You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

Proses persalinan dipengaruhi oleh tiga faktor yang berperan yaitu


kekuatan mendorong janin keluar (power) yang meliputi kekuatan uterus (his),
kontraksi otot dinding perut, kontraksi diaphragma dan ligamentum action, faktor
lain adalah faktor janin (passanger) dan faktor jalan lahir (passage). Apabila his
normal, tidak ada gangguan karena kelainan dalam letak atau bentuk janin dan
tidak ada kelainan dalam ukuran dan bentuk jalan lahir maka proses persalinan
akan berlangsung secara normal. Namun apabila salah satu ketiga faktor ini
mengalami kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan kekuatan his tidak
adekuat, kelainan pada bayi atau kelainan jalan lahir maka persalinan tidak dapat
berjalan normal sehingga perlu segera dilakukan persalinan dengan tindakan
seperti dengan ektraksi vakum dan forseps untuk menyelamatkan jiwa ibu & bayi
dalam kandungannya.1
Persalinan tindakan pervaginam dengan ektraksi vakum atau forseps
dilakukan apabila syarat persalinan dipenuhi dan ada indikasi. Ekstraksi vakum
merupakan salah satu dari dua instrumen tindakan obstetrik operatif yang
bertujuan untuk menolong persalinan melalui jalan lahir atau pervaginam. Alat
ekstraksi vakum terdiri dari mangkok penghisap, botol vakum dan pompa untuk
membentuk tekanan negatif. Tindakan ini dilakukan untuk semua keadaan yang
mengancam ibu dan janin yang memiliki indikasi untuk menjalani persalinan
pervaginam dengan bantuan alat. Indikasi pada ibu antara lain penyakit jantung,
gangguan paru, penyakit neurologis tertentu, kelelahan dan persalinan kala dua
yang berkepanjangan.1 Keunggulan secara teoritis ekstraksi vakum dibanding
forseps adalah tidak adanya pemasangan sendok baja yang memakan tempat di
dalam vagina dan penempatan yang pas di kepala janin, seperti disyaratkan untuk
pelahiran dengan forseps; kemampuan memutar kepala janin tanpa mengganggu
jaringan lunak ibu; dan penekanan intrakranial yang lebih saat traksi.2

1
Pada penelitian yang dilakukan oleh Apithan Puangsricharern MD dan
Witchulada Chaonoum MD dalam “Trens pada forseps dan vakum di RS
Rajavithi pada tahun 2002 sampai 2009” yang dilakukan pada 2723 kasus dengan
prosedur operasi pervaginam, 1.808 kasus dilahirkan menggunakan ekstraksi
forceps dan 915 kasus yang dilahirkan menggunakan ekstraksi vakum, namun
pada kelahiran yang menggunakan ekstraksi forceps dan ekstraksi vakum di RS.
Rajavithi secara bertahap mulai menurun dan mungkin mencapai nol pada 6 dan
10,5 tahun. Tren yang terjadi pada kasus di RS dan swasta juga menurun pada
pola yang sama tapi pada tingkat yang berbeda.3
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Maimoona Hafeez, dkk
pada 1 November 2010 sampai 30 Oktober 2011 yang menggunakan metode
observasi prospektive yang dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi di
RS kota sharif dalam “Indikasi dan faktor risiko dalam ekstraksi vakum”
menyimpulkan bahwa kelahiran dengan menggunakan ekstraksi vakum memiliki
tingkat kesuksesan yang tinggi pada kasus yang sesuai, dengan komplikasi yang
rendah untuk ibu dan bayi baru lahir.4
Namun, penelitian yang dilakukan oleh Sazili, Theodorus, Kurdi
Syamsuri, Zaimursyaf Aziz, Julniar M. Tasli dalam “Perbandingan efektifitas
vakum dan forceps terhadap luaran janin pada kala dua lama” di RSMH
Palembang pada tahun 2005-2009, yang dilakukan pada sebagian besar subjek
berusia 20-35 tahun yang masing-masing subjek berjumlah 86 ekstraksi vakum
dan 86 ekstraksi forceps dengan paritas terbanyak adalah paritas nol atau
kehamilan pertama ( 58,1 % pada ektraksi forceps dan 61,6% ekstraksi vakum)
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan efektivitas antara ekstraksi forceps dan
vakum terhadap luaran bayi dan komplikasi ibu pada persalinan kala dua lama.
Penolong bebas menggunakan vacum atau forceps sesuai keinginan dan keahlian.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekstraksi Vakum


