Professional Documents
Culture Documents
M. CANDRA PUTRA
ABSTRAK
M. CANDRA PUTRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
Disetujui
Dosen Pembimbing
Diketahui
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
iv
RIWAYAT HIDUP
PRAKATA
Segala pujian dan ucapan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
atas segala nikmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Kompatibilitas Bacillus spp. dan Aktinomiset sebagai Agens
Hayati Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Pemicu Pertumbuhan Padi”.
Penyusunan ini dilakukan berdasarkan atas penelitian yang telah penulis lakukan
pada bulan Febuari hingga September 2010 di Laboratorium Bakteriologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman IPB.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Giyanto, M.Si atas bimbingan,
nasihat, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian hingga penyusunan skripsi ini, Dr. Ir. I Wayan Winasa M.Si selaku
dosen penguji tamu pada sidang skripsi yang berkenan memberikan saran dan
kritik yang membangun, Ir. Titiek S. Yuliani, SU. selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis
menjadi mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman (DPT).
Penulis juga ucapkan terima kasih dan apresiasi yang luar biasa kepada
kedua orang tua tercinta atas segala perhatian, dukungan, motivasi, dan doa yang
selalu tercurah kepada penulis. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada
kakak-kakak tercinta (Sukmawati, Suryanto, Agustina, Boy, dan Iwan) yang
selalu memberikan semangat dan nasihat kepada penulis. Terima kasih kepada
sahabat-sahabat mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman IPB atas semangat dan
inspirasi yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi
ini, terutama untuk Redi, Faishol, Adde, Ibnu, Fitrah, Herlie, Lara, Sari, Ita, Dilah,
Ana, Yeni serta rekan-rekan DPT lainnya (angkatan 42, 43, 44, dan 45) yang tidak
dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium
Bakteriologi Tumbuhan, Mbak Didi, Mbak Nilda, Pak Rustam, Pak Husda, dan
Ibu Lia, atas semua bantuan dan nasihat yang diberikan selama penulis melakukan
penelitian di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan. Tak lupa pula ucapan terima
kasih penulis ucapkan kepada teman-teman kosan Fullhouse dan semua pihak
yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan merupakan suatu karya tulis
ilmiah yang sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan masukan berupa
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis maupun para pembacanya.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................... 4
Manfaat ................................................................................................... 4
Aktinomiset ............................................................................................ 7
PENUTUP ...................................................................................................... 28
Kesimpulan .............................................................................................. 28
Saran ......................................................................................................... 28
LAMPIRAN ................................................................................................... 32
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan yang cukup dominan dalam dunia pertanian adalah masalah
organisme pengganggu tanaman (OPT), termasuk di Indonesia yang memiliki
iklim tropis yang cocok bagi perkembangan patogen penyebab penyakit tanaman.
Penyebab penyakit adalah organisme hidup patogenik maupun faktor lingkungan
fisik (Agrios, 1988). Kerugian yang sering kali ditimbulkan oleh penyakit
tanaman ini antara lain adalah penurunan kualitas dan kuantitas hasil produksi
pertanian. Penyakit hawar daun bakteri, atau dikenal juga dengan istilah penyakit
kresek, merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi. Penyakit ini
dapat merusak tanaman mulai dari fase bibit hingga generatif. Kerugian yang
ditimbulkan bekisar antara 20-30%, bergantung pada varietas yang ditanam dan
musim tanam (CAB Internasional 2005, dalam Sulistiani 2009). Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri X. oryzae pv. oryzae yang bersifat fitopatogenik. Bakteri
X. oryzae pv. oryzae ini dapat terbawa benih dan bertahan dalam waktu yang
cukup lama. Hal ini dikarenakan bakteri berada pada fase dorman ketika berada
pada benih (Singh dan Mathur 2004).
Untuk mengamankan produksi akibat serangan OPT, petani seringkali
menggunakan pestisida secara berlebihan, sehingga menimbulkan dampak negatif
yang tidak diinginkan. Untuk mengurangi penggunaan pestisida, maka diperlukan
alternatif pengendalian OPT yang ramah lingkungan. Saat ini, perhatian mulai
beralih ke sumber daya biologi dalam meningkatkan kesehatan dan ketahanan
tanaman terhadap penyakit, antara lain melalui peran mikroba tanah yang
bermanfaat.
