang tidak tidak terlalu tinggi (low-grade fever). Faringitis pada
anak dapat disertai dengan diare, nyeri perut, dan muntah (Vincent, et.al., 2006)

II.6. Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan gejala
yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam menentukan
organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis karena bakteri
atau virus.(Hilger,1994))

Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan tingkat


keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran bernafas,
pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit sistemik lainnya
seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah terdapat tanda-tanda
eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa, petechie dan adenopati.
Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti demam,
timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika dicurigai
faringitis yang disebabkan oleh Sterptococcus, seorang dokter harus mendengar
adanya suara murmur pada jantung dan mengevaliasi apakah pada pasien terdapat
pembesaran lien dan hepar.

Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak disertai
batuk dan suhu badan meningkat sampai 380 C maka dicurigai adanya faringitis
karena infeksi GABHS (Alan, et.al.,2001).

Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok : merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan
suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS. Untuk mencapai
hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah tonsil dan dinding
faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.
Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase
sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang
lebih dari 10 hari.

GABHS rapid antigen detection test


• merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes
ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki resiko sedang, atau jika seorang
dokter tidak nyaman memberikan terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk
pasien. Jika hasil yang diperoleh adalah positif maka pengobatan antibiotik yang
tepat, namun jika hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan
kemudian dilakukan follow-up
• Hasil kultur tenggorok negatif
• Rapid antigen detection tidak sensitive untuk Streptococcus Group C dan G atau
jenis bakteri patogen lainnya (Kazzi, et.al.,2006).

II.7. Penatalaksanaan
Apabila penyebabnya diduga infeksi firus, pasien cukup diberikan analgetik dan
tablet isap saja. Antibiotika diberikan untuk faringitis yang disebabkan oleh bakteri
Gram positif disamping analgetika dan kumur dengan air hangat. Penisilin dapat
diberikan untuk penyebab bakteri GABHS, karena penisilin lebih kemanjurannya
telah terbukti, spektrum sempit,aman dan murah harganya. Dapat diberikan secara
sistemik dengan dosis 250 mg, 2 atau 3 kali sehari untuk anak-anak, dan 250 mg 4
kali sehari atau 500 mg 2 kali sehari selama 10 hari. Apabila pasien alergi dengan
penisilin, dapat diganti dengan eritromisin. (Alan,at.al.,2001).

II.8. Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler.
Abses peritonsiler terjadi
• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu
: sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan
biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada
pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru.
• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal
glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses,
• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré
syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan
karsinoma nasofaring (Kazzi,at.al.,2006)

II.9. Prognosis
• Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, tnamun sangat
penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis
(Kazzi,at.al.,2006).

Diagnosa keperawatan

Nyeri akut

berhubungan dengan:

- Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan

DS:

- Laporan secara verbal

DO:

- Posisi untuk menahan nyeri

- Tingkah laku berhati-hati

- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri

- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi
dengan orang dan lingkungan)

- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)

- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)

- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)

- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)

- Perubahan dalam nafsu makan dan minum

NOC :

§ Pain Level,

§ pain control,

§ comfort level

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria
hasil:

- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

- Tanda vital dalam rentang normal

- Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :

§ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi

§ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

§ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

§ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan

§ Kurangi faktor presipitasi nyeri


§ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

§ Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

§ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...

§ Tingkatkan istirahat

§ Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

§ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

DAFTAR PUSTAKA

1. Alan,L.,Bisno. Acute Pharyngitis. http://www.nejm.org.vol 344;3;205-210


2. Kazzi,A.,Antoine, Wills,J. Pharyngitis. http://www.emedicine.com/med/topic735
htm.2006.
3. Vincent, T., Mirian, Celestin,N.,Hussain,N.,Aneela. Pharyngitis.
http://www.a.f.p.org.2004;69:1469-70www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.
4. www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.
5. Hilger PA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit
THT ed.6. Jakarta: EGC.1994.
6. Rusmarjono, Soepardi, E.A. Dalam: Supardi, E.A., Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Ed ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indinesia. 2001.

You might also like