2.1.1. Sejarah
Gagasan untuk melahirkan kepala janin dengan memakai tenaga vakum,
mula-mula dipelajari oleh Young (1706) dari Inggris, yang kemudian secara
berturut-turut dikembangkan oleh ahli-ahli obstetri di negara negara Eropa dalam
bentuk yang bermacam-macam.
Simpson memperkenalkan gagasan ekstraksi vakum pada tahun 1840-an,
dan sejak itu dilakukan banyak upaya untuk merekatkan alat penarik melalui
sebuah penghisap ke kulit kepala janin. Semua alat yang dilaporkan sebelumnya
gagal sampai Malmström (1954) menerapkan suatu prinsip baru, yaitu traksi pada
sebuah mangkuk logam yang dirancang sedemikian rupa sehingga pengisapan
akan menimbulkan pembentukan kaput artifisial, atau chignon, di dalam mangkuk
yang menahan dengan kuat sehingga janin dapat ditarik. Namun keputusan
menggunakan mangkuk logam atau lunak hanya bersifat regional. Di Amerika
Serikat, mangkuk logam umumnya telah digantikan oleh ekstraktor vakum
mangkuk lunak yang lebih baru. Kuit dkk (1993) mendapatkan bahwa mangkuk
lunak memiliki angka kegagalan lebih tinggi (1,65 X) tetapi lebih jarang
menyebabkan cedera kulit kepala (0,45 X) daripada mangkuk kaku.2

2.1.2. Definisi
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan
dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) pada kepalanya. Alat ini dinamakan
ekstraktor vakum atau ventouse.1

3
2.1.3. Bentuk dan Bagian-bagian Ekstraktor Vakum
1. Mangkuk (Cup)
Bagian yang dipakai untuk membuat kaput suksedaneum artifisialis. Dengan
mangkuk inilah kepala diekstraksi. Diameter mangkuk: 3, 4, 5, 6 cm. Pada
dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk tanda letak denominator.
Macam-macam mangkok:
1. Mangkok logam : - malmstorm cup
- anterior cup
- posterior cup
2. Mangkok plastik : - plastik keras
- plastik lunak yang berasal dari bahan silikon

Gambar 2.1: Macam-Macam Mangkok

2. Botol
Tempat membuat tenaga negatif (vakum). Pada tutup botol terdapat
manometer, saluran menuju ke pompa penghisap, dan saluran menuju ke
mangkuk yang dilengkapi dengan pentil.
3. Karet penghubung
4. Rantai penghubung antara mangkuk dengan pemegang
5. Pemegang (extraction handle)
6. Pompa penghisap (vacum pump).3

4
Gambar 2.1. Alat Ekstraktor Vakum Manual

Gambar 2.2. Alat Ekstraktor Vakum Elektrikal

5
2.1.4. Syarat
1. Pembukaan lengkap atau hampir lengkap (>7cm pd multigravida)
2. Persentasi kepala
3. Cukup bulan (tidak prematur)
4. Tidak ada kesempitan panggul
5. Anak hidup dan tidak gawat janin
6. Penurunan kepala pada H III/IV
7. Kontraksi baik
8. Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan.
9. Ketuban sudah pecah
10. Alat ekstraktor vakum masih berfungsi baik.

2.1.5. Indikasi
Ibu
1. Untuk memperpendek kala II, misalnya:
a. Penyakit jantung kompensata
b. Penyakit paru-paru fibrotik
c. Kelainan serebrovaskuler
d. Kelainan neuromuskuler
e. Ibu lelah.1,2,6
2. Waktu: kala II yang memanjang
a. Pada Nulipara 2 jam
b. Pada Multipara 1 jam.1,2,6
Janin
1. Gawat Janin (masih kontroversi).2

2.1.6. Kontraindikasi
2.1.6.1. Kontraindikasi Relatif
1. Kehamilan preterm: Masih lunaknya kepala dan rentannya vaskularisasi
kepala janin prematur.
2. Riwayat pengambilan darah dari kulit kepala janin sebelumnya.

