You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

Cacat lahir sering juga disebut malformasi kongenital atau anomali kongenital
adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan kelainan struktur, perilaku, faal,
dan kelainan metabolik yang ditemukan pada waktu lahir. Kasus bibir sumbing dan
celah langit – langit merupakan cacat bawaan yang masih menjadi masalah di tengah
masyarakat. terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya
operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa. celah bibir dan
celah langit-langit adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas
serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut.1,2
Secara anatomik, kelainan ini mencakup organ-organ antara lain labium oris,
gnathum yang melibatkan gigi – geligi, palatum, nasal bahkan maksila. Etiologi bibir
sumbing dan celah langit – langit adalah multifaktor. Selain faktor genetik juga
terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit – langit adalah usia ibu
waktu melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn saat
hamil dan defisiensi asam folat.1,4,5
Insiden ini terjadi pada populasi Kaukasia adalah 1-1.5/1000 kelahiran hidup,
di Afrika dan Afrika-Amerika adalah <0.5/1000 kelahiran hidup, dan di Asia dan
Hispanik, 2-3/1000 kelahiran hidup.
Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah lain yang
perlu dipertimbangkan yaitu masalah gangguan bicara, gigi geligi dan psikososial.
Masalah – masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis dan pada
akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga
dipengaruhi oleh masalah – masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner,
tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan dan sebaiknya kontinyu sejak bayi
lahir hingga remaja.4,5

1
Kelainan bawaan ini sebaiknya ditangani oleh tim ahli yang antara lain terdiri
atas ahli bedah, dokter spesialis anak, ahli ortodonsi yang akan mengikuti
perkembangan rahang dengan giginya, dan ahli logopedi yang mengawasi dan
membimbing kemampuan bicara.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi dan Anatomi

Gambar 1. Anatomi normal bibir dan palatum

Perkembangan Wajah
Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan antara lain
prosesus frontonasalis, prosesus nasalis medialis dan lateralis, prosesus maksilaris
dan prosesus mandilbularis. Pada awal perkembangan, wajah janin adalah daerah
yang dibatasi di sebelah cranial oleh lempeng neural, di cauda oleh pericardium, dan
di lateral oleh processus mandibularis arcus pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di
tengah-tengah daerah ini, terdapat cekungan ectoderm yang dikenal sebagai
stomodeum. Pada dasar cekungan terdapat membrane buccopharyngeal. Pada minggu

3
keempat, membrane buccopharyngeal pecah sehingga stomodeum berhubungan
langsung dengan usus depan (foregut).4,6,7

Gambar 2. Anatomi wajah manusia usia 29 hari dalam kandungan dan saat dewasa
Perkembangan wajah selanjutnya bergantung pada menyatunya sejumlah
processus penting (teori fusi processus), yaitu processus frontonasalis, processus
maxillariss, dan processsus mandibularis. Processus frontonasalis mulai sebagai
proliferasi mesenchym pada permukaan ventral otak yang sedang berkembang,
menuju ke arah stomodeum. Sementara itu, processus maxillaris tumbuh keluar dari
ujung atas arcus pertama dan berjalan ke medial, membentuk pinggiran bawah orbita.
Processus mandibularis arcus pertama kini saling mendekat satu dengan yang lain di

4
garis tengah, di bawah stomodeum dan bersatu membentuk rahang bawah dan bibir
bawah.6,7

Gambar 3. Proses perkembangan wajah manusia

Primordium kavum nasi tampak sebagai cekungan pada ujung bawah


processus frontonasalis yang sedang berkembang, membaginya menjadi processus
nasalis medialis dan processus nasalis lateralis. Dengan berlanjutnya perkembangan,
processus maxillaris tumbuh ke medial dan menyatu dengan processus nasalis
medialis. Processus nasalis medialis membentuk philtrum pada bibir atas dan
premaxilla. Processus maxillaris meluas ke medial, membentuk rahang atas dan pipi,
dan akhirnya menutupi premaxilla dan menyatu pada garis tenggah. Berbagai
processus yang membentuk wajah menyatu selama dua bulan kedua.6,7
Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxillaris arcus pharyngeus
pertama pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya, processus maxillaris
saling bertemu di garis tengah dan bersatu, juga dengan processus nasalis medialis.
Jadi bagian lateral bibir atas dibentuk oleh processus maxillaris, dan bagian medial
atau philtrum dibentuk oleh processus nasalis medialis dengan bantuan processus
maxillaries pada akhir minggu ke-6 sampai minggu ke-7.6,7

