Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan berasal
pada area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari LigamentumTreitz. Yang
termasuk organ – organ saluran cerna di proximal Ligamentum Trieitzadalah esofagus,
lambung (gaster), duodenum dan sepertiga proximal dari jejunum. Kejadian perdarahan
saluran cerna bagian atas merupakan yang paling sering terjadidan sering ditemukan
dibandingkan dengan kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah. Lebih dari 50%
kejadian perdarahan saluran cerna bagian atasdikarenakan oleh penyakit erosif dan
ulseratif dari gaster dan/atau duodenum.
2.2 Epidemiologi
Perdarahan SCBA merupakan perdarahan yang berasal dari esofagus sampai
ligamentum of Treiz. Insidens tertinggi pada laiki-laki dan lanjut usia. Lebih dari 60%
perdarahan SCBA disebabkan oleh perdarahan ulkus peptikum, perdarahan varises
esofagus hanya sekitar 6%. Di Indonesia, sekitar 70% penyebab SCBA adalah ruptur
varises esovagus. Namun penyakit hepar kronik dan dan peningkatan populasi lanjut
usia, proporsi perdarahan ulkus peptikum diperkirakkan bertambah. Data studi
retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2001-2005 dari 4154 pasien yang
menjalani endoskopi, diketahui bahwa 807 (19,4) pasien mengalami perdarahan
SCBA. Penyebab perdarahan SCBA antara lain : 380 pasien (33,4%) ruptur varises
esofagus, 225 pasien (26,9%) perdarahan ulkus peptikum, 219 pasien (26,2%) gastritis
erosifa.
2.3 Etiologi
Terdapat perbedaan distribusi penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) di Indonesia dengan laporan pustaka Barat. Penyebab terbanyak di Indonesia
adalah perdarahan varises karena sirosis hati (65%), sedangkan di negara Eropa dan
Amerika adalah perdarahan non varicealkarena ulkus peptikum (60%).
Penyebab lain yang jarang meliputi, Malory Weiss tears, duodenitis erosive,
ulkus dielafoy (salah satu tipe malformasi vaskuler), neoplasma, aortoenteric fistula,
GAVE (gastric antral vascular ectasia) dan gastropathy prolapse.
1. Usia
Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat pada
usia >60 tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005 dengan studi retrospektif di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terhadap 837 pasien yang memenuhi
kriteria perdarahan SCBA menunjukkan rata-rata usia pasien laki-laki adalah
52,7 ± 15,82 tahun dan rata-rata usia pasien wanita adalah 54,46 ± 17,6. Usia
≥ 70 tahun dianggap sebagai faktor risiko karena terjadi peningkatan frekuensi
pemakaian OAINS dan interaksi penyakit komorbid yang menyebabkan
terjadinya berbagai macam komplikasi.
2. Jenis kelamin
Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami
perdarahan SCBA berjenis kelamin laki-laki.Dari penelitian yang sudah
dilakukan mayoritas menggunakan pendekatan epidemiologi dan belum ada
penelitian yang secara spesifik menjelaskan hubungan perdarahan SCBA
dengan jenis kelamin
3. Penggunaanobat antiinflamasi non steroid (OAINS)
1. Hipotensi ( <90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi
>100/menit.
2. Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20%
mmHg.
3. Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit
4. Akral dingin
5. Kesadaran menurun
6. Anuria atau oliguria ( produksi urin < 30 ml/jam
1. Hematemesis
2. Hematokesia ( berak darah segar )
3. Darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dan dengan lavase tidak segerah
jernih.
4. Hipotensi persisten
5. Dalam 24 jam menghabiskan transfusi darah melebihi 800-1000 ml.
2.5.4 Pemeriksaan Penunjang
10 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah
Cara praktis membedakan perdarahan bagain atas (SCBA) atau saluran cerna
bagian bawah (SCBB) terdapat dalam tabel 2.
2.6 Penatalaksanaan
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) merekomendasikan
pendekatan multidisplin melibatkan internis/gastroenterologis, radiologis
intervensi dan bedah/ bedah digestif.