Mikroba yang bersifat menguntungkan bagi tanaman, termasuk sebagai
agens penginduksi ketahanan, hidup di daerah sekitar perakaran (rhizosphere), di
mana terdapat eksudat yang dikeluarkan akar sebagai nutrisi bagi mikroba itu
sendiri. Mikroba yang banyak diteliti adalah kelompok rizobakteria pemacu
pertumbuhan tanaman atau dikenal dengan PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizocacteria). PGPR merupakan agens pengendali hayati yang menjanjikan
dapat menekan OPT di lapang (Nelson 2004).
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat aktinomiset sebagai
agens hayati patogen X. oryzae pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun bakteri
dan mengetahui kompatibilitasnya terhadap Bacillus spp.yang dapat diaplikasikan
pada benih padi.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini berupa informasi dan data isolat aktinomiset
sebagai agens hayati patogen X. oryzae pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun
bakteri dan kompatibilitasnya terhadap Bacillus spp.yang dapat diaplikasikan pada
benih padi dalam rangka penyediaan teknik pengendalian alternatif patogen X.
oryzae pv. oryzae.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati adalah proses pengurangan kepadatan inokulum atau
aktivitas patogen dalam menimbulkan penyakit yang berada dalam keadaan aktif
maupun dorman oleh satu atau lebih oragisme baik secara aktif maupun
manipulasi lingkungan dan inang, dengan menggunakan agens antagonis, atau
dengan mengintroduksi secara massal satu atau lebih organisme antagonis (Baker
dan Cook 1974).
Pada dasarnya manusia telah melakukan pengendalian hayati sejak
manusia mengenal budidaya pertanian dan munculnya OPT yang merugikan.
Suwahyono (2010) mengemukakan bahwa pengendalian hayati yang dilakukan
saat itu hanya bersifat percobaan berdasarkan pengalaman, dengan pendekatan
ilmiah yang minim.
Saat muncul Revolusi Hijau, kegiatan pengendalian hayati sempat jarang
dilakukan karena penggunaan bahan kimia sintetik dinilai lebih efektif dan efisien
dalam mengendalikan OPT. Namun beberapa dekade belakangan ini, seiring
dengan perkembangan dunia pertanian dan merebaknya isu lingkungan,
penggunaan bahan kimia sintetik mulai dikurangi secara bertahap. Pengendalian
hayati pun mulai gencar dilakukan kembali karena dinilai lebih ramah lingkungan.
Penggunaan organisme hidup sebagai agens antagonis dalam mengendalikan OPT
mulai dilakukan dengan pendekatan ilmiah yang lebih jauh dan perkembangannya
tampak semakin pesat. Agens antagonis dapat berupa mikroorganisme yang dapat
mempengaruhhi kemampuan bertahan atau berpengaruh negatif terhadap aktivitas
patogen dalam menimbulkan penyakit (Agrios 1997).
Bacillus spp.
Bacillus spp. ialah kelompok bakteri yang umum ditemukan di berbagai
lingkungan ekologi, baik di tanah, air, maupun udara. Bakteri ini merupakan
bakteri Gram positif yang dapat membentuk endospora yang berbentuk oval di
bagian sentral sel. Spora berfungsi untuk bertahan hidup antara lain pada suhu dan
kondisi lingkungan yang ekstrim. Sel Bacillus spp. berbentuk batang, berukuran
6
0,3-2,2 x 1,2-7,0 µm dan mempunyai flagel peritrikus. Bakteri ini dapat tumbuh
pada suhu 45° C, pH 5-7, NaCl 7%, menghidrolisis pati, serta membentuk asam
sitrat dari karbohidrat glukosa, arabinosa, manitol, dan silosa (Sonenshein et al.
2002).
Pada umumnya Bacillus spp. dapat digunakan sebagai agens biokontrol
terhadap patogen tanaman walaupun diketahui terdapat strain yang dapat
membusukkan biji kedelai. Biji kedelai yang diinokulasikan B. subtilis strain
virulen (isolat VS) pada suhu 30-35° C dan kelembaban udara relatif 98% akan
menunjukkan busuk berlendir 5 hari setelah inokulasi. (Sinclair dan Backman
1989, dalam Desmawati 2006).