5
Bibir bawah dibentuk dari processus mandibularis arcus pharyngeus pertama
masing-masing sisi. Processus ini tumbuh ke arah medial di bawah stomodeum dan
bersatu di garis tengah untuk membentuk seluruh bibir bawah. Kulit yang menutupi
processus frontonasalis dan derivatnya mendapat persarafan sensoris dari divisi
ophthalmica n. trigeminus, sedangkan divisi maxillaries n. trigeminus mempersarafi
kulit di daerah processus maxillaris. Kulit yang meliputi processus mandibularis
dipersarafi oleh divisi mandibularis n. trigeminus. Otot-otot untuk ekspresi wajah
berasal dari mesenchym arcus pharyngeus kedua. Saraf yang menyuplai ini adalah
saraf arcus pharyngeus kedua, yaitu nervus kranialis.6,7
Berdasarkan teori di atas, hipotesa terjadinya bibir sumbing yaitu karena
kegagalan fusi antara processus maksilaris dengan processus nasalis medialis dimana
pertama terjadi pendekatan masing – masing processus, setelah processus bertemu,
terjadi regresi lapisan epitel dan pada akhirnya mesoderm saling bertemu dan
mengadakan fusi.4,5,7
Teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah sebagai berikut :
- Labioschizis : perkembangan abnormal dari processus nasomedial dan
maksilaris
- Palatoschizis : kegagalan fusi antara 2 processus palatine

Palatum
Palatum membentuk atap mulut, dibedakan menjadi dua bagian, yaitu palatum
durum di depan (bagian dari rongga mulut) dan palatum molle di belakang (bagian
dari oropharynx). Palatum memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan
sinus maksilaris.6,7
Palatum Durum
Palatum durum dibentuk oleh processus palatines ossis maxillae dan lamina
horizontalis ossis palatini. Dibatasi oleh arcus alveolaris, dan di belakang berlanjut
sebagai palatum molle. Palatum durum membentuk dasar cavum nasi. Permukaan

6
bawah palatum durum diliputi oleh mucoperiosteum dan mempunyai rigi mediana.
Membran mukosa di kanan dan kiri rigi ini tampak berlipat-lipat.6,7

Gambar 4. Perbedaan palatum normal dengan celah palatum (cleft palate /


palatoschizis)

Palatum Molle
Palatum molle merupakan lipatan yang melekat pada pinggir posterior
palatum durum. Pada garis tenggah pinggir posteriornya terdapat uvula. Pinggir -
pinggir palatum molle dilanjutkan sebagai dinding lateral pharynx. Palatum molle
terdiri atas membran mukosa meliputi permukaan atas dan bawah palatum molle dan
aponeurosis palatina adalah lapisan fibrosa yang melekat pada pinggir – pinggir
posterior palatum durum dan merupakan lanjutan dari tendo m. tensor veli palatini.
Otot palatum molle adalah m. tensor veli palatine, m. levator veli palatine, m.
palatoglossus, m. palatopharyngeus, dan m. uvulae.6,7

7
Gambar 5. Anatomi rongga mulut dan otot – otot palatum molle

Secara fungsional, palatum molle berperan memisahkan oropharynx dari


nasopharynx selama menelan dan berbicara. Palatum molle mendekat ke dinding
posterior pharyngeal selama menelan untuk mencegah regurgitasi nasopharyngeal
dan mendekat selama berbicara untuk mencegah udara keluar dari hidung.6

8
2.2 LABIOPALATOSCHIZIS

2.2.1 Definisi
Labioschizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit
satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Palatoschizis adalah fissura
garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena
perkembangan embriotik.5,8

