You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran
makanan dari proksimal ke ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan
perdarahan varises esofagus dan non varises, karena antar keduanya terdapat ketidak
samaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya
darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak.
Kemungkinan pasien datang dengan ; 1). Anemia defisiensi besi akibat perdarahan
bersembunyi yang berlangsung lama, 2). Hematemesis dan / melena disertai atau tanpa
anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan
tingkat kegawatan pasien.
Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pesahnya varises
esofagus, gastritis erosiv, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma mallory-weiss,
dan keganasan. Perbedan diantara laporan-laporan penyebab perdarahan SCBA
terletak pada urutan penyebab tersebut.
Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada
umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi.
Endoskopi merupakan gold standard diagnosis perdarahan SCBA bukan hanya
menentukan diagnosis dan menentukan stigma perdarahan, tetapi juga untuk tindakan
hemostasis. Terapi untuk menghentika perdarahan, penyemyembuhan penyebab
perdarahan, pencegah perdarahan ulang.

1|Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan berasal
pada area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari LigamentumTreitz. Yang
termasuk organ – organ saluran cerna di proximal Ligamentum Trieitzadalah esofagus,
lambung (gaster), duodenum dan sepertiga proximal dari jejunum. Kejadian perdarahan
saluran cerna bagian atas merupakan yang paling sering terjadidan sering ditemukan
dibandingkan dengan kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah. Lebih dari 50%
kejadian perdarahan saluran cerna bagian atasdikarenakan oleh penyakit erosif dan
ulseratif dari gaster dan/atau duodenum.
2.2 Epidemiologi
Perdarahan SCBA merupakan perdarahan yang berasal dari esofagus sampai
ligamentum of Treiz. Insidens tertinggi pada laiki-laki dan lanjut usia. Lebih dari 60%
perdarahan SCBA disebabkan oleh perdarahan ulkus peptikum, perdarahan varises
esofagus hanya sekitar 6%. Di Indonesia, sekitar 70% penyebab SCBA adalah ruptur
varises esovagus. Namun penyakit hepar kronik dan dan peningkatan populasi lanjut
usia, proporsi perdarahan ulkus peptikum diperkirakkan bertambah. Data studi
retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2001-2005 dari 4154 pasien yang
menjalani endoskopi, diketahui bahwa 807 (19,4) pasien mengalami perdarahan
SCBA. Penyebab perdarahan SCBA antara lain : 380 pasien (33,4%) ruptur varises
esofagus, 225 pasien (26,9%) perdarahan ulkus peptikum, 219 pasien (26,2%) gastritis
erosifa.
2.3 Etiologi
Terdapat perbedaan distribusi penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) di Indonesia dengan laporan pustaka Barat. Penyebab terbanyak di Indonesia
adalah perdarahan varises karena sirosis hati (65%), sedangkan di negara Eropa dan
Amerika adalah perdarahan non varicealkarena ulkus peptikum (60%).
Penyebab lain yang jarang meliputi, Malory Weiss tears, duodenitis erosive,
ulkus dielafoy (salah satu tipe malformasi vaskuler), neoplasma, aortoenteric fistula,
GAVE (gastric antral vascular ectasia) dan gastropathy prolapse.

2|Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Faktor risiko perdarahan saluran cerna bagian atas

Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis


perdarahan SCBA. Faktor risiko yang telah di ketahui adalah usia, jenis kelamin,
penggunaan OAINS, penggunaan obat antiplatelet, merokok, mengkonsumsi alkohol,
riwayat ulkus,diabetes mellitus dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.

1. Usia
Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat pada
usia >60 tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005 dengan studi retrospektif di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terhadap 837 pasien yang memenuhi
kriteria perdarahan SCBA menunjukkan rata-rata usia pasien laki-laki adalah
52,7 ± 15,82 tahun dan rata-rata usia pasien wanita adalah 54,46 ± 17,6. Usia
≥ 70 tahun dianggap sebagai faktor risiko karena terjadi peningkatan frekuensi
pemakaian OAINS dan interaksi penyakit komorbid yang menyebabkan
terjadinya berbagai macam komplikasi.
2. Jenis kelamin
Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami
perdarahan SCBA berjenis kelamin laki-laki.Dari penelitian yang sudah
dilakukan mayoritas menggunakan pendekatan epidemiologi dan belum ada
penelitian yang secara spesifik menjelaskan hubungan perdarahan SCBA
dengan jenis kelamin
3. Penggunaanobat antiinflamasi non steroid (OAINS)

