You are on page 1of 44

MODUL MATERI KULIAH

SISTEM DRAINASE
Ir Agus Hariwahyudi, Msc dan Ir Yusuf Muttaqin, MT

1/1/2018 Halaman
-1
BAB 1 SISTEM DRAINASE

1.1 Sistem Drainasi


Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau dibuang agar tidak terjadi
genangan atau banjir. Caranya yaitu dengan pembuatan saluran yang dapat menampung air
hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut. Sistem saluran di atas selanjutnya
dialirkan ke sistem yang lebih besar. Sistem yang paling kecil juga dihubungkan dengan
saluran rumah tangga, sistem bangunan infrastruktur lainnya. Sehingga apabila cukup banyak
limbah cair yang berada dalam saluran tersebut perlu diolah (treatment). Seluruh proses ini
disebut dengan sistem drainase.

Drainase pada prinsipnya terbagi atas 2 (dua) macam yaitu: drainase untuk daerah
perkotaan dan drainase untuk daerah pertanian. Sistem drainase yang dijelaskan saat ini
adalah sistem drainase perkotaan.

Pada perencanaan dan pengembangan sistem drainase kota perlu kombinasi antara
perkembangan perkotaan, daerah rural dan daerah aliran sungai (DAS). Untuk pengembangan
suatu wilayah baru di perkotaan, perancangannya harus disesuaikan dengan sistem draeinase
alami yang sudah ada maupun yang telah dibuat.

Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu hujan, air yang
mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak menimbulkan genangan-
genangan yang dapat mengganggu aktivitas di perkotaan dan bahkan dapat menimbulkan
kerugian sosial ekonomi terutama yang menyangkut aspek-asperk kesehatan lingkungan
pemukiman kota. Namun bagi pengembangan sumber daya air, perlu diperhatikan pula daerah
resapan yang bisa difungsikan, sehingga air hujan tidak terbuang percuma ke laut karena
merupakan sumber air yang dipakai pada musim kemarau.

Ukuran dan kapasiras saluran sistem drainase semakin ke hilir semakin besar, karena
semakin luas daerah alirannya.

1.2 Fungsi Drainase


Fungsi dari drainase adalah:

1/1/2018 Halaman
-2
 Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat pemukiman) dari genangan air atau
banjir.
 Apabila air dapat mengalir dengan lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil
resiko kesehatan lingkungan; bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya, dll.

Drainase juga dipakai untuk pembuangan air rumah tangga. Semua sistem aliran
pembuangan rumah dialirkan menuju sistem drainase. Dalam menentukan dimensi sistem
drainase, intensitas hujan dengan periode ulang tertentu di suatu sistem jaringan drainase
dipakai sebagai dasar analisis perhitungan karena kuantitasnya jauh lebih besar dibandingkan
aliran dari rumah tangga atau domestik lainnya.

Di daerah perkotaan dengan permukiman yang padat pelaksanaan konstruksi maupun dan
pemeliharaan sistem drainase sering kali mengalami berbagai kendala antara lain:
 Kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase karena sudah berfungsi untuk tata
guna lahan tertentu yang permanen.
 Pemeliharaan saluran juga mengalami kesulitan karena bagian atas sudah ditutup oleh
bangunan.
 Sampah terutama sampah domestik banyak menumpuk di saluran sehingga
mengakibatkan pengurangan kapasitas dan penyumbatan saluran. Pemahaman masyarakat
bahwa sungai (drainase) sebagai tempat buangan sudah menjadi budaya yang sulit untuk
dihilangkan.
 Akibat sampah, sedimentasi, atau tersumbatnya saluran maka perlu dilakukan
pemeliharaan secara kontinyu. Kenyataan di hampir seluruh kota di Indonesia dana untuk
pemeliharaan sangat terbatas.
 Sistem drainase sering tidak berfungsi optimal akibat adanya pembangunan infrastruktur
lainnya yang tidak terpadu dan tidak melihat keberadaan sistem drainase seperti jalan,
kabel telkom, pipa PDAM.
 Secara estetika, drainase tidak merupakan infrastruktur yang bisa dilihat keindahannya
karena fungsinya sebagai pembuangan air dari semua sumber. Umumnya drainase di
perkotaan kumuh dan berbau tak sedap.

1/1/2018 Halaman
-3
1.3 Sistem Jaringan Drainase
Sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 bagian yaitu: drainase major
dan drainase minor. Konfigurasi sistem drainase secara umum dapat dilihat gambar berikut
ini.

Koleksi, tampungan Buangan


Individu, grup, koleksi Treatment Fungsi
dan transmisi (Disposal)

Dll. Dry-weather
Pasar treatment for
Interceptor combined systems
Hotel
(Dari sistem kombinasi)

limpasan

Sistem Sungai
Air buangan

Sistem minor:
Tangga
Rumah

H UJAN

gutters, pipes, Catatan:


ponds, channels T  Ada Yang
Kuarter-Tersier Possible Dalam
stormwater Kab/Kota
treatment  Ada yang
Sistem major: Aliran Lintas
jalan, ponds, Kab/Kota
Industri channels, Banjir
Perkantor reservoirs Primer
Sekunder
an
Dll.
Sistem drainase: Pembuang air Treatment Main Kompon
Sistem drainase hujan, detention ponds, en biaya
plant disposal/
individu (collector): management drainage O&M
reservoirs, channels, dll.
buangan air + air practices system
hujan
Manajemen dan Rekayasa Sistem
Drainase
Gambar 1-1. Konfigurasi sistem drainase perkotaan (Grigg, 1996
dengan modifikasi)

1.3.1 Sistem Drainase Makro (Utama)

Yang dimaksud dengan sistem drainase makro yaitu sistem saluran/badan air yang
menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area).
Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase
primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem
saluran pembuangan utama (lihat Gambar 1-1). Sistem ini merupakan penghubung antara
drainase dan pengendalian banjir. Debit rencananya dipakai untuk sistem drainase ini periode
ulang lebih antara 5 sampai 10 tahun. Sedangkan untuk pengendalian banjir di Indonesia
mengingat keterbatasan dana untuk sungai-sungai besar dipakai periode ulang antara 25
sampai 50 tahun.

Di daerah yang berbukit atau daerah yang kemiringan tanahnya cukup, masalah
pembuangan atau pengaliran air tidak begitu sulit pemecahannya, karena perbedaan tingginya

1/1/2018 Halaman
-4
cukup besar air dapat mengalir sangat cepat. Akan tetapi di daerah yang datar terutama di
daerah pantai yang terkena pengaruh pasang surut, kadang-kadang tidak terdapat beda tinggi
yang memadai untuk air mengalir dalam keadaan normal. Kemiringan yang landai bahkan
mendekati nol menyebabkan kecepatan air sangat lambat. Bila ada kenaikan muka air laut (air
pasang) sering terjadi aliran balik (backwater), yaitu air dari laut mengalir ke hulu.
Pemecahan drainase di daerah ini biasanya mengupayakan saluran selebar mungkin. Namun
bila daerahnya sudah berkembang misalnya menjadi pemukiman yang padat, perencanaan
sistem drainase akan sangat sulit. Pengukuran topografi yang (sangat) detail dan identifikasi
di daerah aliran sungai atau drainase mutklak diperlukan untuk perencanaan sistem drainase
ini.

Sistem makro biasanya meliputi saluran drainase primer dan sekunder.

1.3.2 Sistem Drainase Mikro

Yang dimaksud dengan drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap
drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana sebagian
besar di dalam wilayah kota. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro
adalah: Saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-
gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya
tidak terlalu besar.

Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2 dan 5
tahun tergantung pada tata guna tanah yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan
pemukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro. Sistem mikro biasanya meliputi
saluran drainase tersier dan kuarter

Dari segi konstruksinya sistem saluran/drainase mikro dapat dibedakan atas dua bagian
yaitu:

1. Sistem saluran tertutup


Sistem ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan terutama untuk kota yang tinggi
kepadatannya seperti kota Metropolitan dan kota-kota besar lainnya. Lahan yang tersedia
sudah begitu terbatas dan mahal harganya, sehingga kadang-kadang tidak memungkinkan lagi
untuk membuat sistem saluran terbuka. Walaupun tertutup sifat alirannya merupakan sifat
aliran pada saluran terbuka yang mengalir secara gravitasi. Artinya saluran terbuka yang ada
bagian atasnya ditutup agar dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain misalnya untuk side
walk.

