You are on page 1of 44

1

KOMPATIBILITAS Bacillus spp. DAN AKTINOMISET


SEBAGAI AGENS HAYATI Xanthomonas oryzae pv. oryzae DAN
PEMICU PERTUMBUHAN PADI

M. CANDRA PUTRA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
i

ABSTRAK

M. CANDRA PUTRA. Kompatibilitas Bacillus spp. dan Aktinomiset sebagai


Agens Hayati Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Pemicu Pertumbuhan Padi.
Dibimbing oleh GIYANTO.
Penyakit hawar daun bakteri adalah salah satu penyakit penting pada
tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae.
Bakteri ini dapat terbawa benih dan bertahan dalam waktu yang lama. Beberapa
mikroba diketahui berpotensi sebagai agens hayati patogen ini, seperti Bacillus
spp. dan aktinomiset. Bacillus spp. dan aktinomiset telah diketahui menghasilkan
antibiotik yang dapat menghambat perkembangan bakteri patogen dan
menghasilkan spora yang dapat bertahan pada kondisi ekstrim. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan isolat aktinomiset sebagai agens hayati patogen X.
oryzae pv. oryzae dan kompatibel terhadap Bacillus spp.yang dapat diaplikasikan
pada benih padi. Aktinomiset yang diisolasi tanah, diseleksi dengan metode
pembiakkan ganda pada media agar dan media tumbuh berupa tanah dan pupuk
kandang (1:1). Dari 16 isolat aktinomiset yang berhasil diisolasi, terdapat tiga
isolat yang bersifat antagonis terhadap patogen X. oryzae pv. oryzae dan
kompatibel terhadap Bacillus spp., yaitu APS7, APS9, dan APS12. Bacillus spp.
dan aktinomiset diaplikasikan pada benih padi varietas Ciherang dengan metode
pelapisan benih (seed coating) dan bahan pembawa yang digunakan ialah tepung
dengan arang sekam sebagai komposisi utamanya. Aplikasi Bacillus spp. dan
aktinomiset pada benih padi dapat menurunkan populasi patogen X. oryzae pv.
oryzae pada bibit padi serta meningkatkan pertumbuhan bibit padi. Perlakuan
aktinomiset dengan kode isolat APS9 dapat menekan populasi X. oryzae pv.
oryzae sebesar 88,89%. Perlakuan B12+APS7 merupakan perlakuan dengan hasil
persen kemunculan bibit paling tinggi di antara perlakuan lain, yaitu 83,33% pada
7 HST, diikuti dengan perlakuan APS9 dengan 79%. Perlakuan Bacillus spp. dan
aktinomiset juga mampu memicu pertumbuhan tajuk tanaman sebesar 13,35-
26,53% pada 7 HST.
Kata kunci: Kompatibilitas, Bacillus spp., aktinomiset, agens hayati, padi.
ii

KOMPATIBILITAS Bacillus spp. DAN AKTINOMISET


SEBAGAI AGENS HAYATI Xanthomonas oryzae pv. oryzae DAN
PEMICU PERTUMBUHAN PADI

M. CANDRA PUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
iii

Judul : Kompatibilitas Bacillus spp. dan Aktinomiset sebagai Agens Hayati


Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Pemicu Pertumbuhan Padi
Nama : M. Candra Putra
NRP : A34063063

Disetujui
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Giyanto, M.Si.


NIP. 19670709 199303 1 002

Diketahui
Ketua Departemen

Dr. Ir. Dadang, MSc.


NIP. 19640204 199002 1 002

Tanggal Lulus:
iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap M. Candra Putra, dilahirkan di Cirebon pada


tanggal 30 November 1988. Penulis merupakan anak bungsu dari empat
bersaudara dari pasangan Mumud Sunaryo dan Mumun Munarsih.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di Indramayu dan sekolah
menengah di Cirebon. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di SDN Kedokan
Agung III pada tahun 2000. Pendidikan menengah penulis tempuh di SMP Negeri
1 Cirebon, lulus pada tahun 2003. Pendidikan kemudian dilanjutkan di SMA
Negeri 1 Cirebon selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2006. Penulis
melanjutkan pendidikan di IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru) pada tahun 2006, dan pada tahun 2007, penulis diterima sebagai
mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi, penulis aktif dalam
beberapa organisasi. Pada tahun 2006-2007, penulis aktif di Ikatan Kekeluargaan
Cirebon-IPB (IKC-IPB) sebagai anggota divisi Hubungan Masyarakat dan Forum
Silaturahmi Alumni ESQ IPB (FOSMA IPB) sebagai anggota. Pada tahun 2008,
penulis bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA)
sebagai anggota Divisi Administrasi Rumah Tangga. Penulis juga aktif dalam
beberapa club mitra HIMASITA, yaitu sebagai editor Majalah Metamorfosa dan
sebagai anggota di Organic Farming Club serta Entomology Club. Pada Januari
2009 penulis diamanahkan untuk menjadi ketua umum HIMASITA selama satu
periode kepengurusan hingga Desember 2009. Penulis juga aktif dalam mengikuti
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2008-2009. Penulis telah
berhasil menghasilkan satu laporan hasil PKM-Pengabdian Masyarakat dan empat
laporan PKM-Penelitian.
v

PRAKATA

Segala pujian dan ucapan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
atas segala nikmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Kompatibilitas Bacillus spp. dan Aktinomiset sebagai Agens
Hayati Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Pemicu Pertumbuhan Padi”.
Penyusunan ini dilakukan berdasarkan atas penelitian yang telah penulis lakukan
pada bulan Febuari hingga September 2010 di Laboratorium Bakteriologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman IPB.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Giyanto, M.Si atas bimbingan,
nasihat, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian hingga penyusunan skripsi ini, Dr. Ir. I Wayan Winasa M.Si selaku
dosen penguji tamu pada sidang skripsi yang berkenan memberikan saran dan
kritik yang membangun, Ir. Titiek S. Yuliani, SU. selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis
menjadi mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman (DPT).
Penulis juga ucapkan terima kasih dan apresiasi yang luar biasa kepada
kedua orang tua tercinta atas segala perhatian, dukungan, motivasi, dan doa yang
selalu tercurah kepada penulis. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada
kakak-kakak tercinta (Sukmawati, Suryanto, Agustina, Boy, dan Iwan) yang
selalu memberikan semangat dan nasihat kepada penulis. Terima kasih kepada
sahabat-sahabat mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman IPB atas semangat dan
inspirasi yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi
ini, terutama untuk Redi, Faishol, Adde, Ibnu, Fitrah, Herlie, Lara, Sari, Ita, Dilah,
Ana, Yeni serta rekan-rekan DPT lainnya (angkatan 42, 43, 44, dan 45) yang tidak
dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium
Bakteriologi Tumbuhan, Mbak Didi, Mbak Nilda, Pak Rustam, Pak Husda, dan
Ibu Lia, atas semua bantuan dan nasihat yang diberikan selama penulis melakukan
penelitian di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan. Tak lupa pula ucapan terima
kasih penulis ucapkan kepada teman-teman kosan Fullhouse dan semua pihak
yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan merupakan suatu karya tulis
ilmiah yang sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan masukan berupa
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis maupun para pembacanya.

Bogor, Januari 2011

Penulis
vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

Latar Belakang ........................................................................................ 1

Tujuan .................................................................................................... 4

Manfaat ................................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5

Pengandalian Hayati ............................................................................... 5

Bacillus spp. ............................................................................................ 5

Aktinomiset ............................................................................................ 7

BAHAN DAN METODE .............................................................................. 9

Waktu dan Tempat .................................................................................. 9

Peremajaan Isolat Bacillus spp. .............................................................. 9

Isolasi dan Seleksi Aktinomiset sebagai Agens Hayati .......................... 10

Uji Kompatibilitas Bacillus spp. dan Aktinomiset ................................. 10

Pengujian Aplikasi Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap


Penekanan X. oryzae pv. Oryzae dan Pertumbuhan Tanaman Padi ....... 11
Penyiapan Spora Bacillus spp. dan Aktinomiset ........................... 11
Penyiapan Formulasi Spora Bacillus spp. dan Aktinomiset
pada Bahan Pembawa Berbentuk Tepung...................................... 12
Aplikasi Formulasi Bacillus sp. dan Aktinomiset pada
Benih Padi ...................................................................................... 13
vii

Pengujian Formulasi Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap


Penekanan Populasi X. oryzae pv. oryzae ...................................... 14
Pengujian Formulasi Spora Bacillus spp. dan Aktinomiset
terhadap Pertumbuhan Bibit Padi................................................... 11

Analisis Statistik ..................................................................................... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 17

Isolat Bacillus spp. .................................................................................. 17

Isolasi dan Seleksi Aktinomiset sebagai Agens Hayati .......................... 17

Uji Kompatibilitas Bacillus spp. dan Aktinomiset ................................. 20

Pengujian Aplikasi Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap


Penekanan X. oryzae pv. Oryzae dan Pertumbuhan Tanaman Padi ....... 23
Pengujian Formulasi Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap
Penekanan Populasi X. oryzae pv. oryzae ...................................... 23
Pengujian Formulasi Spora Bacillus spp. dan Aktinomiset
terhadap Pertumbuhan Bibit Padi................................................... 24

PENUTUP ...................................................................................................... 28

Kesimpulan .............................................................................................. 28

Saran ......................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29

LAMPIRAN ................................................................................................... 32
viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perlakuan terhadap benih padi pada pengujian formulasi spora