3|Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian) terjadi
pada orang tua yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectionalterhadap
individu yang mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam jangka
waktu lama 35% hasil endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan adanya
erosi atau petechiae, dan 5%-30% menunjukkan adanya ulkus. Jenis-jenis
OAINS yang sering dikonsumsi adalah ibuprofen, naproxen, indomethacin,
piroxicam, asam mefenamat, diklofenak.
4. Penggunaan obat-obat antiplatelet
Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat menyebabkan faktor
perdarahan naik menjadi dua kali lipat, bahkan dosis subterapi 10 mg per hari
masih dapat menghambat siklooksigenase. Aspirin dapat menyebabkan ulkus
lambung, ulkus duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada perut
dan lambung.Obat antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila
dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna.
5. Merokok
Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko terjadinya
ulkus duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok menghambat
proses penyembuhan ulkus, memicu kekambuhan, dan meningkatkan risiko
komplikasi.
6. Alkohol
Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan mukosa
lambung terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi akut mukosa gaster
yang ditandai dengan perdarahan pada mukosa.
7. Riwayat Gastritis
Riwayat Gastritismemiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus. Pada
kelompok ini diprediksi risiko terjadi bukan karena sekresi asam tetapi oleh
adanya gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa dan proses
penyembuhan.
8. Diabetes mellitus (DM)Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM
merupakan penyakit komorbid yang sering ditemui dan menjadi faktor risiko
untuk terjadinya perdarahan.Namun, belum ada penelitian yang menjelaskan
mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan SCBA yang disebabkan oleh
diabetes mellitus.

4|Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


9. Infeksi bakteri Helicobacter pylori
Helicobacter pylorimerupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral yang
hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung.
Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan tingkat infeksi
H.pylori<75% pada pasien ulkus duodenum. Dari hasil penelitian di New York
61% dari ulkus duodenum dan 63% dari ulkus gasterdisebabkan oleh infeksi
H.pylori.
10. Chronic Kidney Disease
Patogenesis perdarahan saluran cerna pada chronic kidney disease masih
belum jelas, diduga faktor yang berperan antara lain efek uremia terhadap
mukosa saluran cerna, disfungsi trombosit akibat uremia, hipergastrinemia,
penggunaan antiplatelet dan antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialysis.
11. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga mudah terkena jejas.
Selain itu hipertensi memperparah artherosklerosis karena plak mudah melekat
sehingga pada penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi obat-obat
antiplatelet.
12. Chronic Heart Failure
Penelitian yang ada mengatakan bahwa chronic heart failure dapat
meningkatkan faktor risiko perdarahan SCBA sebanyak 2 kali lipat.
2.4 Patogenesis perdarahan SCBA
Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam proses
pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa mekanisme telah
terlibat untuk melindungi mukosa gaster. Musin yang disekresi sel-sel foveola gastrica
membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel makanan besar menempel
secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa juga mendasari pembentukan
lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang melindungi mukosa dari paparan
langsung asam lambung, selain itu memiliki pH netral sebagai hasil sekresi ion
bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai vaskular ke mukosa gaster selain
mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi juga berfungsi untuk melunturkan asam
yang berdifusi ke lamina propia. Gastritis akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya
dekstruksi mekanisme-mekanisme protektif tersebut.

5|Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Pada orang yang sudah lanjut usia pembentukan musin berkurang sehingga
rentan terkena gastritis dan perdarahan saluran cerna. OAINS dan obat antiplatelet
dapat mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh
prostaglandin atau mengurangi sekresi bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya
perlukaan mukosa gaster. Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan
meningkatkan sekresi asam lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum.
Inflamasi pada antrum akan menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal
untuk meningkatkan sekresi lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat
disebabkan konsumsi alkohol yang berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam dan isi
minuman berakohol selain alkohol juga merangsang sekresi asam sehingga
menyebabkan perlukaan mukosa saluran cerna. Penggunaan zat-zat penghambat
mitosis pada terapi radiasi dan kemoterapi menyebabkan kerusakan mukosa
menyeluruh karena hilangnya kemampuan regenerasi sel. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit komorbid pada
perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko perdarahan SCBA. Pada pasien DM terjadi
perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah penurunan prostasiklin yang berfungsi
mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah terjadi perdarahan.Gastritis kronik
dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum. Merokok merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya ulkus peptikum. Merokok memicu kekambuhan, menghambat
proses penyembuhan dan respon terapi sehingga memperparah komplikasi ulkus kearah
perforasi.