6
3. Aplikasi cunam sebelumnya gagal:
Struktur dan konsistensi kepala janin pasca aplikasi cunam yang sudah
berubah. Selain itu, kegagalan aplikasi tersebut dapat membuktikan bahwa
terdapat gangguan imbang sepaloelvik.
4. Molase dan pembentukan caput succadenum yang berlebihan:
Keadaan ini sering terjadi pada kasus gangguan imbang sepalopelvik.
5. Dugaan makrosomia (Berat badan janin > 4.5 kg).
6. Janin mati: Oleh karena tidak dapat terbentuk caput succadeneum.2,6

2.1.4.2. Kontraindikasi Absolut


Ibu
1. Ruptura uteri membakat
2. Pada penyakit-penyakit di mana ibu secara mutlak tidak boleh mengejan,
misalnya payah jantung, preeklampsia berat.2
Janin
1. Letak muka
2. After coming head
3. Janin preterm.2

2.1.5. Syarat
Prasyarat Tindakan Ekstraksi Vakum
a. Informed Consent
Pada setiap tindakan medik diperlukan “informed consent” yang harus
dilihat sebagai bagian dari suatu proses dan bukan sekedar selembar formulir yang
harus diisi dan ditanda tangani oleh penderita dan atau keluarganya.

“Informed Consent” berisi penjelasan mengenai perlunya satu tindakan


medis harus dilakukan, manfaat serta resiko yang mungkin terjadi serta bagaimana
tindakan tersebut dilakukan. Selain itu harus disampaikan pula berbagai alternatif
tindakan medis lain untuk menyelesaikan masalah medik yang terjadi. Pada saat
menjelaskan mengenai hal-hal tersebut diatas, pasien dan keluarganya harus diberi

7
kesempatan untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai semua hal yang
mereka masih belum mengerti.

Pembahasan rutin mengenai kemungkinan akan dilakukannya intervensi


tindakan medis lebih awal (yang dilakukan saat kunjungan antenatal atau sebelum
persalinan) adalah hal yang penting dengan menyadari betapa sulitnya
pengambilan satu keputusan medis penting disaat yang amat genting.

b. Persiapan Operator
Dokter harus faham tentang instrumen EV yang dipilih, indikasi dan
tehnik melakukan EV.

Keputusan untuk melakukan tindakan EV harus dilandasi dengan analisa


proses persalinan, pemeriksaan vagina, penentuan posisi dan derajat penurunan
(“station”) janin serta kapasitas panggul.

c. Persiapan Pasien
1. Persiapan terpenting adalah “informed Consent” .
2. Selaput ketuban pecah atau sudah dipecahkan.
3. Kandung kemih kosong atau dikosongkan secara spontan atau melalui
kateterisasi.
4. Dilatasi servik lengkap.
5. Kepala sudah engage.
6. Janin diperkirakan dapat lahir per vaginam.
Bila posisi dan derajat penurunan janin masih belum jelas maka dapat
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal atau transperineal terlebih
dulu 1. Ultrasonografi dapat digunakan pula untuk menentukan ketepatan aplikasi
cawan penghisap. Posisi kepala ditentukan dengan melihat kedudukan orbita janin
dan identifikasi karakteristik anatomi intrakranial (falx cerebri, fossa posterior)
dan station kepala janin ditentukan berdasarkan pemeriksaan utrasonografi

8
translabial. Pemeriksaan konfirmatif dengan ultrasonografi ini memerlukan
pengalaman dan dilakukan secara “bedside”.

d. Analgesia dan anaesthesia


Persalinan EV - outlet dapat dilakukan tanpa anastesia atau analgesia. Bila
diperlukan dapat diberikan anastesia regional (blok pudenda) atau yang lebih
sering (dan lebih efektif ), dilakukan anastesia spinal.

2.1.6. Batasan
“AmericanCollege of Obstetricians and Gynecologists“ (ACOG)
menetapkan batasan baku dari persalinan operatif per vaginam dengan instrumen
tertentu antara lain persalinan operatif pervaginam “outlet” - “Low” dan
“Midpelvic”.
Penentuan batasan ini dibuat berdasarkan posisi kepala dan derajat
penurunan kepala janin sebelum dilakukan tindakan. Batasan baku tersebut
semula digunakan untuk aplikasi Ekstraksi Cunam (EC) namun selanjutnya
digunakan pula untuk tindakan Ekstraksi Vakum (EV) dengan sejumlah
modikifikasi kecil.6,7,8

Tabel 2.1. Klasifikasi Tindakan Ekstraksi Vakum berdasarkan


“fetal station” dan “cranial postion”
JENIS
DESKRIPSI KLASIFIKASI*
TINDAKAN
Ekstraksi Kepala sudah di perineum; tanpa menyisihkan labia sudah
Vakum – terlihat kulit kepala pada introitus; tengkorak kepala janin
“Outlet” sudah didasar panggul.
Sutura sagitalis berada pada diameter antero posterior
panggul ( posisi oksiput anterior – kiri atau kanan; posisi
oksiput posterior – kiri atau kanan )