Bakteri Bacillus spp. yang bersifat antagonis mampu menekan
pertumbuhan mikroorganisme lain karena memproduksi antibiotik berupa
lipopeptida yang disebut basitrasin dengan mekanisme merusak membran sel
bakteri (Leary dan Chan 1988, dalam Desmawati 2006). Jenis metabolit sekunder
lain yang diproduksi Bacillus spp. adalah bio-surfaktan yang disebut surfaktin
atau subtilisin. Surfaktin merupakan lipopeptida siklik yang berfungsi
menurunkan tegangan permukaan air dan juga bersifat antibiotik (Hommel dan
Ratledge 1933, Desai dan Desai 1933, dalam Dirmawati 2004).
Sebagian besar anggota Bacillus spp. tidak dianggap sebagai bakteri
patogen terhadap manusia, walaupun dapat mengkontaminasi makanan, namun
jarang menimbulkan keracunan (Sonenshein,et al. 2002). Schaad et al. (2000)
menyatakan bahwa hanya terdapat tiga kelompok Bacillus yang diketahui sebagai
patogen tanaman, yaitu B. circulans, B. megaterium pv. cerealis, dan B. polymyxa.
Bacillus spp. memiliki aktivitas antifungal yang tinggi (Jing dan Qian
2007) dan berperan dalam menekan beberapa fungi yang bersifat patogen, seperti
Rhizoctonia, Fusarium (Zhang et al. 2009) dan Aspergilus (Muis 2006). Selain
memiliki kemampuan dalam menekan perkembangan fitopatogen, Bacillus spp.
pun diketahui dalam mendukung pertumbuhan tanaman. McQuilken et al. (1998)
mengemukakan bahwa aplikasi Bacillus spp. pada benih kedelai mampu
mengurangi kerusakan bibit karena kerusakan saat imbibisi. Selain itu, perlakuan
benih dengan Bacillus spp. untuk merangsang pertumbuhan tanaman dan
7
Aktinomiset
Aktinomiset adalah kelompok besar dari bakteri berfilamen, umumnya
bersifat Gram positif, dan membentuk filament yang bercabang. Pertumbuhan
aktinomiset yang sukses mampu mengahasilkan jaringan berfilamen yang
memiliki cabang-cabang yang rumit, disebut juga dengan miselium. Ada juga
yang menyebutnya miselia aerial karena miselia dapat tumbuh pada lapisan udara.
Ukuran miselium umumnya memiliki diameter 0,5-1,0 µm, dengan panjang yang
tidak tentu, dan tidak memiliki sekat pada fase vegetatif (Madigan et al. 1993).
Sebagian besar aktinomiset mampu menghasilkan spora dari ujung-ujung
miselium yang terbentuk. Spora aktinomiset dikenal dengan eksospora, karena
terbentuk tidak dari dalam sel serta memiliki dinding yang tidak terlalu tebal
(Janse 2005).
Aktinomiset dapat ditemukan di berbagai lingkungan ekologi, seperti air
laut (Patil et al. 2001, air sungai (Rifaat 2003), dan tanah gua (Nakaew et al.
2009). Bahkan, Khan et al. (2008) berhasil mengisolasi aktinomiset dari floppy
dan compact disc. Beberapa aktinomiset juga diketahui merupakan organisme
endofit dan dapat diisolasi dari tanaman (Kunoh 2002).
Salah satu anggota Aktinomiset yang memiliki kemampuan sebagai agens
hayati adalah Streptomyces sp. Bakteri ini merupakan mikroorganisme yang
banyak menghasilkan substansi antibiotik, salah satunya aktif menghambat
pertumbuhan cendawan patogen pada tumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Streptomyces sp. berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan
cendawan, salah satunya adalah Fusarium sp. (Murdiyah 2008).
Pada tahun 1944 Selman Waksman menemukan streptomisin yang
merupakan salah satu antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces sp.
Perkembangan ini merangsang penelitian lebih lanjut terhadap genus
Streptomyces dalam usaha mencari mikroorganisme penghasil antibiotik. Sejak
saat itu penelitian aktinomiset, terutama Streptomyces sp., menjadi gudang utama
untuk memperoleh antibiotik baru. Di berbagai lembaga penelitian dilakukan
8
dijadikan sebagai isolat murni. Setelah diberi label kode, isolat murni ini yang
akan dijadikan sebagai bahan pada pengujian selanjutnya.