2.6.1 Tatalaksana Awal
Penilaian statu hemodinamik dan resusitasi dilakukan paling awal.
Resusitasi meliputi pemberian cairan intavena, pemberian O2, koreksi
koagulopati, dan transfusi darah bila dibutuhkan. Batas transfusi darah adalah
jika Hb ≤ 7,0 g/dL, lebih tinggi apabila perdarahan masih berlanjut atau
perdarahan masif atau adanya komorbid seperti penyakit jantung koroner,
hemodinamik tidak stabil, dan lanjut usia. Hemoglobin minimal untuk
endoskopi, hemoglobin minimal 10 g/dL dan hemodinamik stabil.
Pemakaian selang nasogastrik untuk diangnosis, prognosis, visualisasi atau
terapi tidak direkomendasikan. Selang nasogastrik dapat dipasang untuk menilai
perdarahan yang sedang berlangsung pada hemodinamik tidak stabil, tujuan
pemasangan adalah untuk mencegah aspirasi, dekompresi lambung, dan
evaluasi perdarahan. Tindakan kumbah lambung dengan es tidak
direkomendasikan.
Terapi pra-endoskopi dengan proton pump inhibitor (PPI)
direkomendasikan pada perdarahan ulkus peptikum, PPI dapat dengan cepat
menetralkan asam lambung. PH in vitro di atas 6 dapat mendukung
pembentukan dan stabilitas bekuan. Lingkungan asam dapat menghambat
agregasi trombosit dan koagulasi plasma, juga menyebabkan lisis bekuan. ACG
(Amerika College of Gastroenterology) merekomendasikan pemberian PPI
bolus 80mg diikuti dengan infus 8 mh/jam untuk mengurangi tindakan sigmata
dan mengurangi terapi endoskopi . Merupakan begiti PPI tidak menurunkan
12 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
angka perdarahan dan kematian. Jika endoskopi ditunda dan tidak dapat
dilakukan, tetapi PPI tidak menurunkan angka perdarahan ulang, pembedahan,
kematian. Jika endoskopi ditunda dan tidak dapat dilakukan, terapi PPI
intravena direkomendasikan untik mengurangi perdarahan lebih lanjut.
Penilain risiko untuk stratifikasi pasien, juga dilakukan untuk membantu
membuat keputusan awal seperti saat endoskopi, saat pemulangan, dan tindakan
perawatan.
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronik yang
mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan tersebut
tidak merugikan dan relatif murah.
Vasopressi dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokontriksi
pembuluh darah splangnik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta
menurun. Digunakan diklinik untuk perdarahan akut varises esofagus sejak
tahun 1953. Pernah dicobakan perdarahan nonvarises, namun berhentinya
perdarahan tidak berbeda dengan plasebo.
13 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yang mengandung vasopressin
murni dan preparat pituitary gland yang mengandung vasopressin dan
oxcytocin. Pemberian vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan
vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5% dan diberikan 0,5-1 mg/menit/iv
selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam atau selama pemberian
pertama dianjurkan per infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan
efek samping serius berupa insufiensi koroner mendadak, oleh karena itu
pemberian disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin
intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan
sampai maksimal 400 mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan
sistolik diatas 90 mmHg.
14 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan
aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif dibandung vasopressin.
Penggunaan diklinik pada perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar
tahun 1978. Somastostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises
esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan
nonvarises. Dosis pemberian somastatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv
dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan
berhenti. Oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv dianjurkan per infus 25 mcg/jam
selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti .
15 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan bermanfaat
untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah proton
pump inhibitor (PPI) dosis tinggi. Diawali bolus omeprazole 80 mg/iv
kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam.
Penggunaan balon tampone untuk menghentikan perdarahan varises esofagus
dimulai sejak sekitar tahun 1950, paling populer adalah Sengstaken- Blakemore
tube (SB-tube) yang mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-masing untuk
esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat
fatal ialah pnemoni aspirasi, laserasi sampai perporasi, pengembangan balon
sebaiknya tidak melebihi 24 jam.
