You are on page 1of 28

Nama : Raudatul Aini

NIM :151141034

Kelas : Radiologi A

Semester : 4 (Genap)

Anatomi Radiologi Traktus Digestivus

1. Pengertian Traktus digestivus


Merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya
untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan bantuan enzim dan
zat cair mulai dari mulut sampai anus. Yang terdiri dari :
A. Oris atau Mulut
B. Faring
C. Esofagus
D. Gaster
E. Intestinum : minus dan mayus
F. Rektum
G. Kolon
Organ – organ Pendukung adalah sebagai berikut :
a. Dental
b. Lingua
c. Glandula disekitar mulut
d. Liver
e. Pankreas
f. Gall Bladder
A. ORIS atau MULUT
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari siste pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut terdiri dari gigi dan
lidah.Bagian-bagian yang terdapat dalam mulut:
Contoh pemeriksaan pada gigi adalah Sialography :
Foto panoramic pada sialografi , tampak
deviasi duktus Wharton

B. ESOFAGUS
Merupakan penghubung faring-gaster M. Krikofaringeus-gastroesofageal
junction terdiri dari pars servical, thoracal dan abdominal panjang ± 25 Cm terletak
dibelakang trakea dan didepan vert. Thoracalis Mempunyai 3 indentasi normal :
arkus aorta, bronkus utama kiri dan jantung. Anatomi Esofagus adalah :
Contoh pemeriksaan dalam radiologi adalah Esophagogram sebagai berikut :

C. GASTER ( Lambung )
Terletak pada daerah epigastrik, sebagian disebelah kiri hipokondriak dan
umbilical berbentuk huruf “ J “ atau bulan sabit terdiri atas fundus, korpus dan
pylorus mengandung otot sirkuler, longitudinal dan oblik. Anatomi lambung dan
contoh pemeriksan dalam radiologi adalah sebagai berikut :
D. USUS HALUS (Douodenum)
Merupakan tabung kompleks, berlipat membentang dari pilorus sampai katup
ileosekal.Mengisi bagian tengah & bawah rongga abdomen Tdd : duodenum,
jejunum, ileum.Dinding usus halus tdd 4 lapisan dasar paling luar : serosa dibentuk
oleh peritoneum.Mesenterium , merp lipaan peritoneum yg lebar, seperti kipas
menggantung jejunum & ileum ke dinding posterior.
Bentuk huruf “ C “ atau tapal kuda panjang 12 jari atau ± 25 cm terbagi menjadi
4 : Pars Superior : ± 5 Cm Pilorus  ke atas  ke belakang ( disisi kanan vert L 1
), Pars Descendens : ± 8 CmKe bawah ( didepan hilus ren dx, dikanan vert L 2-3 ),
Pars Inferior : ± 8 Cm Horisontal ke kiri ( bidang subcaostalis ) mengikuti pinggir
bawah caput pancreas, Pars Ascendens : ± 5 Cm Ke atas kiri memutar ke depan (
batas ligamentum Treitz ) Ductus choledochus dan ductus pancreaticus menembus
dinding posteromedial, dan pars descendens duodeni ( papila vateri Dinding terdiri
atas serosa, muskularis, sub mukosa dan mukosa. Anztomi usus halus adalah :

Pemeriksaan radiologi pada esofagus, lambung & duodenum (batas distal :


ligamentum Treitz).
1. Dapat memeriksa fungsi, struktur dan pergerakan organ.
2. Dapat memeriksa lapisan dalam dan luar organ.
3. Menggunakan kontras barium (terbanyak)
4. Curiga perforasi  kontras yang larut dalam air.
5. Pengetahuan teknik & pengenalan gambaran radiologis  dx.
Otot Usus halus Mempunyai 2 lapisan :
1. Lapisan luar : serabut longitudinal yg tipis.
2. Lapisan dalam : serabut sirkular (Membantu peristaltik usus).
Sebelum melakukan pemeriksaan media kontras harus mengetahui
sebagai berikut :
1. Media Kontras
Terbanyak digunakan : barium sulfat (densitas tinggi, viskositas rendah,
partikel kecil, pH ideal 5,3).Kontras ganda  obat penghasil gas.Curiga
perforasi  kontras yang larut dalam air & iodinated.
2. Indikasi
a. Nyeri abdomen atas
b. Disfagia
c. Regurgitasi
d. Muntah darah atau muntah seperti kopi
e. Dispepsia
f. Massa abdomen atas
g. Obstruksi parsial usus
Deteksi : ulkus, tumor, divertikel, GERD, Hernia hiatus, penyakit Crohn,
inflamasi lambung atau usus halus.
3. Kontraindikasi
a. Obstruksi total usus
b. Curiga perforasi
c. Kehamilan.
4. Komplikasi
a. Perlekatan barium dari perforasi yang tak diduga
b. Aspirasi isi lambung karena efek samping Buscopan
c. Konversi obstruksi parsial total karena barium
d. Apendisitis barium
e. Efek samping obat-obatan yang digunakan

Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan komplikasi :


a. Makanan dalam lambung
b. Barium tertinggal dalam kolon
c. Perforasi atau obstruksi usus.
2. Teknik Pemeriksaan dalam Radiologi
1. Persiapan Pasien
a. Puasa min 6 jam sebelum pemeriksaan
b. Tidak merokok
c. Stop konsumsi obat-obatan
d. Obat antispasmodik (fakultatif)
e. Laksatif sehari sebelum pemeriksaan
f. Kristal baking soda
2. Media kontras yang Digunakan adalah :
A. Barium Swallow / Esofagogram
a. Kontras tunggal :
Minum suspensi BaSO4  fluoroskopi sampai esophagogastric junction 
full filling.Saat kontras hampir habis  foto lagi  mukosa.Posisi bagus
RAO
b. Kontras ganda :
Prosedur di atas + gas  ulkus / tumor kecil.
Relief mukosa
c. Pola mukosa, esofagus tidak meregang.
B. Barium Meal
a. Kontras ganda  pola mukosa
b. Kontras tunggal  anak-anak atau dewasa (menunjukkan tumor
intralumen).
Teknik :
a. Injeksi antispasmodic
b. Menelan obat penghasil gas
c. Minum suspensi barium sambil berbaring di sisi kiri ditopang siku
d. Berbaring sedikit oblik kanan  dapat melihat refluks dengan meminta
pasien batuk atau menelan air dalam posisi ini.
e. Berputar 1 kali ke kanan berakhir pada posisi RAO.

Edukasi setelah pemeriksaan :


a. Tinja putih dan sulit dibuang dalam beberapa hari
b. Banyak minum air dan bila perlu laksatif
c. Tidak boleh pulang sebelum efek penglihatan kabur dari Buscopan
hilang.
3. Kelainan-kelainan pada pemeriksaan :
1. Esofagus
a. Akalasia
- Defek reseptor kolinergik pleksus Auerbach
- Relaksasi inkomplit sfingter bawah esophagus
- Kegagalan peristaltik otot polos ⅔ bawah esophagus
- Obstruksi distal esofagus + dilatasi proksimalnya
- Foto polos : Stasis makanan & cairan esofagus melebar & berkelok-
kelok, air fluid level (+) udara fundus lambung sangat sedikit atau (-
) diameter esofagus > 10 cm (Rö:kontur ganda jantung).
- Kontras : peristaltik disritmik dan lemah dilatasi
esofaguspengosongan barium terlambat rat tail / bird’s beak
appearance lanjutdistensi,elongasi esofagus & berkelok-kelok.
Erek : semburan kecil barium ke lambung melalui segmen distal
yang menyempit.

2. Gaster
Rö : penebalan lipatan t.u fundus dan korpus, dapat juga berupa ulserasi
difus, dilatasi pilorus dan striktur fibrotik yang berat dan alkohol berlebihan
GASTRITIS EROSIF GASTRITIS KOROSIF
a. Ulkus Gaster Jinak
1. En profile : penetrasi (di depan lumen gaster yang terisi
barium
2. Hampton line
3. Ulcer collar
4. Ulcer mound
5. Lipatan menebal halus radier meluas langsung ke tepi
ulkus
6. En face : Bayangan cincin ulkus

b. Ganas
1. Carman’s meniscus sign (ulkus meniskoid atau
semisirkuler dengan bagian konveks dalamnya masuk ke
lumen / en profile)
2. Kirklin complex (kombinasi ulkus terisi barium dan
bayangan lusen pada tepi yang terangkat )
3. Tampak transisi yang kasar antara mukosa normal dan
jaringan abnormal sekeliling ulkus.
4. Ulkus tidak menembus lumen tetapi menetap di
dalamnya.
3. Duodenum
Rö : erosi dan lipatan mukosa kasar. Erosi (en face) : partikel kecil
barium, sering tanpa halo lusen Lipatan mukosa kasar pada duodenal cap  2
bentuk :- defek pengisian bentuk pita bergelombang ringan
- defek translusen oval / bulat multipel (cobble stone cap). Dapat
menghilang bila distensi >> atau kompresi. DD : Penyakit Crohn.

Lipatan Peritoneum dan Lapisan Submukosa adalah sebagai berikut :


a. Mesenterium
Lipatan peritoneum lebar seperti kipas Menggantung jejunum &
ileum dari dinding post abdomen. Menyokong pbl darah & limfe
yang mensuplai usus.
b. Lapisan Submukosa
Terdiri dari : jaringan penyambung, bagian dalam terdiri dari :
Lapisan mukosa yang tebal yang mengandung Pembuluh darah &
kelenjar.3 struktur yg menambah luas permukaan & membantu fs
absorbs lapisan Mukosa & submukosa membentuk lipatan sirkular
(Valvula Koniventes/ lipatan Kerckringi ) yn menonjol ke lumen
sekitar 3-10 mm.
VILI
- Tonjolan spt jari dari mukosa yg jumlahnya 4-5 juta.
- Panjang : 0.5-1.5 mm.
- Gambaran mukosa seperti beludru.
MIKROVILI
- Tonjolan menyerupai jari dengan panjang sekitar 1 mikro.
- Terlihat dengan Mikroskop elektron ( “ Brush Border”).
E. OMENTUM
Omentum di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Mayus
Lapisan ganda peritoneum menggantung kurvatura mayor lambung,
kemudian berjln turun didepan viscera abdome ( “celemek” ) mengandung
lemak dan kelenjar limfe ( protek terhada infeksi )
2. Minus
Lipatan peritoneun terbentang dari kurvatura minor & bagian atas
duodenum. Menuju hati, bentuk Ligamen Hepatogastrikum &
hepatoduodenale.
F. USUS BESAR
Merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki dari
sekum sampai kanalis ani. Terdiri dari sekum,kolon dan rectum :
1. Sekum terdapat katup ileosekal & appendiks, hanya 2-3 inchi pertama usus
besar, dan kontrol aliran kimus dari ileum ke sekum.
2. Kolon terdiri dari atas ascendens.gmoisetransversum,descendens, sigmoid.
Terdapat belokan tajam yaitu : fleksura hepatika & lienalis.Sigmoid.
setinggi krista iliaka, berbentuk “s”.
3. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci
terakhir dari rektum dinamakan : kanalis ani & dilindungi Sf.ani eksternus
& internus panjang : 15 cm.
Tanda khas Usus Besar yaitu :
1. Taenia koli :
Pita tempat berkumpulnya lapisan otot longitudinal ang tak sempurna.
Bersatu pada sigmoid distal.Taenia lebih pendek dari usus, sehingga
menyebabkan usus tertarik dan berkerut.
2. Haustra :
Kantong-kantong kecil yang terbentuk akibat usus yang tertarik &
berkerut.
3. Appendises Epiploika:
Kantong kecil peritoneum berisi lemak melekat di sepanjang taenia.
Bentuk yang dibatasi oleh gambaran
udara / gas yaitu :
Sketsa gas yang mengisi Usus pada
lokasi berbeda.