Bacillus spp. dan aktinomiset .......................................................... 15
2. Daftar isolat aktinomiset hasil isolasi berdasarkan media isolasi ... 18
3. Pembentukan zona hambatan oleh aktinomiset terhadap koloni
X. oryzae pv. oryzae pada media TSA .............................................. 19
4. Pembentukan zona hambatan oleh aktinomiset terhadap koloni
Bacillus spp. pada media TSA ........................................................ 20
5. Pengaruh perlakuan formulasi pada benih padi terhadap populasi
X. oryzae pv. oryzae pada bibit padi berumur 7 HST ..................... 23
6. Pengaruh perlakuan formulasi pada benih padi terhadap persen
perkecambahan benih ...................................................................... 24
7. Pengaruh perlakuan formulasi pada benih padi terhadap tinggi
tajuk rata-rata bibit padi berumur 7 HST ........................................ 26
ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Koloni Bacillus spp. pada media TSA ............................................ 17

2 Koloni aktinomiset pada media agar padat dan penampakan


mikroskopis ..................................................................................... 18
3 Pengaruh uji kompatibilitas bakteri terhadap populasi
Bacillus spp. dan aktinomiset pada media tanah dan pupuk
kandang steril .................................................................................. 21
4 Pengaruh bibit padi yang tidak diberi perlakuan (kiri) dan
yang diberi perlakua B12+APS 7 (kanan) ...................................... 26
x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil analisis ragam pengujian formulasi spora Bacillus spp.


dan Aktinomiset terhadap penekanan populasi X. oryzae
pv. oryzaea pada 7 HST ................................................................... 32
2 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan formulasi spora
Bacillus spp. dan aktinomiset pada benih padi terhadap
persen kemunculan bibit padi pada 4 HST ...................................... 32
3 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan formulasi spora
Bacillus spp. dan aktinomiset pada benih padi terhadap
persen kemunculan bibit padi pada 5 HST ...................................... 32
4 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan formulasi spora
Bacillus spp. dan aktinomiset pada benih padi terhadap
persen kemunculan bibit padi pada 6 HST ...................................... 33
5 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan formulasi spora
Bacillus spp. dan aktinomiset pada benih padi terhadap
persen kemunculan bibit padi pada 7 HST ...................................... 33
6 Hasil analisis ragam pengujian formulasi spora Bacillus spp.
dan aktinomiset terhadap tinggi tajuk bibit padi pada 7 HST .......... 33
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Permasalahan yang cukup dominan dalam dunia pertanian adalah masalah
organisme pengganggu tanaman (OPT), termasuk di Indonesia yang memiliki
iklim tropis yang cocok bagi perkembangan patogen penyebab penyakit tanaman.
Penyebab penyakit adalah organisme hidup patogenik maupun faktor lingkungan
fisik (Agrios, 1988). Kerugian yang sering kali ditimbulkan oleh penyakit
tanaman ini antara lain adalah penurunan kualitas dan kuantitas hasil produksi
pertanian. Penyakit hawar daun bakteri, atau dikenal juga dengan istilah penyakit
kresek, merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi. Penyakit ini
dapat merusak tanaman mulai dari fase bibit hingga generatif. Kerugian yang
ditimbulkan bekisar antara 20-30%, bergantung pada varietas yang ditanam dan
musim tanam (CAB Internasional 2005, dalam Sulistiani 2009). Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri X. oryzae pv. oryzae yang bersifat fitopatogenik. Bakteri
X. oryzae pv. oryzae ini dapat terbawa benih dan bertahan dalam waktu yang
cukup lama. Hal ini dikarenakan bakteri berada pada fase dorman ketika berada
pada benih (Singh dan Mathur 2004).
Untuk mengamankan produksi akibat serangan OPT, petani seringkali
menggunakan pestisida secara berlebihan, sehingga menimbulkan dampak negatif
yang tidak diinginkan. Untuk mengurangi penggunaan pestisida, maka diperlukan
alternatif pengendalian OPT yang ramah lingkungan. Saat ini, perhatian mulai
beralih ke sumber daya biologi dalam meningkatkan kesehatan dan ketahanan
tanaman terhadap penyakit, antara lain melalui peran mikroba tanah yang
bermanfaat.
Mikroba yang bersifat menguntungkan bagi tanaman, termasuk sebagai
agens penginduksi ketahanan, hidup di daerah sekitar perakaran (rhizosphere), di
mana terdapat eksudat yang dikeluarkan akar sebagai nutrisi bagi mikroba itu
sendiri. Mikroba yang banyak diteliti adalah kelompok rizobakteria pemacu
pertumbuhan tanaman atau dikenal dengan PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizocacteria). PGPR merupakan agens pengendali hayati yang menjanjikan
dapat menekan OPT di lapang (Nelson 2004).
2

Salah satu PGPR yang telah dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai


agens pengendali biologi adalah Bacillus spp., yang merupakan bakteri Gram
positif pendegradasi amilum yang umumnya ditemukan di tanah. Bacillus spp.
mampu menghasilkan beberapa jenis antibiotik dan hormon pengatur tumbuh. Di
luar negeri Bacillus spp. telah dikomersilkan secara luas sebagai agens antagonis
atau sebagai bakteri pemicu pertumbuhan tanaman dalam berbagai merek dagang
maupun formulasi. Menurut Fravel et al. (1998) produk-produk tersebut banyak
digunakan dalam pengendalian berbagai macam penyakit pada tanaman. Bakteri
ini memiliki kemampuan membentuk struktur bertahan berupa endospora, yang
memungkinkan organisme ini tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim,
seperti kadar air yang rendah.
Selain Bacillus spp., aktinomiset juga merupakan mikroba yang berpotensi
memiliki kemampuan dalam mengendalikan mikoroorganisme penyebab penyakit
pada tanaman. Madigan et al (1996) menyatakan bahwa aktinomiset merupakan
kelompok besar dari bakteri berbentuk filamen. Fakta mengindikasikan bahwa
secara kuantitatif dan kualitatif aktinomiset memiliki peranan yang penting pada
rizosfer, di mana aktinomiset berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan
melindungi perakaran tanaman dari serangan fungi patogen akar. Hal ini menarik
banyak ahli mikrobiologi untuk menggunakan aktinomiset sebagai agens hayati
dalam mengendalikan patogen tanah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa aktinomiset merupakan kelompok mikroba yang menjanjikan dalam
pengendalian biologis (Crawford et al. 1993). Mikroba ini pun telah banyak
diketahui dapat menghasilkan beragam antibiotik sebagai metabolit sekundernya
(Sabaratnam dan Traquair 2001).
Aktinomiset termasuk golongan bakteri Gram positif dan menghasilkan
struktur bertahan berupa spora yang dapat bertahan dalam kondisi tidak
menguntungkan, seperti rendahnya kadar air dan suhu tinggi serta dapat bertahan
dalam waktu yang lama. Tidak seperti bakteri penghasil spora lainnya,
aktinomiset memproduksi spora sebagai cara utama bakteri ini dalam melakukan
pemencaran atau dispersal (Schaad et al. 2000). Aktinomiset dikenal sebagai
bakteri yang bersifat saprofit dan sangat umum dijumpai di rhizosfer hingga
lapisan tanah dalam. Menurut Schaad et al. (2000), dari sekitar 400 spesies
3

Streptomyces, sangat sedikit yang diketahui menjadi patogen pada tanaman.


Isolasi aktinomiset dari jaringan tanaman dan lahan pertanian sering kali diperoleh
aktinomiset yang bersifat saprofitik.
Baik Bacillus spp. maupun aktinomiset, keduanya dapat menghasilkan
spora yang dapat bertahan pada kondisi ekstrim, seperti rendahnya kadar air.
Berdasarkan persamaan sifat ini, maka kedua mikroba ini berpotensi untuk dapat
diaplikasikan pada bahan pembawa dalam bentuk kering berupa tepung. Hal ini
dilakukan agar Bacillus spp. maupun aktinomiset dapat digunakan dalam
pengendalian penyakit tanaman yang efektif dan aman bagi manusia serta
lingkungan sekitarnya. Bahan pembawa dalam bentuk tepung juga dinilai lebih
efisien dalam penggunaannya karena lebih mudah diaplikasikan. Selain itu,
mikroba dalam bahan pembawa berbentuk tepung memiliki umur simpan yang
relatif lebih panjang karena mikroba berada dalam fase dorman, yaitu dalam
bentuk spora yang dapat bertahan dalam waktu yang cenderung lebih lama
daripada bentuk sel vegetatifnya.
Kondisi tersebut tentu didukung dengan terjaganya kadar air dalam tepung
tersebut agar tetap rendah. Penggunaan bahan pembawa yang tepat dan murah pun
akan menjadikan aplikasi mikroba dalam bentuk tepung menjadi dinilai lebih
efektif dan efisien bagi penggunanya. Muis (2006) melaporkan bahwa
penggunaan beberapa bahan, seperti talc, tepung beras, tepung singkong, abu
pegunungan, dan arang, dengan konsentrasi tertentu dapat menjadi bahan
pembawa bagi mikroba yang baik pada perlakuan benih dengan metode seed
coating. Hasil penelitian Putra et al. (2009) aplikasi Bacillus spp. pada benih padi
dengan bahan pembawa 70% tepung singkong, 1% tepung cangkang udang, 1%
ragi, 10% dedak halus, dan 18% talc mampu menghambat pertumbuhan patogen
X. oryzae pv. oryzae sebesar 96,6% serta meningkatkan tinggi tajuk tanaman padi
sebesar 6,83% pada usia 3 minggu setelah tanam.
Namun, untuk membuat suatu formulasi yang mengandung lebih dari satu
jenis mikroba, terlebih dahulu diperlukan adanya kajian mengenai kompatibilitas
mikroba tersebut. Hal ini diperlukan agar mikroba yang digunakan tidak saling
meniadakan karena memiliki sifat antagonis antar keduanya. Oleh sebab itu,
penelitian ini akan mengkaji kompatibilitas Bacillus spp. dan aktinomiset,
4

kemampuan keduanya dalam menekan patogen yang menyebabkan penyakit pada


tanaman, serta peranannya dalam mendukung pertumbuhan tanaman.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat aktinomiset sebagai
agens hayati patogen X. oryzae pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun bakteri
dan mengetahui kompatibilitasnya terhadap Bacillus spp.yang dapat diaplikasikan
pada benih padi.

