You are on page 1of 17

AMNIOINFUSION PADA OLIGOHIDRAMNION

Oleh
Dian Fitriani, Amd. Keb

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


2017
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................1

1.2 Tujuan.............................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS


2.1 Oligohidramnion.............................................................................3
2.2 Amnioinfusion.................................................................................9
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cairan amnion diproduksi oleh sel amnion, difusi tali pusat, kulit janin yaitu pada
awal kehamilan dan kemudian setelah janin berkembang akan dihasilkan dari urin dan cairan
paru. Volume cairan amnion meningkat secara terus menerus pada kebanyakan kehamilan,
dengan volume kira-kira 10 ml pada kehamilan 10 minggu dan puncaknya sekitar 1 L atau
mungkin lebih pada kehamilan 34-36 minggu, tetapi sesudah itu mengalami
penurunan.Cairan amnion penting dalam perkembangan dan pertumbuhan normal janin.
Oligohidramnion adalah, suatu keadaan dimana volume cairan amnion menurun
secara relatif terhadap volume normal pada umur kehamilan tertentu. Olygohydramnion
dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa
kehamilan trimester terakhir.Penurunan (oligohidramnion) volume cairan amnion secara
signifikan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas perinatal. Semakin awal
oligohidramnion terjadi, maka semakin buruk prognosis terhadap kelangsungan hidup janin.
Pada usia kehamilan 32-33 minggu pertimbangkan tindakan amniosintesis, jika layak. Juga
pertimbangkan amnioinfusi transabdominaluntuk visualisasi diagnostik yang lebih baik. Peranan
amnioinfusi sebagai terapi untuk memperpanjang usia kehamilan dan untuk pencegahan hipoplasia
pulmoner belum pernah diuji dalam penelitian.
Amnioinfusi adalah pemberian cairan intrauterin terkontrol dengan menggunakan
cairan NaCl fisiologis atau cairan Ringer Laktat. Amnioinfusi transabdominal dilakukan
dengan tujuan diagnostik maupun terapeutik. Amnioinfusi diagnostik, misalnya untuk
membantu pada diagnosis ultrasonografi pada janin dengan agenesis renal bilateral (Potter’s
syndrome).

1
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian oligohidramnion
2. Mengetahui pengertian amnioinfusion
3. Mengetahui indikasi dilakukannya amnioinfusion
4. Mengetahui teknik dan protokol dalam amnioinfusion
5. Mengetahui komplikasi dari amnioinfusion

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ologohidramnion
2.1.1 Cairan Amnion
Cairan amnion diproduksi oleh sel amnion, difusi tali pusta, kulit janin yaitu pada
awal kehamilan dan kemudian setelah janin berkembang akan dihasilkan dari urin dan cairan
paru. Cairan amnion adalah cairan jernih, sedikit kekuningan yang mengelilingi janin selama
kehamilan dan terdapat dalam kantong amnion. Kadar normal dari cairan menunjukkan
keadaan sebenarnya dari janin yang sedang berkembang, dimana kadar yang rendah dapat
dihubungkan dengan terhambatnya perkembangan paru dan buruknya pertumbuhan janin.
Cairan amnion penting dalam perkembangan dan pertumbuhan normal janin. Penurunan
(oligohidramnion) volume cairan amnion secara signifikan berhubungan dengan morbiditas
dan mortalitas perinatal. Terdapat suatu sistem yang mengatur perkembangan pengaturan
volume cairan amnion serta perubahan komposisi selama masa gestasi. Volume cairan
amnion meningkat dengan cepat sampai usia gestasi 30-34 minggu dan kemudian menurun
sepanjang sisa kehamilan. Komposisi cairan amnion juga mengalami perubahan selama
kehamilan; pada trimester pertama, cairan amnion isosmotik terhadap plasma janin dan
dengan bertambahnya gestasi, cairan amnion menjadi lebih hipotonik terhadap plasma janin
dan maternal.
Pada akhir kehamilan dimana kepala menurun, ruang amnion terbagi dua; kantong
depan (didepan presentasi) dan ruang atas. Di dalam kantong depan dihasilkan banyak
prostaglandin. Agaknya rangsang peradangan pada kantong depan penting dalam mulainya
partus.
Volume air ketuban pada waktu tertentu menunjukkan keseimbangan antara struktur
yang memproduksi atau menyalurkan aliran cairan ke dalam ruang amnion (khorion
frondosum dan membran, kulit, traktus urinarius dan traktus respiratorik) dan yang terlibat di
dalam pengeluaran cairan amnion (traktus gastrointestinal, traktus respiratorik dan lapisan
amnion khrion dinding uterus). Dua jalur tambahan adalah rute intramembran dan
transmembran. Kepentingan dari rute intra membran adalah perpindahan antara cairan
amnion dan darah janin melewati permukaan plasenta janin, kulit janin dan tali pusat.
Sedangkan rute transmembran adalah pertukaran melewati membran janin antara cairan
amnion dan darah ibu diantara dinding uterus. Fungsi kedua jalur ini semakin jelas karena