Fungsi Usus Besar adalah sebagai berikut :


1. Mengabsorbsi air & elektrolit
2. Absorbsi 600 cc air/day kapasitas absorbsi 2000 cc/day
3. Kapasitas : diare
4. Bakteri mensitesis Vit K & B
5. Pembusukan sisa protein menjadi asam amino & zat sederhana dan
pembentukan gas ( jg dari fermentasi bakteri pada sisa KH ).
Peristaltik Usus Besar ada 2 adalah :
1. Kontraksi lamban, tidak teratur,segmen proksimal, bergerak ke
depan, sumbat beberapa haustra.(PROPULSIF).
2. Kontraksi yang libatkan segmen kolon( MASSA ).
Feses terdorong ke depan, Merangsang defekasi, dan Propulsi
feses ke rektum :distensi dengan rectum.
3. Pemeriksaan Colon In Loop
1. Media Kontras
Dosis untuk kolon > 2 L (20%-130%) sebagai enema. Ukuran larutan barium
sebagai media kontras di ukur dengan kadar % berat dalam volume ( w/v) ▬►x
gram barium sulfat dalam 100 cc air Single Contrast ▬► barium lebih encer (thin
barium) Double Contrast ▬► barium pekat (thick barium).
Sebagai contoh untuk berbagai media kontras :
a. SCBE saluran cerna atas : 40-60% w/v
b. DCBE saluran cerna atas : 250% w/v
c. SCBE saluran cerna bawah : 15-25 % w/v
d. DCBE saluran cerna bawah : 100 % w/v
Barium Sulfat sangat toksik dan iritasi bila terkena peritoneum ▬► peritonitis
(pada kasus perforasi atau ekstravasasi). Pada Kolon terjadi resorbsi air/ cairan
▬► barium menggumpal & resiko sumbatan. Produk Kontras Barium Sulfat
antara lain : Flo Coat, Bariloid, Barotras, Baridol, Stabarium, Polibar Plus (100%
w
/v), E-Z-Em. Barium sulfat yang dipakai sebagai media kontras enema harus
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Cukup rendah kekentalannya dan bisa menyapu lapisan permukaan mukosa
kolon, residu mukus dan feces.
2. Harus mampu mengaborbsi residu cairan dalam usus atau permukan mukosa.
3. Mampu menempel cukup lama pada permukaan mukosa usus untuk expose
radiografi.
4. Larutan barium harus cukup radio opak, sehingga lapisan tipis barium sudah
terlihat, dan tidak terlalu opak yang bisa membuat kabur lesi besar didalam
bagian barium terkumpul.Sekarang yang banyak dipakai misalnya Polibar Plus,
E-Z-Em.
2. Indikasi Pemeriksaan DCBD
1. Metode skreening → Deteksi dini keganasan kolorektal (berkala dengan px.
kolonoskopi)
2. Tahapan skreening (lanjutan) → hasil skreening test darah samar positif.
3. Skreening lanjutan →pasca tindakan biopsi/ pengangkatan polip kolon.
4. Skreening → suspek multiple polyposis.
5. Px → pada perdarahan peranum (sumber/ asal perdarahan tak jelas)
6. Kasus dengan idiophatic inflamatory bowel disease (Crohn, Colitis Ulceratif,
Ischemic Colitis).
7. Deteksi tumor - tumor kecil yang sulit/ ragu dengan cara SCBE.
8. Deteksi neoplasma kolorektal, divertikel, divertikulosis.
3. Kontra Indikasi Pemeriksaan DCBD
1. Curiga perforasi kolon → Perforasi akibat tekanan barium, insuflasi udara/ gas
lainnya :
- NEC (Necrotizing Entero Colitis)
- Iskemic Bowel Disease
- Toksik Megakolon
- Suspek fistel kolon
- Radang berat pada kolon
- MH → enterocolitis
- Post biopsi kolon → waktu dekat.
- Pneumoperitoneum (ec. tak jelas)
- Tanda Obstr. Kolon (ec. tak jelas)
- Post-Op anastomosis kolon (waktu dekat)
2. Ada tanda - tanda peritonitis.
3. Allergi terhadp Barium
4. Allergi terhadap karet/ lateks tube.
5. Kehamilan.
6. PJB
7. Perdarahan masif (saluran cerna)
8. Penyakit kulit berat disekitar anus.
4. Pemeriksaan DCBE
PERHATIAN :
a. Adanya riwayat alergi, asthma Bronkhialis, eksema kulit
b. Adanya penyakit jantung ringan – sedang, hipertensi.
c. Pasien – pasien pediatri.
d. Pasien dengan tekanan intra kranial meninggi.
e. Pasien dengan partial obstruksi
f. Pasien tak kooperatif.
g. Riwayat alergi terhadap zat untuk persiapan DCBE, misalnya glucagon.
5. Komplikasi
1. Dehidrasi → pencahar dan pasien puasa.
2. Alergi lateks/ karet tube balon kateter → dermatitis ringan s/ berat.
3. Alergi barium → urtikaria skin rash, serangan asthma, rhinitis alergi (Shaffer
dkk 1988).
4. Alergi obat (misal : glukagon, antikolinergik)
5. Barium → perubahan irama jantung (disritmia) & EKG selama px. (dilaporkan
oleh Seeman 2001).
6. Barium → venous intravasasi. (Aracher, Freeman 1981) → kasus DIC
(Reynolds 1900)
7. Setelah px. DCBE (pasien 70 tahun) → Proktitis 2 minggu & late komplikasi
→ stenosis lumen & kekakuan rektosigmoid.
