You are on page 1of 24

Kasus 1/Tahun 1

Nama : Kumalasari, dr.


Pembimbing : Siti Aminah, dr., Sp.S (K), Msi.Med

Pasien Laki-laki 80 tahun, dirawat di ruang perawatan Angsana RS Hasan Sadikin mulai
tanggal 19 Desember 2013, dengan diagnosis kerja Stroke ulang ke2 beda sisi ec PIS
sistem karotis kiri FR Hipertensi dengan komplikasi SAB sekunder, Hipertensi stage II.
Pasien pulang paksa namun dengan perbaikan klinis pada tanggal 31 Desember 2014
dengan diagnosis akhir Stroke ulang ke2 beda sisi ec PIS sistem karotis kiri FR Hipertensi
dengan komplikasi SAB sekunder, Hipertensi stage II, Stress ulcer perbaikan.

I. ANAMNESIS
KU : Penurunan Kesadaran

RPS : Sejak ± 4 jam SMRS pasien mendadak menurun kesadarannya setelah mandi sore.
Pasien di panggil masih membuka mata dan menjawab pertanyaan namun kemudian tertidur
kembali. Keluhan nyeri kepala (+), muntah (+), menyemprot 1x, kejang disangkal. Keluhan
kelemahan anggota gerak ada, anggota gerak kanan dirasa kurang bergerak di bandingkan
sebelah kiri. Keluhan bicara rero (+), mulut mencong (+), baal-baal separuh tubuh disangkal.
Pusing berputar, pandangan ganda, baal-baal seputar mulut, telinga berdenging tidak
diperhatikan. Pasien di bawa ke RS Al Ihsan, namun disana penuh kemudian pasien di rujuk ke
RSHS.

RPD :
 Riw. Stroke/ TIA / lemah anggota gerak sebelumnya disangkal
 Riw HT ada diketahui sejak 6 bln yll, TD rata-rata 150an/?, tertinggi 170/? . Tidak kontrol
dan tidak rutin minum obat
 Riw Jantung/ginjal/As. Urat/Cholesterol tidak diketahui
 Riw NK kronik progresif / perubahan tingkah laku disangkal
 Riw trauma kepala disangkal
 Riw Panas badan/ Batuk lama/KP/ kontak KP disangkal
 Riw Keluar cairan dari telinga/ gigi berlubang dikorek korek disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran : Somnolen

1
TANDA VITAL
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi = Heart Rate : 88x/mnt reguler, isi cukup
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu : 36°C

STATUS INTERNA
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,mukosa mulut basah
Leher : JVP 5 +2mmHg, KGB tidak teraba membesar
Pulsasi karotis kanan = kiri, bruit (-)
Thorax : Bentuk dan gerak simetris
Jantung : batas kiri linea mid clavicularis sinistra, batas kanan linea sternalis
dekstra, BJ S1S2 murni reguler, S3 (-) S4 (-) murmur (-)
Paru :VBS ki=ka, ronkhi -/-, wheezing -/-, amphoric sound (-)
Abdomen : Datar, lembut, H/L tidak teraba membesar, BU (+) N, turgor kulit baik
Extremitas : Edema -/- , sianosis -/-, CRT < 2 detik

STATUS NEUROLOGIS
Rangsang Meningen : KK (+), L/K terbatas bilateral, B I/II/III/IV -/-/-/-
Saraf otak : Pupil bulat isokor,  ODS 3 mm, Refleks cahaya direk +/+, indirek +/+
GBM : downward gaze
NVII : Kesan Parese kanan sentral
NXII : sulit dinilai
Motorik : Kesan Kanan tertingal dengan nyeri
Sensorik : sulit dinilai
Vegetatif : catheter
Fungsi Luhur : sulit dinilai
Refleks Fisiologis : Biceps Tendon Refleks +/+
Knee Pees Refleks +/+
Achiles Pees Refleks +/+
Refleks Patologis :
Babinski +/- Mendel Bechterew -/-
Chaddock -/- Rossolimo -/-
Gordon -/- Hoffman Tromner -/-
Schaeffer -/- Oppenheim -/-
Refleks Regresi : -/- (Palmomental)

2
Scoring
Siriraj Stroke Score : (2,5 x 1) + (2x1) + (2x1) + (0,1x100) – (3x0) – 12 = 4,5  Perdarahan
Intraserebri
ASGM : Penurunan Kesadaran (+), Nyeri Kepala (+), Babinski (-)  Perdarahan Intraserebri

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium :
Hb 14,7 Ureum 36 Na 141

Hct 45 Kreatinin 0,9 K 3,7

Leuko 8.300 GDS 126

Thrombo 188.000

EKG : sinus rhytm, LVH


Ro. Thoraks :