9
Esktraksi Posisi/station kepala tidak memenuhi kriteria EV outlet;
vakum – “ station + 2 (5 cm) namun belum mencapai dasar panggul.
Low”
Subdivisi Posisi oksiput anterior (OA, LOA, ROA).
Posisi oksiput posterior (OP, LOP, ROP) atau transversal
(LOT, ROT).
Esktraksi Station < +2 (5 cm) , kepala sudah engage namun kriteria
Vakum – ekstraksi vakum rendah tak terpenuhi
“Mid Pelvic”
Subdivisi Posisi oksiput anterior (OA, LOA, ROA).
Posisi oksiput posterior (OP, LOP, ROP) atau transversal
(LOT, ROT).
Persalinan Tehnik yang tidak spesifik
Seksio Sesar
dibantu
dengan EV
Ekstraksi Tehnik EV yang tidak spesifik
vakum khusus
Ekstraksi Prosedur tindakan EV yang tidak memenuhi klasifikasi
Vakum Tinggi diatas
(modifikasi dari ACOG Practice Bulletin # 17, June, 2000)
Keterangan:
OA: occipitoanterior; ROA: right occipitoanterior; LOA: left occipitoanterior;
OP: occipitoposterior; LOP: left occipitoposterior; ROP: right occipitoposterior;
LOT: left occipitotransverse; ROT: right occipitotransverse

2.1.7. Prosedur
1. Ibu tidur dalam posisi lithotomi
2. Pada dasarnya tidak diperlukan narkosis umum. Bila pada waktu pemasangan
mangkuk, ibu mengeluh nyeri, dapat diberi anestesia infiltrasi atau pudendal

10
nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anestesia
inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja.
3. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih
mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks. Pada pembukaan serviks
lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam
vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala,
menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai
dengan letak denominator.

Gambar 2.3. Cara memegang mangkuk


Operator memegang mangkuk penghisap didepan pasien dan membayangkan
bagaimana kedudukan cawan penghisap pada kepala janin nantinya didalam
jalan lahir.

Gambar 2.4. Cara memegang mangkuk

11
4. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga – 0,2 kg/cm2
dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan ialah: – 0,7 sampai –
0,8 kg/cm2. Ini membutuhkan waktu kurang lebih 6 – 8 menit. Dengan
adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput
suksedaneum artifisialis (chignon).
Pusat diameter mangkuk penghisap harus berada di satu titik penentu berupa
titik imajiner anatomis yang berada di sutura sagitalis kira kira 6 cm di
belakang ubun ubun besar atau 1 – 2 cm di depan ubun ubun kecil (titik fleksi
atau “pivot point”).
Semakin jauh titik pusat mangkuk penghisap bergeser dari sutura sagitalis,
semakin besar pula kegagalan tindakan ekstraksi vakum dan semakin besar
pula tenaga yang diperlukan untuk melakukan traksi oleh karena arah tarikan
miring akan menyebabkan terjadinya defleksi kepala janin.3,4

Gambar 2.5. Titik imajiner

12
Gambar 2.6. Tempat pemasangan mangkuk penghisap pada kepala janin

5. Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada
bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit.
6. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik
searah dengan arah sumbu panggul. Pada waktu melakukan tarikan ini harus
ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong.
7. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan
melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri
menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan
bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat ke
arah muka penolong.
8. Traksi dilakukan terus selama ada his dan harus mengikuti putaran paksi
dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis. Bila his
berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara
intermittent, bersama-sama dengan his.2

13
Gambar 2.7. Arah Tarikan Berubah Sesuai dengan
Penurunan Kepala Dalam Jalan Lahir

Umumnya dengan traksi pertama sudah dapat diketahui apakah kepala janin
semakin turun atau tidak. Bila tidak maka operator dapat melakukan satu kali
tarikan lagi untuk memastikan apakah tindakan ekstraksi vakum dapat
dilanjutkan atau dihentikan.4
Pemutaran mangkuk secara manual sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan sefal hematom dan laserasi kulit kepala janin–tipe
“cookiecutter” (pisau kue) pada penggunaan mangkuk logam.2
9. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga
kepala melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomokhlion
dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya. Pada
waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong
segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka, udara masuk
ke dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk dilepas.2
10. Bila diperlukan episitomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk
atau pada waktu kepala membuka vulva.6

2.1.8. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal


1. Waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali.
Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
a. Tenaga vakum terlalu rendah

14
b. Tekanan negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput
suksedaneum yang sempurna yang mengisi seluruh mangkuk
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga
mangkuk tidak dapat mencengkam dengan baik
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam
mangkuk
e. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan
baik
f. Traksi terlalu kuat
g. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran
penghubung
h. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu
traksi, harus diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan
diusahakan melakukan koreksi
2. Dalam waktu setengah jam dilakukan taksi, janin tidak lahir.