8. Biopsi → adanya endapan barium pada dinding kolon (Lazarovitch dkk 1980).
9. Dilaporkan → angio edema dinding usus (Shaffer 1988)
10. Perforasi → px. barium enema (dg perforasi kolon), juga pada tek. Barium/
udara ↑ → pada dinding kolon yang tak sehat, prosedur yang salah (Yamamra
dkk 1985).
11. Perforasi sigmoid (Sweetman 2001).
12. Obstipasi, obstruksi → impaksi lart. barium.
13. Appendicitis akut + perforasi → sisa barium yang mengumpal & menyumbat
→ fecolith (Sisley, Wagner 1982).
14. Emboli paru → intravasasi barium.
15. Pada hewan → barium → dapat bersifat karsinogenik → bronchogenik
karsinoma & tumor intra pleura.
16. Overload cairan pada anak + MH (px. barium enema) → akibat reabsorbsi
cairan berlebihan dalam kolon.
6. Persiapan Pemeriksaan
1. Mental
2. Informed Consent
3. Diit rendah < 2 hari + obat pencahar (ps. Hipomotilitas kolon).
4. Diit rendah 1-3 hari + cairan (pertahanan cairan usus, berbentuk semifluid) +
obat (merangsang peristaltik kolon).
5. Minum banyak, cairan yang jernih (> 2 L) → cegah dehidrasi.
6. Pencucian/ lavage kolon.
7. Diit rendah 24 jam, magnesium citrat, bisacodyl tablet dan bisacodyl supositoria
8. Hindari → Cairan yang berlebih (> 4 L), guna lavage kolon isotonik (misal
dengan PEG -3350) dan cairan elektrolit per oral → akan banyak cairan
tertinggal dalam kolon sehingga mengganggu pelapisan mukosa.
9. Riwayat ▬► penyakit, penbedahan saluran cerna, alergi obat, dan obat yang
dikonsumsi sampai saat ini, riwayat px. endoskopi sebelumnya, biopsi,
pengangkatan polip kolon.
10. Aman nya : interval 1 minggu → barium enema (pencegahan perforasi kolon).
11. Persiapan alat floroskopi.
12. Lakukan px. RT → menilai adanya hemorrhoid, massa tumor, serta kualitas
spincter ani.
13. Sarung tangan dari karet/ lateks → alergi. Sedia gel pelumas dan gel anestesi
lokal. Bisa dipakai Follye kateter balon.
14. Zat untuk hipotonik kolon → Glukagon (do : 1 mgr IV perlahan selama 1
menit). Reaksinya 1-10 menit.
15. Injeksi IV glukagon → mengurangi rasa tidak enak selama px. BE (KI pada
pasien dengan insulinoma → hipoglikemi, akibat terlepasnya insulin, juga pada
pasien phaeochromocytoma → tensi ↑.
16. Persiapan barium kontras.
4. Teknik Pemeriksaan FPA
Instilasi barium → rektum (tengkurap), kantong barium → 1-1,5m diatas meja
px. → barium turun sesuai gravitasi. Posisi suspek kelainan pada daerah depan rektum/
rektosigmoid junction :
1. Posisi awal miring
2. Pipa barium dibuka bertahap → agar rektum tak terisi/ terdistensi mendadak (dapat
terjadi refleks defekasi).
3. Posisi di ubah – ubah → aliran barium lancar ke dalam kolon.
4. Posisi LAO → sigmoid proksimal, kolon descendens & fleksura lienalis.
5. Posisi trendelenburg (minimal) → fleksura lienalis
6. Bila barium sudah masuk apeks fleksura lienalis ▬► posisi telungkup → kolon
transversum bagian tengah.
7. Nilai kontur kolon (filling defek dalam timbunan barium) ▬► Spot Foto
8. Pertengahan kolon transversum → kantong barium direndahkan ke lantai (perlahan)
→ rektum terdrainage (gravitasi).
9. Tujuan : Pengosongan ampula rekti → jika udara diinsflasikan, tak terbentuk
gelembung udara dalam barium.
10. Sinar X arah horizontal
11. Foto abdomen supine, pasien telentang,sinar tegak lurus/vertical
12. Foto abdomen tegak, pasien berdiri, sinar horizontal.
13. Foto Abdomen supine, sinar horizontal
14. Hasil foto posisi seperti ini kontras foto akan berkurang, energy sinar diperlukan
lebih besar
15. Foto lateral decubitus, sinar horizontal.
16. Kwalitas film lebih optimal, energy sinar bisa dikurangi
Mengapa Perlu 2 Proyeksi Foto Abdomen :
1. Supine → Informasi Terbaik pada posisi ini, bagian anteroposterior dimensi
abdomen merupakan paling minimum → Foton sinar X harus menembus/
melewati jaringan lebih kecil untuk sampai ke film → energi lebih kecil.Makin
tinggi energi foton yang dipakai, kontras film makin kurang)
2. Tegak → ada / tidaknya “fluids level” film sinar horizontal sinar X, arahnya
tangensial terhadap gas/ cairan didepannya.
5. Kualitas Film
1. Variabel yang mempengaruhi :
a. Gas berlebihan dalam usus / Cairan dalam rongga abdomen → me ↓ kondisi
foto.
b. Bentuk & Ukuran besar pasien → harus dapat menghilangkan jaringan
lunak organ & gambaran strip lemak dinding abdomen.
c. Foto harus meliputi seluruh perut dari simfisis pubis sampai diafragma & ke