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini berupa informasi dan data isolat aktinomiset
sebagai agens hayati patogen X. oryzae pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun
bakteri dan kompatibilitasnya terhadap Bacillus spp.yang dapat diaplikasikan pada
benih padi dalam rangka penyediaan teknik pengendalian alternatif patogen X.
oryzae pv. oryzae.
5

TINJAUAN PUSTAKA

Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati adalah proses pengurangan kepadatan inokulum atau
aktivitas patogen dalam menimbulkan penyakit yang berada dalam keadaan aktif
maupun dorman oleh satu atau lebih oragisme baik secara aktif maupun
manipulasi lingkungan dan inang, dengan menggunakan agens antagonis, atau
dengan mengintroduksi secara massal satu atau lebih organisme antagonis (Baker
dan Cook 1974).
Pada dasarnya manusia telah melakukan pengendalian hayati sejak
manusia mengenal budidaya pertanian dan munculnya OPT yang merugikan.
Suwahyono (2010) mengemukakan bahwa pengendalian hayati yang dilakukan
saat itu hanya bersifat percobaan berdasarkan pengalaman, dengan pendekatan
ilmiah yang minim.
Saat muncul Revolusi Hijau, kegiatan pengendalian hayati sempat jarang
dilakukan karena penggunaan bahan kimia sintetik dinilai lebih efektif dan efisien
dalam mengendalikan OPT. Namun beberapa dekade belakangan ini, seiring
dengan perkembangan dunia pertanian dan merebaknya isu lingkungan,
penggunaan bahan kimia sintetik mulai dikurangi secara bertahap. Pengendalian
hayati pun mulai gencar dilakukan kembali karena dinilai lebih ramah lingkungan.
Penggunaan organisme hidup sebagai agens antagonis dalam mengendalikan OPT
mulai dilakukan dengan pendekatan ilmiah yang lebih jauh dan perkembangannya
tampak semakin pesat. Agens antagonis dapat berupa mikroorganisme yang dapat
mempengaruhhi kemampuan bertahan atau berpengaruh negatif terhadap aktivitas
patogen dalam menimbulkan penyakit (Agrios 1997).

Bacillus spp.
Bacillus spp. ialah kelompok bakteri yang umum ditemukan di berbagai
lingkungan ekologi, baik di tanah, air, maupun udara. Bakteri ini merupakan
bakteri Gram positif yang dapat membentuk endospora yang berbentuk oval di
bagian sentral sel. Spora berfungsi untuk bertahan hidup antara lain pada suhu dan
kondisi lingkungan yang ekstrim. Sel Bacillus spp. berbentuk batang, berukuran
6

0,3-2,2 x 1,2-7,0 µm dan mempunyai flagel peritrikus. Bakteri ini dapat tumbuh
pada suhu 45° C, pH 5-7, NaCl 7%, menghidrolisis pati, serta membentuk asam
sitrat dari karbohidrat glukosa, arabinosa, manitol, dan silosa (Sonenshein et al.
2002).
Pada umumnya Bacillus spp. dapat digunakan sebagai agens biokontrol
terhadap patogen tanaman walaupun diketahui terdapat strain yang dapat
membusukkan biji kedelai. Biji kedelai yang diinokulasikan B. subtilis strain
virulen (isolat VS) pada suhu 30-35° C dan kelembaban udara relatif 98% akan
menunjukkan busuk berlendir 5 hari setelah inokulasi. (Sinclair dan Backman
1989, dalam Desmawati 2006).
Bakteri Bacillus spp. yang bersifat antagonis mampu menekan
pertumbuhan mikroorganisme lain karena memproduksi antibiotik berupa
lipopeptida yang disebut basitrasin dengan mekanisme merusak membran sel
bakteri (Leary dan Chan 1988, dalam Desmawati 2006). Jenis metabolit sekunder
lain yang diproduksi Bacillus spp. adalah bio-surfaktan yang disebut surfaktin
atau subtilisin. Surfaktin merupakan lipopeptida siklik yang berfungsi
menurunkan tegangan permukaan air dan juga bersifat antibiotik (Hommel dan
Ratledge 1933, Desai dan Desai 1933, dalam Dirmawati 2004).
Sebagian besar anggota Bacillus spp. tidak dianggap sebagai bakteri
patogen terhadap manusia, walaupun dapat mengkontaminasi makanan, namun
jarang menimbulkan keracunan (Sonenshein,et al. 2002). Schaad et al. (2000)
menyatakan bahwa hanya terdapat tiga kelompok Bacillus yang diketahui sebagai
patogen tanaman, yaitu B. circulans, B. megaterium pv. cerealis, dan B. polymyxa.
Bacillus spp. memiliki aktivitas antifungal yang tinggi (Jing dan Qian
2007) dan berperan dalam menekan beberapa fungi yang bersifat patogen, seperti
Rhizoctonia, Fusarium (Zhang et al. 2009) dan Aspergilus (Muis 2006). Selain
memiliki kemampuan dalam menekan perkembangan fitopatogen, Bacillus spp.
pun diketahui dalam mendukung pertumbuhan tanaman. McQuilken et al. (1998)
mengemukakan bahwa aplikasi Bacillus spp. pada benih kedelai mampu
mengurangi kerusakan bibit karena kerusakan saat imbibisi. Selain itu, perlakuan
benih dengan Bacillus spp. untuk merangsang pertumbuhan tanaman dan
7

membantu mengurangi patogen terbawa benih telah menjadi bahan penelitian


yang menarik selama lebih dari 20 tahun terakhir.

Aktinomiset
Aktinomiset adalah kelompok besar dari bakteri berfilamen, umumnya
bersifat Gram positif, dan membentuk filament yang bercabang. Pertumbuhan
aktinomiset yang sukses mampu mengahasilkan jaringan berfilamen yang
memiliki cabang-cabang yang rumit, disebut juga dengan miselium. Ada juga
yang menyebutnya miselia aerial karena miselia dapat tumbuh pada lapisan udara.
Ukuran miselium umumnya memiliki diameter 0,5-1,0 µm, dengan panjang yang
tidak tentu, dan tidak memiliki sekat pada fase vegetatif (Madigan et al. 1993).
Sebagian besar aktinomiset mampu menghasilkan spora dari ujung-ujung
miselium yang terbentuk. Spora aktinomiset dikenal dengan eksospora, karena
terbentuk tidak dari dalam sel serta memiliki dinding yang tidak terlalu tebal
(Janse 2005).
Aktinomiset dapat ditemukan di berbagai lingkungan ekologi, seperti air
laut (Patil et al. 2001, air sungai (Rifaat 2003), dan tanah gua (Nakaew et al.
2009). Bahkan, Khan et al. (2008) berhasil mengisolasi aktinomiset dari floppy
dan compact disc. Beberapa aktinomiset juga diketahui merupakan organisme
endofit dan dapat diisolasi dari tanaman (Kunoh 2002).
Salah satu anggota Aktinomiset yang memiliki kemampuan sebagai agens
hayati adalah Streptomyces sp. Bakteri ini merupakan mikroorganisme yang
banyak menghasilkan substansi antibiotik, salah satunya aktif menghambat
pertumbuhan cendawan patogen pada tumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Streptomyces sp. berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan
cendawan, salah satunya adalah Fusarium sp. (Murdiyah 2008).
Pada tahun 1944 Selman Waksman menemukan streptomisin yang
merupakan salah satu antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces sp.
Perkembangan ini merangsang penelitian lebih lanjut terhadap genus
Streptomyces dalam usaha mencari mikroorganisme penghasil antibiotik. Sejak
saat itu penelitian aktinomiset, terutama Streptomyces sp., menjadi gudang utama
untuk memperoleh antibiotik baru. Di berbagai lembaga penelitian dilakukan
8

pencarian antibiotik dari berbagai tipe mikroorganisme terutama dari kelas


aktinomiset dan telah berhasil menemukan antibiotik baru seperti khlortetrasiklin,
neomisin, oksitetrasiklin, dan eritromisin (Suwandi 1993).
Dalam bidang fitopatologi, khususnya dalam hal pengendalian patogen
pada tanaman, aktinomiset diketahui dapat mengendalikan beberapa patogen
penting, seperti Rhizoctonia solani (Sabaratnam dan Traquair, 2001) dan Phytium
ultimum (Crawford et al., 1993). Bahkan dari hasil penelitian Nakaew et al.
(2009) melaporkan bahwa salah satu aktinomiset yang diisolasi dari gua di
Thailand, Spirillospora albida, diketahui dapat menujukkan aktivitas
antimoikrobial terhadap Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan
Paenibacillus larvae. Hasil penelitian Charoensopharat et al. (2007) menyatakan
bahwa Streptomyces sp. menunjukkan aktivitas antibakteri yang signifikan
terhadap perkembangan bakteri Gram negatif, seperti Xanthomonas sp..
Aktinomiset dapat menjadi objek penelitian yang sangat potensial untuk
masa yang akan datang (Sabaratnam dan Traquair, 2001). Streptomyces sp. telah
menunjukkan adanya produksi senyawa toksik antifungal, rhizostreptin, dalam
kapasitas yang tinggi, baik pada media biakan maupun pada perakaran tomat.
Bakteri ini pula menunjukkan produksi eksoenzim pendegradasi dinding sel
cendawan seperti kitinase. Kajian mengenai kemampuan produksi aktinomiset
akan senyawa metabolit lainnya, kemampuan metabolit tersebut menekan
pertumbuhan patogen, hingga efikasi dan persistensinya di perakaran akan sangat
penting untuk menghasilkan senyawa yang dapat diaplikasikan sebagai
antimikroba untuk berbagai agroekosistem.
9

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga September 2010 di


Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Peremajaan Isolat Bacillus spp.