3
volume total cairan tidak dapat diukur hanya berdasarkan ginjal janin, paru-paru dan
penelanan. Aliran intramembran mencapai 400ml/hari pada aterm.
Pada awal kehamilan, khorioamnion berfungsi menyalurkan aliran bebas dari air dan
zat-zat terlarut, elektrolit, kreatinin dan urea. Pertengahan sampai akhir trimester pertama,
muncul diffusi melewati kulit embrio, karena kulit hanya terdiri dari 4 lapisan sel tipis. Pada
akhir kehamilan, dua sumber utama cairan amnion adalah ginjal janin dan paru-paru.
Pengeluaran utama melalui traktus gastro intestinal (penelanan) dan absorpsi ke darah janin
melalui perfusi pada permukaan plasenta. Pada trimester kedua dan tiga, pembentukan urin
janin memainkan peranan penting dalam produksi cairan amnion.
Dikemukakan bahwa peredaran cairan amnion cukup baik. Dalam satu jam
didapatkan perputaran lebih kurang 500 ml. Mengenai cara perputaran ini pun terdapat
banyak teori, antara lain bayi menelan air ketuban yang kemudian dikeluarkan melalui air
kencing. Prichard dan Sparr menyuntikkan kromat radioaktif di dalam air ketuban. Mereka
menemukan bahwa janin menelan kira-kira 8-10 cc air ketuban atau 1% dari seluruh volume
air ketuban dalam tiap jam.
Volume cairan amnion selama kehamilan selalu berubah, ditentukan oleh
keseimbangan antara cairan yang diproduksi oleh janin (melalui ginjal, kulit, tali pusat,
selaput amnion dan paru) dan cairan amnion diambil kembali oleh janin (melalui saluran
pencernaan, paru, tali pusat dan selaput amnion). Apabila terjadi gangguan pada proses
pembentukan dan pengaturan cairan amnion, maka akan terjadi perubahan volume cairan
amnion (polihidramnion dan oligohidramnion).
Nilai cairan amnion (AFV) normal menunjukkan bahwa minimal satu ginjal
berfungsi dengan baik. Penurunan aliran darah arteri ginjal janin atau peningkatan reabsorpsi
pada tubuler ginjal akibat hormon antidiuretik (yang dapat juga disebabkan oleh hipoksemia
janin) akan menghasilkan pengurangan pada jumlah cairan amnion. Apabila keadaan
hipoksemia berlangsung lama dan berulang, maka perfusi ke ginjal dan paru akan sangat
berkurang. Akibatnya produksi urin dan cairan paru akan berkurang dan menimbulkan
oligohidramnion.
Volume cairan amnion meningkat secara terus menerus pada kebanyakan kehamilan,
dengan volume kira-kira 10 ml pada kehamilan 10 minggu dan puncaknya sekitar 1 L atau
mungkin lebih pada kehamilan 34 dan 36 minggu, tetapi sesudah itu mengalami penurunan.
Volume cairan amnion menurun pada akhir trimester 3, rata-rata 800 ml pada kehamilan 40
minggu. Laju penurunannya kira-kira 100 ml perminggu pada kehamilan 38-43 minggu.