2 sisi dinding lateral abdomen (diafragma → dengan foto thoraks).
Asil gambaran yaitu :
1. Tampak timbunan barium → gbr. polip di
fleksura lienalis kabur.Spot foto posisi right
post oblique → tampak fleksura lienalis
dengan timbunan barium → gbr. detail muk
osa bagian bawah fleksura lienalis kabur.
Kontur lumen → tampak sebagai garis putih
(panah hitam) atau sebagai tepi berlanjut
collum barium (panah putih).
2. Spot foto → posisi tegak right post oblique
→ tampak gambaran polip 7 mm (seperti
pegangan tutup panci). Gambaran tepi polip
→ barium yang terperangkap antara basis
polip dengan mukosa dis ekitarnya (panah
solid), sedangkan puncak polip (panah
lusen) menekuk kebawah sesuai sumbu
panjang kolon.
3. Tampak permukaan mukosa. Spot foto kolon
sigmoid → 1.9 cm polipoid adenokarsinoma.
Massa tampak sebagai bercak barium dengan
batas hemisferik (panah solid). Dikelilingi
nodul nodul tumor kecil radiolusen dilapisi
barium (panah lusen). Mukosa nomal tak jelas nampak, berwarna abu
– abu
4. Gbr. polip dalam kumpulan barium. Spot
foto → posisi left lateral menunjukkan
gambaran rektum pada awal pemeriksan.
Pada akhir/ ujung barium → gambaran 7
mm lobulated radiolusen filling defek
(panah). Ujung pipa enema mengaburkan
bagian distal rektum.
5. Spot foto posisi right lateral → rektum
setelah pipa enema dicabut, polip tid ak
digambarkan dengan jelas. Distal rektum
tidak dikaburkan oleh ujung pipa enema.
Polip tersebut ternyata sebuah tubuler
adenoma.
6. Spot foto pasien dengan posisi hampir
tegak, menunjukkan bagian tengah kolon
transversum. Lipatan antar haustra tampak
lurus (panah). Sakus haustra tampak
distensi, tapi tidak over distensi atau datar.
7. Menunjukkan regio kolon sigmoid.
Spot foto rektum dengan posisi left lateral
oblique menunjukkan gambaran goresan
lobulated barium (panah) yang memotong
gambaran permukaan yang halus.
8. Foto overhead dari pelvis dengan tube sudut
300 kaudal dan pasien posisi telungkup
menunjukkan gambaran batas tepi yang
berbentuk melingkar (panah) dari ulkus
yang panjang, seperti plaque.Gambaran ini
disebut : Carman Meniscus Sign yang
merupakan gambaran suatu
adenokarsinoma pada rektosigmoid
junction.
9. Kegunaan manipulasi dengan kompresi untuk
menunjukkan overlapping loop.Spot foto de ngan
posisi telungkup menunjukkan overlapping loop
kolon sigmoid.
10. Spot foto posisi telungkup dengan manipulasi
kompresi balon ditekankan pada dindingdepan
abdomen. Menunjukkan gambaran pemisahan
dari dua dari 3 loop kolon sigmoid.
11. Posisi telungkup vs telentang untuk melihat
kolon sigmoid dan rektum. Spot foto setelah pipa
enema dicabut dan pasien posisi telentang.
Distal rektum terlihat dengan kontras udara.
Bagian pailng kaudal (panah) sigmoid terisi
barium.
12. Spot foto pasien posisi telungkup, radiograf mencetak posisi yang sama
seperti gambar 8a untuk menujukkan perbedaan langsung.
13. Barium pada distal rektum s ekarang
mengaburkan detail mukosa. Bagian loop paling
kaudal (panah) kolon sigmoid telihat dengan
kontras udara.
14. Spot foto kolon sigmoid dengan pasien posisi
left posterior oblique.dan perubahan posisi
right posterior oblique (gambar 9b). Segment
yang sama dari sigmoid ditunjukkan dengan
tanda panah sam a. Perubahan posisi merubah
letak kumpulan barium dan menunjukkan
gambaran segmen berbeda
15. Spot foto fleksura lienalis dengan pasien posisi
tegak right posterior oblique. Divertikula terisi
barium (panah pendek) dan dilapisi barium
(panah panjang). Spot foto dari fleksura
lienalis dengan pasien posisi horisontal right
posterior oblique. Kontur bagian bawah berb
entuk sakulus.
Ulkus mukosa tampak sebagai ulkus dangkal terisi barium dkelilingi
bayangan radiolusen (panah). Satu minggu sebelum pemeriksaan ini
pasien megalami perdarahan akut perektal selama penerbangan dengan
pesawat.Hasil pemeriksaan endoskopi ditemukan iskemik kolon.
16. Spot foto dari fleksura hepatika didapat
dengan pasien posisi tegak left lateral oblique.
Payudara kanan dinaikkan posisinya keluar
dari lapangan radiasi. Cross-table lateral
overhead foto, did apat dengan pasien posisi
left side down decubitus.
17. Cross-table lateral overhead foto, dengan
posisi right side down decubitus. Cross-table
lateal overhead dari rektum, dengan posisi
telungkup.