Isolat Bacillus spp. yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
kultur stok koleksi Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi
Tanaman IPB. Isolat tersebut berupa suspensi bakteri pada larutan Gliserol 20%
dan disimpan dalam keadaan beku pada suhu -20°C. Sebanyak satu lup suspensi
beku tersebut diambil dan digores pada media Tryptone Soy Agar (TSA) secara
aseptik dengan menggunakan jarum oose. Selanjutnya, cawan diinkubasi pada
suhu ruang selama dua hari. Koloni bakteri akan tumbuh pada media setelah masa
inkubasi. Peremajaan isolat Bacillus spp. ini dilakukan secara aseptik di laminar
air flow cabinet.

Isolasi dan Seleksi Aktinomiset sebagai Agens Hayati


Aktinomiset merupakan salah satu mikroba yang umum ditemukan di
tanah. Penelitian ini menggunakan isolat aktinomiset asal tanah. Tanah sampel,
yang diambil dari daerah Bogor, berasal dari tanah bagian top soil. Kemudian
tanah tersebut dikeringanginkan pada suhu ruang selama 10 hari. Sebanyak 10 gr
tanah sampel yang sudah kering disuspensikan pada 100 ml air steril kemudian
diinkubasi pada inkubator bergoyang selama 15 menit. Pencawanan dilakukan
terhadap suspensi ini dengan didahului teknik pengenceran berseri dengan
konsentrasi 10-1 hingga 10-8. Pencawanan dilakukan pada media semi selektif
Water-yeast extract Agar (WYE) (0,25 g yeast extract, 0,5 g K2HPO4, 18 g agar,
dan 1 L aquades) dan Casamino Acids-yeast extract-glucose-agar (YCED) (0,3 g
Casamino Acids, 0,3 g Yeast extract, 0,3 g D-Glucose, 2 g K2HPO4, 18 g agar,
dan 1 L aquades). Koloni Aktinomiset akan tumbuh dalam waktu 7-10 hari,
kemudian dilakukan pemurnian terhadap koloni tunggal yang terbentuk dan ini
10

dijadikan sebagai isolat murni. Setelah diberi label kode, isolat murni ini yang
akan dijadikan sebagai bahan pada pengujian selanjutnya.
Seleksi Aktinomiset dilakukan dengan menggunakan metode biakkan
ganda (dual culture). Sebanyak satu lup biakan X. oryzae pv. oryzae berusia 24
jam diambil dari media Yeast Dextrose Calcium carbonate Agar (YDCA) (15 gr
Yeast Extract, 20 gr Dextrose, 20 gr CaCO3, 15 gr Agar, dan 1 L aquades) dan
diinokulasikan ke erlenmeyer berisi media 10 ml media LB serta diinkubasi pada
inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm pada suhu ruang selama 18 jam.
Pada waktu yang sama, sebanyak satu lup spora aktinomiset, yang diperoleh dari
biakan berusia tujuh hari, diinokulasikan ke erlenmeyer berisi 10 ml media cair
Luria Broth (LB) (1 gram Triptone, 0,5 gram NaCl, 0,5 gram Yeast Extract), dan
diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm pada suhu ruang
selama 18 jam. Setelah masa inkubasi, sebanyak 100 µl suspensi bakteri X. oryzae
pv. oryzae disebar pada media TSA, kemudian dikeringanginkan selama 15 menit
pada laminar air flow cabinet. Sebanyak empat buah kertas saring berdiameter 0,5
cm diletakkan pada media TSA yang telah disebar suspensi bakteri X. oryzae pv.
oryzae. Pada masing-masing kertas saring diteteskan suspensi aktinomiset
sebanyak 10 µl. Setelah itu, media diinkubasi pada suhu ruang selama beberapa
hari. Pengamatan terhadap aktivitas antagonisme dilakukan setiap hari. Aktivitas
antagonisme ditunjukkan dengan pembentukkan zona bening di sekitar kertas
saring. Isolat aktinomiset yang menunjukkan sifat antagonis terhadap bakteri
patogen X. oryzae pv. oryzae kemudian dijadikan isolat stok yang akan digunakan
pada pengujian selanjutnya.

Uji Kompatibilitas Bacillus spp. dan Aktinomiset


Uji kompatibilitas pada media padat dilakukan dengan membiakkan
Bacillus spp. dan aktinomiset secara dual culture. Sebanyak 10 μl suspensi biakan
aktinomiset diteteskan pada kertas saring yang terdapat pada media agar yang
telah disebar dengan 100 μl susupensi Bacillus spp. Media agar yang digunakan
ialah media umum untuk membiakkan bakteri, yaitu TSA. Aktinomiset yang
bersifat antagonis terhadap Bacillus spp. akan membentuk zona bening dan tidak
akan digunakan sebagai bahan uji.
11

Isolat aktinomiset yang menunjukkan hasil positif terhadap uji


kompatibilitas melalui dual culture kemudian dilakukan pengujian lebih lanjut.
Bacillus spp. dan aktinomiset dibiakkan pada media tumbuh berupa tanah dan
pupuk kandang yang sudah disterilisasi. Perbandingan antara tanah dan pupuk
kandang ialah 1:1. Bacillus spp. dan aktinomiset yang diinokulasikan pada media
tumbuh masing-masing sebanyak 105 cfu/gr media tumbuh. Setelah diinkubasi
selama dua minggu pada suhu ruang, kemudian dilakukan penghintungan
kepadatan populasi Bacillus spp. dan aktinomiset pada masing-masing media
tumbuh dengan metode pengenceran berseri. Isolat aktinomiset yang diketahui
tidak memiliki interaksi yang negatif terhadap Bacillus spp. akan dijadikan
sebagai bahan pengujian selanjutnya.

Pengujian Aplikasi Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap Penekanan X.


oryzae pv. oryzae dan Pertumbuhan Tanaman Padi

Penyiapan Spora Bacillus spp. dan Aktinomiset


Bakteri Bacillus sp. adalah bakteri Gram positif yang dapat membentuk
spora. Pembentukan spora oleh Bacillus sp. merupakan salah satu respon bakteri
ini dalam bertahan pada kondisi tertentu (Muis 2006). Pada penelitian ini,
produksi spora diawali dengan peremajaan biakan Bacillus spp. secara aseptik.
Biakan Bacillus spp. hasil peremajaana berumur satu hari tersebut diinokulasi
sebanyak satu lup ke dalam tabung reaksi berisi 5 ml media cair LB dan
diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm selama 13 jam.
Setelah itu sebanyak 5 ml suspensi Bacillus spp. diinokulasi ke dalam erlenmeyer
1000 ml berisi 300 ml media cair Dickinson (6 g Pancreatic Digest of Gelatin, 4 g
Pancreatic Digest of Casein, 3 g Yeast Extract, 1 g Beef Extract, 0,3 g
Manganolis Sulfat) dan diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan
100 rpm selama enam hari. Penghitungan spora Bacillus spp. dilakukan dengan
memanaskan suspensi pada suhu 80 °C selama 15 menit dengan tujuan untuk
mematikan sel vegetatif Bacillus spp., tetapi tidak mematikan sporanya. Setelah
itu, dilakukan pengenceran berseri dan dilanjutkan dengan pencawanan pada
media TSA. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni Bacillus
12

spp. yang tumbuh setelah diinkubasikan selama 48 jam. Jumlah koloni yang
tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan cfu/ml dengan rumus:

Populasi bakteri =

Keterangan:
x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengenceran ke- (cfu)
p = faktor pengenceran ke-
v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)

Isolat aktinomiset yang telah terseleksi kemudian dilakukan perbanyakan


untuk keperluan pengujian selanjutnya. Perbanyakan aktinomiset dilakukan
dengan menggoreskan kultur murni ke media WYE atau YCED, tergantung pada
tiap isolat. Untuk persediaan, setiap isolat dengan sama yang berbeda diperbanyak
hingga 10 cawan Kemudian cawan diinkubasi hingga 8-10 hari. Spora akan
tumbuh pada permukaan media yang ditumbuhi koloni aktinomiset dengan
penampakan kasar seperti beludru dan mengandung pigmen tertentu sehingga
akan tampak memiliki beragam (Madigan et al. 1996). Selain itu, dilakukan juga
perbanyakan isolat aktinomiset dengan penggunaan agar miring. Hal ini dilakukan
untuk menyediakan kultur stok yang murni dan dapat diperbanyak sewaktu-
waktu.

