Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Dian Fitriani, Amd. Keb
Halaman
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian oligohidramnion
2. Mengetahui pengertian amnioinfusion
3. Mengetahui indikasi dilakukannya amnioinfusion
4. Mengetahui teknik dan protokol dalam amnioinfusion
5. Mengetahui komplikasi dari amnioinfusion
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ologohidramnion
2.1.1 Cairan Amnion
Cairan amnion diproduksi oleh sel amnion, difusi tali pusta, kulit janin yaitu pada
awal kehamilan dan kemudian setelah janin berkembang akan dihasilkan dari urin dan cairan
paru. Cairan amnion adalah cairan jernih, sedikit kekuningan yang mengelilingi janin selama
kehamilan dan terdapat dalam kantong amnion. Kadar normal dari cairan menunjukkan
keadaan sebenarnya dari janin yang sedang berkembang, dimana kadar yang rendah dapat
dihubungkan dengan terhambatnya perkembangan paru dan buruknya pertumbuhan janin.
Cairan amnion penting dalam perkembangan dan pertumbuhan normal janin. Penurunan
(oligohidramnion) volume cairan amnion secara signifikan berhubungan dengan morbiditas
dan mortalitas perinatal. Terdapat suatu sistem yang mengatur perkembangan pengaturan
volume cairan amnion serta perubahan komposisi selama masa gestasi. Volume cairan
amnion meningkat dengan cepat sampai usia gestasi 30-34 minggu dan kemudian menurun
sepanjang sisa kehamilan. Komposisi cairan amnion juga mengalami perubahan selama
kehamilan; pada trimester pertama, cairan amnion isosmotik terhadap plasma janin dan
dengan bertambahnya gestasi, cairan amnion menjadi lebih hipotonik terhadap plasma janin
dan maternal.
Pada akhir kehamilan dimana kepala menurun, ruang amnion terbagi dua; kantong
depan (didepan presentasi) dan ruang atas. Di dalam kantong depan dihasilkan banyak
prostaglandin. Agaknya rangsang peradangan pada kantong depan penting dalam mulainya
partus.
Volume air ketuban pada waktu tertentu menunjukkan keseimbangan antara struktur
yang memproduksi atau menyalurkan aliran cairan ke dalam ruang amnion (khorion
frondosum dan membran, kulit, traktus urinarius dan traktus respiratorik) dan yang terlibat di
dalam pengeluaran cairan amnion (traktus gastrointestinal, traktus respiratorik dan lapisan
amnion khrion dinding uterus). Dua jalur tambahan adalah rute intramembran dan
transmembran. Kepentingan dari rute intra membran adalah perpindahan antara cairan
amnion dan darah janin melewati permukaan plasenta janin, kulit janin dan tali pusat.
Sedangkan rute transmembran adalah pertukaran melewati membran janin antara cairan
amnion dan darah ibu diantara dinding uterus. Fungsi kedua jalur ini semakin jelas karena
3
volume total cairan tidak dapat diukur hanya berdasarkan ginjal janin, paru-paru dan
penelanan. Aliran intramembran mencapai 400ml/hari pada aterm.
Pada awal kehamilan, khorioamnion berfungsi menyalurkan aliran bebas dari air dan
zat-zat terlarut, elektrolit, kreatinin dan urea. Pertengahan sampai akhir trimester pertama,
muncul diffusi melewati kulit embrio, karena kulit hanya terdiri dari 4 lapisan sel tipis. Pada
akhir kehamilan, dua sumber utama cairan amnion adalah ginjal janin dan paru-paru.
Pengeluaran utama melalui traktus gastro intestinal (penelanan) dan absorpsi ke darah janin
melalui perfusi pada permukaan plasenta. Pada trimester kedua dan tiga, pembentukan urin
janin memainkan peranan penting dalam produksi cairan amnion.