6. Kelainan Yang Didapat Pada Foto Abdomen


1. Opasitas
2. Gambaran Lusen
3. Perubahan – Perubahan :
a. Batasan Organ (bisa hilang/ Tak ada)
b. Ukuran (↑ atau ↓)
c. Bentuk
d. Posisi terhadap Organ sekitarnya
Yang Membuat Perubahan Nyata adalah :
1. Pada Opasitas, mungkin :
a. Jaringan Lunak Organ
b. Lesi Kalsifikasi
c. Corpus alienum
d. Tulang yang sklerotik
2. Kalsifikasi pankreas
3. Appendicolith dalam abses appendik
4. Abnormal Lusen
a. Tersering → bayangan udara di luar usus
b. Normal → hanya didalam usus (semua gbran udara diluar usus,
patologis atau iatrogenis proses → bisa merupakan udara bebas dalam
rongga peritoneal/ intra peritoneal → pasca operasi, didalam saluran
biliar, jaringan retroperitoneal, rongga abses atau dalam dinding
viscus).
c. Gambaran udara bebas intraperitoneal yang masif. Menyebabkan
kontras bertambah.
d. Dengan batas luar dinding usus, dan mengurangnya kontras dinding
dalam karena berisi udara normal.
5. Jumlah Gas
a. Normal → cukup dapat menggambarkan/ identifikasi organ pada FPA
dari bentuk, posisi & batasan linier gas dalam rugae mukos, gambaran
segmentasi karen haustra.
b. Tidak ada gas, misal : persiapan IVU
c. Pe ↓ an jumlah udara dalam usus jarang, misal pada obstruksi letak
tinggi/ letak rendah → usus terisi cairan
d. Gbran udara sedikit & tersebar, misal : kasus iskemi mesenterium.
6. Distribusi Gas
a. Obstruksi Usus → Peristaltik usus tetap mendorong ke distal ke arah
obstruksinya, → usus di distal obstruksi akan kosong dari gambaran
udara, usus di proksimal obstruksi akan tampak udara berlebih.
b. Bila udara mengisi usus, tentukan :Jejunum, ileum atau kolon.
c. Gambaran udara berlebihan dalam lambung. kasus akut dilatasi
lambung, dan udara banyak.
d. Gas pada usus halus yang distensi, pasien dengan obstruksi ileum
karena hernia inguinalis dilatasi kolon yang berat dan khas delatasi usus
halus, kolon transversum bisa terlihat.
e. Delatasi single loop usus.
7. Air fluid level ≈ Normal → beberapa saat setelah minum, dapat > 2. Panjang
total tidak > 5 cm.
8. Faktor-faktor pada usus normal tidak ada air fluid level :
a. Jumlah gas dalam usus halus kadang sedikit, transit cepat melalui usus
halus.Isi usus yang kental cair → peristaltik, mendorong isi usus ke
distal, Udara/ gas dipecah sebagai emulsi dalm isi usus.
9. Bila ada gangguan dari ke 3 mekanisme diatas, maka gambaran air fluid level
akan tampak.
10. Air fluid level akan tampak bila :
a. Sumbatan mekanis dari usus dan gas tak dapat mengalir kekolon.
b. Bila usus gagal untuk bergerak peristaltik mendorong gas akibat suatu
paralitik ileus.
c. Bila pasien mengalami gasteroenteritis berat dimana peristaltik
meningkat dan waktu transit yang sangat cepat dari lambung kekolon,
(ini disebabkan karena mengurangnya kekentalan isi usus halus yang
tidak memngkinkan terjadinya emulsi udara yang terdispersi menetap
dalam isi usus).
11. Air fluid level bukan tanda yang khas untuk suatu obstruksi.
12. Pada obstruksi yang berkepanjangan → usus lama-lama akan penuh terisi
cairan usus & relatif udara/ gas didalamnya ↓ → hasil plain foto: sedikit airfluid
level (curiga stadium awal dari obstruksi).
13. Fenomena → ↑ nya isi cairan usus pada keadaan obstruksi (airfluid level ↓ dan
kecil-kecil yang terjebak diantara plika usus → 1 garis).
14. Akibat tegangan permukaan → permukaan bawah berbentuk bulat.
Khas : gbr. an “ string of bed sign “ / “the widow’s necklace“ / “necklace of
death“, usus menjadi berisi cairan dan menjadi tanda akhir suatu obstruksi →
prognosis buruk.
15. Fluids Level
a. Gambar multiple air fluid level, posisi tegak, sinar horizontal