3
Gambaran bronkitis
Tidak tampak Kardiomegali
Tidak tampak TB paru aktif

CT Scan Kepala Tanpa Kontras

4
Perdarahan intraserebri di daerah ganglia basalis kiri dan thalamus kiri disertai edema
perifokal
Perdarahan intraventrikuler lateralis kanan posterior bilateral, ventrikel 3, dan ventrikel 4
Infark cerebri di daerah kapsula eksterna kanan
Atrofi serebri senilis disertai tanda-tanda subcortical atherosclerosing encefalopathy

5
DIAGNOSIS KERJA
Stroke ulang ke-2 beda sisi ec PIS sistem karotis kiri faktor resiko hipertensi dengan
komplikasi SAB sekunder
Hipertensi emergency

TERAPI
BRSF 30 derajat
O2 3LPM
Diet cair 1500 kkal/hr
IVFD 2A 1500 cc/hari
Manitol 20% 200 – 150 – 150/ 8 jam (selama 5 hari)
Captopril 3x12,5 mg NGT
Paracetamol 4x500 mg NGT
Lactulosa Syrp 3x10 cc NGT
Cek faktor resiko vaskuler
Monitor Kesadaran,TNRS IO

FOLLOW UP DAN TINDAK LANJUT


Tgl/har Rawat Pemeriksaaan Tindakan
i
20-21 Rawat = S = - Th/
Des 3-4 O=  BRSF 30 derajat
2014 Onset = Kesadaran : somnolen  O2 3LPM
06.00 3-4 TD : 160/90 mmHg ; N=HR :88 x/mnt  Diet Cair 1500kkla/hr
RR : 20 x/mnt ; S : 36,7°C  IVFD 2A 1500 cc/hari
Status Neurologis  Manitol 20% 200 – 150
RM : KK (+), L/K tt, B I/II/III/IV (-) – 150/ 8 jam (III-IV)
SO : Pupil bulat isokor,  ODS 3 mm, RC+ /+  Captopril 3x25 mg NGT
Fc : papil sulit dilnilai  Paracetamol 4x500 mg
GBM : Downward gaze NGT
NVII : parese kanan sentral  Lactulosa Syrp 3x10 cc
NXII : parese kanan sentral NGT
Motorik : hemiplegi dekstra  Monitor
Sens/Veg/FL : sulit dinilai/catheter/sulit Kesadaran,TNRS IO
dinilai
RF : BTR (+/+) KPR (+/+ ) APR (+/+) GDP : 112
RP : -/- (B) GD2PP ; 107
RR : -/- (PM) Chol Total 172
Dk/ HDL 52
Stroke ulang ke-2 beda sisi ec PIS sistem

6
karotis kiri FR Hipertensi + SAB sekunder LDL 118
Hipertensi stage II As. Urat 5,4

S = muntah kecoklatan
22-23 R : 5-6 O= Th/
Des O : 5-6 Kesadaran : somnolen  BRSF 30 derajat
2014 TD : 150/90 mmHg ; N=HR :88 x/mnt  O2 3LPM
07.00 RR : 20 x/mnt ; S : 37°C  IVFD 2A 2000 cc/hari
Status Neurologis  Manitol 20% 200 – 150
RM : KK (+), L/K tt, B I/II/III/IV (-) – 150/ 8 jam (V)
SO : Pupil bulat isokor,  ODS 3 mm, RC+ /+  Captopril 3x25 mg NGT
Fc : papil sulit dilnilai  Paracetamol 4x500 mg
GBM : Downward gaze NGT
NVII : parese kanan sentral  Lactulosa Syrp 3x10 cc
NXII : parese kanan sentral NGT
Motorik : hemiplegi dekstra  Omeprazole 1x40 mg iv
Sens/Veg/FL : sulit dinilai/catheter/sulit  Sucralfat Syrp 3x10 cc
dinilai  Bilas lambung/6 jam
RF : BTR (+/+) KPR (+/+ ) APR (+/+) NaCl 0,9% 105 cc
RP : -/- (B)
 Sementara puasa
RR : -/- (PM)
sampai NGT jernih
Dk/
 Monitor
Stroke ulang ke-2 beda sisi ec PIS sistem
Kesadaran,TNRS IO
karotis kiri FR Hipertensi + SAB Sekunder
Hipertensi stage II
Stress Ulcer