Gambar: 2.9 bentuk kaput suksedaneum artifisialis akibat tarikan


ekstraktor vakum

2.1.9. Penyulit
Penyulit mencangkup laserasi dan memar kulit kepala, hematom
subgaleal, sefal hematom, perdarahan intrakranial, ikterus neonatorum,
perdarahan subkonjungtiva, fraktur klavikula, distorsia bahu, cedera saraf
kranialis ke-6 dan ke-7, Erb palsy, perdarahan retina, dan kematian janin.2
Cedera kulit kepala dan hematom yang bermakna serta hiperbilirubinemia
yang diakibatkannya lebih sering terjadi pada pemakaian mangkuk logam
daripada mangkuk lunak. Dalam kajian Plauche (1979) terhadap ekstraktor vakum

15
Malmström, cedera kulit kepala berkisar dari 0,8-33%, sefal hematom dari 1-26%,
dan perdarahan subgaleal dari 0-10%. Di pihak lain, tidak mendapatkan
peningkatan morbiditas neonatus yang serius, termasuk perdarahan retina, untuk
ekstraktor vakum silastik dibandingkan dengan persalinan spontan.7,8,9
Selama periode 4 tahun, FDA mengkaji laporan 9 cedera janin serius dan
12 kematian neonatus, yang merupakan peningkatan bermakna dibandingkan
dengan 11 tahun sebelumnya. Sebagai tanggapan nasehat ini, The American
College of Obstetricians and Gynecologists (1998) mengeluarkan sebuah
Committee Opinion yang menganjurkan agar pemakaian vakum untuk membantu
pelahiran dilanjutkan apabila sesuai dengan indikasi.2

Komplikasi
Ibu
1. Perdarahan
2. Trauma jalan lahir
3. Infeksi
Janin
1. Ekskoriasi kulit kepala
2. Sefalhematoma
3. Subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat diresorbsi tubuh janin. Bagi
janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan
ikterus neonatorum yang agak berat.
4. Nekrosis kulit kepala yang dapat menimbulkan alopesia.

Kengunggulan ekstraksi vakum dibandingkan ekstraksi cunam


1. Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
2. Tidak diperlukan narkosis umum
3. Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan
serviks belum lengkap
4. Trauma pada kepala janin lebih ringan.2.10

16
Seperti yang dikatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Nag U, Burra KC
dan Kodali M dalam Comparison of maternal and neonatal outcome between
vacuum extraction and forceps deliveries bahwa ketika kelahiran yang memiliki
indikasi untuk menggunakan alat, ekstraksi vakum harus lebih di pilih
dibandingkan dengan ekstraksi forceps, karena pada tingkat morbiditas lebih
sedikit menyebabkan robekan perineal derajat 3 dan 4, sedangkan pada sebagian
besar morbiditas pada neonatal tidak siginifikan pada perbandingan dengan kedua
alat tersebut.10

Kerugian ekstraksi vakum dibandingkan ekstraksi cunam


1. Persalinan janin memerlukan waktu lebih lama
2. Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap
sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga
yang berlebihan
3. Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari
karet dan harus selalu kedap udara.2,6

2.2. Aplikasi Tindakan Ekstraksi Vakum Khusus


Pada operasi seksio sesar, segmen bawah rahim yang tipis dan kepala janin
yang sudah mengadakan desensus yang jauh merupakan predisposisi ekstensi luka
insisi pada segmen bawah rahim saat melahirkan kepala. Hal yang sama juga
terjadi pada saat melakukan seksio sesar pada kasus letak lintang. Untuk
mengatasi kesulitan memngeluarkan kepala dapat digunakan Ekstraksi Vakum
atau ekstraksi dengan sendok cunam.6
Kepala janin yang sudah engage terlalu dalam sebaiknya di dorong lebih
dulu dari bawah oleh asisten dan dilanjutkan dengan pengeluaran dengan cara
biasa (tanpa alat) atau dilanjutkan dengan pemasangan mangkuk penghisap dan
dilanjutkan dengan traksi. Aplikasi Ekstraksi Vakum saat seksio sesar yang
terbaik adalah pada kasus ketuban pecah dini pada kepala yang masih tinggi.
Setelah insisi segmen bawah rahim, dilakukan manipulasi kepala melalui insisi
tersebut secara manual dan dilanjutkan dengan aplikasi cawan penghisap. Cara ini