Dikemukakan bahwa peredaran cairan amnion cukup baik. Dalam satu jam
didapatkan perputaran lebih kurang 500 ml. Mengenai cara perputaran ini pun terdapat
banyak teori, antara lain bayi menelan air ketuban yang kemudian dikeluarkan melalui air
kencing. Prichard dan Sparr menyuntikkan kromat radioaktif di dalam air ketuban. Mereka
menemukan bahwa janin menelan kira-kira 8-10 cc air ketuban atau 1% dari seluruh volume
air ketuban dalam tiap jam.
Volume cairan amnion selama kehamilan selalu berubah, ditentukan oleh
keseimbangan antara cairan yang diproduksi oleh janin (melalui ginjal, kulit, tali pusat,
selaput amnion dan paru) dan cairan amnion diambil kembali oleh janin (melalui saluran
pencernaan, paru, tali pusat dan selaput amnion). Apabila terjadi gangguan pada proses
pembentukan dan pengaturan cairan amnion, maka akan terjadi perubahan volume cairan
amnion (polihidramnion dan oligohidramnion).
Nilai cairan amnion (AFV) normal menunjukkan bahwa minimal satu ginjal
berfungsi dengan baik. Penurunan aliran darah arteri ginjal janin atau peningkatan reabsorpsi
pada tubuler ginjal akibat hormon antidiuretik (yang dapat juga disebabkan oleh hipoksemia
janin) akan menghasilkan pengurangan pada jumlah cairan amnion. Apabila keadaan
hipoksemia berlangsung lama dan berulang, maka perfusi ke ginjal dan paru akan sangat
berkurang. Akibatnya produksi urin dan cairan paru akan berkurang dan menimbulkan
oligohidramnion.
Volume cairan amnion meningkat secara terus menerus pada kebanyakan kehamilan,
dengan volume kira-kira 10 ml pada kehamilan 10 minggu dan puncaknya sekitar 1 L atau
mungkin lebih pada kehamilan 34 dan 36 minggu, tetapi sesudah itu mengalami penurunan.
Volume cairan amnion menurun pada akhir trimester 3, rata-rata 800 ml pada kehamilan 40
minggu. Laju penurunannya kira-kira 100 ml perminggu pada kehamilan 38-43 minggu.
4
Pada aterm jumlah cairan yang diambil oleh janin ialah :
a. Diminum oleh janin : 500-1000 ml
b. Masuk ke dalam paru : 170 ml
c. Dari tali pusat dan amnion : 200-500 ml
Dengan demikian tampak bahwa urin janin menjadi dominan dalam produksi cairan
amnion. Pada trimester kedua kehamilan,volume cairan amnion ditentukan oleh suatu
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran dimana pengeluaran urine janin
merupakan sumber terbesar dari produksi cairan amnion pada pertengahan trimester kedua.
Janin mulai menelan bersamaan dengan waktu urin janin masuk ke ruang amnion (8-10
minggu). Diperkirakan jumlah cairan yang ditelan pada akhir kehamilan lebih kurang 210-
760 ml/hari dan prosesnya terjadi waktu aktivitas pernafasan.
Cairan yang dikeluarkan oleh saluran pernafasan termasuk berasal dari paru dan dari
kavitas nasal dan oral turut menyumbang untuk volume cairan amnion. Sekarang telah
diketahui adanya sekresi yang banyak dari paru janin merupakan sumber kedua terbesar
sumber cairan amnion selama setengah dari akhir masa kehamilan.
Pada akhir kehamilan pergerakan cairan berasal dari urin janin, sekresi cairan paru,
penelanan janin dan absorpsi intramembran. Janin yang mengalami penurunan darah ke
ginjal akan mengalami penurunan produksi urin sehingga terjadi oligohidramnion.
Peranan cairan amnion pada perkembangan janin atau embrio :
a. Memudahkan pergerakan janin dan perkembangan sistem muskuloskeletal.
b. Dengan menelan cairan amnion dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
traktus gastrointestinal.
c. Dengan meminum cairan amnion akan menyediakan beberapa nutrisi janin dan zat-
zat makanan yang essensial.
