You are on page 1of 7

Rangkuman Perkuliahan 7

Dosen : Ajat Sudrajat, S.Kep., Ners.

Judul : Initial Assessment dan Cedera Kepala

Tanggal : 07 Maret 2017

Isi rangkuman

A. Initial Assessment
Initial Assessment adalah proses penilaian awal pada penderita trauma
disertai pengelolaan yang tepat guna untuk menghindari kematian.

Tahap pra-rumah sakit


Dalam persiapan pra-rumah sakit petugas diarahkan untuk dapat
menstabilisaai, fiksasi dan transportasi dengan benar serta mampu berkoordinasi
dengan dokter maupun perawat di RS yang dituju.

Tahap rumah sakit


Dalam tahap ini, dimana dilakukan persiapan untuk menerima pasien
sehingga dapat dilakukan tindakan dan sesusitasi dalam waktu yang cepat. Serta
data-data dalam tahap pra-rumah sakit juga dibutuhkan diantaranya waktu kejadian,
mekanisme kejadian, serta riwayat pasien.

AVPU
A = Alert (sadar)
Pasien dapat dikatakan sadar apabila pasien mampu berorientasi terhadap
tempat, waktu dan orang.
V = Verbal (Respon terhadap suara)
Pasien ini dalam keadaan disorientasi tetapi masih bisa diajak bicara.
P = Pain (Respon terhadap rangsang nyeri).
Dalam keadaan ini, pasien hanya berespon terhadap rangsang nyeri.
U = Unresponsive/Tidak Sadar.
Pasien tidak memberikan respon apa-apa, baik diberi rangsang suara
maupun rangsang nyeri.

Prinsip initial assessment yaitu


3A
Aman diri : Gunakan alat pelindung diri (APD) untuk memproteksi diri.
Aman lingkungan : Kenali situasi tempat kejadian apakah aman atau tidak.
Amankan pasien : Identifikasi kasus, apakah pasien trauma, non trauma.
1. Prymary Survey (Survei primer)

Primary survey merupakan suatu penilaian dan prioritas terapi


berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Proses ini
merupakan tahap awal penanganan trauma dan usaha untuk mengenali keadaaan
yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan ketentuan mengikuti urutan yang
diawali oleh “A” (Airway) “B” (Breathing) “C” (Circulation) “D” (Disability) ,
“E” (Exposure/environmental control), “F” (Foley Catether), “G” (Gastrict Tube)
dan “H” (Heart Monitor).
A. Airway
Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan airway harus melindungi
vertebrae cervical. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau
jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara dapat dianggap bahwa jalan
napas bersih.
1. Hanya memiliki waktu 4 – 6 menit bila Obstruksi total.
2. Selalu Pikirkan C – Spine Control
Kemungkinan korban mengalami trauma servikal maka harus curiga
apabila ada trauma kapitis, multi trauma, ada jejas atau luka tumpul diatas
klavikula dan biomekanika atau mekanisme kejadian kecelakaan pada sebelum,
saat dan setelah kejadian mendukung.
Bila curiga fraktur servikal maka lakukan :
1. Fiksasi kepala secara manual.
2. Pasang Cervical Collar.
3. Bila perlu diikat (Head Stabilizer)
Bila korban mengalami obstruksi parsial karena cairan (gurgling) atau
karena lidah jatuh ke belakang (snoring) dilakukan tindakan pembebasan jalan
napas dengan cara manual atau airway sementara.
Airway manual yaitu dengan head tilt, chin lift atau keduanya dan jaw thrust.
Airway sementara yaitu dengan menggunakan alat seperti oropharyngeal untuk
pasien tidak sadar dan nasopharyngeal untuk pasien sadar.
B. Breathing
Pernapasan yang baik
1. Frekwsensi pernapasan
a. Frekwensi dewasa : 20
b. Frekwensi anak : 30
c. Frekwensi bayi : 40
2. Tidak ada gejala dispnea dan lain-lain.
3. Pemeriksaan fisik baik.
Inspeksi : Peranjakan simetris
Auskultasi : Bising napas vesikular kiri-kanan
Perkusi : Sonor kiri-kanan
Inspeksi : Peranjakan Simetris
Pulse Oximetri
Breathing (untuk sementara) baik.
Bila saturasi O2 > 95%.
Bila breathing tidak adekuat
Bantu pernapasan / Assisted Ventilation :
 Mouth to mouth/ mask.
 Bagging (“Bag Valve and Mask”).
 Respirator
Selalu berikan oksigen
 Udara Bebas mengandung O2. : 21 %.
 Nasal Kanul 2 L / mnt : 28 %.
 Nasal Kanul 6 L / mnt : 44 %.
 Face Mask : 90 %

Keadaan yang harus di kenali pada survey primer :