6|Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


2.5 Diagnosis
2.5.1 Gejala Klinis
Gejala klinis terbanyak perdarahan SCBA adalah hematemesis ( muntah
darah), hitam seperti bubuk kopi, melena, dan hematokezia (buang air besar
berwarna merah marun ). Biasanya jika perdarahan lebih dari 1000 mL pasien
dengan hematokezia dan tanda hemodinamik tidak stabil perlu dicurigai
perdarahan SCBA.
Gejala klinis non spesifik adalah nausea, muntah, nyeri epigastrium,
fenomena vasovagal syncope dan tanda komorbid pasien (seperti diabetes
melitus, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal kronik dan artritis).
Riwayat komsumsi obat perlu diketahui.

7|Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


2.5.2 Pemeriksaan fisik

Evaluasi status hemodinamik (denyut nadi dan tekanan darah), laju


respirasi, kesadaran, konjungtiva pucat, waktu pengisian kapiler melambat, dan
stigma sirosis hapatis, merupakan tanda utama yang harus segera dikenali.

takikardi saat istirahat dan hipotensi ortostatik menandakan banyaknya darah


yang hilang. Perhatikan adanya adanya keluaran urin yang rendah, bibir kering
dan vena jugularis kolaps.

8|Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Pemeriksaan fisik harus menilai adanya defans muskuler, nyeri tekan
lepas, skar bekas operasi, dan stigma penyakit hepar kronik. Pemeriksaan
rektum dilakukan untuk menilai warna feses. Spesimen feses perlu diambil
untuk tes darah samar.

2.5.3 Pemeriksaan awal pada perdarahan SCBA

Langkah awal pada semua kasus perdarahan SCBA adalah menentukan


beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemoninamik.
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular akan
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil dengan tanda-tanda sebagai
berikut :

1. Hipotensi ( <90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi
>100/menit.
2. Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20%
mmHg.
3. Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit
4. Akral dingin
5. Kesadaran menurun
6. Anuria atau oliguria ( produksi urin < 30 ml/jam

Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi


hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan :

1. Hematemesis
2. Hematokesia ( berak darah segar )
3. Darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dan dengan lavase tidak segerah
jernih.
4. Hipotensi persisten
5. Dalam 24 jam menghabiskan transfusi darah melebihi 800-1000 ml.
2.5.4 Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium yang perlu adalah hemoglobin, hematokrit, ureum


darah, kreatinin, hitum trombosit, prothombin time (PT), partial thromboplastin
time (PTT), international normalized ratio (INR), tes fungsi hepar, serta tes
golongan darah dan crossmatch.

9|Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Pemasangan selang nasograstrik tidak rutin dilakukan. Jika terdeteksi
darah segar, perlu dilakukan segerah endoskopi dan perawatan di unit intensif.
Bila terdapat emesis seperti bubuk kopi, maka pasien memerlukan rawat inap
dan evaluasi endoskopi dalam 24 jam.

Endoskopi merupakan gold standard diagnosis perdarahan SCBA


bukan hanya menentukan diagnosis dan menentukan stigma perdarahan, tetapi
juga untuk tindakan hemostasis. Stigmata penting diketahui karena dapat
menentukan risiko perdarahan ulang. Klasifikasi stigma forrest sering dipakai
di Asia dan Eropa (Tabel 1). Pasien berisiko tinggi perdarahan ulang bila
didapatkan perdarahan arterial aktif (90%), pembuluh darah visibel tanpa
perdarahan (50%), dan bekuan darah (33%).

Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menentukan penyebab serta asal


perdarahan . Forest membuat klasifikasi perdarahan tukak peptik atas dasar
temuan endoskopi yang bermanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.