b. Gambar air fluid level, posisi lateral decubitus, sinar horizontal
c. Air fluid level pada pasien ileus paralitik
7. Perubahan dari Batas-batas Normal
1. Suatu struktur akan dapat divisualisasikan dengan gambaran radiologi apabila sinar
X dapat membedakan dengan jelas suatu organ dengan jaringan sekitarnya. Suatu
jaringan berbasis air hanya dapat terlihat batasnya jika di kontraskan dengan
jaringan lemak sekitarnya ( misal ginjal dikotraskan dengan lemak perinefrik ).
Atau dengan gas disekitar struktur organ , atau dengan lumen dari organ berongga
didekatnya.
2. Jika jaringan lemak mengalami peradangan atau terinfltrasi oleh darah, maka
kandungan air didalamnya akan bertambah, ini akan mmpengaruhi hasil gambaran
sinar X yang mepuyai karakteristik absorbsi air. Akibatnya sifatnya sebagai patokan
batas dengan organ didekatnya menjadi hilang. Sayang nya kesalahan tehnik juga
bisa menghilangkan gambaran batas tersebut dan hilangnya batas tersebut hanya
bermakna apabila sifatnya unilateral. Misalnya hilangnya batas tepi.Psoas atau
hilangnya batasan bentuk ginjal.
8. Bagaimana Memeriksa Hasil Abdomen
1. Mulai dari rektum dan ikuti arah gambaran gas keatas saluran cerna sampai ke
lambung.
Pikirkan :
a. Gambaran lusen abnomal (gas diluar lumen usus)
b. Jumlah gas ( banyak, sedikit )
c. Distribusi gas dalam usus.
d. Bentuknya (airfluid level, gambaran mukosa)
e. Posisi dari usus (pergeseran/ perubahan letak).
2. Identifikasi limpa, ginjal kiri, ginjal kanan dan hati.
1. Pole bawah limpa → terindentifikasi. Tak normal bila jauh dibawah costa 12.
Pembesaran limpa → bayangan massa jaringan lunak / karena pergeseran
bayangan gas dari fleksura lienalis/ renalis dan kolon desendens.
2. Supine → hilus renalis, letaknya: setinggi bidang transpilorik (L1/L2).
a. Ginjal normal :
- Panjang : 3 dan 4 vetebra
- Pole atas ginjal setinggi T11/T12 dan pole bawah L3/L4
- Kiri ~ 1 atau 2 cm > ↑ dari kanan.
- Opasitas pada pole atas ginjal → Curiga suatu kalsifkasi kelenjar adrenal.
- Bila tampak bayangan jaringan lunak atau karena pergeserangambaran gas
disekitarnya → Curiga suatu massa ginjal yang sangat besar .
b. Hepar normal :
- Tepi bawah hati terlihat.
- Batas costa tidak bisa terlihat jelas (kecuali :usia tua) dan biasanya sesuai
dengan 1-1,5 corpus vertebra dibawah dan paralel dengan kosta 12.
3. Periksa Opasitas Abnormal
Anatomi organ, nilai :
1. Hubungan dengan tulang belakang.
2. Setiap organ termasuk pankreas, arteri renalis, aorta, kelenjar
adrenal,ginjal, batu ureter, batu buli buli, kalsifikasi prostat dan batu
kandung empedu.
3. Yang lainnya lebih bervariasi misalnya appendicolith, benda asing, kista
dermoid dari ovarium, kalsifikasi abses lama.
4. Masa jaringan lunak → area dengan densitas ↑, tepi yang jelas, adanya
massa → terjadinya pendesakan dan perubahan letak loop gas dalam usus.
5. Cairan bebas ditemukan dalam rongga abdomen, → kontras antar jaringan
yang berdekatan ↓.
6. Cairan cenderung menyebar masuk diantara jaringa interstisial → kaburnya
bayangan batas yang jelas suatu organ → “ground glass“
4. Periksa Sekitar Batas Organ
Periksa adanya gambaran udara dibawah ligamentm inguinale.( dari
SIAS ke uberklum pubikum ) Normal tak ada gambaran gas disini. Bila tampak
loop udara berarti tejadi hernia. Periksa adanya flank stripe./ preperitoneal fat
serta jaraknya dengan garis dengan udara diusus.
9. Organ-organ Lain pada Pencernaan
a. Hepar (Hati)
Merupakan kelenjar yg terbesar dalam tubuh Berat : + 1,5 kg Letak : dlm rongga
perut, kanan atas, dibawah diafragmaPermukaan luar diliputi jaringan fibrosa yang
dilapisi peritonium visceral .