16 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
2.6.3 Terapi Pasca-Endoskopi
Farmakotrapi memiliki peran besar setelah endoskopi pada
perdarahan SCBA karena ulkus peptikum. PPI lebih superior dibandingkan
anthiistamin. Data terkini merekomendasikan pemberian PPI intavena dosis
tinggi selama 72 jam untuk pasien risiko tinggi. Pasien dengan ulkus dasar
bersih dapat diberikan terapi PPI dosis standar (oral satu kali per hari). Pasien
perdarahan ulkus peptikum yang dipulangkan direkomendasikan mendapat
PPI oral sekali sehari. Durasi dan dosis PPI tergantung etiologi dan
penggunaan obat lain.
Tes H. pylori direkomendasikan pada semua pasien perdarahan ulkus
peptikum. Jika hasil positif maka diberikan teraoi tripel selama 1 minggu.
Setelah pemberian terapi eradikasi, pereriksaan konfirmasi harus dilakukan
menggunakan urea breath test (UBT) atau H. pylori stool antigen test.
Pemeriksaan dilakukan paling tidak 4 minggu setelah terapi. Pemberian PPI
dapat dihentikan setelah eradikasi H. pylori dinyatakan berhasil, kecuali jika
pasien memakai AINS. Bila AINS tetap diperlukan, sebaiknya dari golongan
COX-selective dengan dosis efektif terendah ditambah PPI. Pasien ulkus
idiopatik (non-H pylori, non-AINS) perlu diberikan PPI jangka panjang.
17 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
2.6.4 Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap
berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi
endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko, tindakan hemostasis
yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial.
Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada
perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIP (Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunt).
2.6.5 Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan
radiologi dinilai gagal. Alih bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam
bentuk tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk
menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
18 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
BAB III
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Murni Siregar
Tanggal Lahir : 16 September 1944
Umur : 73 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kemenyan Raya 72, Prumnas Simalingkar
19 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Pasien Keadaan Umum : Lemas
Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Baik
Vital Sign Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah: 150/90 mmHg
Nadi : 80 kali / menit
Pernafasan : 24 kali / menit
Temperatur : 37.0 °C
Thorax:
Inspeksi :- Fusifomis (bentuk dan ukuran kedua
dada normal dan simetris
Palpasi : Stemfremitus : kiri = kanan (normal)
Perkusi : Sonor (kedua lapangan paru)
Auskultasi: SP : Vesikuler
ST : Tidak ada (-)
20 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Abdomen:
Inspeksi : Simetris, distensi (-), asites (-)
Auskultasi: Peristaltik meningkat
Perkusi : Shifthing dullness (-), Timpani
Palpasi : Soepel (+), Hepar, limpa dan pankreas
tidak teraba
Ekstremitas:
Superior: Akral hangat
Inferior : Akral hangat
21 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
PEMERIKSAAN PENUNJANG
09 Oktober 2017
HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Hemoglobin 9,2 g/dl 12.0 - 16.0
2 Leukosit 12,6 /mm3 4.000 - 11.000
3 Laju Endap Darah 17 mm/jam 0 - 10
4 Trombosit 293 /mm3 150000 - 450000
5 Hematocrit 29,3 % 37.0 - 47.0
6 Eritrosit 3,24 1012/L 3.80 - 6.00
7 MCV 90,6 fL 77.0 - 95.0
8 MCH 28,3 Pg 27.0 - 32.0
9 MCHC 31,3 g/dl 32.0 - 36.0 .
10 Hitung Eosinofil 3 % 1-3 .
Jenis Basofil 0 % 0-1 .
Lekosit Monosit 4 % 2-8 .
Neutrofil 74 % 50 - 70 .
Limfosit 19 % 20-40 .
22 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
10 Oktober 2017
23 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
11 Oktober 2017
HEMATOLOGI
Monosit 6 % 2-8 .