Tabel 1. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Tukak Peptik Menurut Forest


Aktivitas perdarahan Kriteria Endoskopi
Forest Ia – Perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur
Forest Ib – Perdarahan aktif Perdarahan merembes
Forest II – Perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar tukak
masih terdapat sisa-sisa perdarahan atau terlihat pembuluh darah
Forest III – Perdarahan berhenti tanpa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
sisa perdarahan

10 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah

Cara praktis membedakan perdarahan bagain atas (SCBA) atau saluran cerna
bagian bawah (SCBB) terdapat dalam tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Perdarahan SCBA dan SCBB


Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik Hematemesis Hematokezia
pada umumnya dan/melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN/kreatinin) Meningkat > 35 < 35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal

Pasien yang datang dengan keluhan hematemesis, muntahan seperti kopi


karena berubahnya darah oleh asam lambung, hampir pasti perdarahannya
berasal dari SCBA. Timbul melena, berak hitam lengket dengan bau busuk, bila
perdarahannya berlangsung sekaligus sejumlah 50-100 ml atau lebih. Untuk
lebih memastikan keterangan melena yang diperoleh dari anamnesis, dapat
dilakukan pemeriksaan digital rektum. Perdarahan SCBA dengan manifestasi
Hematokezia ( BAB darah segar ) dimungkinkan bila perdarahannya cepat dan
11 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
banyak melebihi 1000 ml dan disertai kondisi hemodinamik yang tidak stabil
atau syok.

Perbandingan BUN dan kreatinin serum juga dapat dipakai untuk


memperkirakan asal perdarahan, nilai puncak biasanya dicapai dalam 24-48 jam
sejak terjadinya perdarahan, normal perbandingan 20, di atas 35 kemungkinan
perdarahan SCBB. Pada kasus yang masih sulit untuk menentukan asal
perdarahannya, langkah pemeriksaan selanjutnya.

2.6 Penatalaksanaan
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) merekomendasikan
pendekatan multidisplin melibatkan internis/gastroenterologis, radiologis
intervensi dan bedah/ bedah digestif.
2.6.1 Tatalaksana Awal
Penilaian statu hemodinamik dan resusitasi dilakukan paling awal.
Resusitasi meliputi pemberian cairan intavena, pemberian O2, koreksi
koagulopati, dan transfusi darah bila dibutuhkan. Batas transfusi darah adalah
jika Hb ≤ 7,0 g/dL, lebih tinggi apabila perdarahan masih berlanjut atau
perdarahan masif atau adanya komorbid seperti penyakit jantung koroner,
hemodinamik tidak stabil, dan lanjut usia. Hemoglobin minimal untuk
endoskopi, hemoglobin minimal 10 g/dL dan hemodinamik stabil.
Pemakaian selang nasogastrik untuk diangnosis, prognosis, visualisasi atau
terapi tidak direkomendasikan. Selang nasogastrik dapat dipasang untuk menilai
perdarahan yang sedang berlangsung pada hemodinamik tidak stabil, tujuan
pemasangan adalah untuk mencegah aspirasi, dekompresi lambung, dan
evaluasi perdarahan. Tindakan kumbah lambung dengan es tidak
direkomendasikan.
Terapi pra-endoskopi dengan proton pump inhibitor (PPI)
direkomendasikan pada perdarahan ulkus peptikum, PPI dapat dengan cepat
menetralkan asam lambung. PH in vitro di atas 6 dapat mendukung
pembentukan dan stabilitas bekuan. Lingkungan asam dapat menghambat
agregasi trombosit dan koagulasi plasma, juga menyebabkan lisis bekuan. ACG
(Amerika College of Gastroenterology) merekomendasikan pemberian PPI
bolus 80mg diikuti dengan infus 8 mh/jam untuk mengurangi tindakan sigmata
dan mengurangi terapi endoskopi . Merupakan begiti PPI tidak menurunkan

12 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
angka perdarahan dan kematian. Jika endoskopi ditunda dan tidak dapat
dilakukan, tetapi PPI tidak menurunkan angka perdarahan ulang, pembedahan,
kematian. Jika endoskopi ditunda dan tidak dapat dilakukan, terapi PPI
intravena direkomendasikan untik mengurangi perdarahan lebih lanjut.
Penilain risiko untuk stratifikasi pasien, juga dilakukan untuk membantu
membuat keputusan awal seperti saat endoskopi, saat pemulangan, dan tindakan
perawatan.
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronik yang
mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan tersebut
tidak merugikan dan relatif murah.
Vasopressi dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokontriksi
pembuluh darah splangnik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta
menurun. Digunakan diklinik untuk perdarahan akut varises esofagus sejak
tahun 1953. Pernah dicobakan perdarahan nonvarises, namun berhentinya
perdarahan tidak berbeda dengan plasebo.