5
d. Volume cairan amnion menjaga tekanan cairan amnion sehingga dapat mengurangi
hilangnya cairan paru yang sangat penting untuk perkembangan pulmoner.
e. Melindungi janin dari trauma luar.
f. Melindungi tali pusat dari kompresi.
g. Temperaturnya yang konstan menjaga temperatur tubuh embrio.
h. Bersifat bakteriostatik sehingga mengurangi infeksi potensial.1,6
6
c. Faktor ibu: dehidrasi, insufisiensi uteroplasenta, hipertensi, preeklampsi, diabetes dan
hipoksia kronis
d. Idiopatik
7
Oligohidramnion biasanya tanda peringatan adanya aliran plasenta yang lambat,
terutama bila test fungsi (CTG) abnormal dan / atau ada mekonium staining. Karena
ketidakadaan efek perlindungan dari cairan ketuban, fetal distrees sering terjadi karena
tertekannya tali pusat (yang mana hilangnya perlindungannya sendiri, Wharton’s Jelly).
Oligohidramnion berhubungan dengan lamanya pecah ketuban mungkin komplikasi karena
hipoplasia pulmoner janin monitoring yang seksama dari janin penting selama kehamilan
akhir dan persalinan. SC sering dilakukan bila tanda-tanda lain dari distres yang terjadi
(abnormalitas FHR, abnormal scalp blood).
Agenesis ginjal adalah kondisi lethal. Bayi dengan abnormalitas sering diketahui oleh
karakteristik gambaran facial, telinga seperti kelelawar. Hipoplasia pulmoner dan amnion
nodosum dapat terjadi sebagai komplikasi sedikitnya cairan ketuban. USG berguna
mengetahui keadaan ginjal dan atau rongga thorak berkurang ukurannya. Obstruksi bagian
bawah traktus renalis dapat dikoreksi secara operatif.
2.2 Amnioinfusion
2.2.1 Pengertian
Amnioinfusion merupakan suatu prosedur melakukan infusi larutan NaCl fisiologis
atau Ringer Laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan amnion. Tindakan
ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat berkurangnya volume cairan
amnion, seperti deselerasi variabel berat dan sindroma aspirasi mekonium dalam persalinan.
Amnioinfusi adalah pemberian cairan intrauterin terkontrol dengan menggunakan
cairan NaCl fisiologis atau cairan Ringer Laktat. Amnioinfusi intrapartum pertama kali
diterangkan oleh Miyazaki dan Taylor pada tahun 1983. Cairan IV diinfuskan kedalam uterus
menggunakan IUPC untuk terapi deselerasi variabel beruang pada kala 1 fase aktif. Juga
sebagai terapi tambahan untuk mengencerkan mekonium yang kental. (Murray M, 2007)
.
2.2.2 Indikasi
Amnioinfusion terutama ditujukan untuk mengurangi kejadian deselerasi variabel
akibat kompresi tali pusat, dan mencegah terjadinya aspirasi mekonium yang kental selama
persalinan. Amnioinfusi dilakukan pada deselerasi variabel yang berat dan berulang, yang
tidak menghilang dengan tindakan konvensional (perubahan posisi ibu dan pemberian
oksigen).
9
Indikasi lain adalah untuk mencegah terjadinya oligohidramnion. Ada juga peneliti
yang melakukan amnioinfusi untuk mempermudah tindakan versi luar pada presentasi
bokong, meskipun tindakan ini tidak populer.
Intrapartum :
a. Aspirasi cairan untuk pemeriksaan mikrobiologi
b. Mengurangi kompresi tali pusat
c. Mencegah aspirasi mekonium
Antepartum :
a. Oligohidramnion
b. Memasukkan antibiotik pada PRM
c. Melakukan versi luar
Fisk dkk pernah melakukan amnioinfusion serial untuk mencegah hipoplasi paru.
Tindakan ini dilakukan segera setelah diagnosis oligohidramnion ditegakkan dan diakhiri
setelah fase kanalikuler dari perkembangan paru menjadi sempurna.