Penyiapan Formulasi Spora Bacillus spp. dan Aktinomiset pada Bahan


Pembawa Berbentuk Tepung
Spora bakteri dipanen dengan sentrifugasi eppendorf pada 7.500 rpm pada
suhu ruang selama 6 menit dari media kultur yang telah berumur 7 hari. Pelet dari
spora bakteri kemudian dicuci 2 kali dengan larutan 0,05M Phosphate Buffer
Saline (PBS) (8 gr NaCl, 0,2 gr KH2PO4, 1,15 gr Na2HPO4, 0,2 gr KCl, 1 L
aquades) pH 7,0. Spora bakteri yang telah dicuci dengan PBS selanjutnya
diresuspensikan kembali pada larutan PBS dan kemudian kepadatan spora bakteri
pada suspensi tersebut dihitung dengan teknik pengenceran berseri.
Spora aktinomiset dipanen dari kultur aktinomiset yang telah berumur 10
hari pada cawan petri berisi media padat. Sebanyak 10 ml aquades steril dituang
pada cawan tersebut. Kemudian dengan menggunakan spatula steril, koloni
13

aktinomiset digores dengan lembut hingga sporanya lepas dari permukaan agar
dan tersuspensi pada aquades steril. Setelah itu, suspensi spora tersebut diteteskan
pada cawan kultur lain dengan menggunakan pipet. Selanjutnya dilakukan metode
yang sama hingga mencapai 5 cawan. Penghitungan terhadap kepadatan spora
dilakukan dengan alat Haemacytometer.
Setelah dipanen, kemudian spora diinokulasikan pada bahan pembawa
yang akan digunakan. Setiap bahan pembawa yang digunakan, sebelumnya telah
disaring dengan saringan 50 mess. Bahan pembawa yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah campuran tepung arang sekam, dedak halus, tepung jagung,
dan tepung cangkang udang dengan perbandingan 86,5 : 3 : 10 : 0,5. Bahan
pembawa yang sudah dicanpur kemudian dimasukkan ke dalam plastik tahan
panas untuk dilakukan sterilisasi secara panas uap dengan menggunakan autoklaf
selama 15 menit.
Formulasi dibuat dengan cara menyebarkan susupensi spora secara merata
pada bahan pembawa dengan perbandingan 5 ml untuk setiap 10 g bahan
pembawa. Suspensi tersebut diteteskan ke dalam plastik berisi bahan pembawa
dan diaduk secara merata. Adapun kepadatan spora Bacillus spp. dan aktinomiset
yang diinokulasi ialah 108 cfu/gr bahan pembawa. Formulasi bahan pembawa
spora Bacillus spp. dan aktinomiset selanjutnya diletakan pada aluminium foil
steril dan dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 60°C selama 2 jam.
Selanjutnya formulasi ini digunakan untuk pengujian pada bahan tanaman.

Aplikasi Formulasi Bacillus sp. dan Aktinomiset pada Benih Padi


Benih padi yang digunakan dalam pengujian ini ialah benih padi varietas
Ciherang. Benih yang akan digunakan dalam pengujian ini, sebelum diberi
perlakuan dan ditanam, dilakukan analisis terhadap populasi X. oryzae pv. oryzae
dengan teknik pencawanan dengan pengenceran berseri. Sebanyak 20 benih
dipilih dan disterilisasi permukaan lalu digerus serta disuspensikan pada 10 ml
larutan PBS. Suspensi tersebut kemudian dilakukan pengenceran berseri hingga
10-8 kali dan disebar pada cawan berisi media YDCA. Selanjutnya media
diinkubasi selama 2 hari dan dilakukan peghitungan koloni X. oryzae pv. oryzae
yang tumbuh. Schaad et al. (2000) menyatakan bahwa pada media YDCA koloni
14

X. oryzae pv. oryzae akan tampak mukoid dan berwarna kuning dengan
permukaan licin.
Penanaman benih padi dilakukan pada nampan plastik yang berisi
cocopeat steril sebagai media semainya. Sebelum diberi perlakuan dan
ditumbuhkan pada media semai, benih padi direndam dalam tabung erlenmeyer
steril berisi air steril selama semalam. Sebanyak 100 benih padi disebar pada
formulasi spora bakteri yang diletakan di atas aluminium foil steril dan
dicampurkan secara merata hingga seluruh benih tertutupi formulasi bakteri.
Tahap ini dinamakan seed dressing atau seed coating. Kemudian benih yang
sudah diberi perlakuan ditanam pada media yang telah disiapkan.

Pengujian Formulasi Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap Penekanan


Populasi X. oryzae pv. oryzae
Analisis populasi X. oryzae pv. oryzae dilakukan pada bibit tanaman padi
yang berumur 7 HST. Sebanyak 20 dari 100 sampel bibit pada setiap ulangan dari
setiap perlakuan digerus pada plastik steril kemudian disuspensikan pada 50 ml air
steril. Kemudian X. oryzae pv. oryzae diisolasi dari suspensi tersebut dengan
metode pengenceran berseri dan pencawanan pada media YDCA. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung jumlah koloni X. oryzae pv. oryzae yang tumbuh
setelah diinkubasikan selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya
dikonversikan ke dalam satuan cfu/ml dengan rumus:

Populasi bakteri =

Keterangan:
x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengenceran ke- (cfu)
p = faktor pengenceran ke-
v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)

Pengujian formulasi spora Bacillus spp. dan aktinomiset terhadap penekanan


populasi X. oryzae pv. oryzae dilakukan dengan menggunakan rancangan acak
lengkap. Perlakuan yang diuji dapat dilihat pada Tabel 1.
15

Tabel 1 Perlakuan terhadap benih padi pada pengujian formulasi spora Bacillus
spp. dan aktinomiset
Perlakuan Keterangan
KONTROL Benih padi tanpa aplikasi Bacillus spp. dan
aktinomiset
B12 Aplikasi benih padi dengan formulasi Bacillus spp.
APS7 Aplikasi benih padi dengan formulasi aktinomiset
isolat APS7
APS9 Aplikasi benih padi dengan formulasi aktinomiset
isolat APS9
APS12 Aplikasi benih padi dengan formulasi aktinomiset
isolat APS12
B12+APS7 Aplikasi benih padi dengan formulasi Bacillus spp.
dan aktinomiset isolat APS7
B12+APS9 Aplikasi benih padi dengan formulasi Bacillus spp.
dan aktinomiset isolat APS9
B12+APS12 Aplikasi benih padi dengan formulasi Bacillus spp.
dan aktinomiset isolat APS12

Parameter pengamatan yang diambil ialah jumlah koloni X. oryzae pv.


oryzae yang tumbuh berdasarkan hasil pengenceran berseri dan pencawanan pada
media YDCA. Pengujian dilakukan dengan tiga ulangan. Pada setiap ulangan
diambil 20 unit sampel yang dipilih secara acak yang akan dijadikan sebagai
sumber parameter pengamatan.

Pengujian Formulasi Spora Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap


Pertumbuhan Bibit Padi
Pengujian formulasi spora Bacillus spp. dan aktinomiset terhadap
pertumbuhan tanaman dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap.
Perlakuan yang diuji dapat dilihat pada Tabel 1.
Parameter pengamatan yang diambil ialah persen kemunculan bibit padi
dan tinggi tajuk dari bibit yang tumbuh. Pengujian dilakukan dengan tiga ulangan.
Pada setiap ulangan diambil 20 unit sampel yang dipilih secara acak yang akan
dijadikan sebagai sumber parameter pengamatan.
16

Analisis Statistik
Data pengujian formulasi spora Bacillus spp. dan aktinomiset terhadap
populasi X. oryzae pv. oryzae dan pertumbuhan tajuk pada bibit padi diolah
menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan program The Statistical
Analysis System (SAS) for Windows 9.0. Pengaruh yang berbeda nyata akan
dilakukan uji lanjut dengan uji selang berganda Duncan dengan taraf nyata (α) =
5%.
17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolat Bacillus spp.


Pada media agar padat, Bacillus spp. berbentuk tidak beraturan dengan
pinggiran bergerigi dan berwarna putih pucat kecoklatan (Gambar 1). Muis (2006)
mengungkapkan bahwa Bacillus spp. berpotensi dalam mengendalikan penyakit
yang disebabkan oleh X. oryzae.Waites et al. (1970) mengemukakan bahwa
Bacillus spp. tergolong ke dalam bakteri Gram positif yang dapat membentuk
struktur berupa endospora yang dapat bertahan pada kondisi ekstrim dan dalam
waktu yang lama hingga hitungan tahun.

Gambar 1 Koloni Bacillus spp. pada media TSA

Isolasi dan Seleksi Aktinomiset sebagai Agens Hayati

Menurut Madigan et al. (1996), koloni aktinomset pada cawan agar mudah
dibedakan dengan koloni bakteri lain, bahkan cendawan sekalipun. Koloni
aktinomiset memiliki ciri khas berupa penampakan yang terlihat berdebu atau
bertekstur seperti beludru (Gambar 2). Penampakan tersebut merupakan spora
yang dihasilakan oleh hifa aerial yang hanya dimiliki oleh aktinomiset. Hal ini
berbeda dengan bakteri yang memiliki koloni yang mukoid ataupun permukaan
licin yang khas. Bakteri ini sudah dikenal selama bertahun-tahun sebagai bakteri
yang dapat memproduksi antibiotik sebagai metabolit sekundernya (Stevenson
1956). Aktinomiset merupakan suatu kelompok bakteri berfilamen yang umum
ditemukan di tanah. Aktinomiset termasuk ke dalam golongan bakteri Gram
positif dan dapat menghasilkan struktur bertahan berupa spora.
18

Gambar 2 Koloni aktinomiset pada media agar padat (kiri) dan penampakan
mikroskopis pada perbesaran 400× (kanan)

Berdasarkan isolasi aktinomiset asal tanah yang dilakukan, diperoleh


beberapa isolat aktinomiset yang dibiakkan pada media semi selektif WYE dan
YCED.