Seleksi Aktinomiset dilakukan dengan menggunakan metode biakkan
ganda (dual culture). Sebanyak satu lup biakan X. oryzae pv. oryzae berusia 24
jam diambil dari media Yeast Dextrose Calcium carbonate Agar (YDCA) (15 gr
Yeast Extract, 20 gr Dextrose, 20 gr CaCO3, 15 gr Agar, dan 1 L aquades) dan
diinokulasikan ke erlenmeyer berisi media 10 ml media LB serta diinkubasi pada
inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm pada suhu ruang selama 18 jam.
Pada waktu yang sama, sebanyak satu lup spora aktinomiset, yang diperoleh dari
biakan berusia tujuh hari, diinokulasikan ke erlenmeyer berisi 10 ml media cair
Luria Broth (LB) (1 gram Triptone, 0,5 gram NaCl, 0,5 gram Yeast Extract), dan
diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm pada suhu ruang
selama 18 jam. Setelah masa inkubasi, sebanyak 100 µl suspensi bakteri X. oryzae
pv. oryzae disebar pada media TSA, kemudian dikeringanginkan selama 15 menit
pada laminar air flow cabinet. Sebanyak empat buah kertas saring berdiameter 0,5
cm diletakkan pada media TSA yang telah disebar suspensi bakteri X. oryzae pv.
oryzae. Pada masing-masing kertas saring diteteskan suspensi aktinomiset
sebanyak 10 µl. Setelah itu, media diinkubasi pada suhu ruang selama beberapa
hari. Pengamatan terhadap aktivitas antagonisme dilakukan setiap hari. Aktivitas
antagonisme ditunjukkan dengan pembentukkan zona bening di sekitar kertas
saring. Isolat aktinomiset yang menunjukkan sifat antagonis terhadap bakteri
patogen X. oryzae pv. oryzae kemudian dijadikan isolat stok yang akan digunakan
pada pengujian selanjutnya.
spp. yang tumbuh setelah diinkubasikan selama 48 jam. Jumlah koloni yang
tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan cfu/ml dengan rumus:
Populasi bakteri =
Keterangan:
x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengenceran ke- (cfu)
p = faktor pengenceran ke-
v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)
aktinomiset digores dengan lembut hingga sporanya lepas dari permukaan agar
dan tersuspensi pada aquades steril. Setelah itu, suspensi spora tersebut diteteskan
pada cawan kultur lain dengan menggunakan pipet. Selanjutnya dilakukan metode
yang sama hingga mencapai 5 cawan. Penghitungan terhadap kepadatan spora
dilakukan dengan alat Haemacytometer.
Setelah dipanen, kemudian spora diinokulasikan pada bahan pembawa
yang akan digunakan. Setiap bahan pembawa yang digunakan, sebelumnya telah
disaring dengan saringan 50 mess. Bahan pembawa yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah campuran tepung arang sekam, dedak halus, tepung jagung,
dan tepung cangkang udang dengan perbandingan 86,5 : 3 : 10 : 0,5. Bahan
pembawa yang sudah dicanpur kemudian dimasukkan ke dalam plastik tahan
panas untuk dilakukan sterilisasi secara panas uap dengan menggunakan autoklaf
selama 15 menit.
Formulasi dibuat dengan cara menyebarkan susupensi spora secara merata
pada bahan pembawa dengan perbandingan 5 ml untuk setiap 10 g bahan
pembawa. Suspensi tersebut diteteskan ke dalam plastik berisi bahan pembawa
dan diaduk secara merata. Adapun kepadatan spora Bacillus spp. dan aktinomiset
yang diinokulasi ialah 108 cfu/gr bahan pembawa. Formulasi bahan pembawa
spora Bacillus spp. dan aktinomiset selanjutnya diletakan pada aluminium foil
steril dan dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 60°C selama 2 jam.
Selanjutnya formulasi ini digunakan untuk pengujian pada bahan tanaman.
X. oryzae pv. oryzae akan tampak mukoid dan berwarna kuning dengan
permukaan licin.
Penanaman benih padi dilakukan pada nampan plastik yang berisi
cocopeat steril sebagai media semainya. Sebelum diberi perlakuan dan
ditumbuhkan pada media semai, benih padi direndam dalam tabung erlenmeyer
steril berisi air steril selama semalam. Sebanyak 100 benih padi disebar pada
formulasi spora bakteri yang diletakan di atas aluminium foil steril dan
dicampurkan secara merata hingga seluruh benih tertutupi formulasi bakteri.
Tahap ini dinamakan seed dressing atau seed coating. Kemudian benih yang
sudah diberi perlakuan ditanam pada media yang telah disiapkan.
