You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS DIABETES MELITUS

Dosen pembimbing : Ida Mardalena, S. Kep., Ns., M. Si

Disusun Oleh :

NISSA KURNIASIH

P07120214023

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

D-IV KEPERAWATAN

2017
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA TN. S DENGAN ULKUS


DIABETES DIGITI I MANUS YANG DILAKUKAN TINDAKAN DEBRIDEMENT
DENGAN TEKNIK GENERAL ANESTESI
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Disusun oleh :

NISSA KURNIASIH
P07120214023

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI


Tanggal : Desember 2017

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Pendidikan

Ida Mardalena, S. Kep., Ns., M. Si


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya , sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Asuhan
Keperawatan terhadap pasien Tn. S dengan Ulkus Diebetes Digiti I Manus yang dilakukan
tindakan Debridement dengan teknik General Anestesi di Instalasi Bedah Sentral RSUP
Soeradji Tirtonegoro Klaten ini dengan lancar. Penulisan asuhan keperawatan ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan yaitu Keperawatan Anestesi II.
Asuhan keperawatan ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu atas bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terimakasih kepada
yang terhormat :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Yogyakarta yang telah menyetujui adanya praktik lab
klinik ini.
2. Ketua Jurusan yang telah mengadakan Praktik Lab Klinik Keperawatan Medikal
Bedah sehingga kami dapat berlatih dan mendapatkan keterampilan yang cukup
banyak.
3. Direktur RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang telah menerima kami untuk
praktik sehingga kami mendapatkan pengalaman menangani pasien secara langsung.
4. Para perawat IBS RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang telah menerima,
membimbing, mengajari serta mendampingi kami dalam melaksanakan praktik lab
klinik ini.
5. Ida Mardalena, S. Kep., Ns., M. Si sebagai pembimbing akademik yang telah
mendampingi dan membimbing kami selama kami menjalani praktik lab klinik.
6. Mujiyono, SKM sebagai pembimbing lapangan yang telah mendampingi dan
membimbing kami selama praktik maupun dalam penyusunan laporan harian dan
asuhan keperawatan ini.
7. Rekan-rekan kelas D-4 Keperawatan yang telah memberi beberapa masukan.Secara
khusus kami menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah
memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada kami, baik
selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap, Asuhan Keperawatan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Klaten, 15 Desember 2017

Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ulkus diabetikum, sesuai dengan namanya, adalah ulkus yang terjadi pada kaki
penderita diabetes dan merupakan komplikasi kronik yang diakibatkan oleh penyakit
diabetes itu sendiri. Diabetes Melitus (DM) memiliki berbagai macam komplikasi kronik
dan yang paling sering dijumpai adalah kaki diabetik (diabetic foot). Di Amerika Serikat,
penderita kaki diabetik mendekati angka 2 juta pasien dengan diabetes setiap tahunnya.2
Sekitar 15% penderita DM di kemudian hari akan mengalami ulkus pada kakinya.
Insiden ulkus diabetikum setiap tahunnya adalah 2% di antara semua pasien dengan
diabetes dan 5 – 7,5% di antara pasien diabetes dengan neuropati perifer. Meningkatnya
prevalensi diabetes di dunia menyebabkan peningkatan kasus amputasi kaki karena
komplikasi diabetes. Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi
dilakukan pada penyandang diabetes setiap tahunnya. Ini berarti, setiap 30 detik ada
kasus amputasi kaki karena diabetes di seluruh dunia.
Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan
kontrol infeksi ( Kruse I, 2006). Ulkus kaki pada pasien diabetes harus mendapatkan
perawatan karena ada beberapa alasan, misalnya unfuk mengurangi resiko infeksi dan
amputasi, memperbaiki fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya pemeliharaan
kesehatan. Tujuan utama perawatan ulkus diabetes sesegera mungkin didapatkan
kesembuhan dan pencegahan kekambuhan setelah proses penyembuhan.