4
Pada aterm jumlah cairan yang diambil oleh janin ialah :
a. Diminum oleh janin : 500-1000 ml
b. Masuk ke dalam paru : 170 ml
c. Dari tali pusat dan amnion : 200-500 ml

Sedangkan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh janin ke rongga amnion :


a. Sekresi oral : 25 ml
b. Sekresi dari traktus respiratorius : 170 ml
c. Urin : 800-1200 ml
d. Transmembran dari amnion : 10 ml

Dengan demikian tampak bahwa urin janin menjadi dominan dalam produksi cairan
amnion. Pada trimester kedua kehamilan,volume cairan amnion ditentukan oleh suatu
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran dimana pengeluaran urine janin
merupakan sumber terbesar dari produksi cairan amnion pada pertengahan trimester kedua.
Janin mulai menelan bersamaan dengan waktu urin janin masuk ke ruang amnion (8-10
minggu). Diperkirakan jumlah cairan yang ditelan pada akhir kehamilan lebih kurang 210-
760 ml/hari dan prosesnya terjadi waktu aktivitas pernafasan.
Cairan yang dikeluarkan oleh saluran pernafasan termasuk berasal dari paru dan dari
kavitas nasal dan oral turut menyumbang untuk volume cairan amnion. Sekarang telah
diketahui adanya sekresi yang banyak dari paru janin merupakan sumber kedua terbesar
sumber cairan amnion selama setengah dari akhir masa kehamilan.
Pada akhir kehamilan pergerakan cairan berasal dari urin janin, sekresi cairan paru,
penelanan janin dan absorpsi intramembran. Janin yang mengalami penurunan darah ke
ginjal akan mengalami penurunan produksi urin sehingga terjadi oligohidramnion.
Peranan cairan amnion pada perkembangan janin atau embrio :
a. Memudahkan pergerakan janin dan perkembangan sistem muskuloskeletal.
b. Dengan menelan cairan amnion dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
traktus gastrointestinal.
c. Dengan meminum cairan amnion akan menyediakan beberapa nutrisi janin dan zat-
zat makanan yang essensial.

5
d. Volume cairan amnion menjaga tekanan cairan amnion sehingga dapat mengurangi
hilangnya cairan paru yang sangat penting untuk perkembangan pulmoner.
e. Melindungi janin dari trauma luar.
f. Melindungi tali pusat dari kompresi.
g. Temperaturnya yang konstan menjaga temperatur tubuh embrio.
h. Bersifat bakteriostatik sehingga mengurangi infeksi potensial.1,6

2.1.2 Definisi Oligohidramnion


Oligohidramnion adalah, suatu keadaan dimana volume cairan amnion menurun
secara relatif terhadap volume normal pada umur kehamilan tertentu. Secara subjektif
digambarkan dengan tidak tampaknya adanya cairan, atau cairan di depan permukaan janin
sedikit, dimana pada pemeriksaan USG amniotic fluid index (AFI) kurang dari 5 cm. Secara
kuantitatif adalah volume cairan amnion yang kurang dari 300-500 ml setelah midtrimester.
Secara semikuantitatif adalah Maximum Vertical Pocket kurang dari 1-2cm, diameter dua
kantong kurang dari 15 cm, dan Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5cm
Kontroversi muncul pada batas semikuantitatif yang digunakan untuk menentukan
oligohidramnion. Walaupun yang paling sering dipakai adalah kurang dari 5, tetapi masih
banyak yang mempergunakan kurang dari 5 persentil.
Karakteristik oligohidramnion sebagai berikut :
a. Berkurangnya volume cairan amnion
b. Volume cairan amnion kurang dari 500 ml pada kehamilan 32-36 minggu
c. MVP kurang dari 2 cm
d. AFI kurang dari 5 cm atau kurang dari 5 persentil

2.1.3 Etiologi Oligohidramnion


Etiologi ologohidramnion antara lain:
a. Faktor janin: faktor kromosom, faktor kongenital (abnormalitas traktus urinarius :
agenesis renal, obstruksi renal bilateral, displasia renal bilateral, katup uretra
posterior atau atresia uretra), pertumbuhan janin terhambat (PJT), kehamilan
postterm, ruptur membran, dan kematian janin.
b. Faktor plasenta: solusio plasenta, twin-twin transfusion syndrome (TTTS) pada
kembar monokhorionik