Gambar 6. Anak dengan labioschizis


Labioschizis dan labiopalatoschizis merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu. Kegagalan penyatuan tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial
akan menimbulkan labioschizis (bibir sumbing) yang terjadi unilateral maupun
bilateral. Bila tonjolan hidung medialis , bagian yang membentuk dua segmen antara
maksila, gagal menyatu, terjadi celah yang disebut palatoschizis (celah langit -
langit).4

9
2.2.2 Epidemiologi
Labioschizis / labiopalatoschizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan
serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.
Insiden celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada palatum. Kira –
kira terdapat pada 1 : 600 kelahiran; insiden celah palatum saja sekitar 1 : 1.000
kelahiran. Bibir sumbing lebih sering terjadi pada anak laki – laki. Kemungkinan
penyebabnya yaitu ibu yang terpajan obat, kompleks sindrom malformasi, murni –
tidak diketahui, atau genetik.2,4
Insiden tertinggi kelainan ini terdapat pada orang Asia dan terendah pada
orang kulit hitam. Insiden yang terkait dengan malformasi kongenital dan gangguan
dalam proses perkembangan meningkat pada anak – anak dengan cacat celah,
terutama pada mereka yang menderita cacat celah palatum saja. Penemuan ini
sebagian terjelaskan oleh adanya kenaikan insidens gangguan pendengaran konduktif
pada anak yang menderita celah palatum, sebagian disebabkan karena infeksi
berulang pada telinga tengah, juga oleh frekuensi cacat celah pada anak – anak yang
mempunyai kelainan kromosom.2,4

2.2.3 Etiologi
Penyebab labiopalatoschizis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan
berpendapat bahwa labiopalatoschizis muncul akibat kombinasi dari faktor genetik
dan faktor lingkungan. Faktor penyebab yang diduga dapat menyebabkannya yaitu
:5,9,10
- Genetik
Dia Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan
bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labiopalatoschizis
akan mengalami labiopalatoschizis. Kemungkinan seseorang bayi
dilahirkan dengan labiopalatoschizis meningkat bila keturunan garis
pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat
labiopalatoschizis.

10
Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma Patau
dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga
jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal
seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan
gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun
kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi
yang lahir.
- Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional
dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas
(defisiensi asam folat, vitamin C dan Zn) serta penggunaan vitamin A
dalam bentuk 13-cis-retinoic acid dapat menigkatkan risiko melahirkan
anak dengan labio / palatoschizis.
- Penggunaan obat teratologi termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada
janin. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital
ini masih belum jelas. Kontrasepsi hormonal pada ibu hamil terutama
hormone estrogen yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi sehingga berpengaruh terhadap sirkulasi fetomaternal. Obat –
obatan seperti thalidomide, kortikosteroid dan obat penenang (diazepam,
phenytoin) juga dapat menyebabkan kelainan ini.
- Infeksi, terutama pada infeksi toksoplasma dan klamidia.
- Faktor usia ibu
Semakin bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula
risiko ketidak sempurnaan pembelahan meiosis.
- Faktor lingkungan
Zat kimia (rokok dan alkohol) karena zat toksik yang terkandung pada
rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama
masa embrional. Gangguan metabolik seperti diabetes mellitus dan

11
penyinaran radioaktif juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ
selama masa embrional.

2.2.4 Patogenesis
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, celah bibir dan palatum
nyata sekali berhubungan erat secara embriologis, fungsional dan genetik. Prosesnya
karena terdapat hipoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan
prosesus nasalis media dan prosesus maksilaris. Celah palatum muncul akibat
terjadinya kegagalan dalam mendekatkan atau mefusikan lempeng palatum.Cacat ini
berupa celah pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai ke gusi, rahang dan
langitan, sehingga besarnya cacat bervariasi. Juga dapat terjadi pada dua sisi.
Diagnosis dalam bahasa latin tergantung dari cacatnya, misalnya bila mengenai bibir,
gusi dan rahang disebut Labiognatopalatoschizis.2,9,11
Dua teori yang muncul tentang embryogenesis bibir sumbing :9-11
a) Teori klasik
Kegagalan fusi processus maksila dan processus nasalis medialis selama
interval waktu menghasilkan celah palatum primer.
b) Teori penetrasi mesodermal (dikemukakan oleh Stark)
Penutupan palatum didasari oleh penetrasi mesodermal, tanpa migrasi dan
penguatan oleh mesodermal ini, akan terjadi kerusakan epitel dan bagian yang
telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali sehingga terjadi
pemisahan yang berakibat adanya celah bibir / palatum.
Masalah yang ditimbulkan cacat ini adaah psikis, fungsi dan estetik, ketiganya
saling berhubungan. Masalah psikis yang mengenai orang tua dapat diatasi dengan
penerangan yang baik. Bila cacat terbentuk lengkap sampai langit – langit, bayi tak
dapat menghisap. ASI harus dimanfaatkan dengan cara lain, dipompa dulu dan
diberikan per sendok atau dengan botol yang lubang dotnya cukup besar. Karena
sfingter pada muara tuba eustachii kurang normal lebih mudah terjadi infeksi ruang