B. Ruang Lingkup Bahasan


Sesuai dengan pasien yang dijadikan kasus dalam penulisan asuhan keperawatan
perianestesi pada pasien Tn. S dengan Ulkus Diabetes Digiti I Manus yang dilakukan
tindakan Debridement dengan teknik General Anestesi di Ruang Instalasi Bedah Sentral
RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang prinsip-prinsip asuhan keperawatan
perienestesi pada pasien Tn. S dengan Ulkus Diabetes Digiti Manus I yang dilakukan
tindakan Debridement dengan teknik General Anestesi di Ruang Instalasi Bedah
Sentral RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan menggunakan metode pendekatan
proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, pathway, klasifikasi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis dan
keperawatan Ulkus Diabetes Digiti Manus I
b. Mengetahui teori general anestesi
c. Menggambarkan asuhan keperawatan perianestesi pasien tentang pengkajian,
analisa data, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proses/ hasil pada
pasien dengan Ulkus Diabetes Digiti Manus I yang dilakukan Debridement dengan
teknik Anestesi Umum

D. Metode Penulisan
Menggunakan metode deskriptif yaitu memberi gambaran yang nyata tentang kondisi
perioperatif dan teknik yang digunakan meliputi :
a. Wawancara : mengumpulkan data dan wawancara langsung dengan pasien
b. Observasi : mengamati secara langsung kondisi pasien
c. Studi dokumen : membaa dan mempelajari rekam medik pasien
d. Studi kepustakaan : mempelajari referensi yang berhubungan dengan laporan
kasus.

E. Strategi Penulisan
Untuk memberi gambaran pada pembaca mengenai keseluruhan isi maka penulis
menyusun laporan ini dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode, dan strategi
penulisan
BAB II : Tinjauan pustaka terdiri dari definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
pathway, manifestesi klinis, klasifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan, teori
general anestesi, dan gambaran asuhan keperawatan pasien Ulkus Diabetes Digiti I
Manus yang dilakukan Debridement dengan teknik Anestesi Umum.
BAB III : Tinjauan kasus merupakan uraian yang menampilkan asuhan keperawatan
terhadap penderita secara nyata yang sistematikanya disusun sesuai BAB II
BAB IV : Penutup, kesimpulan, dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau
insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001: 543).
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan sistemik yang ditandai dengan
hiperglikemia karena glukosa beredar dalam sirkulasi darah dan tidak seluruhnya masuk
ke dalam sel karena insulin yang membantu masuknya glukosa ke dalam sel terganggu
sekresinya, glukosa diperlukan dalam metabolisme seluler dalam proses pembentukan
energi. Secara garis besar diabetes mellitus terkait dengan supply dan demand insulin
berdasarkan kualitas dan kuantitas dari insulin itu sendiri (Erma n, 1998 ; PERKENI,
2006).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkusberbau,ulkus diabetikum juga merupakan salah satu
gejala klinik dan perjalanan penyakit DM denganneuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderit Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah,
(zaidah 2005).

B. Epidemiologi
Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease,
diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui menderita diabetes, dan jutaan
diantaranya beresiko untuk menderita diabetes. Dari keseluruhan penderita diabetes, 15%
menderita ulkus di kaki, dan 12-14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan
amputasi.
Separo lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari komplikasi ulkus
diabetes, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan amputasi kaki
kontralateral. Bahkan setelah hasil perawatan penyembuhan luka bagus, angka
kekambuhan diperkirakan sekitar 66%, dan resiko amputasi meningkat sampai 12%.
Komunitas Latin di Amerika (Hispanik), Afro Amerika dan Native Amerika
mempunyai angka prevalensi diabetes tertinggi didunia, dimungkinkan berkembangnya
ulkus diabetes.
Menurut Medicare, prevalensi diabetes sekitar 10% dan 90% diantaranya adalah
penderita diabetes tipe II. Neuropati diabetik cenderung terjadi sekitar 10 tahun setelah
menderita diabetes, sehingga kelainan kaki diabetik dan ulkus diabetes dapat terjadi
setelah waktu itu.

C. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001:1220), adalah
sebagai berikut :
1. Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
2. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.
4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus).

Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut PERKENI (2006) adalah yang sesuai


dengan anjuran klasifikasi diabetes mellitus American Diabetes Association (ADA) ,
yang membagi klasifikasi diabetes mellitus menjadi 4 kelompok yaitu diabetes mellitus
tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus tipe lain, dan diabetes mellitus
gestasional (Shahab, 2006). Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan karena terjadinya
destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute seperti autoimun
(melalui proses imunologik) dan idiopatik (Shahab, 2006). Diabetes mellitus tipe 2
bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defesiensi insulin relative,
sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin (Shahab, 2006).

D. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah:
1. Diabetes Tipe I
 Faktor genetik.
 Faktor imunologi.
 Faktor lingkunngan.
2. Diabetes Tipe II
 Usia.
 Obesitas.
 Riwayat keluarga.
 Kelompok genetik.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi


faktor endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen
a. Genetik, metabolik.
b. Angiopati diabetik.
c. Neuropati diabetik.
2. Faktor ekstrogen
a. Trauma.
b. Infeksi.
c. Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkuspada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan
ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang
sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertaiUlkus
Diabetikumakibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan
infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001)

E. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.
1. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus
Gejala penyakit DM dari satu pender ita ke penderita lain bervariasi bahkan,
mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
a. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
1) Banyak makan (poliphagia).
2) Banyak minum (polidipsia).
3) Banyak kencing (poliuria).
b. Bila keadaan tersebut tidak sege ra diobati, akan timbul gejala:
1) Banyak minum.
2) Banyak kencing.
3) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10
kg dalam waktu 2 – 4 minggu).
4) Mudah lelah.
5) Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
koma yang disebut dengan koma diabetic
2. Gejala Kronik Diabetes mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus adalah sebagai
berikut:
a. Kesemutan.
b. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
c. Rasa tebal di kulit.
d. Kram.
e. Capai.
f. Mudah mengantuk.
g. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
h. Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan
impotensi.
j. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi be rat lahir lebih dari 4 kg

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas


walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
 Pain(nyeri).
 Paleness(kepucatan).
 Paresthesia(kesemutan).
 .Pulselessness(denyut nadi hilang)
 Paralysis(lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
 Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
 Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
 Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
 Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Klasifikasi : Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan, yaitu:
 Derajat 0 : Tidak adalesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus“.
 Derajat I :Ulkus superfisialterbatas pada kulit.
 Derajat II :Ulkus dalam menembustendon dan tulang.
 Derajat III :Absesdalam, dengan atau tanpaosteomielitis.
 Derajat IV :Gangren jari kaki atau bagian distalkaki dengan atau tanpa selulitis.
 Derajat V :Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

F. Komplikasi
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah sebagai
berikut :
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa
koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik
oral golongan sulfonilurea.
2. Hiperglikemia
Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas
adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.
Ulkus Diabetikjika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku
kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari kaki,
plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil
RA)

G. Patofisiologi
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan,
yaitu :
1. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll).
2. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
3. Desensitas/kerusakan reseptor insulin ( down regulation ) di jaringan perifer
Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat mengakibatkan:
1. Menurunnya transport glukosa melalui membram sel, keadaan ini mengakibatkan sel-
sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh.
Manifestasi yang muncul adalah penderita Diabetes mellitus selalu merasa lapar atau
nafsu makan meningkat ”poliphagia”.
2. Menurunnya glikogenesis, dimana pe mbentukan glikogen dalam hati dan otot
terganggu.
3. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini disertai
nafsu makan meningka t atau poliphagia sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
hiperglikemi. Kadar gula darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi
mengabsorpsi dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria.
Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau poliuria dan selalu
merasa haus atau polidipsia.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah : Lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi
lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya
insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat
istirahat.
b. Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah (GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl ), glikohemoglobin dan
kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan
fungsi ginjal
c. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR),
atau plethymosgrafi.
d. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman. (zaidah 2005)
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan
sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI):
meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan
Pemeriksaan Fisik, CT Scan Atau MRI Dapat Digunakan Untuk Membantu
Diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false
positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed
ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.
d. Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler atau
endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna
penyakit atheroskleris.

I. Penatalaksanaan Ulkus Diabetes


1. Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka.
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan
jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan
sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu
proses penyembuhan luka.
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik,
enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya
membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedangkan metode mekanis
membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement non selektif).

Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan metode
yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan nekrosis atau
terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan
jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol infeksi dan penutupan
luka selanjutnya.
Debridement enzimatis menggunakan agen topikal yang akan merusak jaringan
nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase,
papain-urea, streptokinase, streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada
luka sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen
topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan perawatan
terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara umum
diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka dengan
perfusi arteri terbatas.
Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada dasar
luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-
kering (wet-to-dry saline gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka
dan dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa dan secara
mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan.
2. Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu komponen
penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang
mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi
tekanan tetapi sulit untuk dilakukan
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif.
TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien
keluar dari area ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama
perawatan dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu
penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada
luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara lain
membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat menimbulkan luka baru,
kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.
3. Pembedahan
a. Debridement
Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan terinfeksi dari ulkus,
callus hipertropik. Pada debridement juga ditentukan kedalaman dan adanya
tulang atau sendi yang terinfeksi.
b. Pembedahan Revisional
Pembedahan revisional dilakukan pada tulang untuk memindahkan titik beban.
Tindakan tersebut meliputi reseksi metatarsal atau ostektomi
c. Pembedahan Vaskuler
Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya gejala dari kelainan
pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka yang tidak sembuh, adanya gangren.
d. Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan luka partial thickness.
e. Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan dalam dimana dasar
luka tidak mencukupi untuk dilakukannya autologus skin graft
f. Jaringan pengganti kulit
1) Dermagraft
2) Apligraft
g. Penutup dengan flap
J. Pathway
K. Konsep Teori General Anestesi (GA)
1. Pengertian
Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen menurut Mangku &
Senapathi (2010) yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = “mati ingatan’), analgesi (bebas
nyeri = “mati rasa”), dan relaksasi otot rangka (“mati gerak”). Ketiga target anestesia
tersebut populer disebut dengan “Trias anestesi”. General anestesi adalah suatu
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri
diseluruh tubuh akibat pemberian obat anestesia.
2. Indikasi
a. Infant dan anak usia muda
b. Dewasa yang memilih anestesi umum
c. Pembedahannya luas / eskstensif
d. Penderita sakit mental
e. Pembedahan lama
f. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
g. Riwayat penderita toksik / alergi obat anestesi lokal
h. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia dan bedah anak biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
3. Kontra Indikasi
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang
mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap
hepar atau dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran
darah koroner
c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa
menyebabkan peninggian gula darah.

4. Teknik
General anestesi menurut Mangku & Senapathi (2010) membagi anestesi menjadi 3
komponen yang disebut trias anestesi dengan teknik general anestesi antara lain:
a. General Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung kedalam pembuluh darah vena.
Obat induksi bolus disuntikkan dengan kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesi hemodinamik harus selalu diawasi dan diberikan oksigen.
b. General Anestesi Inhalasi
Merupakan teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan
kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah
menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
Menurut Mangku & Senapathi (2010) ada beberapa teknik general anestesi
inhalasi antara lain:
1) Inhalasi sungkup muka
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang dipenuhi
adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi
kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh, berlangsung singkat dan posisi
terlentang.
2) Inhalasi Sungkup Laryngeal Mask Airway (LMA)
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang dipenuhi
adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi
kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh, berlangsung singkat dan posisi
terlentang.
3) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas spontan
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang dipenuhi
adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi
didaerah kepala-leher dengan posisi terlentang, berlangsung singkat dan tidak
memerlukan relaksasi otot yang maksimal.
4) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas kendali
Inhalasi ini menggunakan obat pelumpuh otot non depolarisasi, selanjutnya
dilakukan nafas kendali. Komponen anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik,
analgetik dan relaksasi otot. Teknik ini digunakan pada operasi yang
berlangsung lama >1jam (kraniotomi, torakotomi,laparatomi, operasi dengan
posisi lateral dan pronasi).
c. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan menggabungkan kombinasi obat-obatan baik
obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik
general anestesi dengan anestesi regional untuk mencapai trias anestesi secara
optimal dan berimbang
5. Komplikasi (Miller, 2010)
a) Trauma pada jaringan lunak gigi dan mulut
b) Hipertensi sistemik dan takikardi
c) Aspirasi cairan lambung
d) Barotrauma paru
e) Spasme laring
f) Edema laring