Populasi bakteri =
Keterangan:
x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengenceran ke- (cfu)
p = faktor pengenceran ke-
v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)
Tabel 1 Perlakuan terhadap benih padi pada pengujian formulasi spora Bacillus
spp. dan aktinomiset
Perlakuan Keterangan
KONTROL Benih padi tanpa aplikasi Bacillus spp. dan
aktinomiset
B12 Aplikasi benih padi dengan formulasi Bacillus spp.
APS7 Aplikasi benih padi dengan formulasi aktinomiset
isolat APS7
APS9 Aplikasi benih padi dengan formulasi aktinomiset
isolat APS9
APS12 Aplikasi benih padi dengan formulasi aktinomiset
isolat APS12
B12+APS7 Aplikasi benih padi dengan formulasi Bacillus spp.
dan aktinomiset isolat APS7
B12+APS9 Aplikasi benih padi dengan formulasi Bacillus spp.
dan aktinomiset isolat APS9
B12+APS12 Aplikasi benih padi dengan formulasi Bacillus spp.
dan aktinomiset isolat APS12
Analisis Statistik
Data pengujian formulasi spora Bacillus spp. dan aktinomiset terhadap
populasi X. oryzae pv. oryzae dan pertumbuhan tajuk pada bibit padi diolah
menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan program The Statistical
Analysis System (SAS) for Windows 9.0. Pengaruh yang berbeda nyata akan
dilakukan uji lanjut dengan uji selang berganda Duncan dengan taraf nyata (α) =
5%.
17
Menurut Madigan et al. (1996), koloni aktinomset pada cawan agar mudah
dibedakan dengan koloni bakteri lain, bahkan cendawan sekalipun. Koloni
aktinomiset memiliki ciri khas berupa penampakan yang terlihat berdebu atau
bertekstur seperti beludru (Gambar 2). Penampakan tersebut merupakan spora
yang dihasilakan oleh hifa aerial yang hanya dimiliki oleh aktinomiset. Hal ini
berbeda dengan bakteri yang memiliki koloni yang mukoid ataupun permukaan
licin yang khas. Bakteri ini sudah dikenal selama bertahun-tahun sebagai bakteri
yang dapat memproduksi antibiotik sebagai metabolit sekundernya (Stevenson
1956). Aktinomiset merupakan suatu kelompok bakteri berfilamen yang umum
ditemukan di tanah. Aktinomiset termasuk ke dalam golongan bakteri Gram
positif dan dapat menghasilkan struktur bertahan berupa spora.
18
Gambar 2 Koloni aktinomiset pada media agar padat (kiri) dan penampakan
mikroskopis pada perbesaran 400× (kanan)
terbentuk pada media agar, warna koloni, serta pertumbuhan isolat tersebut dalam
menghasilkan spora. Keenambelas isolat ini tumbuh pada dua media isolasi yang
berbeda, yaitu WYE dan YCED. Penggunaan media WYE dan YCED pernah
dilakukan Crawford et al. (1993) dalam mengisolasi aktinomiset. Media dengan
kandungan nutrisi yang rendah baik digunakan dalam melakukan isolasi
aktinomiset karena media jenis ini dapat mengurangi kontaminasi yang dapat
diakibatkan oleh fungi dan bakteri. Adapun isolat yang tumbuh pada media WYE
adalah APS 1, APS 8, APS 9, APS 10, APS12, APS 13, dan APS 16. Sedangkan
isolat yang tumbuh pada media YCED adalah APS 2, APS 3, APS4, APS 5, APS
6, APS 7, APS 11, APS 14, dan APS 16.
X. oryzae pv. oryzae, yaitu aktinomiset dengan kode isolat APS 4, APS 7, APS 9,
dan APS 12 (Tabel 3). Ada tidaknya kemampuan daya hambat yang dimiliki
aktinomiset dapat diketahui dengan terbentuknya zona hambatan pada media
biakan cawan. Zona bening yang terbentuk ini merupakan suatu akibat dari
adanya aktivitas antimikroba yang dimiliki oleh aktinomiset. Aktivitas
antimikroba ini dapat dikarenakan oleh suatu senyawa antibiotik yang dihasilkan
aktinomiset, seperti Amphotericin, Cyclohexamide, Nystatin, dan Streptomycin
yang dikenal memiliki sifat antimikroba (Ainsworth 1971).