Tabel 2 Daftar isolat aktinomiset hasil isolasi berdasarkan media isolasi


Media isolasi
No. Kode isolat aktinomiset
WYE YCED
1. APS 1 √ -
2. APS 2 - √
3. APS 3 - √
4. APS 4 - √
5. APS 5 - √
6. APS 6 - √
7. APS 7 - √
8. APS 8 √ -
9. APS 9 √ -
10. APS 10 √ -
11. APS 11 - √
12. APS 12 √ -
13. APS 13 √ -
14. APS 14 - √
15. APS 15 - √
16. APS 16 √ -
Keterangan: √ Tumbuh
- Tidak tumbuh

Pengamatan mengenai perbedaan fenotipe koloni yang tumbuh pada media


dilakukan terhadap isolat aktinomiset yang diperoleh. Pemberian kode isolat
dilakukan berdasarkan perbedaan fenotipe yang diamati. Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan (Tabel 2), diperoleh 16 isolat aktinomiset dengan ciri fenotipe
yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini meliputi penampakan koloni yang
19

terbentuk pada media agar, warna koloni, serta pertumbuhan isolat tersebut dalam
menghasilkan spora. Keenambelas isolat ini tumbuh pada dua media isolasi yang
berbeda, yaitu WYE dan YCED. Penggunaan media WYE dan YCED pernah
dilakukan Crawford et al. (1993) dalam mengisolasi aktinomiset. Media dengan
kandungan nutrisi yang rendah baik digunakan dalam melakukan isolasi
aktinomiset karena media jenis ini dapat mengurangi kontaminasi yang dapat
diakibatkan oleh fungi dan bakteri. Adapun isolat yang tumbuh pada media WYE
adalah APS 1, APS 8, APS 9, APS 10, APS12, APS 13, dan APS 16. Sedangkan
isolat yang tumbuh pada media YCED adalah APS 2, APS 3, APS4, APS 5, APS
6, APS 7, APS 11, APS 14, dan APS 16.

Tabel 3 Pembentukan zona hambatan oleh aktinomiset terhadap koloni X. oryzae


pv. oryzae pada media TSA
No. Kode isolat aktinomiset Pembentukan zona bening
1. APS 1 -
2. APS 2 -
3. APS 3 -
4. APS 4 +
5. APS 5 -
6. APS 6 -
7. APS 7 +
8. APS 8 -
9. APS 9 +
10. APS 10 -
11. APS 11 -
12. APS 12 +
13. APS 13 -
14. APS 14 -
15. APS 15 -
16. APS 16 -
Keterangan: + Terbentuk zona bening
- Tidak terbentuk zona bening

Isolat aktinomiset yang diperoleh kemudian dilakukan pengujian terhadap


daya antagonisme yang muncul terhadap bakteri X. oryzae pv. oryzae. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa tidak semua aktinomiset memiliki kemampuan
dalam menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae. Dari 16 isolat aktinomiset
yang berhasil diisolasi, hanya empat isolat yang memiliki daya hambat terhadap
20

X. oryzae pv. oryzae, yaitu aktinomiset dengan kode isolat APS 4, APS 7, APS 9,
dan APS 12 (Tabel 3). Ada tidaknya kemampuan daya hambat yang dimiliki
aktinomiset dapat diketahui dengan terbentuknya zona hambatan pada media
biakan cawan. Zona bening yang terbentuk ini merupakan suatu akibat dari
adanya aktivitas antimikroba yang dimiliki oleh aktinomiset. Aktivitas
antimikroba ini dapat dikarenakan oleh suatu senyawa antibiotik yang dihasilkan
aktinomiset, seperti Amphotericin, Cyclohexamide, Nystatin, dan Streptomycin
yang dikenal memiliki sifat antimikroba (Ainsworth 1971).

Uji Kompatibilitas Bacillus spp. dan Aktinomiset


Uji kompatibilitas dilakukan dalam dua tahap, yaitu dengan menggunakan
metode dual culture pada media agar dan dengan menumbuhkan kedua bakteri ini
di media tanah dan pupuk kandang steril. Pengujian dengan metode dual culture,
yang dilakukan pada media TSA, menunjukkan hasil bahwa hampir seluruh isolat
aktinomiset tidak menunjukkan aktivitas antagonisme terhadap Bacillus spp. Satu-
satunya isolat aktinomiset yang menunjukkan aktivitas antagonisme terhaap
Bacillus spp. ialah aktinomiset dengan kode isolat APS 4. Hal ini diperoleh dari
pembentukan zona bening pada media TSA yang dilakukan pengujian.

Tabel 4 Pembentukan zona hambatan oleh aktinomiset terhadap koloni Bacillus


spp. pada media TSA
Pembentukan zona Kompatibilitasnya
No. Kode Isolat
bening terhadap Bacillus spp.
1. APS 4 + Tidak kompatibel
2. APS 7 - Kompatibel
3. APS 9 - Kompatibel
4. APS 12 - Kompatibel
Keterangan: + Terbentuk zona bening
- Tidak terbentuk zona bening
21

Aktinomiset Bacillus spp.

Gambar 3 Pengaruh uji kompatibilitas bakteri terhadap populasi Bacillus spp.


dan aktinomiset pada media tanah dan pupuk kandang steril

Berdasarkan hasil pengujian (Tabel 4), sebanyak 3 isolat aktinomiset yang


kompatibel terhadap Bacillus spp., yaitu isolat APS 7, APS 9, dan APS 12. Ketiga
isolat ini kemudian dilakukan pengujian lebih lanjut dengan menumbuhkan
Bacillus spp. dan ketiga isolat aktinomiset pada suatu media tumbuh, baik secara
terpisah maupun dikombinasikan antara Bacillus spp. dan aktinomiset media
tumbuh tersebut berupa tanah dan pupuk kandang (1:1) yang telah disterilisasi.
Inkubasi dilakukan terhadap media yang telah diinokulasi bakteri selama
tiga minggu. Setelah masa inkubasi selama tiga minggu, tanah yang telah
diinokulasi bakteri dengan berbagai perlakuan kemudian dilakukan analisis
penghitungan bakteri yang tumbuh dengan metode pengenceran berseri yang
disertai dengan teknik pencawanan. Bedasarkan penghitungan yang telah
dilakukan (Gambar 3), dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah populasi
antara bakteri yang ditumbuhkan secara tunggal dan ganda. Secara umum, baik
Bacillus spp. maupun aktinomiset, keduanya memiliki nilai populasi yang lebih
kecil saat keduanya ditumbuhkan secara bersamaan. Bacillus spp. yang
ditumbuhkan secara tunggal memiliki nilai log populasi yang lebih tinggi, yaitu
sebesar 6,15 (1,4×106 cfu/gr media). Namun ketika ditumbuhkan secara
bersamaan dengan APS 7 dan APS 9 hanya memiliki nilai log populasi sebesar
5,30 (2×105 cfu/gr media) dan 5,00 (1×105 cfu/gr media).
Hal yang sama terjadi pada aktinomiset, ketika ditumbuhkan secara
tunggal, nilai log populasinya mencapai 3,78 (6×103 cfu/gr media) untuk APS 7,
22

5,04 (1,1×105 cfu/gr media) untuk APS 9 dan 4,92 (8,3×104 cfu/gr media) APS
12. Namun pada kondisi dimana keduanya ditumbuhkan bersama dengan Bacillus
spp., nilai populasinya menurun hingga 2,30 cfu/gr media untuk APS 7, 2,92
cfu/gr media untuk APS 9, dan 3,87 cfu/gr media untuk APS 12. Penyebab dari
penurunan populasi yang terjadi, baik pada Bacillus spp. mapun aktinomiset,
terjadi karena beberapa hal. Pada saat bakteri ini ditumbuhkan secara tunggal,
tidak terjadi kompetisi dalam hal nutrisi maupun ruang tumbuh, sehingga bakteri
dapat tumbuh dengan maksimal. Namun ketika ditumbuhkan secara bersamaan,
baik Bacillus spp. bersama dengan APS 7 maupun APS 9, terjadi kompetisi dalam
memperoleh nutrisi serta ruang hidup, sehingga pertumbuhan dan perkembangan
bakteri ini lebih terbatas. Tetapi kompetisi ini tidak bersifat antagonis karena
bakteri masih dapat tumbuh walaupun dalam kondisi yang terbatas sehingga
hubungan antara Bacillus spp. dan aktinomiset ini dapat dikatakan kompatibel.
Populasi Bacillus spp. ketika ditumbuhkan dengan APS 12 mengalami
kenaikan yang sigifikan, yaitu mencapai 7,56 (3,67×107 cfu/gr media). Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan isolat aktinomiset dapat mempengaruhi
pertumbuhan Bacillus spp. Perbedaan kode isolat mengindikasikan perbedaan
spesies aktinomiset. Kemungkinan terdapat suatu interaksi tertentu yang bersifat
mendukung yang terjadi antara APS 12 dengan Bacillus spp. sehingga populasi
Bacillus spp. yang ditumbuhkan bersama dengan APS 12 lebih tinggi
dibandingkan Bacillus spp. yang ditumbuhkan secara tunggal.
Crawford et al. (1993) menyatakan bahwa aktinomiset merupakan bakteri
yang aktif dalam mendegradasi bahan-bahan organik, seperti lignoselulosa, kitin,
dan pati dalam tanah. Schaad et al. (2000) pernah melaporkan bahwa Bacillus spp.
juga memiliki hasil yang positif terhadap uji hidrolisis pati dan menghasilkan
enzim amylase. Kemampuan keduanya dalam mendegradasi senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana ini diduga mempengaruhi kompatibilitas keduanya
dalam pengujian pada media tanah dan pupuk kandang.
23

Pengujian Aplikasi Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap Penekanan


X. oryzae pv. oryzae dan Pertumbuhan Tanaman Padi

Pengujian Formulasi Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap Penekanan


Populasi X. oryzae pv. oryzae
Perlakuan mikroba pada benih padi juga berpengaruh pada populasi
bakteri patogen X. oryzae pv. oryzae pada bibit padi (Lampiran 1). Sebelum
digunakan, sebanyak 20 benih padi diambil secara acak dari masing-masing
sampel yang akan digunakan. Benih tersebut dilakukan analasis populasi X.
oryzae pv. oryzae yang terbawa benih dengan cara teknik pencawanan dengan
pengenceran berseri pada media YDCA. Hasil analisis menunjukkan bahwa benih
yang digunakan sebagai bahan uji dalam penelitian ini rata-rata mengandung X.
oryzae pv. oryzae sebanyak 2,7 × 104 cfu/gr benih padi.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan formulasi pada benih padi terhadap populasi X.