1/1/2018 Halaman
-5
Berdasarkan fungsinya sistem saluran terpisah yaitu untuk mengalirkan air hujan saja
ataupun untuk mengalirkan air limbah penduduk saja, dan dapat juga berupa gabungan dari
kedua fungsi tersebut tergantung pada kepentingannya. Saluran tertutup ini dapat berupa
pasangan batu kali, beton bertulang, tanah liat, plastik (PVC) atau bahan-bahan lain yang
tahan karat (korosif). Pemasangannya dilakukan dengan cara menanamkannya beberapa meter
di bawah muka tanah dan harus dapat mendukung beban lalu-lintas di atasnya.

Untuk saluran yang besar yang tidak dapat dibuat di luar (prefabricated) atau apabila
kondisi setempat tidak mengijinkan maka sebagai alternatif dapat dipakai box beton
bertulang. Biasanya harganya lebih tinggi dan masa pelaksanaanya lebih lama karena
menunggu umur beton sampai cukup kuat menahan beban. Air hujan yang masuk ke dalam
saluran melalui bangunan inlet atau catch basin. Pada outlet saluran dibuat juga konstruksi
khusus untuk mencegah terjadinya erosi/gerusan. Untuk keperluan pengawasan
pemeliharaannya, pada setiap belokan, perubahan dimensi atau bentuk dan pada setiap
pertemuan saluran serta pada setiap jarak 25–50 m dibuat bangunan pemeriksa (manhole).

Dengan sistem saluran tertutup ini kemungkinan terhadap penyalahgunaan saluran


drainase yang biasanya terjadi seperti tempat pembuangan sampah atau tempat membuang
kotoran manusia dapat dihindari serta memungkinkan pemanfaatan permukaan tanah untuk
keperluan-keperluan lain.

Kesulitaan pelaksanaanya tidak terlepas pula dari masalah non teknis karena harus
membongkar jalan umum, memindahkan instalasi-instalasi bawah tanah, tiang listrik, telepon
dan lain-lain. Mutu pekerjaan harus benar-benar baik karena sifatnya yang sekali terpasang
sulit untuk diubah kembali.

Manajemen pemeliharaannya juga harus baik, sebab meskipun dibandingkan dengan


saluran terbuka lebih aman terhadap kerusakan, tetapi lebih sulit melaksanakannya.
Mengingat biaya untuk pembuatan sistem saluran tertutup ini cukup besar dan memerlukan
teknologi yang lebih tinggi baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaannya maka
pada saat sekarang di Indonesia sistem ini belum begitu mendapat perhatian utama.

2. Sistem Saluran Terbuka


Dibandingkan dengan sistem saluran tertutup biaya pembuatan sistem saluran terbuka
adalah lebih rendah dan tidak memerlukan teknologi yang begitu rumit sehingga sistem ini
cenderung lebih sering digunakan sebagai alternatif pilihan dalam penanganan masalah
drainase perkotaan mengingat sistem pemeliharaannya relatif mudah dilakukan. Saluran
terbuka cocok dipakai apabila masih tersedia lahan yang cukup untuk keperluan ini.

1/1/2018 Halaman
-6
Sistem saluran terbuka ini biasanya direncanakan hanya untuk menampung dan
mengalirkan air hujan (sistem terpisah). Namun kebanyakan sistem saluran ini berfungsi
sebagai saluran campuran (gabungan) dimana misalnya sampah dan limbah penduduk
dibuang ke saluran terdebut. Persoalan sampah masih merupakan persoalan yang rumit karena
di samping budaya menganggap saluran/sungai sebagai tempat buangan juga diakibatkan
kapasitas tampungan sampah yang ada kurang memadai. Saluran yang baru selesai dibangun
tidak dapat lagi berfungsi karena penuh timbunan sampah.

Di daerah pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan
pelindung). Perlindungan tebing cukup memakai gebalan rumput saja. Akan tetapi saluran
terbuka di dalam kota harus diberi lining dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun
dengan pasangan bata. Penampung saluran ini biasanya dibuat berbentuk trapesium. Namun
kadang kadang mengingat kondisi lapangan misalnya karena keterbatasan lahan yang tersedia
sudah tidak memungkinkan lagi maka penampang saluran dibuat persegi. Dasarnya dapat
berupa setengah lingkaran atau datar maupun kombinasi dari keduanya. Apabila diperlukan,
saluran ini dapat juga ditutup dengan plat beton. Tetapi harus dibuat lubang/celah pemasukan
agar air dapat mengalir masuk ke dalam saluran lewat lobang ataupun celah celah plat
tersebut.

1.4 Bentuk-Bentuk Saluran Drainase Dan Fungsinya


1.4.1 Bentuk-bentuk Saluran Terbuka

Sungai merupakan tipe umum dari saluran terbuka namun bentuk penampang
melintangnya tidak beraturan. Umumnya, sungai menjadi pembuang utama dari seluruh
jaringan drainase yang ada yang didesain untuk mengalir secara gravitasi. Namun ada pula
sungai yang difungsikan selain sebagai drainase juga sebagai pengendali banjir.

Saluran terbuka untuk sistem drainase merupakan saluran buatan yang dibentuk dan
didesain menurut fungsi dan lokasinya.

1.4.2 Bentuk-Bentuk Saluran Tertutup

Yang dimaksud dengan saluran tertutup dalam hal ini adalah sistem saluran yang
berfungsi untuk mengalirkan air hujan ataupun air limbah penduduk yang konstruksinya
ditanam pada kedalaman tertentu di dalam tanah yang disebut sistem sewerage. Walaupun
tertutup alirannya mengikuti gravitasi yaitu aliran pada saluran terbuka. Biasanya saluran ini
dibuat di daerah yang sudah padat, sehingga walaupun ada saluran drainase namun di bagian

1/1/2018 Halaman
-7
atasnya dapat difungsikan untuk keperluan lain misal sebagai sidewalk, jalan atau bangunan.
Yang perlu diperhatikan adalah di tempat-tempat tertentu harus ada lubang (manhole) agar
dapat dilakukan pembersihan dan pemeliharaan drainase secara rutin. Jarak manhole ini
umumnya berkisar 25 m.

Bentuk-bentuk dan fungsi saluran terbuka dan saluran tertutup secara umum di antaranya
dapat dilihat berikut ini

Tabel 1-1. Bentuk dan fungsi saluran tertutup (Sewerage)


No. Bentuk Saluran Fungsinya

1. Lingkaran Berfungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan maupun limbah air bekas
(air limbah) rumah tangga atau keduanya.
Konstruksi sistem saluran ini cocok dipakai untuk daerah pertokoan yang
sangat padat dan lahan yang tersedia telah terbatas.

2. Bulat Telur Berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan limbah air bekas dimana
fluktuasi debitnya besar.
Bentuk yang panjang mengecil ini berfungsi untuk mendapatkan kedalaman
air yang cukup untuk dapat menghanyutkan endapan padat walaupun
debitnya kecil.

3 Persegi
Berfungsi untuk mengalirkan air hujan dalam jumlah besar di mana bagian
atasnya terdapat bangunan. Walaupun daya alirannya tidak sebaik yang
bebentuk bulat telur namun pelaksanaannya relatif lebih mudah.

Catatan: walaupun bentuk bangunan tertutup namun karena muka air tidak mengisi seluruh penampang
maka sifat aliran air tetap aliran pada saluran terbuka.

1/1/2018 Halaman
-8
Tabel 1-2. Bentuk bentuk umum saluran terbuka dan fungsinya
No. Bentuk Saluran Fungsinya
1. Trapesium Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air
hujan dengan debit yang besar. Sifat alirannya terus-menerus
dengan fluktuasi kecil. Bentuk saluran ini dapat digunakan pada
daerah yang masih cukup tersedia lahan.

Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air


2. Kombinasi Trapesium dengan Segi
hujan dengan debit yang besar dan kecil. Sifat alirannya
mpat
berfluktuasi besar dan terus-menerus tapi debit minimumnya
masih cukup besar.