13 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yang mengandung vasopressin
murni dan preparat pituitary gland yang mengandung vasopressin dan
oxcytocin. Pemberian vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan
vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5% dan diberikan 0,5-1 mg/menit/iv
selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam atau selama pemberian
pertama dianjurkan per infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan
efek samping serius berupa insufiensi koroner mendadak, oleh karena itu
pemberian disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin
intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan
sampai maksimal 400 mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan
sistolik diatas 90 mmHg.

14 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan
aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif dibandung vasopressin.
Penggunaan diklinik pada perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar
tahun 1978. Somastostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises
esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan
nonvarises. Dosis pemberian somastatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv
dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan
berhenti. Oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv dianjurkan per infus 25 mcg/jam
selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti .

15 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan bermanfaat
untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah proton
pump inhibitor (PPI) dosis tinggi. Diawali bolus omeprazole 80 mg/iv
kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam.
Penggunaan balon tampone untuk menghentikan perdarahan varises esofagus
dimulai sejak sekitar tahun 1950, paling populer adalah Sengstaken- Blakemore
tube (SB-tube) yang mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-masing untuk
esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat
fatal ialah pnemoni aspirasi, laserasi sampai perporasi, pengembangan balon
sebaiknya tidak melebihi 24 jam.

2.6.2 Tatalaksanaan Endoskopi


Endoskopi direkomendasikan dalam ≤ 24 jam, pada pasien risiko tinggi
seperti instabilitas hemodinamik (takikardi, hipotensi) yang menetap setelah
resusitasi atau muntah darah segar, aspirat darah segar pada selang nasogastrik,
endoskopi dilakukan very early dalam ≤ 12 jam. Di lain pihak, endoskopi early
meningkatkan risiko desaturasi terutama bila dilakukan sebelum resusitasi dan
stabilisasi. Pada pasien dengan status hemodinamik stabil dan tanpa komorbid
serius, endoskopi dapat dilakukan sebelum pasien pulang.
Tujuan endoskopi adalah untuk menghentikan perdarahan aktif dan
mencegah perdarahan ulang. ACG merekomendasikan terapi endoskopi untuk
perdarahan aktif memencar atau merembes atau pembuluh darah visibel tanpa
perdarahan. Pada bekuan yang yang resisten dengan irigasi (bekuan adheren),
terapi endoskopi dapat dipertimbangkan terutama pada pasien risiko tinggi
perdarahan ulang.
Pasien dengan stigma risikon tinggi ( perdarahan aktif, pembuluh darah
visibel bekuan darah ) memerlukan rawat inap setidaknya 3 hari, pasien
dipulangkan jika tidak ada perdarahan ulang dan tidak ada indikasi rawat inap
lagi. Pasien dapat memulai diet cair jerni setelah endoskopi dan ditingkatkan
bertahap. Bila terjadi perdarahan ulang, endoskopi dapat diulang. Jika tidak
dapat dihentikan dengan endoskopi, dan dapat dilakukan pembedahan atau
embolisasi arterial.

16 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
2.6.3 Terapi Pasca-Endoskopi
Farmakotrapi memiliki peran besar setelah endoskopi pada
perdarahan SCBA karena ulkus peptikum. PPI lebih superior dibandingkan
anthiistamin. Data terkini merekomendasikan pemberian PPI intavena dosis
tinggi selama 72 jam untuk pasien risiko tinggi. Pasien dengan ulkus dasar
bersih dapat diberikan terapi PPI dosis standar (oral satu kali per hari). Pasien
perdarahan ulkus peptikum yang dipulangkan direkomendasikan mendapat
PPI oral sekali sehari. Durasi dan dosis PPI tergantung etiologi dan
penggunaan obat lain.
Tes H. pylori direkomendasikan pada semua pasien perdarahan ulkus
peptikum. Jika hasil positif maka diberikan teraoi tripel selama 1 minggu.
Setelah pemberian terapi eradikasi, pereriksaan konfirmasi harus dilakukan
menggunakan urea breath test (UBT) atau H. pylori stool antigen test.
Pemeriksaan dilakukan paling tidak 4 minggu setelah terapi. Pemberian PPI
dapat dihentikan setelah eradikasi H. pylori dinyatakan berhasil, kecuali jika
pasien memakai AINS. Bila AINS tetap diperlukan, sebaiknya dari golongan
COX-selective dengan dosis efektif terendah ditambah PPI. Pasien ulkus
idiopatik (non-H pylori, non-AINS) perlu diberikan PPI jangka panjang.