17
baik dikerjakan pada kasus letak lintang atau untuk melahirkan janin kedua pada
persalinan gemelli sehingga tidak dilakukan ekstraksi bokong yang lebih
berbahaya.6

2.3. Aplikasi Persalinan Operatif Pervaginam Secara Sekuensial


Aplikasi penggunaan peralatan bantu persalinan pervaginam secara
sekuensial (ekstraksi cunam gagal dan dilanjutkan dengan ekstraksi vakum atau
sebaliknya) merupakan masalah yang kontroversial. Penelitian yang dilakukan
oleh Gardella dan Towner menunjukkan bahwa resiko perdarahan intrakranial
pada aplikasi sekuensial diatas lebih besar dibandingkan dengan aplikasi EV atau
ekstraksi cunam saja. Namun dari penelitian lain, tidak terlihat adanya perbedaan
resiko tersebut.6

2.4. Cedera Persalinan


2.4.1. Cedera pada Neonatus
Tidak ada satu tindakan persalinan operatif pervaginam yang tidak disertai
peningkatan resiko ibu dan atau anak. Angka kejadian kematian janin atau cedera
neonatus yang berat akibat ekstraksi vakum sangat rendah dan berada pada
rentang 0,1 – 3 kasus per 1000 tindakan ekstraksi vakum. Namun mungkin
meningkatkan resiko cephalhematoma, hemoragi intrakranial (hemoragia
subaraknoid), konvulsi, depresi sistem saraf pusat, dan ventilasi mekanik.2,6-7
Secara klinik, cedera kulit kepala terutama disebabkan oleh sifat fisik
cawan penghisap yang digunakan. Saat diberikan tekanan negatif, kulit kepala
akan masuk kedalam cawan penghisap sehingga terjadi chignon. Traksi yang
terlalu kuat akan menyebabkan terpisahnya kulit kepala dari dasarnya sehingga
meski jarang namun dapat menyebabkan perdarahan (cephalohematoma dan
hemoragia subgaleal). Selain itu juga pada neonatal yang disertai dengan
hemofilia dapat terjadi hemoragia sistem saraf pusat karena penggunaan ekstraksi
vakum ataupun ekstraksi forseps.6,8

18
Gambar 2.8. Cedera pada Neonatus

Resiko yang dapat terjadi pada tindakan EV adalah:


a. Laserasi kulit kepala
b. Hemoragia retina
c. Fraktura kranium
d. Perdarahan subarachnoid
e. Ekskoriasi
f. Sefalhematoma
g. Subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat diresorbsi tubuh janin. Bagi
janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan
ikterus neonatorum yang agak berat
h. Nekrosis kulit kepala (scalpnecrosis), yang dapat menimbulkan
alopesia.3,6

Laserasi Kulit Kepala Janin

Gambar 2.9. Laserasi Kulit Kepala Janin

19
Akibat ekstraksi vakum sering terjadi ekimosis dan laserasi kulit kepala
dan ini umumnya terjadi bila mangkuk penghisap dengan tekanan tinggi berada
diatas kulit kepala janin dalam waktu yang relatif lama (20 – 30 menit).
Mangkuk penghisap bukan suatu alat yang di masksudkan sebagai rotator;
usaha melakukan rotasi kepala dengan menggunakan ekstraksi vakum akan
menyebabkan cedera pada kulit kepala janin. Bila operator menghendaki terjadi
rotasi kepala maka hal itu dilakukan secara manual tanpa paksaan dan bukan
dengan menggunakan cawan penghisap.6

Outcome Neonatus Jangka Panjang


Tidak terdapat perbedaan outcome jangka panjang antara anak yang lahir
secara spontan dengan yang dilahirkan melalui ekstraksi vakum atau ekstraksi
cunam.
Pengamatan outcome jangka panjang dalam berbagai penelitian dilakukan
sampai usia 18 tahun dan skoring dibuat atas kemampuan sekolah, berbicara,
perawatan diri sendiri dan status neurologi.2