L. Asuhan Keperawatan Peri Anestesi


1. Pre Anestesi
a. Pengkajian Pre Anestesi dilakukan sejak pasien dinyatakan akan dilakukan
tindakan pembedahan baik elektif maupun emergensi. Pengkajian pre anestesi
meliputi :
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
3) Pemeriksaan fisik pasien meliputi : Tanda-tanda vital pasien, pemeriksaan
sistem pernapasan (breathing), sistem kardiovaskuler (bleeding),sistem
persyarafan (brain), sistem perkemihan dan eliminasi (bowel), sistem
tulang, otot dan integument (bone).
4) Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT-scan, USG, dll.
5) Kelengkapan berkas informed consent.
b. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat menilai
klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan
diagnosa keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi pre
anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi Pre Anestesi
1) Dx : Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan
Tujuan : Cemas berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi/pembiusan.
 Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan.
 Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif secara tepat.
 Pasien taampak tenang dan kooperatif.
 Tanda-tanda vital normal.
Rencana tindakan :
 Kaji tingkat kecemasan.
 Orientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi.
 Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
 Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
 Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.
 Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
 Kolaborasi untuk memberikan obat penenang.
Evaluasi :
 Pasien mengatakan paham akan tindakan pembiusan atau anestesi.
 Pasien mengatakan siap dilakukan prosedur anestesi dan operasi.
 Pasien lebih tenang.
 Ekspresi wajah cerah.
 Pasien kooperatif ditandai tanda-tanda vital dalam batas normal.
2) Dx : Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d
vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi.
Tujuan : keseimbangan cairan dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh
tercukupi.
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan tidak haus/tidak lemas.
 Akral kulit hangat.
 Haemodinamik normal.
 Masukan dan keluaran cairan seimbang.
 Urine output 1-2 cc/kgBB/jam.
 Hasil laborat elektrolit darah normal.
Rencana tindakan :
 Kaji tingkat kekurangan volume cairan.
 Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit.
 Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit.
 Monitor hemodinamik pasien.
 Monitor perdarahan.
Evaluasi :
 Kebutuhan volume cairan seimbang.
 Lokasi tusukan infus tidak bengkak dan tetesan infus lancar.
 Cairan masuk dan keluar pasien terpantau.
 Hemodinamik normal.
 Laboratorium.
2. Intra Anestesi
a. Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien. Pengkajian Intra anestesi
meliputi :
1) Persiapan pasien, alat anestesi dan obat-obat anestesi.
2) Pelaksanaan anestesi
3) Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu setiap 5 menit
sampai 10 menit.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan,
tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra anestesi
1) Dx : Pola nafas tidak efektif b/d penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Pola napas pasien menadi efektif/normal.
Kriteria hasil :
 Frekuensi napas normal.
 Irama napas sesuai yang diharapkan.
 Ekspansi dada simetris.
 Jalan napas pasien lancar tidak didapatkan adanya sumbatan.
 Tidak menggunakan obat tambahan.
 Tidak terjadi sianosis, saturai O2 96-100%.
Rencana tindakan:
 Bersihkan secret pada jalan napas.
 Jaga patensi jalan napas.
 Pasang dan beri suplai oksigen yang adekuat.
 Monitor perfusi jaringan perifer.
 Monitor ritme, irama dan usaha respirasi.
 Monitor pola napas dan tanda-tanda hipoventiasi.
Evaluasi :
 Pola napas efektif dan tidak ada tanda-tanda sianosis.
 Napas spontan, irama dan ritme teratur.
2) Dx : Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : Tidak akan terjadi aspirasi
Kriteria hasil :
 Pasien mampu menelan.
 Bunyi paru bersih.
 Tonus otot yang adekuat.
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien.
 Pantau tanda-tanda aspirasi.
 Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah, kemampuan
menelan.
 Pantau bersihan jalan napas dan status paru.
 Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
 Tidak ada muntah.
 Mampu menelan.
 Napas normal tidak ada suara paru tambahan.
3) Dx : Resiko kecelakaan cedera b/d efek anestesi umum.
Tujuan : Pasien aman selama dan setelah pembedahan.
Kriteria hasil :
 Selama operasi pasien tidak bangun/tenang.
 Pasien sadar setelah anestesi selesai.
 Kemampuan untuk melakukan gerakan yang bertujuan.
 Kemampuan untuk bergerak atau berkomunikasi.
 Pasien aman tidak jatuh
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien, tingkatkan keamanan bila perlu gunakan tali pengikat.
 Jaga posisi pasien immobile.
 Atur tmeja operasi atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi fisiologis
dan psikologis.
 Cegah resiko injuri jatuh.
 Pasang pengaman tempat tidur ketika melakukan transportasi pasien.
 Pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul.
Evaluasi :
 Pasien aman selama dan setelah pembiusan.
 Pasien nyaman selama pembiusan, tanda-tanda vital stabil.
 Pasien aman tidak jatuh.
 Skor aldert pasien ≥ 9 untuk bisa dipindahkan ke ruang rawat.
3. Post Anestesi
a. Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai dilakukan tindakan
pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan. Pengkajian Post
anestesi meliputi :
1) Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
2) Status respirasi dan bersihan jalan napas.
3) Penilaian pasien dengan skala Aldert (untuk anestesi general) dan skala
Bromage (untuk anestesi regional)
4) Instruksi post operasi.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan,
tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi
1) Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif b/d mukus banyak, sekresi
tertahan efek dari general anestesi.
Tujuan : bersihan jalan napas pasien efektif.
Kriteria hasil :
 Pola napas normal : frekuensi dan kedalaman, irama.
 Suara napas bersih.
 Tidak sianosis.
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien.
 Pantau tanda-tanda ketidak efektifan dan pola napas.
 Ajarkan dan anjurkan batuk efektif.
 Pantau respirasi dan status oksigenasi.
 Buka jalan napas dan bersihkan sekresi.
 Beri oksigenasi dan ajarkan napas dalam.
 Auskultasi suara napas dan pantau status oksigenasi dan hemodinamik.
Evaluasi :
 Jalan napas efektif.
 Napas pasien spontan dan teratur.
 Tidak ada tanda-tanda sianosis.
 Status hemodinamik pasien stabil.
2) Dx : Gangguan rasa nyaman mual muntah b/d pengaruh sekunder obat
anestesi.
Tujuan : Mual muntah berkurang.

Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan mual berkurang.
 Pasien tidak muntah.
 Pasien menyatakan bebas dari mual dan pusing.
 Hemodinamik stabil dan akral kulit hangat.
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien dan tingkatkan keseimbangan cairan.
 Pantau tanda vital dan gejala mual muntah.
 Pantau turgor kulit.
 Pantau masukan dan keluaran cairan.
 Kolaborasi dengan dokter.

Evaluasi :
 Perasaan pasien lega, tidak pusing dan terbebas dari rasa mual.
 Akral kulit hangat tidak pucat/sianosis.
 Nadi teratur dan kuat
 Status hemodinamik stabil.
3) Dx : Nyeri akut b/d agen cidera fisik (operasi)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
 Pasien mampu istirahat.
 Ekspresi wajah tenang dan nyaman.
Rencana tindakan:
 Kaji drajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri.
 Gunakan tehnik komunikasi terapeutik.
 Ajarkan tehnik relaksasi.
 Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
 Rasa nyeri berkurang atau hilang.
 Hemodinamik normal.
 Pasien bisa istirahat dan ekspresi wajah tenang.
4) Dx : Hipotermi b/d berada atau terpapar di lingkungan dingin.
Tujuan : Pasien menunjukan termoregulasi.
Kriteria hasil :
 Kulit hangat dan suhu tubuh dalam batas normal.
 Perubahan warna kulit tidak ada.
 Pasien tidak menggigil kedinginan.
Rencana tindakan:
 Mempertahankan suhu tubuh selama pembiusan atau operasi sesuai yang
diharapkan.
 Pantau tanda-tanda vital.
 Beri penghangat.
Evaluasi :
 Suhu tubuh normal.
 Tanda-tanda vital stabil.
 Pasien tidak menggigil.
 Warna kulit tidak ada perubahan.
DAFTAR PUSTAKA

Purnamasari, D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. . Dalam Aru W.S.,
Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1880-4.

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

Suharjo, J.B., Cahyono, B., 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik.Dexa Media vol. 20 no. 3

Suyono, S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A.,
Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna
Publishing. Hal: 1877-84.

Waspadji, S., 2009. Komplikasi Klonik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan
Strategi. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1922-30.

Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2009.

Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi FK
UI. Jakarta

Mangku, Gde., Senapathi, Tjokorda Gde A. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reaminasi.
Jakarta: Indeks

Furong, FF. Laporan Pendahuluan Ulkus DM. Tersedia dalam :


https://www.scribd.com/document/105686542/Laporan-Pendahuluan-Ulkus-Dm
diakses pada 15 Desember 2017

You might also like