17 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
2.6.4 Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap
berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi
endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko, tindakan hemostasis
yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial.
Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada
perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIP (Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunt).
2.6.5 Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan
radiologi dinilai gagal. Alih bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam
bentuk tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk
menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

18 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
BAB III
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Murni Siregar
Tanggal Lahir : 16 September 1944
Umur : 73 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kemenyan Raya 72, Prumnas Simalingkar

ANAMNESA ( AUTOANAMNESA + ALLOANAMNESA)


Keluhan Utama BAB berdarah
Telaah Os datang ke rumah sakit dengan keluhan
BAB berdarah, frekuensi 5x, konsistensi
encer, warna merah kehitaman, sejak 1 hari
ini. Os juga mengeluhkan lemas (+), pusing
(+), mual (+), muntah (+) frekuensi 1x.
Keluhan Tambahan Lemas, pusing, mual, muntah
Riwayat Penyakit Terdahulu Dyspepsia
Riwayat Pemakaian Obat Obat Dyspepsia
Riwayat Penyakit Keluarga -
Habitualitas -

19 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Pasien Keadaan Umum : Lemas
Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Baik
Vital Sign Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah: 150/90 mmHg
Nadi : 80 kali / menit
Pernafasan : 24 kali / menit
Temperatur : 37.0 °C

Pemeriksaan Fisik Inspeksi


Kepala : Normocefali
Rambut : Normal (tidak mudah dicabut, warna
rambut hitam).
Wajah : Simetris, Normal
Mata : Pupil : Isokor
Konjungtiva: Anemis (-/-)
Refleks Cahaya :+/+ (normal)
Telinga : Simetris, massa (-), sekret (-), benda
asing (-)
Hidung : Septum nasi simetris, sekret (-), massa
(-)
Mulut : Bersih
Leher : TVJ: R-2cm H2O (normal)

Thorax:
Inspeksi :- Fusifomis (bentuk dan ukuran kedua
dada normal dan simetris
Palpasi : Stemfremitus : kiri = kanan (normal)
Perkusi : Sonor (kedua lapangan paru)
Auskultasi: SP : Vesikuler
ST : Tidak ada (-)

20 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Abdomen:
Inspeksi : Simetris, distensi (-), asites (-)
Auskultasi: Peristaltik meningkat
Perkusi : Shifthing dullness (-), Timpani
Palpasi : Soepel (+), Hepar, limpa dan pankreas
tidak teraba

Ekstremitas:
Superior: Akral hangat
Inferior : Akral hangat

21 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
PEMERIKSAAN PENUNJANG

: Jl. Kemenyan Raya 72,


Ruangan : Teratai 5 Alamat
Prumnas Simalingkar
Nama Pasien : Murni Siregar
Umur : 73 Tahun Tanggal : 09 Oktober 2017

09 Oktober 2017
HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Hemoglobin 9,2 g/dl 12.0 - 16.0
2 Leukosit 12,6 /mm3 4.000 - 11.000
3 Laju Endap Darah 17 mm/jam 0 - 10
4 Trombosit 293 /mm3 150000 - 450000
5 Hematocrit 29,3 % 37.0 - 47.0
6 Eritrosit 3,24 1012/L 3.80 - 6.00
7 MCV 90,6 fL 77.0 - 95.0
8 MCH 28,3 Pg 27.0 - 32.0
9 MCHC 31,3 g/dl 32.0 - 36.0 .
10 Hitung Eosinofil 3 % 1-3 .
Jenis Basofil 0 % 0-1 .
Lekosit Monosit 4 % 2-8 .
Neutrofil 74 % 50 - 70 .
Limfosit 19 % 20-40 .