S = -
O=
24-26 R : 7-9 Kesadaran : CM, NGT jernih
Th/
Des O : 7-9 TD : 150/90 mmHg ; N=HR :88 x/mnt
 Mobilisasi duduk pasif,
2014 RR : 20 x/mnt ; S : 36,5°C
PROM, AROM, Bed
Status Neurologis
Potitioning
RM : KK (+), L/K tt, B I/II/III/IV (-)
 O2 3LPM
SO : Pupil bulat isokor,  ODS 3 mm, RC+ /+
 Diet tim saring 1500
Fc : papil sulit dilnilai
kkal/hr
GBM : Downward gaze
NVII : parese sentral  IVFD 2A 1500 cc/hari
NXII : parese sentral  Captopril 3x25 mg NGT
Motorik : 4+ ! 1  Paracetamol 4x500 mg
4+ ! 0 NGT
Sens/Veg/FL : sulit dinilai/catheter/sulit  Lactulosa Syrp 3x10 cc
dinilai NGT
RF : BTR (+/+) KPR (+/+ ) APR (+/+)  Omeprazole 1x40 mg iv

7
RP : -/- (B)  Sucralfat Syrp 3x10 cc
RR : -/- (PM)  Monitor
Dk/ Kesadaran,TNRS IO
Stroke ulang ke-2 beda sisi ec PIS sistem
karotis kiri FR Hipertensi + SAB Sekunder
Hipertensi stage II
Stress Ulcer perbaikan

S = -
O=
Kesadaran : CM Th/
27-30 R :10-13 TD : 140/70 mmHg ; N=HR :88 x/mnt  Mobilisasi duduk pasif,
Des O : 10-13 RR : 20 x/mnt ; S : 36,5°C PROM, AROM, Bed
2014 Status Neurologis Potitioning
RM : KK (+), L/K tt, B I/II/III/IV (-)  Diet tim saring 1500
SO : Pupil bulat isokor,  ODS 3 mm, RC+/+ kkal/hr
Fc : papil sulit dilnilai  IVFD 2A 1500 cc/hari
GBM : Downward gaze  Captopril 3x50 mg NGT
NVII : parese sentral  Paracetamol 4x500 mg
NXII : parese sentral prn
Motorik : 4+ ! 1  Omeprazole 1x40 mg iv
4+ ! 1  Monitor
Sens/Veg/FL : sulit dinilai/catheter/sulit Kesadaran,TNRS IO
dinilai
RF : BTR (+/+) KPR (+/+ ) APR (+/+)
RP : -/- (B)
RR : -/- (PM)
Feeding test (+)  batuk/tersedak
NGT dipertahankan
Dk/
Stroke ulang ke-2 beda sisi ec PIS sistem
karotis kiri FR Hipertensi + SAB Sekunder
Hipertensi stage II
Stress Ulcer perbaikan

S = - Th/
O=  Mobilisasi duduk pasif,
Kesadaran : CM PROM, AROM, Bed
31 Des R : 14 TD : 140/70 mmHg ; N=HR :88 x/mnt Potitioning
2014 O : 14 RR : 20 x/mnt ; S : 36,5°C
 Diet tim saring 1500
Status Neurologis
kkal/hr
RM : KK (+), L/K tt, B I/II/III/IV (-)

8
SO : Pupil bulat isokor,  ODS 3 mm, RC+ /+  IVFD 2A 1500 cc/hari
Fc : papil sulit dilnilai  Captopril 3x50 mg NGT
GBM : Downward gaze  Paracetamol 4x500 mg
NVII : parese sentral prn
NXII : parese sentral  Omeprazole 1x40 mg iv
Motorik : 4+ ! 1  Monitor
4+ ! 1 Kesadaran,TNRS IO
Sens/Veg/FL : sulit dinilai/catheter/sulit
dinilai
RF : BTR (+/+) KPR (+/+ ) APR (+/+)
RP : -/- (B)
RR : -/- (PM)
Dk/
Stroke ulang ke-2 beda sisi ec PIS sistem
karotis kiri FR Hipertensi + SAB sekunder
Hipertensi stage II
Stress Ulcer perbaikan
Keluarga Minta Pulang Paksa karena pasien di
RS tidak ada yg menunggu.