5,04 (1,1×105 cfu/gr media) untuk APS 9 dan 4,92 (8,3×104 cfu/gr media) APS
12. Namun pada kondisi dimana keduanya ditumbuhkan bersama dengan Bacillus
spp., nilai populasinya menurun hingga 2,30 cfu/gr media untuk APS 7, 2,92
cfu/gr media untuk APS 9, dan 3,87 cfu/gr media untuk APS 12. Penyebab dari
penurunan populasi yang terjadi, baik pada Bacillus spp. mapun aktinomiset,
terjadi karena beberapa hal. Pada saat bakteri ini ditumbuhkan secara tunggal,
tidak terjadi kompetisi dalam hal nutrisi maupun ruang tumbuh, sehingga bakteri
dapat tumbuh dengan maksimal. Namun ketika ditumbuhkan secara bersamaan,
baik Bacillus spp. bersama dengan APS 7 maupun APS 9, terjadi kompetisi dalam
memperoleh nutrisi serta ruang hidup, sehingga pertumbuhan dan perkembangan
bakteri ini lebih terbatas. Tetapi kompetisi ini tidak bersifat antagonis karena
bakteri masih dapat tumbuh walaupun dalam kondisi yang terbatas sehingga
hubungan antara Bacillus spp. dan aktinomiset ini dapat dikatakan kompatibel.
Populasi Bacillus spp. ketika ditumbuhkan dengan APS 12 mengalami
kenaikan yang sigifikan, yaitu mencapai 7,56 (3,67×107 cfu/gr media). Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan isolat aktinomiset dapat mempengaruhi
pertumbuhan Bacillus spp. Perbedaan kode isolat mengindikasikan perbedaan
spesies aktinomiset. Kemungkinan terdapat suatu interaksi tertentu yang bersifat
mendukung yang terjadi antara APS 12 dengan Bacillus spp. sehingga populasi
Bacillus spp. yang ditumbuhkan bersama dengan APS 12 lebih tinggi
dibandingkan Bacillus spp. yang ditumbuhkan secara tunggal.
Crawford et al. (1993) menyatakan bahwa aktinomiset merupakan bakteri
yang aktif dalam mendegradasi bahan-bahan organik, seperti lignoselulosa, kitin,
dan pati dalam tanah. Schaad et al. (2000) pernah melaporkan bahwa Bacillus spp.
juga memiliki hasil yang positif terhadap uji hidrolisis pati dan menghasilkan
enzim amylase. Kemampuan keduanya dalam mendegradasi senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana ini diduga mempengaruhi kompatibilitas keduanya
dalam pengujian pada media tanah dan pupuk kandang.
23
Tabel 7 Pengaruh perlakuan formulasi pada benih padi terhadap tinggi tajuk rata-
rata bibit padi berumur 7 HST
Perlakuan Tinggi tajuk rata-rata (cm)*
KONTROL 7,64e
B12 9,09cd
APS 7 9,89abc
APS 9 10,40a
APS 12 8,66d
B12 + APS 7 8,80d
B12 + APS 9 9,21bcd
B12 + APS 12 10,07ab
* Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang
berganda Duncan α = 0,05)
Gambar 4 Bibit padi yang tidak diberi perlakuan (kiri) dan yang diberi perlakuan
B12+APS12 (kanan)
27
Kesimpulan
Bacillus spp. dan aktinomiset merupakan dua jenis mikroba yang dapat
mengendalikan X. oryzae pv. oryzae. Dari 16 isolat aktinomiset yang diperoleh,
terdapat tiga isolat yang memiliki sifat antagonis terhadap patogen X. oryzae pv.
oryzae dan kompatibel terhadap Bacillus spp., yaitu APS 7, APS 9, dan APS 12.
Aplikasi Bacillus spp. dan aktinomiset pada benih padi dapat menurunkan
populasi patogen X. oryzae pv. oryzae pada bibit padi serta meningkatkan
pertumbuhan bibit padi. Perlakuan aktinomiset dengan kode isolat APS 9 dapat
menekan populasi X. oryzae pv. oryzae pada bibit padi sebesar 88,89%. Perlakuan
B12+APS7 merupakan perlakuan dengan hasil persen kemunculan bibit paling
tinggi di antara perlakuan lain, yaitu 83,33% pada 7 HST, diikuti dengan
perlakuan APS 9 dengan 79%. Perlakuan Bacillus spp. dan aktinomiset juga
mampu memicu pertumbuhan tajuk tanaman sebesar 13,35 untuk perlakuan
APS12 hingga 26,53% untuk perlakuan APS9 pada 7 HST.