Kombinasi Trapesium Fungsinya sama dengan bentuk (2) sifat alirannya terus-
dengan Setengah Lingkaran menerus dan berfluktuasi besar dengan debit minimum kecil.
3.
Fungsi bentuk setengah lingkaran ini adalah untuk menampung
dan mengalirkan debit minimum tersebut.

Segi Empat
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air
4.
hujan dengan debit yang besar.
Sifat alirannya terus-menerus dengan fluktuasi kecil.

Kombinasi Segi Empat dengan


Setengah Lingkaran Bentuk saluran segi empat ini digunakan pada lokasi jalur
5.
saluran yang tidak mempunyai lahan yang cukup/terbatas.
Fungsinya sama dengan bentuk (2) dan (3)

Setengah Lingkaran
Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang
6.
kecil.
Bentuk saluran ini umum digunakan untuk salura-saluran rumah
penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat

Drainase tanpa pasangan hanya bentuk tanah merupakan saluran terbuka tanpa lapisan
penguat, dengan persyaratan umum sebagai berikut:
 Mempunyai kelandaian yang cukup untuk mengaliran air
 Kecepatan aliran memenuhi persyaratan yang diinginkan, sehingga tidak
mengakibatkan kerusakan/pengendapan-pengendapan.

1/1/2018 Halaman
-9
 Kecepatan didesain berdasarkan konsep stable channel design yaitu ada keseimbangan
antara degradasi dan agradasi.
 Perhitungan debit dan dimensi saluran harus sudah memperhitungkan tanaman yang
tumbuh di sepanjang saluran. Banyaknya tanaman akan meningkatkan kekasaran dinding
dan dasar saluran yang mengakibatkan penurunan kecepatan air. Talud atau saluran stabil
harus didesain dengan dengan kekuatan tanah. Biasanya dimensinya lebih besar
dibandingkan dengan saluran berpasangan sehingga untuk daerah padat penduduk kurang
efektif.

1.5 Bangunan-Bangunan Sistem Drainase dan Pelengkapnya


1.5.1 Bangunan-bangunan Sistem Saluran Drainase

Yang dimaksud dengan bangunan-bangunan dalam sistem drainase adalah bangunan-


bangunan struktur dan bangunan-bangunan non struktur.

1. Bangunan Struktur
Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan perhitungan-perhitungan
kekuatan tertentu. Contoh Bangunan Struktur adalah:
 Bangunan rumah pompa
 Bangunan tembok penahan tanah dengan
 Bangunan terjunan yang cukup tinggi
 Jembatan

2. Bangunan Non Struktur


Bangunan non struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa pasangan, tidak disertai
dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu yang biasanya berbentuk siap pasang.
Contoh Bangunan Non Struktur adalah:
 Pasangan : Saluran kecil tertutup, Tembok talud saluran, Manhole/bak kontrol ukuran
kecil, Street inlet.
 Tanpa pasangan : Saluran tanah, Saluran tanah berlapis rumput, Saluran tanah berlapis
tanah kedap air

1.5.2 Bangunan Pelengkap Saluran Drainase

Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu sistem saluran
untuk fungsi-fungsi tertentu. Pada dasarnya bangunan pelengkap drainase haruslah kuat,

1/1/2018 Halaman
- 10
fungsional, tidak menyebabkan ketidak nyamanan berkendaraan, dan tidak merusak
keindahan kota. Adapun bangunan-bangunan pelengkap sistem drainase antara lain:

 Catch Basin/watershed
Bangunan dimana air masuk kedalam sistem saluran tertutup. Air mengalir bebas diatas
permukaan tanah menuju catch basin. Untuk mempermudah air masuk, lokasi catch basin
ditetapkan pada tempat yang rendah. Permukaan juga dibuat lebih rendah dari tanah di
sekelingnya. Catch basin dibuat pada tiap persimpangan jalan, pada tempat-tempat yang
rendah, tempat parkir.

 Inlet
Apabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan dimasukan ke dalam
saluran tertutup yang lebih besar, maka dibuat suatu konstruksi khusus inlet. Inlet harus
diberi saringan agar sampah tidak masuk kedalam saluran tertutup.

 Manhole
Untuk keperluan pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup di setiap diberi manhole
pertemuan, perubahan dimensi, perubahan bentuk selokan dan setiap jarak 10-25 meter.
Lubang manhole dibuat sekecil mungkin supaya ekonomis, cukup asal dapat dimasuki
oleh orang dewasa. Biasanya diameter lubang adalah 60 cm dengan tutup dari besi tulang

 Headwall
Headwall adalah konstruksi khusus pada outlet saluran tertutup dan ujung gorong-gorong
yang dimaksudkan untuk melindungi dari longsor dan erosi

 Gorong-gorong
Gorong-gorong didesain untuk mengalirkan air untuk menembus jalan raya, jalan kereta
api, atau lain-lain halangan.bentuk penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat dan
lain-lain tergantung dari debit, ruang bebas dari atasnya, perhitungan ekonomi dan
peraturan setempat.

 Bangunan terjun
Bangunan ini digunakan untuk menerjunkan aliran. Hal ini diperlukan jika kemiringan
medan tanah sangat curam dan dikhawatirkan bangunan saluran tidak stabil. Bangunan ini
juga dilengkapi dengan ruang olokan untuk meredam energi, dan banyak jenisnya.

 Siphon

1/1/2018 Halaman
- 11
Sama halnya dengan gorong-gorong, hanya dasar saluran menukik ke bawah dan muncul
lagi pada akhir bangunan yang dilewati. Shipon hanya digunakan jika benar-benar
diperlukan dan tidak ada alternatif lain untuk membuat persilangan dengan bangunan atau
sungai/saluran lain. Selain harganya mahal, secara hidrolis juga kurang menguntungkan
(banyak kehilangan tinggi, kecepatan rendah) dan mudah tersumbat. Sebaiknya dalam
merencanakan drainase dihindarkan perencanaan dengan menggunakan shipon. Saluran
dengan debit yang besar dapat dibuat dibuat shipon dan saluran drainasenya yang dibuat
saluran terbuka atau gorong-gorong.

 Bangunan Got Miring


Sama dengan bangunan terjun, tetapi air mengalir melalui saluran yang kemiringannya
agak landai.

1.6 Permasalahan Timbulnya Genangan Air


Hal-hal yang menyebabkan terjadinya genangan-genangan air di suatu lokasi antara lain:
 Dimensi saluran yang tidak sesuai
 Perubahan tata guna lahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan debit banjir di suatu
daerah aliran sistem drainase.
 Elevasi saluran tidak memadai
 Lokasi merupakan daerah cekungan
 Lokasi merupakan tempat retensi air yang diubah fungsinya misalnya menjadi pemukiman.
Ketika berfungsi tempat retensi (parkir air) dan belum dihuni adanya genangan tidak
menjadi masalah. Problem timbul ketika daerah tersebut dihuni.
 Tanggul kurang tinggi
 Kapasitas tampungan kurang besar
 Dimensi gorong-gorong terlalu kecil sehingga terjadi aliran balik
 Adanya penyempitan saluran
 Tersumbatnya saluran oleh endapan, sedimentasi atau timbunan sampah
 terjadi penurunan tanah (land-subsidence)

Umumnya di kota-kota besar akibat adanya peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan


infrstruktur terutama permukiman meningkat, sehingga merubah sifat dan karakteristik tata
guna lahan. Untuk daerah perkotaan kecenderungan kapasitas saluran drainase menurun
akibat perubahan tata guna lahan. Sama dengan prinsip pengendalian banjir perubahan tata
guna lahan yang tidak terkendali menyebabkan aliran permukaan (run-off) meningkat.

1/1/2018 Halaman
- 12
Penutup lahan (vegetasi) mempunyai kemampuan untuk menahan laju aliran permukaan.
Semakin padat penutup lahannya kecepatan alirannya semakin kecil bahkan mendekati nol.

Namun akibat lahan diubah (misalnya) menjadi pemukiman, makapenutup lahan hilang,
akibatnya run-off meningkat tajam. Peningkatan ini akan memperbesar debit sungai. Di
samping itu, akibat peningkatan debit, terjadi pula peningkatan sedimen yang menyebabkan
kapasitas drainase menjadi berkurang.