22 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
10 Oktober 2017

HASIL PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK


No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
FAAL HATI
1 SGOT 32 U/L <40
2 SGPT 24 U/L <40
3 Alkaline Phospate U/L <270
4 Bilirubin Total U/L <1.0
5 Bilirubin Direct U/L <0,2
FAAL GINJAL
6 UREUM 18 mg/dl 15-40
9 KREATININ 0,68 mg/dl 0,70-1,20
10 ASAM URAT 6,2 mg/dl 3,5-7,2
LIPID PROFILE
KOLESTEROL TOTAL 167 mg/dl <200
11

12 TRYGLISERIDA 264 mg/dl <150


13 HDL-KOLESTEROL 29 mg/dl 35-55
LDL-KOLESTEROL 85 mg/dl <150
METABOLISME
KARBOHIDRAT
14 GLUCOSE PUASA mg/dl 70-110
15 GLUCOSE 2 JAM PP mg/dl <140
GLUCOSE AD mg/dl <200
RANDOM

23 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
11 Oktober 2017

HEMATOLOGI

No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

1 Hemoglobin 80 g/dl 12.0 - 16.0

2 Leukosit 16,3 /mm3 4.000 - 11.000

3 Laju Endap Darah 45 mm/jam 0 - 10

4 Trombosit 341 /mm3 150000 - 450000

5 Hematocrit 25,8 % 37.0 - 47.0

6 Eritrosit 2,84 1012/L 3.80 - 6.00

7 MCV 91,0 fL 77.0 - 95.0

8 MCH 28,1 pg 27.0 - 32.0

9 MCHC 31,0 g/dl 32.0 - 36.0 .

10 Hitung Eosinofil 1 % 1-3 .


Jenis
Basofil 0 % 0-1 .
Lekosit

Monosit 6 % 2-8 .

Neutrofil 80 % 50 - 70 .

Limfosit 23 % 20-40 .

24 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
13 Oktober 2017

HEMATOLOGI

No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

1 Hemoglobin 10,9 g/dl 12.0 - 16.0

2 Leukosit 13,1 /mm3 4.000 - 11.000

3 Laju Endap Darah mm/jam 0 - 10

4 Trombosit 415 /mm3 150000 - 450000

5 Hematocrit 33,7 % 37.0 - 47.0

6 Eritrosit 3,73 1012/L 3.80 - 6.00

7 MCV 90,4 fL 77.0 - 95.0

8 MCH 29,2 pg 27.0 - 32.0

9 MCHC 32,3 g/dl 32.0 - 36.0 .

10 Hitung Eosinofil 2 % 1-3 .


Jenis
Basofil % 0-1 .
Lekosit
Monosit 3 % 2-8 .

Neutrofil 75 % 50 - 70 .

Limfosit 20 % 20-40 .

25 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
26 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Diferensial diagnosa:
1. PSMBA ec gastritis antrum +Anemia
2. PSMBB ec Anemia

Diagnosa kerja: PSMBA ec gastritis antrum + Anemia


Pengobatan:
 Tirah Baring
 Diet MII
 IVFD Asering 20 gtt/i
 Inj Kalnex amp / 12 jam
 Inj Ranitidine amp / 12 jam
 Inj Ondensetron amp / 12 jam

Follow up Ny. Murni Siregar


P:
 Tirah Baring
 Diet MII
S: Lemas, pusing, mual,
muntah.  IVFD Asering 20
O:
gtt/i
1. Kesadaran: CM
2. TD: 150/90 mmHg  Inj Kalnex amp/ 12
09/10/17 3. HR: 80 x/menit
4. RR: 22 x/menit jam
5. T: 37,0℃  Inj Ranitidine amp /

A: PSMBA ec gastritis 12 jam


antrum + Anemia  Inj Ondensetron amp
/ 12 jam

S: lemas, tidak bisa tidur P:


O:  Tirah Baring
1. Kesadaran: CM
 Diet MII
2. TD : 150/90 mmHg
3. HR : 78 x/menit  IVFD RL 20 gtt/i +
10/10/17
4. RR : 20 x/menit
Omeprazole 2 amp
5. T : 36.6℃
 Transamin 3x1
A: PSMBA ec gastritis
antrum + Anemia  omeprazol 2x1

27 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
P:
1. Tirah Baring
S: BAB (-) 2. Diet MII
O:
1. Kesadaran: CM 3. IVFD RL 20
2. TD: 160/70 mmHg gtt/i +
3. HR: 80 x/menit
11/08/17 4. RR: 20 x/menit Omeprazole 2
5. T: 37℃ amp
4. Transamin 3x1
A: PSMBA ec gastritis 5. Levofloxacin
antrum + Anemia
1x500
6. omeprazol 2x1
P:
7. Tirah Baring
S: BAB (-) 8. Diet MII
O:
6. Kesadaran: CM 9. IVFD RL 20
7. TD: 160/80 mmHg gtt/i +
8. HR: 80 x/menit
12/10/17 9. RR: 20 x/menit Omeprazole 2
10. T: 37,2℃ amp
10. Transamin 3x1
A: PSMBA ec gastritis 11. Levofloxacin
antrum + Anemia
1x500
12. omeprazol 2x1
P:
13. Tirah Baring
S: Os stabil 14. Diet MII
O:
11. Kesadaran: CM 15. IVFD RL 20
12. TD: 140/90 mmHg gtt/i +
13. HR: 82 x/menit
13/10/17 14. RR: 20 x/menit Omeprazole 2
15. T: 36,5℃ amp
16. Transamin 3x1
A: PSMBA ec gastritis 17. Levofloxacin
antrum + Anemia
1x500
18. omeprazol 2x1