6
c. Faktor ibu: dehidrasi, insufisiensi uteroplasenta, hipertensi, preeklampsi, diabetes dan
hipoksia kronis
d. Idiopatik

2.1.4 Patofisiologi Oligohidramnion


Oligohidramnion berhubungan dengan salah satu dari kondisi dibawah ini:
1. Pecahnya membran
2. Tidak adanya fungsi jaringan ginjal atau obstruktif uropati
a. Kondisi yang menghambat produksi urine atau masuknya urine ke dalam
kantong amnion secara nyata menyebabkan terjadinya oligohidramnion
b. Malformasi saluran urine janin, termasuk agenesis renal, displasia kistik dan
atresia ureter juga ikut terlibat.
3. Pengurangan kronis dalam produksi urine janin mungkin merupakan akibat dari
penurunan perfusi renal.
a. Kondisi ini mungkin merupakan konsekuensi dari hipoksemia yang
menyebabkan terjadinya redistibusi kardiak output janin
b. Pada PJT, hipoksia kronis akan menghasilkan pengaliran darah janin menuju
organ yang lebih vital dari pada ke ginjal.
c. Anuria dan oliguria juga menyebabkan oligohidramnion
4. Kehamilan postterm
a. Penyebab penurunan volume cairan amnion pada kehamilan postterm tidak
diketahui
b. Penurunan efisiensi dari fungsi plasenta diduga sebagai penyebab tetapi hal ini
tidak pernah dibuktikan secara histologis
c. Penurunan aliran darah renal janin dan penurunan produksi urine
d. Disfungsi plasenta, biasanya disertai dengan peningkatan kadar alfa-feto
protein.

2.1.5 Tanda Nyata Oligohidramnion

7
Oligohidramnion biasanya tanda peringatan adanya aliran plasenta yang lambat,
terutama bila test fungsi (CTG) abnormal dan / atau ada mekonium staining. Karena
ketidakadaan efek perlindungan dari cairan ketuban, fetal distrees sering terjadi karena
tertekannya tali pusat (yang mana hilangnya perlindungannya sendiri, Wharton’s Jelly).
Oligohidramnion berhubungan dengan lamanya pecah ketuban mungkin komplikasi karena
hipoplasia pulmoner janin monitoring yang seksama dari janin penting selama kehamilan
akhir dan persalinan. SC sering dilakukan bila tanda-tanda lain dari distres yang terjadi
(abnormalitas FHR, abnormal scalp blood).

Agenesis ginjal adalah kondisi lethal. Bayi dengan abnormalitas sering diketahui oleh
karakteristik gambaran facial, telinga seperti kelelawar. Hipoplasia pulmoner dan amnion
nodosum dapat terjadi sebagai komplikasi sedikitnya cairan ketuban. USG berguna
mengetahui keadaan ginjal dan atau rongga thorak berkurang ukurannya. Obstruksi bagian
bawah traktus renalis dapat dikoreksi secara operatif.

2.1.6 Diagnosis Oligohidramnion


1. USG
USG pada volume cairan amnion merupakan pemeriksaan semikuantitatif.
Oligohidramnion mungkin ditemukan secara insidentil pada pemeriksaan rutin USG dan
dilihat selama pengawasan antepartum pada pemeriksaan kondisi lain. Diagnosis mungkin
dipertegas oleh suatu penurunan fundus uteri pada pemeriksaan sekuensial (ukuran kurang
dari yang diharapkan untuk usia tersebut) atau bagian-bagian janin dapat diraba dengan
mudah pada pemeriksaan abdomen ibu.
Pada waktu USG, anatomi janin, gambaran ginjal dan pengisisan vesika urinaria
harus dilakukan untuk mengenyampingkan agenesis renal, displasia kistik dan obstruksi
ureter. Periksa pertumbuhan janin untuk mengenyampingkan PJT yang menyebabkan
oliguria.
2. Volume Cairan Amnion
Pemeriksaan USG rutin telah memberi keamanan, dapat dipercaya dan dapat
dilakukan berulang-ulang dalam pemeriksaan volume cairan amnion. Awalnya, pemeriksaan
dengan USG termasuk pemeriksaan nonkuantitatif, karena melibatkan penilaian subjektif
dari pemeriksa. Saat ini dikenal cara penentuan volume cairan amnion berdasarkan
pemeriksaan USG:
a. Penilaian subjektif (visual)
8
b. Penilaian semikuantitatif (pengukuran diameter satu atau lebih kantong amnion)
c. Kombinasi kedua cara diatas.