oryzae pv. oryzae pada bibit padi berumur 7 HST
Populasi X, oryzae pv, oryzae
Perlakuan
(× 105 cfu/gr bibit)*
KONTROL 108,00a
B12 45,33c
APS 7 91,00b
APS 9 12,00d
APS 12 23,33d
B12 + APS 7 53,00c
B12 + APS 9 16,00d
B12 + APS 12 48,00c
* Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang
berganda Duncan α = 0,05)

Setelah benih padi ditanam pada media perkecambahan berupa cocopeat


dengan perlakuan yang berbeda, kemudian dilakukan analisis terhadap populasi
bakteri X. oryzae pv. oryzae yang terkandung dalam bibit padi. Pada Tabel 4
disajikan data populasi X oryzae pv. oryzae pada bibit padi yang berumur 7 HST.
Hasil menunjukkan bahwa seluruh perlakuan mikroba dapat menekan populasi X.
oryzae pv. oryzae dibandingkan dengan benih yang tidak diberi perlakuan
(KONTROL). Perlakuan aktinomiset dengan kode isolat APS 9 dapat menekan
populasi X. oryzae pv. oryzae sebesar 88,89%. Hal ini menunjukkan bahwa
24

adanya sifat antagonisme yang dimiliki oleh aktinomiset terhadap bakteri X.


oryzae pv. oryzae yang terdapat pada bibit padi berumur 7 HST tersebut. Jika
dibandingkan dengan populasi awal X. oryzae pv. oryzae pada benih padi sebelum
ditanam, yaitu 2,7 × 104 cfu, data menunjukkan bahwa bakteri X. oryzae pv.
oryzae mengalami perbanyakan. Namun dengan diberinya perlakuan,
perkembangan X. oryzae pv. oryzae dapat ditekan hingga 12,00 × 105 cfu, dengan
bibit yang tidak diberi perlakuan mencapai 108,00 × 105 cfu.
Bakteri patogen X. oryzae pv. oryzae merupakan bakteri Gram negatif
yang tidak dapat membentuk spora dalam siklus hidupnya. Madigan et al (1996)
menyatakan bahwa beberapa spesies aktinomiset dapat menghasilkan antibiotik
yang aktif dalam menekan perkembangan bakteri Gram negatif seperti X. oryzae
pv. oryzae ini, seperti Streptomycin yang dihasilkan oleh Streptomyces griseus
dan Tetracyline yang dihasilkan oleh S. aureofaciens.

Pengujian Formulasi Bacillus spp. dan Aktinomiset terhadap Pertumbuhan


Bibit Padi
Adanya aktivitas mikroba pada benih padi menimbulkan keragaman dalam
pertumbuhan bibit padi pada usia semai. Hasil analisis statistik dengan sidik
ragam pengaruh perlakuan aktinomiset, Bacillus spp., maupun kombinasi
keduanya dalam suatu bahan pembawa menunjukkan bahwa adanya pengaruh
yang nyata terhadap persen perkecambahan benih padi selama masa pengamatan
hingga 7 HST (Lampiran 2, 3, 4, dan 5).

Tabel 6 Pengaruh perlakuan formulasi pada benih padi terhadap persen


kemunculan bibit padi
Persen kemunculan bibit padi*
Perlakuan
4 HST 5 HST 6 HST 7 HST
KONTROL 6,67b 23,67bc 40,00bc 56,67c
B12 6,33b 16,67c 30,67c 56,33c
APS 7 20,67a 35,33ab 44,33abc 73,33abc
APS 9 12,67ab 29,33abc 58,33ab 79,00ab
APS 12 7,67b 15,67c 35,67bc 63,00bc
B12 + APS 7 20,67a 42,33a 64,67a 83,33a
B12 + APS 9 7,67b 17,33c 30,33c 57,00c
B12 + APS 12 16,00ab 27,00bc 46,33abc 77,00bc
* Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda
nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)
25

Pada tabel 6 disajikan data kemunculan bibit padi dengan berbagai


perlakuan bakteri yang diberikan terhadap benih padi. Aplikasi bakteri pada benih
padi menunjukkan hasil yang beragam terhadap kemunculan bibit padi. Perlakuan
kombinasi bakteri Bacillus spp, dan aktinomiset dengan kode isolat APS 7
(B12+APS7) merupakan perlakuan dengan hasil paling tinggi di antara perlakuan
lain. Pada 4 HST sebanyak 20,67% bibit yang muncul. Kemudian pada 5, 6, dan 7
MST masing-masing ialah 42,33%, 64,67%, dan 83,33%. Dapat dikatakan bahwa
perlakuan Bacillus spp, dan aktinomiset dapat meningkatkan persen kemunculan
bibit padi sebesar 47,04%. Hal ini menunjukkan adanya akivitas mikroba yang
dapat memacu proses kemunculan bibit padi hingga menyebabkan jumlah benih
dengan perlakuan bakteri memiliki tingkat kemunculan bibit yang lebih banyak
dibandingkan dengan benih yang tidak diberi perlakuan.
Bakteri X. oryzae pv. oryzae terdapat pada bagian bawah glume dan
terkadang berada pada endosperma dari benih padi. Keberadaan bakteri pada
bagian ini yang dapat mengganggu proses metabolisme dari benih tersebut (Singh
dan Mathur 2004). Hal ini mengakibatkan benih yang tidak diberi perlakuan
(KONTROL) memiliki tingkat kemunculan bibit yang paling rendah, karena
bakteri X. oryzae pv. oryzae dapat berkembang dan mengganggu proses
metabolisme benih padi. Adanya aktivitas antagonisme yang dimiliki Bacillus
spp. maupun aktinomiset mengakibatkan terhambatnya perkembangan X. oryzae
pv. oryzae. Hal ini yang menyebabkan benih dengan perlakuan memiliki tingkat
kemunculan bibit yang lebih tinggi dibandingkan benih yang tidak diberi
perlakuan (KONTROL).
Bakteri Bacillus spp., telah diketahui mampu memacu pertumbuhan bagi
tanaman karena diketahui dapat membantu menghasilkan hormon pertumbuhan
seperti asam indoleasetat (IAA), asam giberelat, sitokinin, dan etilen pada
tanaman (Sulistiani 2009). Dalam jumlah yang sesuai, hormon tersebut dapat
memacu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Aktinomiset juga merupakan
bakteri yang diketahui banyak menghasilkan antibiotik yang dapat dimanfaatkan
dalam menekan populasi mikroba yang dapat mengganggu proses pertumbuhan
tanaman.
26

Tabel 7 Pengaruh perlakuan formulasi pada benih padi terhadap tinggi tajuk rata-
rata bibit padi berumur 7 HST
Perlakuan Tinggi tajuk rata-rata (cm)*
KONTROL 7,64e
B12 9,09cd
APS 7 9,89abc
APS 9 10,40a
APS 12 8,66d
B12 + APS 7 8,80d
B12 + APS 9 9,21bcd
B12 + APS 12 10,07ab
* Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang
berganda Duncan α = 0,05)

Perlakuan aplikasi mikroba pada benih juga mengakibatkan perbedaan


yang nyata pada tinggi tajuk bibit padi berumur 7 HST (Lampiran 6). Seluruh
perlakuan mikroba yang diberikan pada benih mengakibatkan tinggi tajuk rata-
rata bibit padi menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan unit uji tanpa perlakuan
(kontrol). Benih padi dengan perlakuan APS12 dapat meningkatkan tinggitajuk
padi sebesar 13,35% dan benih yang diberi perlakuan aktinomiset dengan kode
isolat APS 9 dapat meningkatkan tinggi tajuk bibit padi sebesar 26,53%. Hal ini
ditunjukkan dengan data tinggi tajuk rata-rata bibit yang dimiliki, yaitu 8,66 cm
dengan perlakuan APS12 dan 10,40 cm untuk perlakuan APS9, jika dibandingkan
dengan benih yang tidak diberi perlakuan (kontrol) yang hanya 7,64 cm (Tabel 7).

Gambar 4 Bibit padi yang tidak diberi perlakuan (kiri) dan yang diberi perlakuan
B12+APS12 (kanan)
27

Adanya perbedaan dalam pertumbuhan kecambah padi, baik persen


kemunculan bibit maupun tinggi tajuk rata-rata, tidak hanya diakibatkan oleh
adanya aktivitas produksi hormon yang dihasilkan Bacillus spp., namun
kemungkinan selain menghasilkan antibiotik, aktinomiset juga dapat
menghasilkan hormon pertumbuhan yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.
Igarashi et al. (2005) pernah melaporkan bahwa Streptomyces hygroscopicus S-
17, salah satu anggota aktinomiset, mampu memacu pertumbuhan tomat dua kali
lebih tinggi dan delapan kali lebih berat dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Aktinomiset diketahui memproduksi toyocamycin, hormon mirip cytokinin, yang
dapat memacu pertumbuhan kalus dan asam pteridic, hormon mirip auksin, yang
dapat memacu perkembangan akar.
28

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Bacillus spp. dan aktinomiset merupakan dua jenis mikroba yang dapat
mengendalikan X. oryzae pv. oryzae. Dari 16 isolat aktinomiset yang diperoleh,
terdapat tiga isolat yang memiliki sifat antagonis terhadap patogen X. oryzae pv.
oryzae dan kompatibel terhadap Bacillus spp., yaitu APS 7, APS 9, dan APS 12.
Aplikasi Bacillus spp. dan aktinomiset pada benih padi dapat menurunkan
populasi patogen X. oryzae pv. oryzae pada bibit padi serta meningkatkan
pertumbuhan bibit padi. Perlakuan aktinomiset dengan kode isolat APS 9 dapat
menekan populasi X. oryzae pv. oryzae pada bibit padi sebesar 88,89%. Perlakuan
B12+APS7 merupakan perlakuan dengan hasil persen kemunculan bibit paling
tinggi di antara perlakuan lain, yaitu 83,33% pada 7 HST, diikuti dengan
perlakuan APS 9 dengan 79%. Perlakuan Bacillus spp. dan aktinomiset juga
mampu memicu pertumbuhan tajuk tanaman sebesar 13,35 untuk perlakuan
APS12 hingga 26,53% untuk perlakuan APS9 pada 7 HST.