28 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
BAB IV
DISKUSI

Teori Kasus
Penegakan diagnosis PSMBA ec gastritis Os datang ke rumah sakit dengan keluhan
antrum + Anemia : BAB berdarah, frekuensi 5x, konsistensi
Manifestasi klinis yang biasa ditemukan: encer, warna merah kehitaman, sejak 1
a. Hematemesis hari ini. Os juga mengeluhkan lemas (+),
b. Melena/ hematokezia pusing (+), mual (+), muntah (+)
c. Nause frekuensi 1x.
d. Nyeri epigastrium RPT : Dyspepsia
Temuan pemeriksaan fisik:
Auskultasi Abdomen : pristaltik
meningkat
Pemeriksaan Penunjang : Dilakukan Pemeriksaan Darah Lengkap,
a. Darah lengkap Faal hati, Endoskopi.
b. Masa Protombin Plasma
c. Faal hati
d. Endoskopi

29 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
BAB V
KESIMPULAN
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan
berasal pada area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari
LigamentumTreitz. Yang termasuk organ – organ saluran cerna di proximal
Ligamentum Trieitzadalah esofagus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga
proximal dari jejunum.

Penyebab lain yang jarang meliputi, Malory Weiss tears, duodenitis


erosive, ulkus dielafoy (salah satu tipe malformasi vaskuler), neoplasma,
aortoenteric fistula, GAVE (gastric antral vascular ectasia) dan gastropathy
prolapse.

Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam


patogenesis perdarahan SCBA.Faktor risiko yang telah di ketahui adalah usia,
jenis kelamin, penggunaan OAINS, penggunaan obat antiplatelet, merokok,
mengkonsumsi alkohol, riwayat ulkus,diabetes mellitus dan infeksi bakteri
Helicobacter pylori.

Gejala klinis terbanyak perdarahan SCBA adalah hematemesis ( muntah


darah), emesis hitam seperti bubuk kopi, melena, dan hematokezia (buang air
berwarna merah marun ).

Gejala klinis non spesifik adalah nausea, muntah, nyeri epigastrium,


fenomena vasovagal, sinkop dan tanda komorbid pasien (seperti diabetes
melitus, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal kronik dan artritis).
Riwayat komsumsi obat perlu diketahui.

Tes laboratorium yang perlu adalah hemoglobin, hematokrit, ureum


darah, kreatinin, hitum trombosit, prothombin time (PT), partial thromboplastin
time (PTT), international normalized ratio (INR), tes fungsi hepar, serta tes
golongan darah dan crossmatch. Endoskopi merupakan gold standard diagnosis
perdarahan SCBA.

Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) merekomendasikan


pendekatan multidisplin melibatkan internis/gastroenterologis, radiologis
intervensi dan bedah/ bedah digestif.

30 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati Siti, dkk. 2014. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid II Edisi VI.
Jakarta. InternaPublishing. hal; 1873-80.
2. The Indonesia Society of Gastroenterology. National Consensus on management of
non-variceal gastrointestinal tract bleeding in Indonesia. Acta Medica Indonesia. 2014.
14;46 (2): 163-71.
3. Laine L, Jensen DM. Management of patients with ulcer bleeding. Am J Gastroenterol.
2012. 345-60.
4. Gralnek IM, Dumonceau JM, Kuipers EJ, Lanas A, Sanders DS, Kurien M et al.
Diagnosis and management of nonvariceal upper gastrointestinal hrmmorhage :
Eropean Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE) Guideline. Endoscopy. 2015.
1-46.
5. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia dan kelompok studi Helicobacter pylori
Indonesia. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsoa dan Infeksi Helicobacter
pylory. 2014.

31 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s

You might also like