Kriteria subjektif oligohidramnion termasuk tidak terdapatnya kantong cairan amnion


pada kavum uteri, anggota tubuh janin berdesakan, tidak terdapatnya kantong yang
mengelilingi tungkai janin dan tumpang tindihnya tulang-tulang iga janin.
Metode lain yang non invasif yang bisa digunakan sebagai prediksi volume cairan
amnion pada trimester ketiga kehamilan adalah dengan penilaian kantong amnion dengan
menggunakan USG 3-dimensi. Dengan menggunakan metode ini kita dapat memperoleh
nilai pAFV ( prediction of amniotic fluid volume) dimana nilainya dapat digunakan secara
langsung sebagai prediksi volume cairan amnion intrauterin pada trimester ketiga.
2.1.7 Prognosis
Makin cepat munculnya dalam kehamilan maka prognosis makin jelek. 80-90 % fetal
mortality pada oligohidramnion pada trimester kedua. Mortalitas ini kebanyakan karena
malformasi kongenital mayor dan hipoplasia pulmoner.

2.2 Amnioinfusion
2.2.1 Pengertian
Amnioinfusion merupakan suatu prosedur melakukan infusi larutan NaCl fisiologis
atau Ringer Laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan amnion. Tindakan
ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat berkurangnya volume cairan
amnion, seperti deselerasi variabel berat dan sindroma aspirasi mekonium dalam persalinan.
Amnioinfusi adalah pemberian cairan intrauterin terkontrol dengan menggunakan
cairan NaCl fisiologis atau cairan Ringer Laktat. Amnioinfusi intrapartum pertama kali
diterangkan oleh Miyazaki dan Taylor pada tahun 1983. Cairan IV diinfuskan kedalam uterus
menggunakan IUPC untuk terapi deselerasi variabel beruang pada kala 1 fase aktif. Juga
sebagai terapi tambahan untuk mengencerkan mekonium yang kental. (Murray M, 2007)

.
2.2.2 Indikasi
Amnioinfusion terutama ditujukan untuk mengurangi kejadian deselerasi variabel
akibat kompresi tali pusat, dan mencegah terjadinya aspirasi mekonium yang kental selama
persalinan. Amnioinfusi dilakukan pada deselerasi variabel yang berat dan berulang, yang
tidak menghilang dengan tindakan konvensional (perubahan posisi ibu dan pemberian
oksigen).
9
Indikasi lain adalah untuk mencegah terjadinya oligohidramnion. Ada juga peneliti
yang melakukan amnioinfusi untuk mempermudah tindakan versi luar pada presentasi
bokong, meskipun tindakan ini tidak populer.
Intrapartum :
a. Aspirasi cairan untuk pemeriksaan mikrobiologi
b. Mengurangi kompresi tali pusat
c. Mencegah aspirasi mekonium

Antepartum :
a. Oligohidramnion
b. Memasukkan antibiotik pada PRM
c. Melakukan versi luar

Beberapa tindakan yang pernah dilakukan untuk mengobati oligohidramnion pada


pertengahan kehamilan dan bertujuan untuk meningkatkan perkembangan paru, antara lain :
a. Shunting vesicoamniotic pada kasus obstructive uropathy
b. Infus cairan melalui kateter transervikal
c. Hidrasi ibu
d. Amnioinfusion transabdominal serial

Fisk dkk pernah melakukan amnioinfusion serial untuk mencegah hipoplasi paru.
Tindakan ini dilakukan segera setelah diagnosis oligohidramnion ditegakkan dan diakhiri
setelah fase kanalikuler dari perkembangan paru menjadi sempurna.
Oligohidramnion menyebabkan hilangnya ”jendela akustik” sehingga dalam
pemeriksaan USG sulit untuk menilai keadaan anatomi janin. Gembruch dan Hansman pada
tahun 1988 melakukan amnioinfusion transabdominal untuk dapat memperbaiki pencitraan
USG, saat ini dapat dilakukan konfirmasi terhadap pecahnya ketuban dengan menyuntikkan
zat indigo carmin transabdominal dan dilihat apakah ada pengeluaran cairan berwarna biru
dari vagina. Melalui tindakan amnioinfusion transabdominal ini dapat juga diambil cairan
ketuban untuk kultur sel.