12
telinga tengah.kemungkinan ini harus selalu diingat supaya tidak sampai terjadi otitis
media perforata.9-11

2.2.5 Klasifikasi 2,4,12


 Unilateral : apabila celah sumbing terjadi hanya pada salah satu bibir
 Bilateral : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
 Bisa tanpa atau disertai belah langit-langit
 Bisa komplit dan tidak komplit : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung

Gambar 7. Klasifikasi berdasarkan The Royal College of Surgeons of England (2000)

Celah bibir dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai dari takik kecil pada batas
yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar hidung.12
- Celah unilateral (lebih sering pada sisi kiri)
- Celah bilateral biasanya melibatkan rigi – rigi alveolus

13
- Biasanya disertai dengan gigi yang cacat bentuk, gigi tambahan atau bahkan
tidak tumbuh gigi. Celah kartilago cuping hidung – bibir seringkali disertai
dengan defisiensi sekat hidung dan pemanjangan vomer, menghasilkan
tonjolan keluar bagian anterior celah prosesus maksilaris.
- Celah palatum murni terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan hanya
uvula saja atau dapat meluas ke dalam atau melalui palatum molle dan
palatum durum sampai ke foramen incisivus. Apabila celah palatum ini terjadi
bersamaan dengan celah bibir (sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea
mediana palatum molle dan meluas sampai ke palatum durum pada satu atau
kedua sisi, memaparkan satu atau kedua rongga hidung sebagai celah palatum
unilateral atau bilateral.

2.2.6 Manifestasi Klinis


Labioschizis
Labioschizis terjadi pada satu dari seribu kelahiran, faktor genetik berperan pada
etiologi, selain obat seperti fenobarbital atau difenilhidantoin yang digunakan saat
hamil muda. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan
mengganggu pada waktu menyusui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal
rahang serta perkembangan bicara. Labioschizis selalu disertai dengan hidung yang
asimetrik karena gnatoschizis dan palatoschizis.4,9

Palatoschizis
Karena terdapat hubungan antara rongga mulut dan hidung pada palatoschizis, anak
pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Koreksi sebaiknya
dilakukan sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan
bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama dalam cara memberikan
minum agar gizi anak memadai saat akan menjalani bedah rekonstruksi.
Labiognatopalatoschizis merupakan gabungan dari dua kelainan tersebut di atas.
Koreksinya dapat dilakukan bertahap maupun sekaligus.4,9

14
Manifestasi klinis yang terjadi pada labiopalatoschizis yaitu :
- Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschizis.
Adanya kelainan ini memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan
hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
labioschizis mungkin dapat juga meningkatkan kemampuan hisapan oral.
Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflex menelan
pada bayi dengan laboschizis tidak sebaik pada bayi normal dan bayi dapat
menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan
posisi tegak lurus dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk – nepuk
bayi secara berkala juga dapat membantu.
Bayi yang hanya menderita labioschizis atau dengan celah kecil pada palatum
biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatoschizis
biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus (cairan dalam dot dapat
keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan
labiopalatoschizis dan bayi dengan masalah pemberian makan / asupan
makanan tertentu serta mencegah aspirasi.2,4,9

Gambar 8. The Haberman Feeder

15
- Masalah dental
Anak yang lahir dengan labioschizis mungkin mempunyai masalah tertentu
yang berhubungan dengan kehilangan malformasi dan malposisi dari gigi
geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk. 2,4,9