2.4.2. Cedera Maternal


Resiko cedera ibu pada tindakan ekstraksi vakum lebih rendah
dibandingkan dengan tindakan ekstraksi cunam atau seksio sesar. Resiko yang
mungkin terjadi adalah perdarahan, trauma jalan lahir (laserasi cervikal, laserasi
vagina berat, hematoma vagina) maupun infeksi.6,9

Laserasi Jalan Lahir


Laserasi perineum adalah komplikasi paling sering terjadi pada persalinan
operatif pervaginam. Seringkali terjadi robekan perineum berkaitan dengan
episiotomi. Ruptura perinei tingkat III dan IV pada tindakan ekstraksi vakum
berkisar antara 5-30% .
Angka kejadian ruptura perinei pada tindakan ekstraksi vakum lebih
rendah dibandingkan tindakan ekstraksi cunam. Tindakan ekstraksi cunam sering
menyebabkan ruptura perinei totalis. Episiotomi elektif merupakan predisposisi

20
terjadinya ruptura perinei tingkat IV dan banyak ahli berpendapat bahwa
episiotomi sebaiknya dikerjakan bila perineum yang tegang mengganggu jalannya
persalinan. Jenis episiotomi sebaiknya dari jenis medio lateral yang meskipun
rekosntruksinya lebih sulit namun jarang meluas sehingga menyebabkan ruptura
perinei tingkat IV (ruptura perinei totalis).2

Inkontinensia Urine dan Inkontinensia Alvi


Predisposisi genetik, distosia, persalinan spontan pervaginam, laserasi
obstetrik, multiparitas dan cara persalinan dapat menyebabkan cedera permanen
atau reversibel pada jaringan ikat panggul. Cedera pada struktur penyangga pelvik
merupakan resiko tak terhindarkan pada persalinan spontan per vaginam atau
persalinan operatif pervaginam.
Organ visera panggul bergantung dari atas dan disangga dari bawah.
Keutuhan struktur penyangga tersebut tergantung pada faktor intergritas otot,
fascia dan persyarafan dari struktur terkait.
Struktur penggantung merupakan struktur pseudoligamen longgar yang
dinamakan ligamentum panggul. Jaringan ikat yang loggar tersebut bersama
dengan struktur pembuluh darah berada disekitar servik. Struktur penyangga
uterus adalah struktur komplek muskulofascial berupa diafrgama pelvik dan
diafragma urogenital. Diafragma pelvik terutaja terbentuk dari muskulevator ani.
Diafragma urogenitalis terdiri dari berbagai otot kecil dan jaringan ikat yang
terbentang dari “central perineal body” menyebar secara radial dan melekat pada
berbagai tulang dan ligamentum pada dinding lateral panggul.
Perjalanan janin melalui jalan lahir akan menyebabkan distorsi dan cedera
jaringan panggul. Selama proses persalinan per vaginam, ligamentum dan otot
panggul mengalami robekan kecil yang juga menyebabkan trauma syaraf.
Berbagai laserasi spontan atau ekstensi dari luka episiotomi dapat menyebabkan
cedera lebih lanjut antara lain cedera sfingter rektum.6

21
2.5. Pertimbangan Klinik Lain
Pada umumnya, saat diperlukan tindakan persalinan gawat darurat dan
percobaan persalinan per vaginam operatif maka keberhasilan dan keamanan
tindakan terletak pada pemilihan instrumen atas dasar ketrampilan serta
pengalaman operator.6
Dasar pertimbangan lain adalah:
1. Derajat Desensus – bila kepala sudah didasar panggul maka persalinan
operatif pervaginam sebaiknya menggunakan ekstraksi cunam ; namun pada
kasus yang santa mendesak maka pemilihan instrumen sangat tergantung
pada pilihan operator.
2. Paritas – pada multipara laserasi jalan lahir pada tindakan ekstraksi cunam
jarang terjadi.
3. Distosia Bahu – resiko distosia bahu lebih sering terjadi pada ekstraksi
vakum.
4. Molase dan kaput yang berlebihan akan menyulitkan penentuan posisi dan
derajat penurunan kepala.