Perubahan fungsi kawasan bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) sebesar + 15%
mengakibatkan keseimbangan sungai/drainase mulai terganggu. Gangguan ini mengkontribusi
kenaikan (tajam) kuantitas debit aliran dan kuantitas sedimentasi pada sungai/drainase
(Bledsoe, 1999). Hal ini dapat diartikan pula bahwa suatu daerah aliran sungai yang masih
alami dengan vegetasi yang padat dapat dirubah fungsi kawasannya sebesar 15 % tanpa harus
merubah keadaan alam dari sungai/drainase yang bersangkutan. Bila perubahannya melebihi
15 % maka harus dicarikan alternatip pengganti atau perlu kompensasi untuk menjaga
kelestarian sungai/drainase, misalnya dengan pembuatan sumur resapan.

Gambar berikut ini menunjukkan adanya peningkatan genangan dan berkurangnya


kapasitas saluran akibat perkembangan kota.

1/1/2018 Halaman
- 13
Suatu wilayah sebelum
berkembang

Muka air sebelum wilayah


Drainase atau berkembang
sungai

a. Muka air drainase/sungai sebelum suatu wilayah berkembang

Suatu wilayah setelah berkembang

Peningkatan ketinggian banjir

Penampang
sungai mengecil
akibat sedimentasi

b. Muka air drainase/sungai setelah suatu wilayah berkembang


Gambar 1-2. Perkembangan muka air di sungai/drainase sebelum dan sesudah suatu
wilayah dikembangkan (Keller, 1979)

1/1/2018 Halaman
- 14
1.7 Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan permasalahan drainase kota dengan sistem jaringan yang telah ada
tidak boleh hanya melihat pada hasil evaluasi existing saja, kita juga harus melihat kepada
keseluruhan sistem yang menyesuaikan dengan RTRW/RTRK.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) harus
dipakai sebagai dasar perencanaan untuk antisipasi perkembangan kota. Mengacu RTRK
maka dapat dibuat rencana induk sistem drainase kota yaitu Masterplan Drainase
Wilyah/Kota

Berdasarkan rencana induk sistem drainase maka perlu dibuat detail desain sistem
jaringan yang ada. Dari detail desain maka dapat diketahui apakah ada penyempurnaan
(modifikasi) sistem jaringan yang ada berupa normalsasi, rehabilitasi jaringan atau
pembersihan-pembersihan serta menghilangkan penyempitan-penyempitan (bottle neck).
Detail desain juga mengarahkan untuk adanya kemungkinan pembuatan saluran yang baru
karena saluran yang ada sudah tidak mampu menampung debit aliran air sesuai dengan desain
periode ulang.

Untuk daerah perbukitan, daerah dengan topografi yang cukup tinggi, perencanaan sistem
drainase relatif mudah dilakukan dibandingkan dengan daerah dengan kemiringan landai
terutama daerah-daerah kota pantai. Dalam kasus perencanaan drainase di wilayah yang
landai maka pengukuran topografi seluiruh wilayah yang sangat detail mutlak diperlukan.

Data yang memadai sangat diperlukan untuk analisis keseluruhan sistem drainase mulai
dari collector, saluran kuarter, tersier, sekunder, primer dan pembuang utama (sungai) seperti
ditunjukkan dalam Gambar 1-1 sehingga bisa dibuat rencana induk sistem jaringan dan
perencanaan detail. Sebagai gambaran data yang diperlukan antara lain:
 Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
 Rencana pengembangan kota
 Peta tata guna lahan
 Keadaan tataguna lahan yang ada dan rencana pengembangannya
 Peta situasi lokasi dengan skala 1:5.000 dan 1:1.000
 Peta kondisi jaringan existing seperti ditunjukkan
 Peta bangunan air
 Peta topografi penampang drainase/sungai skala 1: 5.000 dan 1: 1.000
 Peta infrastruktur lainnya

1/1/2018 Halaman
- 15
 Peta wilayah pembangunan
 Peta bagian wilayah kabupaten/kota
 Data mekanika tanah
 Data letak muka air tanah
 Data pasang surut (untuk kota-kota pantai)
 Data penurunan tanah
 Data curah hujan harian
 Data curah hujan jam-jaman

1.8 Masalah-Masalah Yang Ada Dalam Pengelolaan Drainase


Masalah-masalah yang ada dalam sarana drainase, jika dibiarkan akan mempengaruhi
fungsi dan umur saluran serta bangunan-bangunannya. Hal ini terjadi karena:
 Kurangnya pengawasan
 Kurangnya perbaikan
 Drainase biasanya kumuh, bukan tempat yang menarik sehingga perhatian (secara
psikologis) jadi berkurang
 Terbatasnya dana untuk pemeliharaan
 Kurangnya kesadaran masayarakat untuk ikut memelihara
 Tingginya erosi, sedimentasi dan sampah
 Masalah-masalahnya yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
 Endapan lumpur
 Timbunan sampah (kebiasaan dan anggapan bahwa sungai sebagai tempat buangan perlu
diubah)
 Tumbuhnya tanaman liar
 Penyumbatan saluran
 Kerusakan saluran
 Penyalahgunaan saluran
 Peningkatan debit akibat perubahan tata guna lahan akibat pertumbuhan wilayah
kabupaten/kota
 Pencemaran
 Kerusakan bangunan air

1/1/2018 Halaman
- 16
BAB 2 ANALISIS HIDROLOGI

2.1 Curah Hujan Rerata Maksimum Daerah


Ada 3 (tiga) cara yang banyak digunakan untuk memperhitungkan hujan rata-rata (areal
rainfall) dari hujan titik (point rainfall) yaitu : cara rata-rata Aljabar (Arithmatic Mean
Method), cara Isohiet (Isohyetal Method), dan cara Poligon Thiessen (Thiessen Polygon
Method).
Karena titik-titik pengamatan di dalam daerah ini tidak tersebar merata yaitu hanya
mempunyai 2 lokasi, dimana stasiun pencatat hujan berada di disekitar Kabupaten
Tegal, maka cara perhitungan curah hujan rerata maksimum itu dilakukan dengan
metode rerata aljabar. Untuk itu diasumsikan bahwa pos penakar hujan terbagi merata
dan hasil penakaran masing-masing tidak menyimpang jauh dari harga rata-rata
keseluruhan.
Sedangkan basarnya curah hujan didapatkan dengan mengambil harga rata hitung
(arithmetic mean) dari penakaran pada penakar hujan dalam areal tersebut. Persamaan
yang digunakan adalah (Soemarto, 1987 : 19) :
d1  d 2  d 3 .... d 4 n
d
d=  i (2 - 1)
n i n

dimana:
d = tinggi curah hujan rata-rata areal (mm)
d1, d2, d3,...dn = tinggi curah hujan pada pos penakar hujan 1, 2, 3,..., n

2.2 Analisa Curah Hujan Rancangan


Banyak metode yang digunakan dalam memperkirakan besarnya debit banjir rancangan
untuk sebuah bangunan air. Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Penetapan cara hitungan akan sangat bergantung dari data yang tersedia
dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Ada beberapa metode yang banyak dipakai di
Indonesia antara lain : Metode E.J. Gumbel, Log Perason Type III, Rasional, Pearson
Type III, Log Normal, dan lain-lain.
Sebelumnya menentukan metode apa yang sesuai maka akan diberikan pengertian yang
dimaksud dengan curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan
peluang tertentu yang mungkin terjadi di suatu daerah. Didalam menentukan metode

1/1/2018 Halaman
- 17
yang sesuai terlebih dahulu akan dihitung besarnya parameter statistik yaitu Cs
(skewness) dan Ck (kurtosis). Adapun persamaan yang digunakan adalah :
n  X  X 
3

Cs  (2 - 2)
 n  1   n  2  S 3
n2   X  X 
4

Ck  (2 - 3)
 n  1   n  2   n  3  S 4
Tabel 2.1 Syarat Pemilihan Metode Frekuensi

Metode Ck Cs
Gumbel 5,4002 1,196
Normal 3,0 0
Log Pearson Tipe III bebas bebas
Sumber : Harto, 1993 : 245

2.3 Uji Kesesuaian Distribusi


Apabila harga Cs dan Ck tidak memenuhi distribusi Gumbel dan Normal maka
digunakan metode Log Pearson Tipe III, karena metode ini dapat dipakai untuk semua
sebaran data. Adapun persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut
log X  log X  G  S (2 - 4)
1 n
log X   log X i
n i 1
(2 - 5)

 log X  log X 
2
i
(2 - 6)
S i1

 n  1
Selanjutnya setelah ditetapkan distribusi yang sesuai, maka harus dilakukan uji
kesesuaian distribusi yaitu untuk mengetahui kebenaran analisa curah hujan baik
terhadap simpangan data vertikal ataupun simpangan data horisontal.