Neutrofil 80 % 50 - 70 .
Limfosit 23 % 20-40 .
24 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
13 Oktober 2017
HEMATOLOGI
Neutrofil 75 % 50 - 70 .
Limfosit 20 % 20-40 .
25 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
26 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
Diferensial diagnosa:
1. PSMBA ec gastritis antrum +Anemia
2. PSMBB ec Anemia
27 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
P:
1. Tirah Baring
S: BAB (-) 2. Diet MII
O:
1. Kesadaran: CM 3. IVFD RL 20
2. TD: 160/70 mmHg gtt/i +
3. HR: 80 x/menit
11/08/17 4. RR: 20 x/menit Omeprazole 2
5. T: 37℃ amp
4. Transamin 3x1
A: PSMBA ec gastritis 5. Levofloxacin
antrum + Anemia
1x500
6. omeprazol 2x1
P:
7. Tirah Baring
S: BAB (-) 8. Diet MII
O:
6. Kesadaran: CM 9. IVFD RL 20
7. TD: 160/80 mmHg gtt/i +
8. HR: 80 x/menit
12/10/17 9. RR: 20 x/menit Omeprazole 2
10. T: 37,2℃ amp
10. Transamin 3x1
A: PSMBA ec gastritis 11. Levofloxacin
antrum + Anemia
1x500
12. omeprazol 2x1
P:
13. Tirah Baring
S: Os stabil 14. Diet MII
O:
11. Kesadaran: CM 15. IVFD RL 20
12. TD: 140/90 mmHg gtt/i +
13. HR: 82 x/menit
13/10/17 14. RR: 20 x/menit Omeprazole 2
15. T: 36,5℃ amp
16. Transamin 3x1
A: PSMBA ec gastritis 17. Levofloxacin
antrum + Anemia
1x500
18. omeprazol 2x1
28 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
BAB IV
DISKUSI
Teori Kasus
Penegakan diagnosis PSMBA ec gastritis Os datang ke rumah sakit dengan keluhan
antrum + Anemia : BAB berdarah, frekuensi 5x, konsistensi
Manifestasi klinis yang biasa ditemukan: encer, warna merah kehitaman, sejak 1
a. Hematemesis hari ini. Os juga mengeluhkan lemas (+),
b. Melena/ hematokezia pusing (+), mual (+), muntah (+)
c. Nause frekuensi 1x.
d. Nyeri epigastrium RPT : Dyspepsia
Temuan pemeriksaan fisik:
Auskultasi Abdomen : pristaltik
meningkat
Pemeriksaan Penunjang : Dilakukan Pemeriksaan Darah Lengkap,
a. Darah lengkap Faal hati, Endoskopi.
b. Masa Protombin Plasma
c. Faal hati
d. Endoskopi
29 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
BAB V
KESIMPULAN
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan
berasal pada area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari
LigamentumTreitz. Yang termasuk organ – organ saluran cerna di proximal
Ligamentum Trieitzadalah esofagus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga
proximal dari jejunum.
30 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati Siti, dkk. 2014. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid II Edisi VI.
Jakarta. InternaPublishing. hal; 1873-80.
2. The Indonesia Society of Gastroenterology. National Consensus on management of
non-variceal gastrointestinal tract bleeding in Indonesia. Acta Medica Indonesia. 2014.
14;46 (2): 163-71.
3. Laine L, Jensen DM. Management of patients with ulcer bleeding. Am J Gastroenterol.
2012. 345-60.
4. Gralnek IM, Dumonceau JM, Kuipers EJ, Lanas A, Sanders DS, Kurien M et al.
Diagnosis and management of nonvariceal upper gastrointestinal hrmmorhage :
Eropean Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE) Guideline. Endoscopy. 2015.
1-46.
5. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia dan kelompok studi Helicobacter pylori
Indonesia. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsoa dan Infeksi Helicobacter
pylory. 2014.
31 | P e r d a r a h a n S a l u r a n C e r n a B a g i a n A t a s