- Infeksi telinga
Anak dengan labiopalatoschizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga
karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot – otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.2,9
- Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labiopalatoschizis biasanya juga memiliki abnormalitas
pada perkembangan otot – otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum
mole tidak dapat menutup ruang / rongga nasal pada saat bicara, maka
didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality
of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot –
otot tersebut di atas untuk menutup ruang / rongga nasal pada saat bicara
mungkin tidak dapat lagi kembali sepenuhnya normal.
Anak mungkin mempunyai kesulitan berbicara atau memproduksi suara / kata
“p, b, d, t, h, k, g, s, sh dan ch” dan terapi bicara (speech therapy) biasanya
sangat membantu.2,4,9

Gambar 9. (A) palatum pada anak normal (B) palatoschizis

16
2.2.7 Diagnosis
Penegakkan diagnosis adanya celah bibir / bibir sumbing maupun celah palatum
terlihat dari tampilan klinis anak tersebut dan dinilai apa saja bagian yang mengalami
defek. Sebanyak 86% anak dengan labioschizis bilateral disertai dengan palatoschizis
dan 68% labioschizis unilateral disertai palatoschizis.13
 Labioschisis inkomplit / komplit
 Labiognatho schisis
 Labiognathopalatoschisis
 Palatoschisis
Selain pemeriksaan fisik yang dapt dilakukan saat bayi lahir, Labioschizis juga dapat
dideteksi selama kehamilan dengan USG rutin.12

Gambar 10. Antenatal diagnosis pada labioschizis

Komplikasi
Berbagai komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami labiopalatoschizis :2
- Labioschizis dapat menyebabkan masalah kosmetik, serta susunan gigi yang
tidak beraturan
- Palatoschizis dapat menyebabkan mudahnya mengalami penyakit ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut) serta berbicara sengau

17
- Otitis media berulang dan ketulian sering kali terjadi, jarang dijumpai kasus
karies gigi yang berlebihan. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila terdapat
kesalahan penempatan arkus maksilaris dan letak gigi geligi.
- Cacat bicara bisa ada atau menetap meskipun penutupan palatum secara
anatomi telah dilakukan dengan baik. Cacat wicara yang demikian ditandai
dengan pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan kualitas
hipernasal jika mebuat suara tertentu. Baik sebelum dan sesudah operasi
palatum, cacat bicara disebabkan oleh fungsi otot – otot paltum dan faring
yang tidak adekuat. Selama proses menelan dan saat mengeluarkan suara
tertentu, otot – otot palatum mole dan dinding lateral serta posterior
nasofaring membentuk suatu katup yang memisahkan nasofaring dan
orofaring. Jika katup tersebut tidak berfungsi secara adekuat, orang itu sukar
mencipatkan tekanan yang cukup di dalam mulutnya untuk membuat suara –
sura tertentu. Kemungkinan terapi wicara diperlukan setelah suatu operasi.

Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi : 12,14


- Wound dehiscence paling sering terjadi akibat ketegangan yang berlebihan
dari tempat operasi.
- Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila
hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari
rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut
dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.
- Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena
wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat
kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif
dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi
local yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.
- Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi
setelah operasi.

18
- Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan
dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan
penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.
- Abnormalitas atau asimetri tebal bibir. Hal ini dapat dihindari dengan
pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting
lengkung.

Terapi
Masalah yang mendesak adalah proses makan, segera setelah lahir, bayi
dipasangi penutup plastik yang cocok, maksudnya untuk membantu pengendalian
cairan, memberikan bidang referensi untuk pengisapan dan menjaga stabilitas segmen
– segmen arkus lateral. Pertumbuhan arkus gigi yang cepat memerlukan pengukuran
alat penutup yang berulang – ulang setiap beberapa minggu. Putting artificial lunak
dengan lubang yang besar berguna pada penderita celah palatum. Penderita dengan
celah bibir (sumbing) murni mungkin dapat minum ASI.2
Program habilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir
sumbing atau celah palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam waktu
bertahun – tahun, dari tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah atau bedah
plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dan
giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara.4

Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu :


1. Tahap sebelum operasi 2,4,9
- Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi
Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai
dan usia yang memadai tindakan operasi pertama dikerjakan untuk menutup
celah bibirnya, biasanya pada umur tiga bulan. Patokan yang biasa dipakai
adalah rule of ten yaitu. Saat melaksanakan tindakan koreksi dianut hukum

19
sepuluh, yaitu berat badan minimal empat setengah kilo (10 pon), kadar
hemoglobin 10 gram persen dan umur sekurang – kurangnya 10 minggu dan
tidak ada infeksi, leukosit dibawah 10.000.
- Edukasi kepada orang tua
Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasehat yang seharusnya
diberikan kepada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak
bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana
ketika dot dibalik, susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah optimal
artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak dan tidak terlalu
kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan
lubang khusus ini tidak tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan
dengan bantuan sendok secara perlahan dengan posisi setengah duduk atau
tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit – langit yang
terbelah.
- Celah bibir direkatkan dengan menggunakan plaster khusus non alergenik
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibar proses
tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kea rah depan
(protrusion pre maksila) akibat dodorngan lidah prolabium, karena jika hasil
ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara
kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi
harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

2. Tahap operasi
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan setelah umur 3 bulan,
ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan berat badan yang memuaskan dan
bebas dari infeksi oral, saluran nafas atau sistemik.2,9

Tujuan pembedahan / operasi :2


- Menyatukan bagian – bagian celah

20
- Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas
- Mengurangi regurgitasi hidung
- Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila

Teknik operasi :9
A. Labioplasty
Cara Millard : “rule of ten” (10 minggu, 10 pound, Hb ≥10 gr%, leukosit <
10.000)
B. Palatoplasty
Dilakukan pada usia ± 20 bulan saat anak mulai belajar bicara

Cara operasi yang umum dipakai adalah cara Millard yang caranya memutar dan
memajukan (rotation and advacement). Teknik operasinya yaitu : 2,9,12
- Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris, kemudian otot
orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan dari sisanya.
- Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara tajam, sampai
kira – kira sulkus nasolabialis.
- Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya, secukupnya,
kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap :
mukosa, otot dan kulit.
- Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat flap C, kemudian
dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap lubang hidung.
- Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae, menggunakan gunting
halus melengkung.
- Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan yang dipasang ke
kulit.
- Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang hidung
lebih simetris. Kolumela dan rangka tulang rawan dan vomer yang miring dari
depan ke belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring.

21
- Luka dipinggir dalam atap nares dijahit, kemudian mukosa oral mulai dari
cranial, menghubungkan sulkus ginngivo labialis. Jahitan diteruskan sampai
ke dekat merah bibir.
- Setelah itu, otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai dari titik yang
perlu ditemukan yaitu ujung busur Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa
bibir. Jaringan kulit atau mukosa yang berlebihan dapat dibuang.
- Terakhir luka operasi ditutup dengan tulle dan kasa lembab selama 1 hari,
untuk menyerap rembesan darah / serum yang masih akan keluar. 1 hari
sesudahnya, barulah luka dirawat terbuka dengan pemberian salep antibiotik.

Gambar 11. Reparasi labioschizis (labioplasti) (A dan B) pemotongan sudut celah


pada bibir dan hidung (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura (D)
bagian atas bibir disatukan dan (E) jahitan memanjang sampai ke bawah untuk
menutup celah secara keseluruhan

22
Gambar 12. Teknik operasi labioplasty dan palatoplasty
Tindakan selanjutnya adalah menutup langitan (palatoplasti),
dikerjakan sedini mungkin (15 – 24 bulan) sebelum anak mampu bicara
lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau
operasi dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan bicara
atau mengeluarkan suara normal atau tak sengau, sulit di capai.4,12

Perbaikan celah palatum dapat dilakukan dengan teknik :2,12,15


a) Von Langenbeck Palatoplasty
Dasar tehnik ini yaitu memisahkan celah palatum yag terpisah.
Pembedahan dan penjahitan otot merupakan prosedur untuk membuat
sling otot. Skematik palatoplasti Von Langenbeck, melibatkan flap
bipedikel mukoperiosteal untuk menutup celah patum durum dan
molle.