1. Uji Chi Square


Uji chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal apakah distribusi
pengamatan dapat diterima oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan
menggunakan persamaan (Shahin, 1976 : 186) :
K
 EF  OF  2
 
X2
Hit
  EF
(2 - 7)
i 1

1/1/2018 Halaman
- 18
Jumlah kelas distribusi dihitung dengan rumus (Sri Harto, 181 : 80) :
k = 1 + 3,22 log n (2 - 8)
Dk = k - (P + 1) (2 - 9)
dalam hal ini :
OF = nilai yang diamati (observed frequency)
EF = nilai yang diharapkan (expected frequency)
k = jumlah kelas distribusi
n = banyaknya data
Dk = derajat kebebasan (nilai kritis didapat dari tabel)
P = banyaknya parameter sebaran Chi-kuadrat (ditetapkan = 2)
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 < X2Cr. Harga X2Cr
dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi  dengan derajat kebebasan (level
of significant).

2. Uji Smirnov-Kolmogorof
Uji Smirnov-Kolmogorof digunakan untuk menguji simpangan secara horisontal. Dari
grafik ploting data curah hujan diperoleh perbedaan maksimum antara distribusi teoritis
dan empiris (maks). Dalam bentuk persamaan dapat ditulis :
 maks   Pe  PT  (2.10)
dimana :
maks : Selisih data probabilitas teoritis dan empiris
PT : Peluang teoritis
Pe : Peluang empiris
Kemudian dibandingkan antara maks dan cr dari tabel. Apabila maks < cr, maka
pemilihan metode frekuensi tersebut dapat diterapkan untuk data yang ada.

2.4 Waktu Kosentrasi


Ada beberapa hal yang menentukan lamanya waktu konsentrasi seperti :
 Ciri-ciri daerah aliran
 Panjang jarak terjauh yang harus ditempuh oleh titik air hujan sebelum mencapai
saluran.
 Kemiringan daerah aliran
 Keadaan dan sifat-sifat tanah pada daerah aliran
 Besarnya aliran langsung

1/1/2018 Halaman
- 19
Biasanya untuk menentukan besarnya waktu konsentrasi ini dapat dipakai beberapa
rumus Empiris diantaranya:
1. Kirpick
L0.77
t c  0.00013. jam atau (2.11)
S 0.385
L1.15
tc  jam (2.12)
7.700.H 0.385
dimana :
tc = waktu konsentrasi
L = Panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sampai
tempat pengamatan banjir, diukur menurut jalannya
saluran (feet)
S = Perbandingan dari selisih tinggi antara tempat terjauh tadi
dan Tempat pengamatan terhadap L, yaitu H : L.
H = Selisih ketinggian antara tempat terjauh dan tempat
pengamatan (feet)
Tetapi apabila L dan H dinyatakan dalam meter dan tc dalam menit maka rumus di atas
menjadi :
0.77
L
tc  0.0195  menit (2.13)
S

2. Widuwen
L
t c  0.125 0.25 jam (2.14)
80 .S
kalau L dianggap sama dengan 1.1 x sumbu panjang Ellips, maka
0.476. A 0.375
tc  jam (2.15)
20 0.125.S 0.25
3. Hasper
t c  0.1L0.8 S 0.3 jam (2.16)

2.5 Intensitas Hujan Rencana


Rumus eksperimental yang sering digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan
sesuai dengan lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya, adalah :
1. rumus Talbot

1/1/2018 Halaman
- 20
a
I (2.17)
t b
2. rumus Sherman
a
I n (2.18)
t
Rumus ini baik untuk curah hujan dengan jangka waktu lebih dari 2 jam.
3. rumus Ishigiro
a
(2.19)
t b
4. rumus Mononobe
m
R 24  24 
I   (2.20)
24  t 
dimana:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit) atau dalam mononobe (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Rumus mononobe ini adalah merupakan perpaduan dari rumus 1,2 dan 3 di atas, dimana
dipakai untuk menghitung intensitas curah hujan berdasarkan data curah hujan harian
dan adalah merupakan rumus intensitas curah hujan jangka pendek.

2.6 Debit akibat Curah Hujan Rencana


Perhitungan debit akibat curah hujan rencana memakai persamaan :
Q  CIA (2.21)
dimana:
Q = debit aliran
C = Koefisien pengaliran, yang sesuai dengan jenis dan tipe
daerah.
I = Intensitas curah hujan maksimum selama waktu yang
sama dengan waktu konsentrasi
A = Luas daerah aliran sungai (catcment area)
Jika I dalam mm/jam, A dalam m2 maka besarnya debit aliran dapat ditentukan sebagai
berikut :
 
Q  C.I  mm / jam . A m 2

1/1/2018 Halaman
- 21
 10 3 
 C   I m 2 . A
 3600 det 
= 0.278 10-6 . C.I.A (m3/det). (2.22)

2.7 Air Limbah


Dalam menentukan besarnya buangan air rumah tangga, perlu mengetahui besarnya
kebutuhan air oleh penduduk dalam tiap-tiap wilayah yang ditinjau. Besarnya
kebutuhan air oleh penduduk menurut pedoman dari badan-badan kesehatan dibagi
sesuai dengan jenis keperluannya sebagai berikut :
1. Bangunan umum
 Sekolah = 20 l/orang/hari
 Kantor = 30 l/orang/hari
 Rumah ibadah = 3 m3/bangunan/hari
 Rumah sakit = 400 l/orang/hari
2. Bangunan Komersial
 Toko = 1 m3/toko/hari
 Hotel = 300 l/tp. tidur/hari
 Pasar = 25 m3/pasar/hari
 Bioskop = 5 m3/bioskop/hari
3. Bangunan industri = 10 m3/industri/hari
4. Daerah Perumahan = 170 l/orang/hari

Dari jumlah pemakai air tersebut dapat diperkirakan berapa besarnya air buangan yang
harus ditampung dan dialirkan melalui saluran kota yaitu 80% dari kebutuhan air yang
ditetapkan.
Untuk memperkirakan besarnya pemakaian air oleh penduduk dapat dihitung dengan
persamaan statistik pertumbuhan penduduk, yaitu:
Pn  Po 1  i 
n
(2.23)
dimana:
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke n
Po = Jumlah penduduk sesuai dengan data pada tahun
diketahui
n = Jangka waktu ke n dalam tahun
i = Laju pertumbuhan penduduk

1/1/2018 Halaman
- 22
2.8 Debit Rencana Saluran
Perencanaan debit saluran mengacu pada beban-beban yang terdapat disekitar saluran
untuk mendapatkan dimensi saluran yang dapat menanggung beban yang dibebankan.
Sehingga dalam menentukan debit rencana saluran drainase menggunakan persamaan
dibawah ini :
Qtotal  Qcurahhujan  Qlim bah domestik  Q penggelontoran (2.24)
dimana :
Qtotal = Total debit di rencana saluran (m3/det)
Qcurah hujan = Debit yang dipengaruhi curah hujan (m3/det)
Qlimbah domestik = Debit yang dihasilkan oleh limbah-limbah
Domestik. (m3/det)
Qpenggelontoran = Debit yang dibutuhkan untuk penggelontoran di hilir.
Perencanaan debit rencana saluran ini akan menentukan perencanaan berikutnya yaitu
perencanaan model dan dimensi-dimensi saluran yang akan direncanaka
Tabel
Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
Derajat Hujan Intensitas Curah Kondisi
Hujan (mm)
Hujan sangat < 0.02 Tanah agar basah atau dibasahi sedikit
lemah
Hujan lemah 0.02 - 0.05 Tanah menjadi basah semuanya, tetapi
sulit membuat puddel
Hujan Normal 0.05 - 0.25 Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan
kedengaran
Hujan Deras 0.25 - 1 Air tergenang diseluruh pemukaan tanah
dan bunyi hujan keras kedengaran dari
genangan
Hujan sangat >1 Hujan seperti ditempuhkan, saluran dan
keras drainase meluap
Sumber : Suyono Sosrodarsono "Hidrologi untuk Pengairan"

Jika lamanya turun hujan melebihi waktu kosentrasi, laju pengaliran di dalam saluran
akan berkurang daripada jika lamanya turun hujan sama dengan lama waktu kosentrasi.