Saran
Penelitian ini dapat dikembangkan, sehingga diperlukan adanya kajian
lebih lanjut mengenai hal-hal yang mendukung suatu formulasi mikroba dalam
bentuk kering, seperti eksplorasi aktinomiset dari berbagai habitat asal yang
berbeda, kandungan dan konsentrasi berbagai bahan pembawa yang tepat, daya
tahan mikroba dalam masa penyimpanan, hingga pengujian in vivo formulasi
tersebut dengan waktu pengamatan lebih panjang.
29
DAFTAR PUSTAKA
Madigan MT, John MM, dan Jack P. 1996. Brock Biology of Microorganisms 8th
edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
McQuilken MP, Halmer P, dan Rhodes DJ. 1998. Application of Microorganisms
to Seeds. Di Dalam: Burges HD, editor. Formulation of Microbial
Biopesticides. London: Kluwer Academic Publisher. hlm 255-285.
Muis, Amran. 2006. Biomass Production and Formulation of Bacillus subtilis for
Biological Control. Indonesian Journal of Agriculture Science. 7(2): 51-56.
Murdiyah S. 2008. Daya hambat Streptomyces sp terhadap pertumbuhan jamur
patogen tumbuhan Fusarium sp dan Rhizoctonia sp. digilib.unej.ac.id [23
September 2008].
Nakaew N, Wasu P, dan Saisamorn L. 2009. First Record of the Isolation,
Identification and Biological Activity of a New Strain of Spirillospora
albida from Thai Cave Soil. Actinomycetologica 23:1–7
Nelson LM. 2004. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR): Prospect for
New Inoculant. Plant Management Network. www.plantmanagement
network.org/pub/cm/review/2004/rhizobacteria/ [14 Desember 2010].
Patil R, Jeyasekaran G, Shanmugam SA, dan Shakila RJ. 2001. Control of
Bacterial Pathogens, Associated with Fich Diseases, by Antagonistic
Marine Actinomycetes Isolated from Marine Sediment. Journal of Marine
Science. 30(4): 264-267.
Putra MC, Solichah YR, Murgiyanto F, Aminudi, dan Nurhasanah Y. 2009.
Formulasi Bacillus subtilis pada Tepung Singkong sebagai Probiotik
Tanaman. [Laporan Penelitian]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rifaat HM. 2003. The Biodiversity of Actinomycetes in the River Nile Exhibiting
Antifungal Activity. Journal of Mediterranean Ecology. 4:5-7.
Sabaratnam S dan James A. Traquair. 2001. Formulation of a Streptomyces
Biocontrol Agent for the Supression of Rhizoctonia Damping-off in
Tomato Transplant. Journal of Biological control 23: 245-253.
Schaad NW, Jones JB, dan Chun W. 2000. Laboratory Guide for Identification of
Plant Phatogenic Bacteria. Minnesota: APS Press.
Singh D dan Mathur SB. 2004. Histopathology of Seed Borne Infection. Florida:
CRC Press.
Sonenshein AL. et al. 2002. Bacillus subtilis and Its Closest Relatives from Genes
to Cell. Washington DC :ASM Press.
Stevenson IL. 1956. Antibiotic Activity of Actinomycetes in Soil and their
Controlling Effects on Root-rot of Wheat. Journal of Genetic Microbiology.
14, 440498
Sulistiani. 2009. Formulasi Spora Bacillus subtilis sebagai Agens Hayati dan
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) pada Berbagai Bahan
Pembawa [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian IPB.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis ragam pengujian formulasi spora Bacillus spp. dan
Aktinomiset terhadap penekanan populasi X. oryzae pv. oryzaea
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F Hitung Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah
Perlakuan 7 25168,50000 3595,50000 72,51 <.0001
Galat 16 793,33333 49,58333
Total
23 25961,83333
Terkoreksi
Lampiran 6 Hasil analisis ragam pengujian formulasi spora Bacillus spp. dan
aktinomiset terhadap tinggi tajuk bibit padi pada 7 HST
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F Hitung Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah
Perlakuan 7 16,70439583 2,38634226 10,47 <,0001
Galat 16 3,64706667 0,22794167
Total
23 20,35146250
Terkoreksi