RESUME
Pasien Laki-laki 80 tahun, dirawat di ruang perawatan Angsana RS Hasan Sadikin
sejak tanggal 19 Desember 2014 sampai 31 Desember 2014, dengan keluhan utama
penurunan kesadaran. Pasien di panggil masih membuka mata dan menjawab pertanyaan
namun kemudian tertidur kembali. Keluhan nyeri kepala (+), muntah (+), menyemprot,
kejang disangkal. Keluhan kelemahan anggota gerak ada, anggota gerak kanan dirasa kurang
bergerak di bandingkan sebelah kiri. Keluhan bicara rero (+), mulut mencong (+), baal-baal
separuh tubuh disangkal. Keluhan Vertebrobasiler disangkal. Pasien di bawa ke RS Al Ihsan,
namun disana penuh kemudian pasien di rujuk ke RSHS. Pasien mempunyai riwayat
Hipertensi yang baru diketahui 6 bulan yang lalu, TD rata2 150/? Tertinggi 170/?. Tidak
pernah berobat.
Pada Pemeriksaan fisik, Kesadaran somnolen dengan TD 170/100. Jantung terdapat
Cardiomegali. Pada status neurologis di dapatkan Kaku kuduk (+), Refleks cahaya menurun
bilateral, GBM terdapat down ward gaze, dengan N. VII dan N.XII parese kanan sentral.
Motorik Hemiplegi dekstra. Dari skoring Siriraj mengarah ke PIS dan skoring ASGM
mengarah ke PIS.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan resiko vaskuler yang normal. Pada EKG
didapatkan Left Ventrikular hypertrophy (LVH), CT Scan didapatkan Perdarahan intraserebri
di daerah ganglia basalis kiri dan thalamus kiri disertai edema perifokal. Perdarahan
intraventrikuler lateralis kanan posterior bilateral, ventrikel 3, dan ventrikel 4. Infark cerebri
di daerah kapsula eksterna kanan. Atrofi serebri senilis disertai tanda-tanda subcortical
atherosclerosing encefalopathy. Pada perawatan hari ke-5 pasien mengalami stress ulcer.
Namun kemudian membaik.

9
DIAGNOSIS AKHIR
Stroke ulang ke-2 beda sisi ec PIS sistem karotis kiri FR Hipertensi + SAB Sekunder
Hipertensi stage II dalam terapi
Stress Ulcer perbaikan

TERAPI PULANG
 Captopril 3x50 mg po
 Ranitidine 2x 150 mg tab po

SARAN
Kontrol rutin ke Poli Saraf dan IKFR di RS Terdekat
Minum obat teratur

PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam

10
DISKUSI

PERMASALAHAN
1) Bagaimana menegakkan diagnosis pada pasien ini?
2) Bagaimana terjadi downward gaze pada pasien ini?
3) Bagaimana penatalaksanaan seharusnya pada pasien ini?

PEMBAHASAN
1. Bagaimana menegakkan diagnosis pada pasien ini?
Pasien ini datang ke RS dengan keluhan utama penurunan kesadaran.
Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi 2 :1
a. Gangguan metabolik/fungsional
Gangguan ini antara lain berupa keadaan hipoglikemia/ hiperglikemia, gangguan fungsi
hati, gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat-obatan,
intoksikasi makanan serta intoksikasi bahan-bahan kimia.
b. Gangguan struktural dapat dibagi lagi menjadi 2 :
• Lesi Supratentorial
Perdarahan : Ekstradural (epidural), subdural, intraserebral
Infark : Embolus, trombus
Tumor otak :Tumor primer, tumor sekunder, abses, tuberkuloma
• Lesi Infratentorial
Perdarahan : serebelum, pons
Infark : batang otak
Tumor : serebellum
Abses : serebellum

Pada pasien ini penurunan kesadaran terjadi karena sebab strukural. Dari anamnesa
didapatkan defisit neurologi fokal berupa bicara rero dan lemah anggota gerak sesisi dan
deficit neurologi global berupa penurunan kesadaran. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
deviasi mata ke bawah, parese nervus VII dan hemiplegi. Tumor maupun abses dapat
disingkirkan dari anamnesa, tidak ada demam maupun nyeri kepala kronik progresif dan
perubahan tingkah laku. Hasil laboratorium pada pasien ini dalam batas normal. Maka,
penyebab penurunan kesadaran lebih mungkin karena vaskular/stroke.

11
WHO mendefinisikan Stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak baik fokal
maupun global (menyeluruh) yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskular. 2
Menurut Marshall, stroke dapat di bagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu:3
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
 TIA ( Transient Ischemik Attack)
 Trombosis serebri
 Emboli Serebri
2. Stroke hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subarachnoid
b. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu
1. TIA
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
c. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem Karotis
2. Sistem Vertebrobasiler

Tabel 1. Perbedaan stroke infark dan perdarahan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.4
Kategori Aterotrombotik Emboli PIS PSA Pasien ini

Umur 50-70 tahun Semua umur Dewasa muda- Usia muda 80 tahun
(Dewasa muda- tua (20-30 tahun)
tua) (40-60 tahun)
Awitan Bangun Aktivitas Aktivitas Aktivitas Aktivitas
tidur/istirahat

Temporal worsening Maximal at Maximal at Maximal at Maximal at


profile onset onset onset onset

Peningkatan ± ± gradual ± cepat ++ (+) cepat


TIK
Kesadaran Normal Normal- Normal- Normal- Menurun
menurun menurun menurun
Tekanan ↑ Normal/↑ ↑↑ Normal/ ↑ Tinggi
darah (180/100mmHg)

