You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan ( ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit ( kepala )
atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan
nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi
nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Dengan adanya pengujian ini maka akan
memudahkan para ilmuwan dan peneliti khususnya dalam bidang farmasi, untuk
menganalisis suatu senyawa obat yang akan digunakan oleh manusia. Seperti
yang dilakukan dalam percobaan ini, yaitu dengan menggunakan obata-obat
analgetik sehingga dapat diamati perbandingan efektifitas atau daya kerja obat-
obat analgetik tersebut terhadap hewan coba (Tjay, 2007).
Analgetik merupakan obat yang beberapa jenisnya sering kita temukan dan
sering digunakan. Banyak orang bergantung pada obat ini sebagai penghilang
rasa nyeri, baik nyeri ringan sampai yang sedang seperti sakit kepala, sakit gigi
ataupun nyeri saat menstruasi. Beberapa jenis lainnya bahkan mampu
memberikan efek yang lebih kuat dan biasanya digunakan untuk mengobati
pasien pascaoperasi dan pasien dengan penyakit kangker atau yang lainnya yang
memerlukan obat analgetik kuat.
Obat analgetik pada dasarnya bekerja dengan cara yang sama, namun
memiliki tingkatan pada kemampuan menghilangkan rasa sakitnya. Dari obat-
obat analgetik nonopioid, asam mefenamat dan antalgin merupkan obat pilihan
karena dianggap kekuatan penghilang rasa nyerinya lebih tinggi dari obat
analgetik nonopioid lainnya.

I.2 Maksud dan Tujuan


I.2.1 Maksud Percobaan
a.
I.2.2 Tujuan Percobaan
a. Mengenal dan mempraktekkan pengujian daya analgesic dengan
menggunakan metode rangsangan kimia
b. Mengetahui klasifikasi obat analgesic
c. Mengetahui mekanisme kerja analgetik
d. Mengamati efek geliat (whriting effect) pada mencit akibat induksi kimia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang
mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (
perbedaan dengan anestetika umum ). Nyeri adalah perasaan sensoris dan
emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan ( ancaman) kerusakan
jaringan. keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat
menimbulkan sakit ( kepala ) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula
menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan
subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang.
batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45oC . (Tjay, 2007).
Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat ( level ) dimana nyeri
dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan
yang terendah saat orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya
adalah konstan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu
gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai
isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan,
infeksi jasad renik, atau kejang otot. (Tjay, 2007).
Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu
yang disebut mediator-mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain : histamin,
serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium.
Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit,
selaput lendir,dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf
pusat ( SSP ) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di
otak besar ( rangsangan sebagai nyeri ). Rangsangan tersebut memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri
antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan
jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh,
kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat
dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang
belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri
(Tjay, 2007).
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok
besar yakni ( Katzung,2007 ) :
1) Analgesik Nonopioid/Perifer / Non-Narkotik
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu
enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri,
salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini
adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim
COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan
mediator nyeri. Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2
inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah
gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi
alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka
waktu lama dan dosis besar. Contoh obatnya antara lain Acetaminophen, Aspirin,
Celecoxib ,Diclofenac ,Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen, Ibuprofen,
Indomethacin, Ketoprofen ,Ketorolac ,Meclofenamate ,Mefanamic acid
Nabumetone ,Naproxen ,Oxaprozin ,Oxyphenbutazone ,Phenylbutazone
,Piroxicam Rofecoxib ,Sulindac , dan Tolmetin ( Katzung, 2007 ).
2) Analgetik opioid
Analgetik opiad merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti
opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi, habituasi dan
ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan
analgesik ideal:
a. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin
b. Tanpa bahaya adiksi
Analgetik opiad mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat
dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat
mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia).. Analgetik
opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk
mengatasi nyeri yang hebat. Contoh obat Alfentanil, Benzonatate,
Buprenorphine, Butorphanol, Codeine, Dextromethorphan, Dezocine , Difenoxin,
Dihydrocodeine, Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone,
Hydromorphone , LAAM, Levopropoxyphene , Levorphanol Loperamide,
Meperidine, Methadone ,Morphine ,Nalbuphine ,Nalmefene ,Naloxone
,Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine ,Propoxyphene
,Sufentanil ( Katzung, 2007 ).
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri
(endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang
mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti
mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas
mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-
senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen.
Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain:
enkefalin, endorfin, dan dinorfin ( Ganiswara,1995).
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh
seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan
kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid
endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke
otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap
rangsang eksternal ( Katzung, 2007 ).
Sensasi nyeri, tak perduli apa penyebabnya, terdiri dari masukan
isyarat bahaya ditambah reaksi organisme ini terhadap stimulus. Sifat
analgesik opiat berhubungan dengan kesanggupannya merubah persepsi
nyeri dan reaksi pasien terhadap nyeri. Penelitian klinik dan percobaan
menunjukkan bahwa analgesik narkotika dapat meningkatkan secara efektif
ambang rangsang bagi nyeri tetapi efeknya atas komponen reaktif hanya dapat
diduga dari efek subjektif pasien. Bila ada analgesia efektif, nyeri mungkin
masih terlihat atau dapat diterima oleh pasien, tetapi nyeri yang sangat parah pun
tidak lagi merupakan masukan sensorik destruktif atau yang satu-satunya
dirasakan saat itu (Katzung, 2007).
Analgetik narkotik, kini disebut juga opioida (mirip opioat) adalah
obat-obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen dengan
memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid (biasanya µ-reseptor).
Efek utama analgesik opioid dengan afinitas untuk resetor μ terjadi pada susunan
saraf pusat; yang lebih penting meliputi analgesia, euforia, sedasi, dan depresi
pernapasan. Dengan penggunaan berulang, timbul toleransi tingkat tinggi bagi
semua efek (Tjay, 2007).
Obat-obat golongan analgetika ini dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :

1).Golongan salisilat : natrium salisilat, asetosal, salisilamid, dan benorilat.

2).Turunan p-aminofenol : fenasetin dan parasetamol.

3).Turunan pirazolon : antipirin, aminofenol, dipiron, dan asam difluminat

4).Turunan antranilat : glafenin, asam mefenamat, dan asam difluminat.

(Tjay dan Rahardja, 2002)

II.2 Uraian Bahan


a. Na- CMC (Ditjen POM, 1979: 401)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYL CELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksimetilselulosa
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading
atau tidak berbau, atau hampir tidak berbau,
higroskopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol 95%
P,dalam tere P, dalam pelarut organik lain.
Kegunaan : Zat pensuspensi
b. Aqua Pro Injeksi (Ditjen POM, 1979; 97)
Nama Resmi : AQUA STERILE PRO INJECTION
Nama Lain : Air steril untuk injeksi
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : sebagai pelarut
BAB III
METODE KERJA

III. 1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

1. Spoit Oral
2. Gelas Kimia
3. Sendok Tanduk

III.1.2 Bahan
1. Mencit
2. Asam asetat glacial 0,05 % - 0,1 % 0,1 ml/20 g
3. Natrium CMC 1%
4. Ibuprofen
5. Paracetamol dalam Na. CMC 1%

III.2 Prosedur Kerja


1. Diberikan bahan uji pada masing-masing kelomok uji
2. 15 menit kemudian, semua hewan uji diinduksi dengan asam asetat glacial
secara intraperitoneum. Setelah 5 menit, umumnya mencit mulai
merasakan sakit dengan memperlihatkan reflek geliat.
3. Diamati dan dihitung jumlah reflek geliat mencit tiap 5 menit dan hiyung
jumlah geliat hingga menit ke 30.

Cara menghitung % Efektivitas Bahan Uji

% E = (K-U) / K x 100

%E = Persen efektivitas bahan uji


K = Respon (detik) kelompok control
U = Respon (detik) kelompok uji
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Tabel data pengamatan

Mencit Perlakuan
P.O I.P

You might also like