Saran
Penelitian ini dapat dikembangkan, sehingga diperlukan adanya kajian
lebih lanjut mengenai hal-hal yang mendukung suatu formulasi mikroba dalam
bentuk kering, seperti eksplorasi aktinomiset dari berbagai habitat asal yang
berbeda, kandungan dan konsentrasi berbagai bahan pembawa yang tepat, daya
tahan mikroba dalam masa penyimpanan, hingga pengujian in vivo formulasi
tersebut dengan waktu pengamatan lebih panjang.
29

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1988. Plant Pathology. Gainesville : Academic Press, Inc.


Ainsworth GC. 1971. Ainsworth & Bisby’s Dictionary of the Fungi. Surrey:
Commonwealth Mycological Institute.
Baker KF dan Cook RJ. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. San
Francisco: Freeman & Co.
Charoensopharat K, Thummabenjapone P, dan Thammasirirak S. 2007. Study of
Antimicrobial Substance Produced by Streptomyces ssp., 87 [abstrak]. Di
Dalam The 5th International Symposium on Biocontrol and Biotechnology;
Nong Khai, Thailand, 1-3 November 2007. Nong Khai, Thailand: King
Mongkut’s Institute of Technology Ladkrabang and Khon Kaen University.
Hlm 37. O-28.
Crawford DL, James ML, John MW, dan Margaret AO. 1993. Isolation and
Characterization of Actinomycete Antagonis of a Fungal Root Pathogen.
Applied and Environmental Microbiology 11: 3899-3905.
Desmawati. 2006. Pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
Prospek yang Menjanjikan dalam Berusahatani Tanaman Holtikultura
[tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana IPB.
Dirmawati SR. 2004. Kajian Keefektifan Beberapa Komponen Pengendalian
Ramah Lingkungan terhadap Penyakit pustul Bakteri Kedelai [disertasi].
Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Fravel DR, Connick WJ, dan Lewis JA. 1998. Formulation of Microorganisms to
Control Plant Diseases. Di Dalam: Burges HD, editor. Formulation of
Microbial Biopesticides. London: Kluwer Academic Publisher. hlm 187-
202.
Igarashi Y, S Miura, M Azumi, T Furumai, dan R Yoshida. 2005. Studies on
Plant-associated Actinomycetes and Their Secondary Metabolites. Journal
of Bioscience, Biotechnology, and Biochemistry. 21: 1427-1441.
Janse JD. 2005. Phytobacteriology: Principle ang Practice. Cambridge: CAB
International Publishing.
Jing L dan Qian Y. 2007. Purification and Properties of Antifungal Protein
Produced by Bacillus Subtilis B29 [abstrak]. Di Dalam The 5th
International Symposium on Biocontrol and Biotechnology; Nong Khai,
Thailand, 1-3 November 2007. Nong Khai, Thailand: King Mongkut’s
Institute of Technology Ladkrabang and Khon Kaen University. Hlm 37.
O-27.
Khan MR, Saha ML, dan Zuha SB. 2008. Bacteria and Actinomycetes Growing
on Floppy and Compact Disc Under Ambient Conditions. Bangladesh J.
Bot. 37(1): 7-14.
Kunoh H. 2002. Endophytic Actinomycetes: Attractive Biocontrol Agents. J. Gen.
Plant Pathol. 68: 249-252.
30

Madigan MT, John MM, dan Jack P. 1996. Brock Biology of Microorganisms 8th
edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
McQuilken MP, Halmer P, dan Rhodes DJ. 1998. Application of Microorganisms
to Seeds. Di Dalam: Burges HD, editor. Formulation of Microbial
Biopesticides. London: Kluwer Academic Publisher. hlm 255-285.
Muis, Amran. 2006. Biomass Production and Formulation of Bacillus subtilis for
Biological Control. Indonesian Journal of Agriculture Science. 7(2): 51-56.
Murdiyah S. 2008. Daya hambat Streptomyces sp terhadap pertumbuhan jamur
patogen tumbuhan Fusarium sp dan Rhizoctonia sp. digilib.unej.ac.id [23
September 2008].
Nakaew N, Wasu P, dan Saisamorn L. 2009. First Record of the Isolation,
Identification and Biological Activity of a New Strain of Spirillospora
albida from Thai Cave Soil. Actinomycetologica 23:1–7
Nelson LM. 2004. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR): Prospect for
New Inoculant. Plant Management Network. www.plantmanagement
network.org/pub/cm/review/2004/rhizobacteria/ [14 Desember 2010].
Patil R, Jeyasekaran G, Shanmugam SA, dan Shakila RJ. 2001. Control of
Bacterial Pathogens, Associated with Fich Diseases, by Antagonistic
Marine Actinomycetes Isolated from Marine Sediment. Journal of Marine
Science. 30(4): 264-267.
Putra MC, Solichah YR, Murgiyanto F, Aminudi, dan Nurhasanah Y. 2009.
Formulasi Bacillus subtilis pada Tepung Singkong sebagai Probiotik
Tanaman. [Laporan Penelitian]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rifaat HM. 2003. The Biodiversity of Actinomycetes in the River Nile Exhibiting
Antifungal Activity. Journal of Mediterranean Ecology. 4:5-7.
Sabaratnam S dan James A. Traquair. 2001. Formulation of a Streptomyces
Biocontrol Agent for the Supression of Rhizoctonia Damping-off in
Tomato Transplant. Journal of Biological control 23: 245-253.
Schaad NW, Jones JB, dan Chun W. 2000. Laboratory Guide for Identification of
Plant Phatogenic Bacteria. Minnesota: APS Press.
Singh D dan Mathur SB. 2004. Histopathology of Seed Borne Infection. Florida:
CRC Press.
Sonenshein AL. et al. 2002. Bacillus subtilis and Its Closest Relatives from Genes
to Cell. Washington DC :ASM Press.
Stevenson IL. 1956. Antibiotic Activity of Actinomycetes in Soil and their
Controlling Effects on Root-rot of Wheat. Journal of Genetic Microbiology.
14, 440498
Sulistiani. 2009. Formulasi Spora Bacillus subtilis sebagai Agens Hayati dan
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) pada Berbagai Bahan
Pembawa [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian IPB.
31

Suwahyono U. 2010. Biopestisida: Cara Membuat dan Petunjuk Penggunaan.


Jakarta: Penebar Swadaya.
Suwandi U. 1993. Perkembangan Antibiotik. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/
files/19PerkembanganAntibiotik083.pdf/19PerkembanganAntibiotik083.ht
ml. [23 September 2008].
Waites WM et al. 1970. Sporulation in Bacillus subtilis: Correlation of
Biochemical E vents with Morphological Changes in Asporogenous
Mutants. Journal of Biochemistry. 118: 667-676.
Zhang JX dan Tambong JT. 2009. Evaluation of Seed and Soil Treatments with
Novel Bacillus subtilis Strains for Control of Soybean Root Rot Caused by
Fusarium oxysporum and F. graminearum. Plant Dis. 93:1317-1323.
32

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam pengujian formulasi spora Bacillus spp. dan
Aktinomiset terhadap penekanan populasi X. oryzae pv. oryzaea
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F Hitung Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah
Perlakuan 7 25168,50000 3595,50000 72,51 <.0001
Galat 16 793,33333 49,58333
Total
23 25961,83333
Terkoreksi

Lampiran 2 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan formulasi spora Bacillus


spp. dan aktinomiset pada benih padi terhadap persen kemunculan
bibit padi pada 4 HST
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F Hitung Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah
Perlakuan 7 792.291667 113.184524 4.17 0.0086
Galat 16 434.666667 27.166667
Total
23 1226.958333
Terkoreksi

Lampiran 3 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan formulasi spora Bacillus


spp. dan aktinomiset pada benih padi terhadap persen kemunculan
bibit padi pada 5 HST
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F Hitung Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah
Perlakuan 7 1921.166667 274.452381 4.28 0.0077
Galat 16 1026.666667 64.166667
Total
23 2947.833333
Terkoreksi
33

Lampiran 4 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan formulasi spora Bacillus


spp. dan aktinomiset pada benih padi terhadap persen kemunculan
bibit padi pada 6 HST
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F Hitung Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah
Perlakuan 7 3263.291667 466.184524 2.89 0.0375
Galat 16 2584.666667 161.541667
Total
23 5847.958333
Terkoreksi

Lampiran 5 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan formulasi spora pada


benih padi terhadap persen kemunculan bibit padi pada 7 HST
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F Hitung Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah
Perlakuan 7 2627.291667 375.327381 4.31 0.0074
Galat 16 1394.666667 87.166667
Total
23
Terkoreksi 4021.958333

Lampiran 6 Hasil analisis ragam pengujian formulasi spora Bacillus spp. dan
aktinomiset terhadap tinggi tajuk bibit padi pada 7 HST
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
F Hitung Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah
Perlakuan 7 16,70439583 2,38634226 10,47 <,0001
Galat 16 3,64706667 0,22794167
Total
23 20,35146250
Terkoreksi

You might also like