1/1/2018 Halaman
- 23
BAB 3 ANALISIS HIDROLIKA

3.1 Desain Saluran Drainase


Saluran Drainase digunakan untuk menampung dan membuang air buangan dari
daerah sekitarnya. Untuk mendapatkan manfaat, fungsi yang maksimal maka
perhitungan dimensi saluran diusahakan menyesuaikan dengan kondisi lapangan dan
kondisi kebutuhan.

Dalam perencanaan saluran drainase ini aliran yang lewat diasumsikan sebagai
aliran tetap (laminer), sehingga dapat dipakai rumus Strickler sebagai berikut :

BAB 4 Saluran Persegi Panjang

2 1
V  K  R 3I 2 Saluran Dimensi Segi Empat

Q = V. A (m3/det)
dimana :
h
A
R (m)
P
A  bh (m 2 ) b

P  b  2h ( m)

2. Saluran Trapesium Saluran Dimensi trapesium


dimana :s
A
R (m) 1
P h
m
A   b  mh  h (m 2 )
b
P  b  2h m 2
1
2
 ( m)

dimana :
Q : Debit banjir rencana (m 3 / det)
V : Kecepatan aliran (m/det)
A : Luas potongan melintang aliran (m2)
R : Jari-jari hidrolis (m)
b : Lebar dasar saluran (m)
h : Kedalaman air (m)

1/1/2018 Halaman
- 24
S : Kemiringan saluran
m : Kemiringan talud
K : Koefisien Strickler

4.1 Koefisien Stricler


Untuk dapat menghasilkan dimensi saluran yang ideal dan sesuai dengan kebutuhan,
maka penentuan harga koefisien Strickler sangat menentukan. Faktor-faktor yang
berpengaruh di dalam menentukan harga koefisien Strickler adalah sebagai berikut :
- Kekasaran permukaan
- Vegetasi disepanjang saluran (rumput, semak, dll)
- Ketidak teraturan saluran
- Trace saluran dasar
- Pengendapan dan penggerusan
- Adanya hambatan sepanjang saluran (pada belokkan)
- Ukuran dan bentuk saluran
- Besarnya debit air (kedalaman air)

Faktor-faktor di atas dapat dipakai dalam menentukan koefisien Strickler untuk


saluran yang akan direncanakan, tetapi pertimbangan mengenai perawatan saluran di
kemudian hari turut menentukan besarnya koefisien Strickler. Untuk lebih jelasnya
dapat diperiksa pada Tabel 3-1. Harga kekasaran Strickler

1/1/2018 Halaman
- 25
Tabel 3-1. Harga Kekasaran Strickler

Saluran Keterangan K
Tanah Q > 10 45
5 > Q > 10 42.5
1>Q>5 40
1 > Q dan saluran tersier 35
Pasangan Batu kali Pasangan pada satu sisi 42
Pasangan pada satu sisi 45
Pasangan pada semua sisi 50
Pasangan Batu Saluran permukaan 45
Kosong Pada dua sisi 42
Pada satu sisi 40
Beton Seluruh permukaan 70
Pada dua sisi 50
Pada satu sisi 45

4.2 Kecepatan Aliran


Kecepatan air sangat berpengaruh pada stabilitas dari lapisan permukaan saluran,

oleh sebab itu penentuan kecepatan aliran sangat besar pengaruhnya, terutama pada

saluran tanah dengan batuan yang tidak stabil. Penentuan kecepatan saluran juga harus

dilihat terhadap kemungkinan terjadinya loncatan air. Dan disajikan dalam Tabel B

berikut ini.

Tabel 3-2 Kecepatan Aliran untuk Sal. Drainase


Vmax
Bahan Konstruksi
(m/det)
Tanah 1.00
1.50
Tanah keras
2.00
Pasangan batu kosong
3.00
Pasangan batu kali
4.00
Beton Konstruksi

1/1/2018 Halaman
- 26
4.3 Tingggi Jagaan
Guna menjaga terhadap loncatan air akibat bertambahnya kecepatan, serta

kemungkinan adanya debit air yang datang lebih besar dari perkiraan juga untuk

memberi ruang bebas pada aliran maka diperlukan ruang bebas dalam tinggi jagaan

(free board) yang besarnya tergantung pada fungsi saluran. Kriteria tinggi jagaan dari

Kriteria DPU Pengairan disajikan pada Tabel 3-3.

Tabel 3-3 Daftar Jagaan Air Saluran Drainase

Macam Saluran
Uraian
Primer Sekunder Tersier

Type Kota 90 60 30
Kota raya 60 40 20
Kota besar 40 30 20
Kota sedang 30 20 15
Kota kecil

Type Daerah 40 30 20
Industri/komer 30 20 15
sial
Pemukiman
Sumber: Kriteria Perencanaan DPU Pengairan

4.4 Bangunan Pelengkap


Pada perencanaan jaringan drainase, selalu diperlukan berbagai bangunan pelengkap,

disepanjang jaringan yang direncanakan. Untuk menghindari terjadinya kesalahan

dalam menentukan besarnya dimensi bangunan pelengkap tersebut, maka diperlukan

perhitungan yang sesuai dengan jenis bangunannya.

1. Gorong-gorong

1/1/2018 Halaman
- 27
a. Terisi Penuh dan Pendek

Q  U . A. 2 g .D h

Keterangan :

Q : Besarnya Debit (m3/det)


U : Koefisien debit tergantung bentuk gorong-gorong
A : Luas pipa (m2)
g : Percepatan Gravitasi (=9.81 m/det2)

Dh : Perbedaan tinggi energi (m)

Tabel 3-4. Koefisien Debit lewat Gorong-gorong

Dasar Data dengan Dasar lebih Tinggi dari Saluran


Saluran
S U Amban Sisi U
isi g
Segi 0.80 Segi 4 Segi 4 0.70
U 0.90 Bulat Segi 4 0.75
Bula Bulat Bulat 0.75
t
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi (Desember 1986)

Gambar 3.1. Gorong-gorong Pendek Terisi Penuh

1/1/2018 Halaman
- 28
b. Terisi Penuh dan Panjang

Kehilangan masuk
V p  Vs 
2

Dh  U masuk x
2g

Kehilangan di gorong-gorong
Dh  I .L

V p2
I 4
K 2 .R 3

Kehilangan keluar
V p  Vs 
2

Dh  U keluar x
2g

dimana :
Dh : Perbedaan tinggi energi (m)
U : Koefisien inflow/outflow tergantung bentuk
Vp : Kecepatan aliran dalam gorong-gorong (m/det)
Vs : Kecepatan aliran dalam saluran (m/det)
I : Kemiringan hidrolis gorong-gorong
L : Panjang gorong-gorong
K : Koefisien aliran strickler
R : Jari-jari hidrolis

Gambar 3.2. Gorong-gorong Terisi Penuh dan Panjang

L>20 m

1/1/2018 Halaman
- 29
c. Tidak Terisi Penuh
Untuk : Hp > 2/3 Hs
Q  U . A 2 g .Dh

Hp < 2/3 Hs
Q  0,385.U 2 gDh

dimana :
Hp : Kedalam air dalam gorong-gorong (m)
Hs : Kedalaman air didepan gorong-gorong (m)
Q : Debit yang ahrus dilewatkan (m3/det)
U : Koefisien aliran
A : Luas aliran air (m2)
Dh : Perbedaan tinggi energi

Gambar 3.3. Gorong-gorong Tidak Terisi


Penuh

2. Kisi-kisi penyaring
Pada tiap-tiap awal gorong-gorong akan dipasang kisi-kisi penyaring agar kotoran
tidak masuk ke gorong-gorong. Kisi-kisi penyaring dibuat dari besi beton dengan
o
diameter 10 cm, kisi tersebut dibuat miring dengan sudut 75 dan arah besi beton
dibuat vertikal.
Kehilangan energi dengan adanya kisi-kisi tersebut dihitung dengan rumus :
V2
Hf  C.
2g

dimana :

