Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah
pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan
bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas.
Sementara trauma – trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah
jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI FEMUR
2
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter
major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga
bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio
coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis,
yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk
caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada
fovea.
3
condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus
ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus
lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung
dengan epicondylus medialis.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi.
III. KLASIFIKASI
Salah satu kiasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya
luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Jadi, dalam klasifikasi ini,
dapat dibagi menjadi tertutup dan terbuka.
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya fraktur 2, sebagaimana yang terlihat
pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Derajat Patah Tulang Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)
Tabel 2. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson,
1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)
5
IV. GAMBARAN KLINIS
Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding
dengan normal serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena
empat penyebab:
a. Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas
dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian
paha yang patah membengkak.
b. Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas.
Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja
tanpa ada aksi antagonis.
c. Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.
d. Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang
fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi
pembengkakan.
V. PENATALAKSANAAN
a. Pertolongan Pertama
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting
untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses
pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau
tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di
RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara
cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis.
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto.
6
Perdarahan dari fraktur femur, terbuka atau tertutup, adalah antara
2 sampai 4 unit (1-2 liter). Jalur intravena perlu dipasang dari darah
dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan hemoglobin dan reaksi silang.
Jika tidak terjadi fraktur lainnya, kemungkinan transfusi dapat dihindari,
tetapi bila timbul trauma lainnya, 2 unit darah perlu diberikan segera
setelah tersedia.
Fraktur terbuka biasanya terbuka dan dalam/luar dengan luka di
sisi lateral atau depan paha. Debridemen luka perlu dilakukan dengan
cermat dalam ruang operasi dan semua benda asing diangkat. Jika luka
telah dibersihkan secara menyeluruh, setelah debridemen luka dapat
ditutup; tetapi bila terkontaminasi, luka lebih baik dibalut dan dirawat
dengan jahitan primer yang ditunda (delayed primary suture). Antibiotika
dan antitetanus sebaiknya diberikan, seperti pada setiap fraktur terbuka.
b. Penatalaksanaan Fraktur
Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur
dapat diimobilisasi dengan salah satu dan empat cara berikut ini:
1. Traksi
adalah Tarikan pada bagian distal anggota badan pasien
dengan tujuan mengembalikan fragmen tulang ke tempat semula.
Comminuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk
intramedullary nailing paling baik diatasi dengan manipulasi
dibawah anestesi dan balanced sliding skeletal traction yang
dipasang melalui tibial pin. Traksi longitudinal yang memadai
diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan
mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior
untuk mencegah pelengkungan. Enam belas pon biasanya cukup,
tetapi penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar
dari penderita yang kurus membutuhkan beban yang lebih kecil.
7
Lakukan pemeriksaan radiologis setelah 24 jam untuk mengetahui
apakah berat beban tepat; bila terdapat overdistraction, berat
beban dikurangi, tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat
ditambah.
8
2. Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi
untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan
lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin
tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan
jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan
lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini
hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan
stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat
penderita dapat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan
rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian
meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat
dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur
transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik
dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang
dan rotasi.
3. Fiksasi Eksternal
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa
kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada
minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan
intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga
cocok untuk tindakan ini.
VI. KOMPLIKASI
a. Sindroma kompartemen
9
Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi
karena beberapa hal, bisa disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi
peningkatan tekanan intrakompartemen sehingga terjadi iskemia
jaringan. Peningkatan tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke
dalam kompartemen (fascia), dan tidak diikuti oleh pertambahan
luas/volume kompartemen itu sendiri. Cairan tersebut dapat berupa
darah atau edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya
tekanan intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan
perfusi kapiler (pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah
yang seyogyanya mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi
tidak adekuat (kolaps). Hal ini akan memicu terjadinya iskemia
jaringan, yang menyebabkan edema sehingga tekanan
intrakompartemen tersebut akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak
diatasi, maka iskemia yang terjadi akan menimbulkan kematian
jaringan dan nekrosis, yang pada akhirnya dapat mengancam nyawa.
10
5. Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri
b. Cedera vascular
11
penekanan (namun tidak menggunakan torniket), serta tindakan operatif.
Setelah itu disarankan untuk dilakukan fasciotomi demi mencegah
terjadinya sindroma kompartemen.
12
mengimobilisasi tulang yang mengalami fraktur, memperbaiki deformitas,
menyambung (ligasi) pembuluh darah serta resusitasi.
d. Infeksi
13
2. Hypertropic non-union, di mana terbentuk kalus tulang namun tidak
terbentuk penulangan antara tulang yang fraktur.
3. Oligotropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang untuk
penyatuan namun keadaan lain seperti vaskular membaik.
14
15
f. Malunion
Gambaran Klinik
16
Deformitas biasanya jelas, tetapi kadang-kadang tingkat malunion
yang sebenarnya hanya tampak pada sinar-X. deformitas rotasional pada
femur, tibia, humerus atau lengan bawah dapat terlewatkan kecuali kalau
tungkai itu dibandingkan dengan anggota di sebelahnya.
Terapi
17
5. Pembahasan bersama dengan pasien, dan pemandangan dengan
panduan sinar-X, akan membantu dalam pemantauan kebutuhan terapi
dan dapat mencegah kesalahpahaman di kemudian hari
6. Efek-efek jangka panjang dari deformitas sudut yang kecil terhadap
fungsi sendi dangat sedikit yang diketahui. Tetapi, tampaknya
malposisi lebih dari 15 derajat pada setiap bisang dapat menyebabkan
pembebanan asimetris pada sendi di atasnya atau dibawahnya dan
menyebabkan munculnya osteoarthritis sekunder di kemudian hari; ini
terutama berlaku pada sendi-sendi yang menahan beban besar.
g. Delayed union
VII. Kesimpulan
a. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
b. Penanganan pertama pada fraktur adalah melakukan pemeriksaan terhadap
jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak
ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara
terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam.
Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
c. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto.
18
d. Komplikasi dari fraktur meliputi sindroma kompartemen, cedera vaskuler,
major blood loss, nonunion, malunion, delayed union. Untuk itu perlu
penatalaksanaan yang tepat agar tidak terjadi komplikasi yang tersebut
diatas
19
DAFTAR PUSTAKA
Apley, Graham A., Solomon, Louis. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. 7th
ed. Jakarta : Widya Medika: 1995
Sjamsuhidajat R., Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. ed revisi. EGC. Jakarta:
1998. pp. 1138-96
Swiontkowski MF, Stovitz SD. Manual of orthopaedics. 6th ed. US: Lippincott
Williams and Wilkins; 2001.
Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of fractures. 3rd ed. US: Lippincott Williams and
Wilkins; 2006.
Lieurance R, Benjamin JB, Rappaport WD. Blood loss and transfusion in patient
with isolated femur fracture. J Orthop Trauma 1992 [cited 2009 Dec
8];6(2):175-9.
Wheeless CR. Vascular Injuries from Pelvic Fracture [Online]. 2009 July 5 [cited
2009 Dec 8]; Available from:
URL:http://www.wheelessonline.com/ortho/vascular_injuries_from_pelvic_frac
tures
20