Gambar 13. Von Langenbeck Palatoplasty

23
b) Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)
Penutupan mukoperiosteal dibuat dengan W – shaped incison.
Pembebasan mukoperiostal dari palatum disambung ke palatum durum
dan pembukaan tulang secara anterior dan lateral.

Gambar 14. Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)


c) Bardach Two flap
Dilakukan pada bibir sumbing bilateral, merupakan modifikasi dari
tehnik Von Langenbeck dimana dilakukan insisi di sepanjang tepi
celah palatum dan tepi alveolar. Penggabungan secara anterior ini,
untuk membebaskan penutupan mucoperiosteal. Palatum molle
diperbaiki pada jahitan garis lurus. Pemotongan dan rekonstruksi m.
levator veli palatine sebagai sling otot dinamakan intravelar
palatoplasty.

24
Gambar 15. Bardach Two flap

d) Furlow Z plasty
Teknik dimana bagian palatum di reposisi dan veli palatine disambung
oleh double opposing (menyilang) secara Z plasty. Operasi plastik cara
ini adalah teknik yang paling sering digunakan; garis jahitan yang
diatur berguna untuk memperkecil takik bibir akibat retraksi jaringan
parut.

Gambar 16. Skema palatoplasti Z plasty. (A) Garis ganda adalah garis
insisi dan garis putus-putus adalah garis lipat. (B) Flap kiri terdiri dari
otot dan mukosa oral dan flap kanan hanya terdiri dari mukosa oral.
(C) Penutupan akhir Z plasty
Karena celah palatum sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan
derajat kerusaknnya; penentuan waktu operasi koreksi seharusnya bersifat

25
individual. Kriteria seperti lebarnya celah, cukupnya segmen palatum yang
ada, morfologi daerah sekitarnya (seperti lebarnya orofaring) dan fungsi
neuromuskuler palatum mulut serta dinding faring mempengaruhi
pengambilan keputusan.2
Cacat celah ini hampir selalu menyilang rigi – rigi alveoulus dan
menganggu pembentukan gigi pada daerah tersebut. Elemen – elemen gigi
yang hilang harus diganti dengan alat – alat prostetik; kemungkinan juga
diperlukan perubahan posisi gigi. Setelah operasi, pada usia anak dapat belajar
bicara dari orang lain, speech therapist dapat diminta mengajar atau melatih
anak bicara yang normal. Bila ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar
masi sengau maka dapat dilakukan Faringoplasti. Operasi ini adalah membuat
bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi, biasanya pada umur 6
tahun ke atas.2
Pada umur 8 – 9 tahun dilakukan tindakan operasi penambalan tulang
pada celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti nanti
mengatur pertumbuhan gigi dikanan kiri celah supaya normal. Graft tulang
diambil dari bagian spongius Krista iliaka. Tindakan operasi terakhir yang
mungkin diperlukan dikerjakan setelah pertumbuhan tulang – tulang muka
mendekati selesai yaitu pada umur 15 – 17 tahun.8
Sering ditemukan hipoplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligi
depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan
bedah ortognatik, memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya
dan mengubah posisinya maju ke depan. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis)
kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan
pada saat usia 8 – 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.2,4
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu
(multidisipliner). Dokter umum, biasanya orangtua penderita mengontrol
kesehatan bayi atau anak dan menulis surat rujukan yang perlu. Ahli bedah
plastik memberikan penerangan yang lebih terperinci dan melakukan semua

26
tindakan operasi. Ahli THT mungkin diperlukan bila terjadi gangguan pada
telinga. Speech therapist untuk mengajarkan bicara dan dokter gigi untuk
tindakan ortodonti.2,8