22
Gambar 2.10. Molase

23
BAB III
KESIMPULAN

Proses persalinan dipengaruhi oleh tiga faktor yang berperan yaitu


kekuatan mendorong janin keluar (power) yang meliputi kekuatan uterus (his),
kontraksi otot dinding perut, kontraksi diaphragma dan ligamentum action, faktor
lain adalah faktor janin (passanger) dan faktor jalan lahir (passage). Disertai juga
psikis wanita (ibu) dan penolong.1
Fase persalinan normal ditandai dengan adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui
jalan lahir. Banyak energi yang dikeluarkan pada fase ini. Oleh karena itu,
penggunaan istilah in labor (kerja keras) dimaksudkan untuk menggambarkan
proses ini.10
Apabila his normal, tidak ada gangguan karena kelainan dalam letak atau
bentuk janin dan tidak ada kelainan dalam ukuran dan bentuk jalan lahir maka
proses persalinan akan berlangsung secara normal. Namun apabila salah satu
ketiga faktor ini mengalami kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan
kekuatan his tidak adekuat, kelainan pada bayi atau kelainan jalan lahir maka
persalinan tidak dapat berjalan normal sehingga perlu segera dilakukan persalinan
dengan tindakan seperti dengan ektraksi vakum dan forseps untuk menyelamatkan
jiwa ibu & bayi dalam kandungannya.1
Ekstraksi vakum merupakan persalinan operatif pervagina, yang efektif
dan aman. Operator harus menggunakan peralatan ini dengan hati-hati untuk
membatasi terjadinya cedera maternal atau fetal. Penggunaan instrumen vakum
untuk persalinan operatif pervaginam harus dilakukan oleh operator yang
berpengalaman dan kompeten.
1. Persiapkan informed consent
2. Batasi traksi sampai maksimal 5 kali
3. Batasi lepasnya vakum sampai 3 kali
4. Traksi pertama sudah disertai dengan penurunan bagian terendah janin

24
5. Tindakan jangan melampaui waktu 20 menit
6. Hindari tindakan ekstraksi vakum pasca tindakan cunam yang gagal
7. Jangan paksakan tindakan bila terasa sulit
8. Catat semua prosedur tindakan dengan baik.4
Antibiotika – terapi antibiotika tidak disarankan bila tak indikasi yang
tepat. Prematuritas – penggunaan instrumen untuk membantu persalinan janin
prematur adalah hal yang kontroversial. Penggunaan cunam untuk membantu
persalinan preterm (melindungi kepala janin) tidak didukung dengan penelitian
yang memadai. Pada kehamilan kurang 36 minggu tindakan ekstraksi vakum
merupakan kontraindikasi relatif. After coming head – dapat digunakan jenis
cunam tertentu (Piper atau Kjelland). Seksio sesar – penggunaan cawan
penhghisap dapat digunakan untuk melahirkan kepala janin dan tindakan ini
paling baik bila digunakan pada kasus seksio sesar pada letak lintang. Kehamilan
kembar – pada persalinan per vaginam gemelli anak kedua.4

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Ekstraksi Vakum. Jakarta: PT.


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. hal: 80-87.
2. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 1: Jalan Lahir Normal. Ekstraksi
Vakum. Jakarta: EGC; 1989. hal. 75.
3. Puangsricharern, Apithan. The Journal of Obstetrics and Gynaecology.
Trends in Forceps and Vacuum Deliveries in Rajavithi Hospital from 2002 to
2009. October 2012, Vol. 20, pp.198-208.
4. Hafeez, Maimoona, dkk. Departement of Obstetrics and Gynaecology;
Indications and Risk of Vacuum Assisted Deliveries. JIMSA. October-
December 2013 Vol. 26 No. 4.
5. Sazili, theodorus, dkk. Comparison between Vacum and Forceps Extraction
to Neonatal outcome on Prolonged Second Stage of Labor. Departement of
Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine University of Sriwijaya.
Palembang. 2012.
6. Saifuddin, abdul bari, dkk. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Ekstraksi Vakum. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2006. Ed.1 cetakan 4. Hal 495-500.
7. Wiknjosastro, Gulardi H, dkk. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasar (PONED). Ekstraksi Vakum. Jakarta: USAID. Ed.kelima. 2008.
8. Cuningham, F. Gary, Gant. Dkk. Obstetri William Vol1. Edisi 21. EGC. Hal.
552-5.
9. John, P. Vacum extraction. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/271175-overview#aw2aab6b2.
(diunduh tanggal 11-11-2014, selasa).
10. Nag U, Burra KC, Kodali M. comparison of maternal and neonatal outcome
between vacuum extraction and forceps deliveries. IJRRMS. Vol 3. No.1.
Jan-Mar 2013.

26

You might also like