1/1/2018 Halaman
- 30
4
5 3
C   1
b

Hf : Kehilangan tinggi (m)


V : Kecepatan aliran (m/det)
g : percepatan gravitasi = 9.81 m/det2
S : Tebal besi sisi (m)
b : Jarak antara batang besi beton 0.10 m

3. Terjun
Bangunan terjun yang sering dipakai adalah :
a. Bangunan terjun tegak untuk tinggi kurang dari 1,50 m.
b. Bangunan terjun miring untuk tinggi terjun lebih dari 1,50 m.
Pada saluran drainase bangunan terjun yang dipakai adalah :

Bangunan Terjun Tegak


Rumus-rumus yang digunakan untuk perencanaan hidrolis adalah sebagai berikut :
- Lebar bukaan efektif
B = Q
1,71 . m . H13/2

H1 = h1 + V12
2.g
di mana :
B = Lebar bukaan efektif (m)
Q = Debit (m3/det)
m = Koefisien (m = 1,03)
H1 = Tinggi garis energi di hulu (m)
H1 = Tinggi muka air di hulu (m)
V1 = Kecepatan air di saiuran hulu (m/det)

- Tinggi Ambang hilir


a = 1/2 . dc

dc = 3 Q2
g . B2
di mana :
a = Tinggi ambang di hilir (m)

1/1/2018 Halaman
- 31
dc = Kedalaman air kritis (m)
Q = Debit (m3/det)
B = Lebar bukaan (m)
g = Percepatan gravitasi (= 9,8 m/det2)

- Panjang Olakan.
L = C1 .  (z . dc) + 0,25

C1 = 2,5 + 1,10 . dc + 0,7 . dc


z z
di mana :
L = Panjang kolam olak (m)
z = Tinggi terjun (m)

Gambar 3.4. Terjun Tegak

H h h
z
1 c

h
2a

1/1/2018 Halaman
- 32
BAB 5 PERHITUNGAN STRUKTUR

5.1 Kriteria
Kriteria struktur yang digunakan dalam perencanaan Teknis Drainase ini meliputi :
1. Kriteria bahan
2. Kriteria muatan
3. Kriteria Struktur saluran
4. Kriteria Struktur Bangunan
Penjelasan secara terperinci mengenai kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

Bahan
Jenis bahan konstruksi yang digunakan dalam pekerjaan drainase meliputi :
o Batu kali
o Beton
o Besi Beton

Batu Kali
Saluran drainase yang terbuat dari pasangan batu kali tidak diperkenankan
menerima tegangan tekan yang lebih dari 8 kg/cm2

Beton
Untuk beton digunakan sebagai berikut :
Beton untuk konstruksi : K225
Beton untuk lining : K175
Beton penutup dengan ketebalan minimum 0.12 m dan ketebalan selimut beton
0.05 m untuk konstruksi yang berhubungan dengan air dan 0.03 m untuk
konstruksi yang tidak berhubungan dengan air.
Untuk lapisan aus ditutup dengan pasir aspal minimal setebal 0.02 m.

Besi Beton
Besi beton yang digunakan disesuaikan dengan yang ada di pasaran, adapun
mutu dan acuan yang digunakan :
Mutu : U24, U 30, U32
Ukuran: 8, 10, 12, 16, 22 (mm)

1/1/2018 Halaman
- 33
Muatan
Kriteria muatan yang digunakan dalam perhitungan perencanaan adalah :
Untuk muatan mati sesuai PMI 1993
Untuk muatan berjalan sesuai dengan spesifikasi dan standar Indonesia untuk
jalan dan jembatan tahun 1970
Untuk tekanan air ditetapkan sebesar 10.000 Kg/m2 setiap kedalaman 4 m

5.2 Struktur Saluran


Saluran drainase pada tempat-tempat tertentu perlu talud saluran yang terbuat dari
pasangan batu kali dan beton.
Fungsi dari talud adalah untuk :
- mencegah erosi akibat kecepatan air yang besar
- kestabilan talud sehingga tidak membahayakan lingkungan sekitarnya.

Beberapa tipe pembuatan tebing saluran adalah sebagai berikut :


1. Saluran pasangan batu ketebalan minimum 25 cm dengan kedalaman pondasi
sesuai dengan hasil penyelidikan tanah.
2. Saluran pasangan beton dapat dikerjakan dengan 2 (dua) cara yaitu cetak
ditempat dan pracetak ketebalan minimum 8 cm.

5.3 Struktur Bangunan Gorong-gorong


Batasan yang digunakan dalam perencanaan gorong-gorong adalah :
- Gorong-gorong dapat dibentuk bulat atau segi empat
- Diameter gorong-gorong minimal 60 cm agar dapat dibersihkan dengan
kayu/bambu
- Untuk gorong-gorong yang relatif panjang diameter minimal adalah 80 cm supaya
dapat dimasuki orang untuk pemeliharaannya.
- Penutup minimum pada penyeberangan jalan adalah 1 m
- Penutup minimum pada penyeberangan desa adalah 0.50 m
- Penutup pada penyeberangan jalan diusahakan selebar jalan atau dapat ditinjau
pada fungsi jalan tersebut pada jangka panjang perlu diperhatikan pembebanannya.

1/1/2018 Halaman
- 34
Gambar 4.1. Gorong-gorong Pendek Terisi Penuh

Gambar 4.2. Gorong-gorong Tidak Terisi Penuh

5.4 Struktur Jembatan


1. Jembatan Kendaraan
- Untuk jembatan dengan bentang lebih besar dari 6,50 m dihitung dengan
memakai standart pembebanan seperti pada Gambar 3-5.
- Untuk jembatan dengan bentang kurang dari 6,50 m dihitung dengan memakai
beban merata 0,4 ton/m3 dan beban garis 4 ton/m. Pembagian pembebanan
seperti pada Gambar 4-3.

1/1/2018 Halaman
- 35
2. Jembatan Orang
Jembatan orang dihitung dengan beban merata 0,50 ton/m seperti Gambar 4-3.
Pembebanan ini sebanding dengan lewatnya sepeda motor dan sapi.
Sebagai dasar perhitungan konstruksi beton bertulang yang ada.
Jenis beton dan jenis besi tulangan dipakai sebagai berikut :

a. Beton K.125
Tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :
- Pada pembebanan tetap
Tegangan tekan :  b = 40 kg/cm2
Tegangan tarik :  b = 5,5 kg/cm2
Tegangan geser lentur atau puntir : b= 5 kg/cm2
Tegangan geser lentur dg puntir :  b= 6kg/cm2

- Pada pembebanan sementara


Tegangan tekan :  b = 70 kg/cm2
Tegangan tarik :  b = 7,5 kg/cm2
Tegangan geser :  b = 7,5 kg/cm2

b. Baja U.22
Tegangan yang diijinkan :
- Pada pembebanan tetap
Tegangan tekan / tarik :  b = 1250 kg/cm2
Angka ekivalensi : n = 30

1/1/2018 Halaman
- 36
Gambar 4-3. Pembebanan Jembatan Jalan Kelas 2 (dua)

1/1/2018 Halaman
- 37
BAB 5 DRAINASE YANG BERKELANJUTAN

5.1. Konsep Sistem Jaringan Drainase yang Berkelanjutan


Berdasarkan prinsip pengertian sistem drainase diatas yang bertujaun agar tidak
terjadi banjir di suatu kawasan, ternyata air juga merupakan sumber kehidupan. Bertolak dari
hal tesebut, maka konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah
meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi
lingkungan.Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang komprehensif dan integratif yang meliputi
seluruh proses, baik yang bersifat struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan
tersebut ( Suripin, 2004 ).
Sampai saat ini perancangan drainase didasarkan pada filosofi bahwa air
secepatnya mengalir dan seminimal mungkin menggenangi daerah layanan. Tapi dengan
semakin timpangnya perimbangan air ( pemakaian dan ketersedian ) maka diperlukan suatu
perancangan draianse yang berfilosofi bukan saja aman terhadap genangan tapi juga sekaligus
berasas pada konservasi air ( Sunjoto, 1987 ).
Konsep Sistem Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus
ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk
menahan air hujan. Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat dikelompokkan
menjadi dua tipe, yaitu tipe penyimpanan dan tipe peresapan ( Suripin,
2004 ) seperti disajikan pada Gambar 2.1.