3. Penanganan Prabedah dan Pasca Bedah


Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat dibersihkan
dengan kapas yang diberi larutan hydrogen peroksida dan salep antibiotika yang
diberikan beberapa kali perhari. Jahitan dapat diangkat pada hari ke 5-7.
Kecurigaan infeksi merupakan kontraindikasi operasi, jika gizi anak baik, cairan
dan elektrolit seimbang, pemberian makan dapat diijinkan pada hari ke enam
pasca bedah. Selama waktu yang singkat dalam masa pasca bedah, perawatan
khusus sangat diperlukan. Tindakan pengisapan nasofaring yang dilakukan secara
lembut mengurangi kemungkinan komplikasi yang lazim terjadi, sperti atelektasis
dan pneumonia.2
Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah adalah rumatan kebersihan
garis jahitan dan menghindari ketegangan pada jahitan, karenanya bayi diberikan
makan dengan penetes obat dan tangan diikat manset siku. Diet cair atau
setengah cair dipertahankan. selama 3 minggu dan pemberian makanan dilakukan
dengan tetesan atau sendok. Tangan penderita dan mainan juga benda – benda
asing harus dijauhkan dari palatum. Setelah operasi labioplasti, pasien harus
dievaluasi secara periodik terutama status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran
dan kemampuan berbicara, dan juga keadaan psikososial.2

Prognosis
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi
atau disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan
operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secra
signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak
dengan labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan

27
bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil
peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak labioschsis.14,15

28
KESIMPULAN

Bibir sumbing (labiopalatoschizis) adalah merupakan kongenital anomali


yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Labiopalatoschizis
merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, celah bibir dan atau
palatum untuk menyatu selama perkembangan embrio, hal ini dapat disebabkan oleh
faktor genetic dan berbagai faktor lingkungan yang terjadi pada trimester pertama
kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut.
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi
cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkat kerusakan sesuai organ yang
mengalami kecacatannya yang dapat menyebabkan terjadinya masalah asupan makan,
dental, mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius
(saluran penghubung telinga dan tenggorokan) serta gangguan bicara.
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu
(multidisipliner) yang melibatkan tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah
atau bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan
rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing
kemampuan bicara. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki dengan
berbagai teknik operasi labioplasty seperti teknik Millard untuk dan teknik
palatoplasty seperti teknik Von Langenbeck, V-Y palatoplasty, Bardach two flap
serta Furlow Z Plasty.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Widjoseno, Gardjito. Kelainan Bawaan Kepala dan Leher. Dalam : R


Sjamsuhidajat, W De Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke – 2.
Jakarta: EGC; 2004. 344 – 345.
2. Johnsen DC. Celah Bibir dan Palatum. Dalam : WE Nelson, RE Behrman,
editor. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Edisi ke – 15. Volume 2. Jakarta:EGC;
1999.1282 - 1284.
3. Snell RS. Perkembangan Wajah dan Kelainana Kongenital. Dalam : Anatomi
Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke – 6. Jakarta: EGC. 2006. 714 -
716.
4. Sadler TW. Wajah Dalam : Embriologi Langman. Edisi ke – 7. Jakarta: EGC;
1997. 334 - 338
5. Converse JM, VM Hogan, JG McCarthy. Cleft Lip and Palate, Introduction.
Dalam : Reconstructive Plastic Surgery. Edisi ke – 11. Volume 4.
Philadelphia : WB Saunders.
6. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal dan Tingginya Prevalensi
Sumbing Bibir / Langit – Langit di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa
Tenggara Timur. Diunduh dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18.ht.ml
7. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery.
Dalam : Schwartz’s Principles of Surgery. FC Brunicardi, DK Andersen, TR
Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE PUllock. Edisi ke 8. Volume 2. Library of
Congress Cataloging in Publication Data; 1999. 1796 – 1800.
8. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC. 2002
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam :
Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005
10. Muhammad AH. Cleft Lip and Palate :Etiological Factos, a Review. Indian J
Adv (serial online) 2012 June (diakses 13 Februari 2015); 4(2): (8 layar).
11. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta: Binarupa Aksara. 393 – 396.
12. The Northern and Yorkshire Cleft Lip and Palate Service. Cleft Lip and
Palate. Dalam : Neonatal Network Handout. 2013.

30
13. Karmacharya J. Cleft Lip Workout (online). Dalam: Medscape. Juli 2013
(diakses 13 Februari 2015). Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/
14. Seattle Children Hospital, research and foundation Cleft lip and palate.
Diunduh dari : http://www.seattlechildren.org/ (diakses 13 Februari 2015).

31

You might also like