Oligohidramnion menyebabkan hilangnya ”jendela akustik” sehingga dalam
pemeriksaan USG sulit untuk menilai keadaan anatomi janin. Gembruch dan Hansman pada
tahun 1988 melakukan amnioinfusion transabdominal untuk dapat memperbaiki pencitraan
USG, saat ini dapat dilakukan konfirmasi terhadap pecahnya ketuban dengan menyuntikkan
zat indigo carmin transabdominal dan dilihat apakah ada pengeluaran cairan berwarna biru
dari vagina. Melalui tindakan amnioinfusion transabdominal ini dapat juga diambil cairan
ketuban untuk kultur sel.
11
6. Infus diberikan dengan kecepatan 10-14 cc/menit, bisa lebih cepat sampai 15-25
cc/menit. Infus awal umumnya 500-600 ml. Ada yang menganjurkan untuk
menghentikan infusion setelah pemberian bolus namun ada pula yang
menganjurkan melanjutkan infusion dengan kecepatan 2-3 ml/menit. Biasanya
diperlukan waktu 15-20 menit untuk memasukan 500 ml cairan. Dengan pemberian
awal sebanyak 500 cc sebagian besar (90% kasus) menunjukkan hilangnya
deselerasi variabel dan dapat meningkatkan AFI > 10,0 cm, namun ada 15% yang
memerlukan pemberian kedua dan 5 % yang memerlukan pemberian ketiga.
7. Batas akhir infusion tergantung dari pengalaman dan tujuan yang ingin dicapai dan
bersifat individual, biasanya dihentikan bila :
a. Sudah ditetapkan memberikan infusion 600-1000 ml.
b. Ada perbaikan deselerasi variabel
c. Indeks cairan amnion ≥ 8-10 cm
8. Bila dilakukan pemantauan dengan ultrasonografi, dianjurkan memakai panduan
sebagai berikut :
a. Bila indeks cairan amnion > 10cm, tidak perlu menambah cairan bolus.
b. Bila indeks cairan amnion 5-10 cm, berikan cairan bolus kedua sebanyak 250
ml dan lakukan USG ulang.
c. Bila indeks cairan amnion < 5 cm, berikan cairan bolus kedua sebanyak 500 ml
dan lakukan USG ulang.
9. Dapat juga lakukan bolus ulangan 500-600 ml tiap 6 jam atau infus yang tetap
dengan kecepatan 2-3 ml/menit, tergantung pada tekanan uterus, indeks cairan
amnion yang diperiksa secara periodik dan perkiraan jumlah cairan ketuban yang
keluar.
10. Lakukan penilaian periodik terhadap : pola denyut jantung janin, aktivitas dan
tonus uterus, jumlah cairan yang diberikan, rembesan dari vagina, dan kemajuan
persalinan.
11. Penilaian terhadap komplikasi.
2.2.5 Komplikasi
Meskipun amnioinfusi cukup mudah dan aman dilakukan, beberapa komplikasi
mungkin terjadi selama tindakan, antara lain :
a. Prolapsus tali pusat
b. Ruptura pada jaringan parut bekas seksio sesarea
c. Polihidramnion iatrogenik
d. Emboli cairan amnion
e. Febris intrapartum
13
BAB III
KESIMPULAN
Amnioinfusion merupakan suatu prosedur melakukan infusi larutan NaCl fisiologis atau
Ringer Laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan amnion.
Amnioinfusion dilakukan berdasarkan beberapa indikasi salah satunya untuk mengatasi
oligohidramnion pada kehamilan preterm.
Oligohidramnion merupakan suatu keadaan dimana volume cairan amnion menurun
secara relatif terhadap volume normal pada umur kehamilan tertentu. Amnioinfusion
memiliki teknik dan protokol tertentu dan selama amnioinfusion dilakukan monitoring denyut
jantung janin, dan tonus uterus.
Dengan dilakukannya teknik amnioinfusi diharapkan dapat membantu janin berkembang
dengan lebih baik sampai aterm terutama untuk perkembangan paru-paru.
14
DAFTAR PUSTAKA
15