12
Faktor resiko DM,HT,dislipide Kelainan HT, Aneurisma, Hipertensi
mi,merokok,usia jantung (irama, aneurisma,AVM AVM
katup, dinding)
LP Jernih Jernih Xantokrom Gross (tidak
hemoragik dilakukan)
CT Scan Hipodens Hipodens Hiperdens pada Hiperdens, Hiperdens pada
parenkim, dapat pada ruang ganglia basalis
meluas hingga subarachnoid, dan thalamus
rongga sulkus, girus, kiri
subarachnoid dan
dan intraventrikule
intraventrikuler r
(PSA sekunder)

Untuk mendiagnosis sistem suplai darah yang terlibat pada stroke pasien ini, terdapat
beberapa perbedaan klinis antara stroke sistem karotis dan vertebrobasiler :

Tabel 2. Perbedaan stroke karotis dan stroke vertebrobasiler :5


Sistem Sistem
Anamnesa/PF Pasien
Karotis Vertebrobasiler
Hemiparesis Alternans (-) (+) (-)
Hemiparesis
Kontralateral (+) (-) (+)
Tetraparesis (-) (+) (-)
Monoparesis (+) (-) (-)
Paresis CN VII dan N XII (+) Sentral (+) Perifer (+) Sentral
Kontralateral Ipsilateral Kontralateral
Afasia (+) (-) (-)
Gangguan Penglihatan Amaurosis fugax Black Out (-)
Gangguan Pendengaran (-) (+) (-)
Gangguan
Keseimbangan (-) (+) (-)

Pada pasien ini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan adanya hemiplegi kanan,
parese N VII Kanan sentral, tidak didapatkan hemiparese alternans, sehingga lokasi lesi pada
pasien ini berada di sistem karotis kiri. Pada CT Scan didapatkan Perdarahan intraserebri di
daerah ganglia basalis kiri dan thalamus kiri disertai edema perifokal, Perdarahan
intraventrikuler lateralis kanan posterior bilateral, ventrikel 3, dan ventrikel 4. Infark cerebri
di daerah kapsula eksterna kanan.

13
2. Bagaimana terjadinya downward gaze pada pasien ini ?
Kelainan neurologis pada pasien dengan perdarahan thalamus sangat bergantung pada
besarnya perdarahan, lokasi perdarahan dan efek penekanan massa dari perdarahan
terhadap struktur disekitar thalamus. Perdarahan terbesar biasanya berlokasi di
ventrolateral dan posteromedial thalamus yang melibatkan arteri thalamogenikulata dan
arteri thalamik-subthalamik. Thalamus berada di posterior dari traktus piramidalis, maka
bila terjadi perdarah pada thalamus biasanya hemisensori kontralateral lebih besar
dibandingkan hemiparesis kontralatelal. Namun bila perdarahan besar dapat meluas ke
bagian lateral dan rostral maka dapat menekan bagian anterior dari kapsula interna
sehingga dapat menyebabkan plegi. Perbedaan perdarahan thalamus dengan perdarahan
ditempat lain adalah kelainan pada mata.6

Karakteristik perdarahan thalamus berdasarkan lokasi perdarahan : 6


1. Posterolateral
Perdarahan pada bagian ini melibatkan a. Thalamogenikulata, merupakan perdarahan
paling sering. Perdarahan pada bagian ini bisa menyebar hingga ke lateral bahkan ke
medial sehingga bisa melibatkan capsula interna sehingga menyebabkan plegi. Dan
abnormalitas pupil dan gerakan mata minimal.
2. Anterior/ anterolateral
Perdarahan ini melibatkan a. Thalamotuberal, yang menyebabkan gangguan perilaku
seperti aphati dan abulia.
3. Posteromedial

14
Perdarahan bagian ini melibatkan arteri thalamik-subthalamik thalamoperforating, yang
menyebabkan penurunan kesadaran, gangguan pupil, vertical gaze dan perdarahan
menyebar ke ventrikel 3.
4. Posterior dan dorsal
Perdarahan pada bagian ini melibatkan a. Choroidalis posterior, sehingga tanda sensori
motornya minimal, aphasia dan gangguan perilaku dominan.

Pada pasien ini terdapat penurunan kesadaran, hemiplegi sebelah kanan, gangguan pupil
dan terdapat vertical gaze sehingga arteri yang terlibat perdarahan adalah a.
thalamogenikulata yang perdarahannya menyebar hingga ke lateral dan medial.