- Lobuli Hepar terdiri 4 lobus adalah sebagai berikut :


a. Lobus Kanan
b. Lobus Kiri
c. Lobus Quadratus
d. Lobus Kaudatus.
Jaringan Penyangga Dalam Lobuli tdp disekitar lobuli disabut
Interlobuler Septa Interlob. Septa ini jelas pd daerah yg terletak diantara 3
lobuli yg berdekatan, disebut Portal Area = Portal.
- Dalam Portal Area terdapat :
a. Vena interlobularis ( terbesar, dinding tipis )
b. Arteria interlobularis ( dinding tebal )
c. Duktus interlobularis .Ketiga komponen ini disebut portal triad.
d. Pembuluh limphe
e. Sabut2 saraf tak bernyelin.
- Pembuluh Darah Hepar terdiri dari :
Hepar menerima darah dari 2 pembuluh darah :
a. Vena Porta ( fungsional v.portav.interlobularissinusoidv.centralis
v.sublobularis Bbrp vena sublobularis bergabung membentuk v.hepatica
v. cava inferior V.porta membawa bahan2 yg telah diserap oleh usus,
kecuali lemak.
b. Hepatica ( nutritif ) hepaticaa.interlobularis jar.ikat portalcanal
sinusoidv.centralisv.sublobularis v.hepatikav.cava inferior.
- Membentuk anyaman2 didalam:
a. kapsul Glisson
b. Septa interlobularis
c. Di sekeliling pemb.darah besar & sal.empedu
d. Semua ini terletak di luar lobuli
e. Di dalam lobulus tidak didapatkan pemb.limfe
- Hepar memproduksi cairan limfe adalah :
a. Celah2 ( space ) dari DISSE ( antara sinusoid dan sel hepar )
b. Celah2 dari MALL (antara outer limiting plate dan jar ikat portal area)
c. Pembuluh2 limfe di portal area
- Fungsi hepar adalah :
a. Fungsi eksokrin memproduksi empedu yg dikeluarkan kedlm duodenum (
0,5-1 lt/hari )
b. Sintesa protein: albumin,fibrinogen,prothrombin
c. Fungsi metabolik: Lipid + asam amino  glicogen
d. Penyimpanan metabolit2 : Lemak,glikogen,vitamin A, Bkomp, K
e. Detoksifikasi dan inaktivasi
f. Pembuatan heparin & bhn anti anemia
g. Fungsi fagosit ( sel Von Kupffer )
b. Kandung Empedu (Gall Blader)
Organ seperti kantong bentuk bulat panjang, letak : Permukaan bawah hepar.
Terdiri dari bagian : - Fundus
- Corpus
- Collum
Dinding terdiri dari : - mukosa
- Muskularis
- Serosa/adventitia
Fungsi kandung empedu :
- Reservoir empedu yg dihasilkan hepar
- Reasorbsi air, garam2 mineral ( konsentrer ).
A. Mukosa
Mukosa kandung empedu berlipat-lipat, Epitel : selapis silindris pada
permukaan terdapat mikrofili ( E.M ) Sitoplasma epitel pucat Inti epitel
ovoid, terletak di basal tampak divertikula dari mukosa, masuk sampai ke
lap. Otot : sinus2 dari roktansky-aschoff . Lamina Propria terdiri dari
jaringan ikat, banyak pemb darah, sedikit otot polos tidak didapatkan
muscularis mucosae.
B. Muskularis
Merupakan lapisan otot polos dekat dengan t.propria : arah longitudinal
(sebag. Kecil ). Letak lebih dalam : arah sirkuler ( sebag besar ) diantara lap
otot longitudinal & sirkuler tdp jar ikat.
C. Serosa / Adventitia
Merupakan jaringan ikat kendor, mengandung Pembuluh darah,
Pembuluh Limfe Sabut2 saraf permukaan bebasnya dilapisi oleh
mesotelium.
c. Pankareas
Teknik Pemeriksan

- Persiapan Pasien : Puasa pada mlm hari atau setidaknya 6 – 8 jam


sebelum pemeriksaan.
- Posisi Pasien : Supine, prone dan, erect atau Left Lateral Decubitus
- Bidang Scanning : Longitudinal dan transversal.
- Pengukuran dan evaluasi : Kepala : 2 – 3 cm, Leher: 1 – 2 cm, Body:1,2
– 2, 8 cm, danEkor : 2 - 2,8 cm.

10. Extra Hepatic Duct ( sel diluar hepar )


1. Hepatic duct
Hepar  kandung empedu
2. Cystic duct
Hepatic duct  kandung empedu .Kandung empedu  common bile duct
3. Common bile duct = ductus choledochus
Dari kedua sal tsb  duodenum Dalam perjalanan menuju duodenum,
d.choledochus berdampingan dengan d. pancreaticus ( d. wirsungi ).
Sebelum bergabung dgn d.pancreaticus diliputi otot polos disebut SPHINCTER
CHOLEDOCHUS / SPHINCTER
BOYDEN Setelah menembus sub
mukosa d.choledochus dan d.
pancreaticus bergabung dan diliputi
SPHINCTER ODDI.

11. Pemeriksaan Radiologi Hepatobilliar


1. Foto polos abdomen
Hanya dapat mengevaluasi bentuk dan ukuran liver dapat mendeteksi kecurigaan
adanya batu empedu dapat mendeteksi calsifikasi pada kentung empedu.
2. Foto dengan MK
Dapat mengevaluasi ductus biliaris anatomi dan fisiologi.
- Oral cholangiografi
- IV chalangiografi
- T-Tube cholangiografi
3. USG
- Tidak menggunakan radiasi
- Tidak invansif
- Dapat menilai struktur dalam jaringan hepar dan saluran empedu
- Biaya murah
4. CT –Scan
- Menggunakan sinar-x
- Kemungkinan reaksi alergi karena penggunaan MK
- Sulit mendeteksi batu emepedu yang kecil
- Resolusi gambar bagus
- Potongan axial , coronal , sagital
5. MRI

You might also like