1. Tension Pneumothorax
 Vena jugularis meningkat
 Sesak nafas
 Trachea terdorong
 Bunyi nafas hipersonor
2. Massive Hematothorax
3. Tamponade Jantung
4. Open Preumothorax
5. Closed Pneumothorax WSD
6. Flaill Chest + Kontusio Paru
C. Circulation
Hati-hati syok apabila penderita dingin dan tachycardia, umumnya syok
hemoragik tetapi syok lain juga mungkin terjadi. Apabila jantung berhenti
umumnya sudah terlambat.
Syok dapat dikenali dari :
 Nadi lemah dan cepat.
 Akral dingin.
 Kesadaran mulai menurun.
 Hipotensi.
 Nafas cepat
Perdarahan :
1. Perdarahan Eksternal
 Umumnya “ direct Pressure “
 Jangan dijahit dulu, lakukan Verban tekan, biasanya akan berhasil.
2. Perdarahan Internal
Biasanya terjadi pada :
 Toraks
 Abdominal
 Pelvis
 Tulang Panjang
Mengurangi Perdarahan Internal
 Pelvis : PASG / Gurita.
 Tulang Panjang : traction, Splint.
 Toraks/Abdoman ??
Konsep Mengatasi Perdarahan secara umum :
1. Kontrol Perdarahan
2. Perbaikan Volume
Infus :
 Dua Jalur.
 IV Catheter kaliber besar.
 RL 1-2 liter loading.
 Cairan di hangatkan

D. Disability
 GCS (hati – hati bila GCS turun 2 atau lebih.
 Tanda lateralisasi (Pupil anisokor).
 Epidural hematom bisa m
E. EXPOSURE
 Membuka pakaian korban dengan melakukan pemeriksaan teliti.
 Hindari manipulasi yang berlebihan.
 Mencegah hipotermia.
F. FOLEY CATHETER
Pemasangan foley catheter untuk mengontrol output cairan korban.
Foley catheter tidak dilakukan apabila terdapat tanda rupture uretra yang
ditandai dengan:
 Perdarahan pada OUE (Lk-Pr).
 Hematum pada skrotum/Labia.
 High riding prostat pada RT (Lk)
G. GASTRIC TUBE
Pemasangan gastric tube untuk dekompresi pada lambung dan mencegah
aspirasi/refluk apabila terjadi perdarahan di lambung. Gastric Tube tidak
dilakukan apabila terdapat tanda fraktur basis cranii. yang ditandai dengan:
 Racoon eyes/ ekimosis periorbital.
 Rhinorhea (cairan dari hidung).
 Otorhea (cairan dari telinga).
 Battle sign/ ekimosis mastoid

H. HEART MONITOR
Untuk mengetahui aktivitas jantung klien.

2. Secondary Survey (Survey sekunder)


Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih
gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari
kepala sampai kaki (head to toe), biasanya dilakukan setelah pemeriksaan primer
(primary survey) dan setelah memulai resusitasi.
Meliputi :
a. Pemeriksaan teliti dari kepala sampai kaki: Kepala – leher – toraks – abdomen
– pelvis – ekstermitas - log roll.
b. Finger in every orifice : Pemeriksaan setiap lubang agar untuk menemukan dan
menentukan estimasi pengeluaran darahnya.
c. Vital Sign
d. AMPLE
Meliputi :
1. Allergic : Tanyakan kepada klien tentang alergi terhadap obat apa saja, agar
pengobatan lebih tepat dan efektif.
2. Medication : Tanyakan kepada klien mengenai obat obat yang sering dikon-
sumsi ataupun terakhir dikonsumsi yang dapat menyebabkan
penurunan perlawanan tubuh terhadap penyakit yang sedang
diderita.
3. Past Ilness : Tanyakan pada klien mengenai penyakit terdahulunya yang
dapat menyebabkan penurunan respon perlawanan tubuh
terhadap penyakit yang sedang diderita.
4. Last Oral Intake :

5. Evident & Environment :


X – RAY ( FOTO RUTIN )
1. Servikal ( Lateral ).
2. Toraks (AP).
3. Pelvis (AP)

B. Cedera Kepala

Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit, tulang kepala dan otak.
Disebut juga kranioserebral trauma yang disertai dengan penurunan atau perubahan
kesadaran, walau sedkit.
KLASIFIKASI
Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:
1. Mekanisme
a. Cedera Kepala Tumpul
Biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan
benda tumpul.
b. Cedera Kepala Tembus
Disebabkan Oleh peluru atau tusukan, adanya penetrasi selaput dura
menentukan apakah suatu cedera kepala termasuk cedera tembus atau cedera
tumpul.
2. Beratnya Cedera
Berdasarkan GCS maka cedera kepala dibagi menjadi cedera :
a. Ringan dengan GCS 13-15.
b. Sedang dengan GCS 9-12.
c. Berat dengan GCS 3-8.
3. Morfologinya.

You might also like