15
Gerakan Mata Vertical
Deviasi mata ke bawah : merupakan posisi bola mata yang cenderung tertarik ke bawah yg
diakibatkan gangguan gerak mata konjugat vertikal7
Gerakan mata vertical di mediasi oleh m. rectus superior, m. rectus inferior, m. Obliqus
superior dan m. obliquus inferior. Yang masing masing dipersarafi oleh
m. rectus superior  N. III
m. rectus inferior  N. III
m. obliquus inferior  N. III
m. obliquus superior  N. IV
Area batang otak yang mengontrol gerakan mata vertikal terletak di rostral midbrain
reticular formation dan pretectal area dimana struktur supranuklear penting disana yaitu
riMLF dan inC.8 Bila terdapat lesi didaerah ventral dari struktur ini maka akan terjadi downgaze, dan
bila lesi terdapat di daerah dorsal maka akan terjadi upgaze

16
cueflash.com/decks/CONTROL_OF_EYE_MOVE
MENTS_-_57

Nukleus intersisial rostral di Fasikulus Longitudinal Medial (Rostral interstitial nuclei of the
medial longitudinal fasciculus (riMLF))
 Merupakan kontrol gerak konjugat vertikal terhadap sakadik
 Untuk melihat ke atas, inervasi bilateral pada otot elevator (oblique inferior dan rectus
superior)
 Untuk melihat ke bawah, inervasi ipsilateral (subnucleus rectus inferior dan nucleus
N.IV)
Nukleus Intersisial Cajal (Interstitial nucleus of Cajal (inC))
- Sebagai integrasi neural untuk tatapan vertikal dan torsional

Gangguan gerak konjugat vertikal8


Terdapat beberapa etiologi yang menyebabkan gangguan gerak mata konjugat vertikal :
 Hidrosefalus

17
Sering sebagai manifestasi pertama hidrosefalus obstruktif
Terdapat fenomenan matahari terbenam (Sunset phenomenom)
Pelebaran ventrikel 3 akan menyebabkan kompresi struktur pretektal
Bila Terdapat stenosis akuaductus, atau massa di fossa posterior
 Tumor di regio pineal
Germinoma dan pinealblastoma adalah yang paling sering menjadi penyebab.
 Kista di regio pineal
Contohnya glioma di tektum
 Infark talamus atau paramedian mesensefalon
Infark pada arteri penetrating paramedian cabang dari PCA proksimal (segmen P1 atau
arteri komunikating basilar Percheron)
 Perdarahan talamus
Perluasan ke bawah atau hidrocephalus dapat menyebabkan sindrom pretektal
Pada kasus yg berat, bdidapatkan kedua mata esotropik dan deviasi mengarah ke
hidung
 Tumor talamus

18
Pada pasien ini terdapat perdarahan yang menyebar hingga ke lateral dan medial, karena
luasnya perdarahan terdapat efek penekanan ke arah tegtum dan tegmentum dari
midbrain (quadrigeminal plate) dimana terdapat riMLF dan iNC yang merupakan pusat
dari gerakan vertical mata.

3. Bagaimana penatalaksanaan seharusnya pada pasien ini ?


Penatalaksanaan pada stroke perdarahaan terdiri dari 2 bagian :9,10,11,12,13
I. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan umum stroke di UGD meliputi
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
- Perbaiki jalan napas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar .
- Pada pasien hipoksia diberikan suplai oksigen. Intubasi endotracheal tube (ETT)
atau laryngeal mask airway (LMA) diperlukan pada pasien hipoksia atau syok
atau beresiko untuk terjadinya aspirasi.

Pada pasien ini, kesadarannya somnolen namun pernapasan masih normal dengan
frekuensi 20x/menit, sehingga tidak perlu tindakan pemasangan pipa orofaring, intubasi
dan suplemen oksigen.

b. Stabilisasi Hemodinamik (sirkulasi)


- Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena, hindari cairan hipotonik seperti
glukosa
- Optimalisasi tekanan darah dilakukan
- Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan
serangan.

Pada pasien ini, diberikan cairan kristaloid 2A. EKG menunjukan adanya suatu LVH

c. Pengelolaan kesimbangan cairan dan elektrolit


- Berikan cairan isotonis seperti NaCl 0,9% dengan tujuan menjaga euvolemia
- Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari. Balans cairan diperhitungkan setiap hari (
produksi urine + insensible water loss 500 ml + 300 ml jika demam)
- Elektrolit harus selalu diperiksa dan dikoreksi jika terdapat kekurangan.
- Bila natrium dibwah 120 mEq/L, berikan NaCl 0,9% 2-3 l/hari. Berikan NaCl
hipertonik 3% bila perlu. Pemberian terapi natrium sebaiknya tidak melebihi 10

19
mmol dalam 24 jam dan tidak melebihi 18 mmol dalam 18 jam. Akibat dari
kenaikan narium dalam darah terlalu cepat dapat menyebabkan terjadinya
central pontine myelinolysis.
- Pada keadaan tertentu, restriksi cairan dapat dilakukan untuk
mempertahannkan euvolemik
- Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan AGD
- Cairan hipertonik atau mengandung glukosa hendaknya dihindari.

Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda dehidrasi, kadar Natrium dan Kalium
darah dalam batas normal.

d. Pengelolaan nutrisi
- Nutrisi enteral sudah harus diberikan dalam 48 jam, dilakukan jika fungsi
menelan baik. Jika terdapat gangguan menelan, sebaiknya dipasang NGT.
- Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kgBB/hari dengan komposisi
karbohidrat 30-40%, lemak 20-35%, protein 20-30%

Pada pasien ini berat badannya 50 kg diberikan kalori sebanya 1500 kkal peroral.
Karena terapat darh tinggi, maka diet menjadi rendah garam. Akan tetapi
sebaiknya kita konsulkan ke ahli gizi untuk menilai kebutuhan nutrisi pada pasien
ini agar lebih sesuai.

II. Penatalaksanaan khusus4,10


1. Pengendalian tekanan tinggi intrakranial (TTIK)
a. Pemantauan ketat pada pasien dengan resiko edema serebri, harus dilakukan
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis.
b. Pemasangan monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan GCS , 9 dan
pasien yang mengalami penurunan kesadaran karena peningkatan tekanan
intrakranial.
c. Penatalaksanaan pasien dengan peningkatan intrakranial :
- Posisi tirah baring semifowler 30o
- Posisi pasien hendaknya menghindari penekanan vena jugularis
- Hindari pemberian cairan glukosa atau hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia

20
- Osmoterapi atas indikasi : manitol 0,25 – 0,50 gr/KgBB selama 20 menit,
diulang tiap 4-6 jam
- Jika perlu diberikan terapi furosemide 1 mg/kgBB iv
- Intubasi untuk menjaga normoventilasi. Hiperventilasi mungkin diperlukan
bila akan dilakukan tindakan operatif
-

Pada pasien ini didapatkan kesadaran somnolen, ada nyeri kepala, ada muntah 1x
menyemprot. Maka penanganan tekanan tinggi intrakranial pun dilakukan.

2. Pengendalian Tekanan Darah


a. Pada pasien dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg
disertai dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu.
b. Jika tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa gejala
tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati menggunakan antihipertensi intravena kontinu atau intermitteb dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan tekanan
darah hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
c. Pada PIS akut dalam 6 jam onset, penurunan tekanan darah intensif (TDS < 140
mmHG dalam < 1 jam) aman dan dapat lebih baik daripada target TDS < 180
mmHg.
d. Batas penurunan tekanan darah tidak melebihi 20-25 % dari MABP

Pada pasien ini didapatkan tekanan darahnya 180/100 dengan MAP 126. Pasien
diturukan tekanan darahnya hingga mencapai MAP 110

3. Mengatasi Nyeri
Berdasarkan skala nyeri dengan Visual Analog Score, nyeri dibagi menjadi 3
a. Nyeri Ringan ( VAS 1-3) : Penanganan dengan analgetik Non Opioid
b. Nyeri Sedang ( VAS 4-6) : Penanganan dengan analgetik opiod lemah
c. Nyeri Berat (VAS 7-10) : Penanganan dengan analgetik Opiodi Kuat

Pada pasien ini terdapat nyeri kepala yang berkurang dengan pemberian
paracetamol.

21
4. Mencegah dan penanganan komplikasi
- Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
- Pencegahan ulkus dekubitus dengan mobilisasi terbats atau memakai kasur anti
dekubitus
- Pencegahan trombosis vena dan emboli paru

Pada pasien ini di dapatkan kesadarannya somnolen dengan hemiplegi sebelah


kanan. Mobilisasi diperlukan pada pasien ini, menggerakkan secara pasif anggota
gerak kanan, miring kanan-kiri/2 jam dapat mencegah dan mengangani
komplikasi lebih lanjut.

5. Penatalaksanaan medis lain


- Pemantauan kadar glukosa
- Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi
- Berikan H2 antagonis/PPI bila ada indikasi (perdarahan lambung)
- Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil

Pada pasien ini di lakukan pemeriksaan GDS dan GD2PP didapatkan hasil normal.
Bila didapatkan meningkat sebaiknya diperiksakan HbA1c karena dapat menilai
kadar gula dalam 3 bulan terakhir. Didapatkan stress ulcer pada pasien ini, maka
diberikan golongan PPI.