1/1/2018 Halaman
- 38
Retardi
Peny ng basin
impanan
Kolam
Tipe di luar lokasi
regulasi
penyimpanan
Taman
Penyimp Halaaman
anan di dalam sekolah
Fasilitas
lokasi Lahan terbuka
penahan air hujan
Lahan parkir

Parit Resapan Lhn antara

Tipe Sumur Resapan blok rumah

peresapan Kolam resapan Ruang

Perkerasan terbuka lainnya

Resapan
Gambar 2.1. Klasifikasi fasilitas penahan air hujan
( Suripin, 2004 )

Sedangkan menurut Sunjoto, 1987, konsepsi perancangan drainase air hujan yang
berasaskan pada konsevasi air tanah pada hakekatnya adalah perancangan suatu sistem
drainase yang mana air hujan jatuh di atap / perkerasan, ditampung pada suatu sistem resapan
air, sedangkan hanya air dari halaman bukan perkerasan yang perlu ditampung oleh sistem
jaringan drainase.
Pada tesis ini langkah struktural dengan menggunakan tipe peresapan, Sumur Resapan
Air Hujan ( RSAH ) seperti disajikan pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3.

1/1/2018 Halaman
- 39
Peluap Peluap
ke saluran drainase ke saluran drainase
Salura Salura
n dari talang n dari talang
rumah rumah

Dindin
g kedap air

Dindin
g porus

Gambar 2.2. Contoh Sumur Resapan Air Hujan ( Suripin, 2004 )

Batas
pemilikan
>
1 S S
10 m
,5 m eptic tank umur air
minum
J 3
,0m P
alan
ipa air
umum P
R
ohon besar
umah

>
10 m

3
S
,0m
umur
resapan 1
,5 m

T
alang
T
aman

P
eluap
S
umur
resapan

B
atu pecah

Gambar 2.3 Tata Letak Sumur Resapan Air Hujan ( Suripin, 2004 )

1/1/2018 Halaman
- 40
Sumur Resapan Air Hujan
Salah satu langkah struktural dalam konsep sistem drainase yang berkelanjutan
adalah pembuatan Sumur Resapan Air Hujan ( RSAH ).
Meningkatnya limpasan permukaan, disamping akan menambah beban sistem
drainase di bagian hilir, juga menurunkan pengisian air tanah, sehingga memberi kontribusi
terhadap keseimbangan siklus hidrologi. Oleh karena itu, salah satu solusi adalah
mengembalikan fungsi resapan secara artifisial. Hal ini akan memberi manfaat ganda, yaitu
menurunkan limpasan permukaan sekaligus meningkatkan mengisian air tanah. Perhitungan
SRAH menurut Sunjoto dalam Suripin ( 2004 ), dengan persamaan sebagai barikut :

Q  
FKT

Kedalaman sumur, H : H 1  e R 2  .....................( 2.18. )
FK  
 

Dengan :
H = tinggi muka air dalam sumur ( m )
F = faktor geometrik ( m )
Q = debit air masuk ( m³ / dt )
T = waktu pengaliran ( etik )
K = koefisien permeabilitas tanah ( m/dt )
R = jari-jari sumur ( m )

1/1/2018 Halaman
- 41
Sedangkan berdasarkan Metode PU ( 1990 ), perhitungan SRAH tertuang dalam SK SNI
T-06-1990-F, tentang standar tata cara perencanaan teknis sumur resapan air hujan untuk
lahan pekarangan, dengan persamaan :

D.I . At  D.k . As
H  ...........................................................................( 2.19.)
As  D.K .P

Dengan :

D = durasi hujan (jam)

I = Intensitas hujan (m/jam)

At = luas tadah hujan (m²)

K = permeabilitas tanah (m/jam)

P = keliling penampang sumur (m²)

As = luas penampang sumur (m²)

H = kedalaman sumur (m)

Selain persamaan diatas Metode PU dalam perencanaan SRAH memberikan persyaratan


sebagai berikut:

BAB 6 Persyaratan Umum

 Sumur Resapan Air Hujan dibuat pada lahan yang lolos air dan tahan longsor.
 Sumur Resapan Air Hujan harus bebas kontaminasi / pencemaran limbah.
 Air yang masuk sumur resapan adalah air hujan.
 Untuk daerah sanitasi lingkungan yang buruk, SRAH hanya menampung air hujan dari
atap melalui talang.
 Mempertimbangkan aspek hidrogeologi, geologi dan hidrologi.

1. Keadaan muka air tanah

1/1/2018 Halaman
- 42
Sumur resapan dibuat pada awal daerah aliran yang dapat ditentukan dengan
mengukur kedalaman dari permukaan air tanah ke permukaan tanah di sumur penduduk
sekitarnya pada musim hujan.

2. Permeabilitas tanah
Permeabilitas tanah yang dapat dipergunakan untuk SRAH dibagi menjadi 3 kelas,
yaitu :
 Permeabilitas tanah sedang ( geluh/lanau, k = 2,0 – 6,5 cm/jam ).
 Permebilitas tanah agak cepat ( pasir halus, k = 6,5 – 12,5 cm/jam ).
 Permeabilitas tanah cepat ( pasir kasar, k = 12,5 cm/jam ).

2.6.3. Evaluasi Debit

Sumur resapan terutama difungsikan untuk menampung air yang berasal dari atap
bangunan langsung. Hal ini dimaksudkan supaya air yang diisikan / dimasukkan ke dalam
tanah murni air hujan, sehingga tidak terjadi polusi atau kontaminasi air tanah. Air hujan yang
jatuh di luar atap, misalnya dari jalan, halaman, taman, dan lainnya masih tetap mengalir ke
sungai. Oleh karena itu perlu dianalisis peran sumur resapan secara keseluruhan terhadap
penurunan debit puncak yang terjadi yang akan ditampung pada sistem jaringan drainase.

5.2. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sistem Drainase yang Berkelanjutan


Dalam rangka otonomi daerah, pemerintah pusat telah memberikan kesempatan
dan keleluasan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Pasal 10 ayat 1 UU
No.32/2004 tentang Otonomi Daerah, menetapkan bahwa daerah berwenang mengelola
sumber daya alam yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara
kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara konseptual
perubahan kebijakan regional terutama diarahkan untuk ( Situmorang 1999, dalam Sobriyah
dan Wignyosukarto, 2001 ) :

1. Meningkatkan demokrasi manajemen.


2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam manajemen pembangunan daerah

1/1/2018 Halaman
- 43
3. Meningkatkan pemerataan dan keadilan pembangunan daerah.
4. Memperhatikan keanekaragaman daerah dalam pembangunan daerah.
5. Memperhatikan potensi daerah dalam proses pengelolaan pembangunan daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah dimaksudkan untuk pemberdayaan daerah, baik dalam
mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun penanggulangan permasalahan yang ada
di daerah. Salah satu permasalahan yang sering timbul di daerah adalah banjir, baik di
perkotaan, kawasan pemukiman, maupun di pedesaan ( areal pertanian ), dimana memerlukan
penanganan secara teknis maupun pendanaan yang besar, yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah dan peran serta masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud di sini yaitu seluruh masyarakat yang ada baik di
pedesaan, perkotaan, di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun di hilir, kaya atau miskin,
akademisi atau non akademisi, bahkan semua insan yang mempunyai hubungan dengan air.
( Sobriyah dan Wignyosukarto, 2001 ).
Partisipasi masyarakat dalam setiap tahap pembangunan ( sistem jaringan drainase )
menurut Pranoto SA, 2005. Dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Survey dan Investigasi : memberi informasi lokasi dan kondisi setempat.
2. Perencanaan : persetujuan, kesepakatan, penggunaan.
3. Pembebasan tanah : memberi kemudahan, memperlancar proses.
4. Pembangunan : membantu pengawasan dan terlibat dalam pelaksanaan.
5. Operasi dan pemeliharaan : terlibat dalam pelaksanaan, ikut memelihara, melaporkan
jika ada kerusakan.
6. Monitoring dan evaluasi : memberikan data yang nyata di lapangan tentang dampak
yang terjadi pasca pembangunan.

1/1/2018 Halaman
- 44

You might also like