2.2.3 Tehnik Amnioinfusion


Amnioinfusi dapat dilakukan dengan cara transbdominal atau transservikal
(transvaginal). Pada cara transabdominal, amnioinfusi dilakukan dengan bimbingan
10
ultrasonografi (USG). Cairan NaCl fisiologis atau Ringer laktat dimasukkan melalui jarum
spinal yang ditusukkan ke dalam kantung amnion yang terlihat dengan ultrasonografi. Pada
cara transservikal, cairan dimasukkan melalui kateter yang dipasang ke dalam kavum uteri
melalui serviks uteri.
Selama tindakan amnioinfusi, denyut jantung janin dimonitor terus dengan alat
kardiotokografi (KTG) untuk melihat perubahan pada denyut jantung janin. Mula-mula
dimasukkan 250 ml bolus cairan NaCI atau Ringer laktat selama 20-30 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan infus 10-20 ml/jam sebanyak 600 ml. Jumlah tetesan infusi disesuaikan
dengan perubahan pada gambaran KTG. Apabila deselerasi variabel menghilang, infusi
dilanjutkan sampai 250 ml, kemudian tindakan dihentikan, kecuali bila deselerasi variabel
timbul kembali. Jumlah maksimal cairan yang dimasukkan adalah 800-1000 ml. Apabila
setelah 800-1000 ml cairan yang dimasukkan tidak menghilangkan deselerasi variabel, maka
tindakan dianggap gagal.
Selama amnioinfusion dilakukan monitoring denyut jantung janin, dan tonus uterus.
Bila tonus meningkat, infus dihentikan sementara sampai tonus kembali normal dalam waktu
5 menit. Bila tonus uterus terus meningkat sampai 15-30 mm/Hg di atas tonus basal, maka
tindakan harus dihentikan.
Protokol yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :
1. Berikan penjelasan kepada pasien mengenai keuntungan dan kerugian tindakan ini
dan lebih baik kalau ada persetujuan tertulis.
2. Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menilai presentasi, ada tidaknya prolaps tali
pusat, dilatasi dan pendataran serviks dan penurunan kepala.
3. Lakukan konfirmasi apakah selaput ketuban sudah pecah untuk tindakan
amnioinfusion transervikal. Pasang elektroda untuk internal kardiotokografi dan
kateter tekanan intrauteri. Pemasangan elektroda dikulit kepala janin untuk
pemantauan jantung janin yang kontinu bukan suatu keharusan, namun dianjurkan
untuk memantau kesejahteraan janin dengan lebih akurat.
4. Kateter intrauteri yang dipasang harus dapat memantau tekanan intrauteri dan
memasukan cairan, ada pula yang memakai tokodinamometer eksternal untuk
memantau tekanan uterus.
5. Cairan yang digunakan adalah normal salin atau ringer laktat, sebaiknya suhu
cairan 37°C untuk janin yang prematur atau untuk infus yang cepat.