6. Terapi Operatif
Indikasi operatif pada pasien stroke PIS:
- Pasien penurunan kesadaran denga GCS antara 9-12
- Usia < 60 th
- Perdarahan Lobar > 30 cc dan < 60 cc
- Perdarahan celleberal dengan diameter > 3 cm atau <3 cm disertai hidrosefalus
- Lokasi perdarahan superficial < 1 cm dari permukaan otak
- Hematom menyebabkan midline shift

22
Pada pasien ini :

- Kesadaran Somnolen  √
- Usia 80 tahun  X
- Perdarahan 15 cc  X
- Lokasi perdarahan 1 cc dari permukaan otak  X
- Ada Midline Shift  X

Pada pasien hanya memenuhi kesadarannya saja, sedangkan kriteria lain


tidak terpenuhi.

Maka tidak dilakukan tindakan operasi pada pasien ini.

7. Rehabilitasi
Peran rehabilitasi tidak kalah penting karena dapat meningkatkan outcome maupun
mencegah komplikasi. Rehabilitasi yang diberikan dapat berupa rehabilitasi
fungsional (fisioterapi, terapi wicara) maupun psikososial (sosial support). Fisioterapi
dilakukan dengan melatih otot-otot anggota gerak yang mengalami kelumpuhan. Hal
ini dapat dilakukan sejak dini untuk membantu pemulihan dan menghindari
komplikasi. Intervensi rehabilitasi yang lebih aktif setelah hari ke 5-6 awitan stroke
perdarahan. Pada umumnya intervensi dapat dimulai apabila defisit neurologi tidak
bertambah dalam 48 jam awitan stroke dan pasien secara medik dinyatakan stabil.
Untuk mobilisai duduk, tidak ada literatur yang menjelaskan kapan sebaiknya
mobilisasi duduk dilakukan. Hanya dikatakan bahwa rehabilitasi harus dilakukakn
secepat mungkin dan bertahap tergantung dari klinis pasien untuk mengurangi
morbiditas.

Pada pasien ini di lakukan latihan rentang gerak ke-4 ekstremitas secara aktif dan
pasif dari awal perawatan.

III. KESIMPULAN
Telah dibahas kasus tentang seorang laki-laki 80 tahun, dirawat diruang kemuning mulai
tanggal 19 Desember 2014 sampai dengan 31 Desember 2014. Dari Anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan tanda dan gejala klinis yang mendukung diagnosis.
Diagnosis ini dibuktikan dengan gambaran CT Scan adanya perdarahan di ganglia basalis
kiri dan thalamus kiri disertai edema perifokal didapatkan pula perdarahan
intraventrikuler lateralis kanan posterior bilateral, ventrikel 3, dan ventrikel 4 dan
adanya infark lama di kapsula eksterna kanan. Pasien pulang paksa, namun kondisinya

23
perbaikan dengan diagnosa akhir Stroke ulang ke2 beda sisi ec PIS sistem karotis kiri FR
Hipertensi+ SAB sekunder +Hipertensi stage II dalam terapi dan stress ulcer perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Neurologi FK UNPAD-RSHS, Altered Consciousness : Basic, diagnostic and


management, Edisi 1, Bandung, 2012
2. Truelsen T, Begg S, Mathers C. The Global Burden of Cerebrovascular Disease. Global
Burden of Disease. 2000
3. Suhana D. Diagnosa Klinis Stroke Dalam : Penatalaksanaan Stroke Mutakhir. Kelompok Studi
Penyakit Pembuluh Otak. PERDOSSI, Bandung, 1999
4. Misbach, Jusuf. Stroke : Aspek Diagnosis, Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke,
PERDOSSI. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. 2011.
5. Caplan LR, Manning WJ. Brain emboism in Caplan’s Stroke : Clinical Approach 4th Edition.
Informa Health Care, New York, 2009
6. Caplan LR, Manning WJ. Intracerebral Hemorrhage in Caplan’s Stroke : A Clinical Approach
4th Edition . Informa Healthcare, New York, 2009
7. Mathias Baehr, M.D. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. Thieme. New York. 2005
8. Grant T. Liu, MD, Nicholas J. Volpe, MD and Steven L. Galetta, MD, Neuro-Ophthalmology
Diagnosis and Management, 2nd Edition , Saunders, UK, 2010
9. Aminoff MJ. Neurology anda General Medicine, 4th Edition. Churchill Livingstone,
Philadelphia, 2008.
10. Guideline Stroke tahun 2011. PERDOSSI, Jakarta, 2011
11. Geyer JD, Gomez CR. Stroke a Practical Approach, Lippincott William and Wilkins.
Philadelphia. 2009
12. Kolegium Neurologi Indonesia. Buku Modul induk Neurovaskular, 2009
13. Spaovski G, Vanholder R, Allolia B et al. Clinical Practice Guideline on Diagnosis and
Treatment of Hyponatremia. European Journal of endocrinology, 2014

24

You might also like