11
6. Infus diberikan dengan kecepatan 10-14 cc/menit, bisa lebih cepat sampai 15-25
cc/menit. Infus awal umumnya 500-600 ml. Ada yang menganjurkan untuk
menghentikan infusion setelah pemberian bolus namun ada pula yang
menganjurkan melanjutkan infusion dengan kecepatan 2-3 ml/menit. Biasanya
diperlukan waktu 15-20 menit untuk memasukan 500 ml cairan. Dengan pemberian
awal sebanyak 500 cc sebagian besar (90% kasus) menunjukkan hilangnya
deselerasi variabel dan dapat meningkatkan AFI > 10,0 cm, namun ada 15% yang
memerlukan pemberian kedua dan 5 % yang memerlukan pemberian ketiga.
7. Batas akhir infusion tergantung dari pengalaman dan tujuan yang ingin dicapai dan
bersifat individual, biasanya dihentikan bila :
a. Sudah ditetapkan memberikan infusion 600-1000 ml.
b. Ada perbaikan deselerasi variabel
c. Indeks cairan amnion ≥ 8-10 cm
8. Bila dilakukan pemantauan dengan ultrasonografi, dianjurkan memakai panduan
sebagai berikut :
a. Bila indeks cairan amnion > 10cm, tidak perlu menambah cairan bolus.
b. Bila indeks cairan amnion 5-10 cm, berikan cairan bolus kedua sebanyak 250
ml dan lakukan USG ulang.
c. Bila indeks cairan amnion < 5 cm, berikan cairan bolus kedua sebanyak 500 ml
dan lakukan USG ulang.
9. Dapat juga lakukan bolus ulangan 500-600 ml tiap 6 jam atau infus yang tetap
dengan kecepatan 2-3 ml/menit, tergantung pada tekanan uterus, indeks cairan
amnion yang diperiksa secara periodik dan perkiraan jumlah cairan ketuban yang
keluar.
10. Lakukan penilaian periodik terhadap : pola denyut jantung janin, aktivitas dan
tonus uterus, jumlah cairan yang diberikan, rembesan dari vagina, dan kemajuan
persalinan.
11. Penilaian terhadap komplikasi.

2.2.4 Kontra Indikasi


Terdapat beberapa kontraindikasi untuk tindakan amnioinfusi, antara lain :
a. Amnionitis
b. Penyakit jantung ibu yang termasuk klasifikasi klas II, III, IV
12
c. Uterus hipertonik
d. Kehamilan kembar
e. Multiple anomalies konginetal
f. Anomali uterus
g. Gawat janin yang berat
h. Malpresentasi janin
i. pH darah janin < 7,20
j. Plasenta previa atau solusio plasenta.

2.2.5 Komplikasi
Meskipun amnioinfusi cukup mudah dan aman dilakukan, beberapa komplikasi
mungkin terjadi selama tindakan, antara lain :
a. Prolapsus tali pusat
b. Ruptura pada jaringan parut bekas seksio sesarea
c. Polihidramnion iatrogenik
d. Emboli cairan amnion
e. Febris intrapartum

Sejak diperkenalkan tindakan amnioinfusion ini ada berbagai laporan mengenai


komplikasi yang terjadi. Dari survei yang dilakukan ada 26% senter melaporkan paling
sedikit satu komplikasi, dan yang paling sering adalah hipertonus uteri (14%) kemudian
denyut jantung abnormal ((9%), namun komplikasi berat jarang terjadi. Untuk mencegah
terjadinya overdistensi uterus, maka pemberian cairan harus diawasi dengan baik, telah
dilaporkan kejadian overdistensi pada pemberian 4 liter cairan salin secara kontinu.
Wenstrom dkk, tahun 1995 melakukan survey penggunaan amnioinfusion pada 168
rumah sakit pendidikan di Amerika Serikat dan dilakukan penelitian terhadap komplikasi
yang ditimbulkan oleh tindakan amnioinfusion.

13
BAB III
KESIMPULAN

Amnioinfusion merupakan suatu prosedur melakukan infusi larutan NaCl fisiologis atau
Ringer Laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan amnion.
Amnioinfusion dilakukan berdasarkan beberapa indikasi salah satunya untuk mengatasi
oligohidramnion pada kehamilan preterm.
Oligohidramnion merupakan suatu keadaan dimana volume cairan amnion menurun
secara relatif terhadap volume normal pada umur kehamilan tertentu. Amnioinfusion
memiliki teknik dan protokol tertentu dan selama amnioinfusion dilakukan monitoring denyut
jantung janin, dan tonus uterus.
Dengan dilakukannya teknik amnioinfusi diharapkan dapat membantu janin berkembang
dengan lebih baik sampai aterm terutama untuk perkembangan paru-paru.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Butt FT, Ahmed B. The Role of Antepartum Transabdominal Amnioinfusion in the


management of Oligohydramnios in Pregnancy. Journal of Maternal-Fetal and Neonatal.
2011: 24(3); 453-7
2. Suririnah, 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

3. Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan. Jakarta : Pustaka Populer Obor


4. Wiknjosastro H, 2009. Ultrasonografi dalam Obstetri. Dalam: Wiknjosastro, Hanifa ed,
Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

15

You might also like