You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi individu

(Mudyaharjo, 2009:3). Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pendidik adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Tujuan pendidikan dapat dicapai salah satunya adalah dengan adanya

kurikulum. Kurikulum di Indonesia kerap kali mengalami perubahan, kurikulum

yang digunakan di Indonesia pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum

2013 mempunyai tujuan untuk mendorong siswa, mampu lebih baik melakukan

observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa

yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pelajaran

(Mulyasa, 2013).

Pelaksanaan penyusunan Kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan

pengembangan dari kurikulum sebelumnya. Amanat UU 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi

lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,

pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah

1
2

disepakati. Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang

dirancang untuk mengantisipasi kebutuhan kompetensi abad 21 (Kemendikbud,

2013).

Saat ini kita telah memasuki abad 21 di mana pada abad ini disebut

sebagai abad pengetahuan. Saat ini, pendidikan berada di masa pengetahuan

(knowledge age) dengan percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa.

Percepatan peningkatan pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan

teknologi digital maka sebab itu tantangan guru di abad 21 juga semakin berat

untuk mengantarkan dan membimbing siswanya menghadapi pendidikan abad 21.

Pembelajaran abad 21 yang juga sesuai dengan Kurikulum 2013, di mana proses

pembelajarannya menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).

Pendekatan Ilmiah terdiri dari: (a) mengamati, (b) menanya, (c) menalar, (d)

analogi, (e) mencoba (Kemendikbud, 2013).

Kurikulum 2013 mewajibkan siswa untuk mengkonstruksi sendiri

pengetahuannya, sedangkan guru hanya bersifat sebagai fasilitator dan motivator.

Kurikulum 2013 ini sangat mendukung siswa untuk menghadapi tantangan

tantangan pembelajaran pada abad 21. Banyak sekali keterampilan-keterampilan

yang harus diasah siswa untuk menghadapi tantangan abad 21 salah satunya

adalah keterampilan berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan proses berpikir yang

dalam tahapnya berlangsung kejadian menganalisis, mengkritisi dan mengambil

kesimpulan berdasarkan pada pertimbangan yang seksama (Ibrahim, 2000).

Model pembelajaran yang digunakan guru merupakan hal yang sangat

penting dalam proses pembelajaran khususnya untuk meningkatkan keterampilan

berpikir kritis. Model pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang


3

berisi prosedur sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar siswa untuk

mencapai tujuan belajar tertentu yang befungsi sebagai pedoman bagi guru dalam

proses belajar mengajar (Sagala, 2010). Pemakaian model pembelajaran harus

disesuaikan dengan materi pembelajaran dan karakteristik siswa sehingga dapat

mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang tepat juga

dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa sehingga hasil belajar siswa juga

meningkat, tetapi masih banyak guru yang tidak menerapkan model pembelajaran

dalam proses mengajar dan han yamenggunakan metode konvensional saja.

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran tradisional di mana

pembelajaran berpusat pada guru dan menggun akan metode ceramah.

Hasil observasi yang dilakukan pada siswa kelas XI MIPA 5 di SMAN 2

Malang selama KPL gelombang II pada bulan September-Oktober 2016

menunjukkan bahwa guru dalam hal mengajar masih menggunakan metode

ceramah dari awal sampai akhir pembelajaran sehingga siswa merasa bosan dan

tidak ada minat untuk mengikuti pembelajaran biologi. Rendahnya minat belajar

siswa terlihat siswa sering mengantuk saat pembelajaran biologi. Siswa jarang

diaktifkan untuk presentasi dan bekerja kelompok dan hanya ada beberapa siswa

yang aktif. Pertanyaan yang diajukan oleh siswa rata rata hanya berkisar pada

pertanyaan tingkat C1 dan C2 saja, kemudian soal ulangan harian yang dibuat

yaitu soal pilihan ganda hanya berkisar C1 sampai C3 saja. Soal-soal untuk

evaluasi di akhir materi masih diberi soal-soal pilihan ganda di mana soal-soal

yang dibuat oleh guru masih pada tingkat kognitif rendah antara CI sampai C3.

Metode yang digunakan oleh guru masih bersifat konvesional yaitu

ceramah. Siswa kurang diaktifkan untuk berdiskusi secara kelompok sehingga


4

kurang mengasah kemampuan untuk berdiskusi seperti menanggapi jawaban

teman dan bertanya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan tuntutan Kurikulum

2013 dan tantangan abad 21 untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

Keengganan siswa untuk bertanya, menganalisis, mengkritisi, dan menanggapi

merupakan salah satu indikator rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa kelas

dan XI MIPA 5 di SMAN 2 Malang, sehingga perlu ditingkatkan.

Hasil wawancara pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa nilai paling

rendah yaitu kelas XI MIPA 5 dengan ketuntasan klasikal sebesar 56,25 % untuk

materi Sistem Ekskresi. Menurut hasil wawancara materi yang susah dipahami

oleh siswa di kelas XI yaitu semua materi dianggap sulit karena berkaitan dengan

proses fisiologi sedangkan kesulitan guru pengajar yang dialami selama mengajar

siswa di kelas yaitu siswa sangat kurang aktif saat kegiatan pembelajaran.

Menurut guru pengajar keterampilan berpikir kritis sangat penting untuk untuk

diterapkan di siswa untuk mengasah berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking

Skills). Guru pernah mengukur keterampilan berpikir siswa dan usaha yang

pernah dilakukan oleh guru pengajar untuk meningkatkan keterampilan berpikir

siswa yaitu model pembelajaran PjBL, PBL, dan inkuiri. Menurut guru pengajar

model pembelajaran Think Pair Share dipadu dengan metode pembelajaran

Talking Chips belum pernah diterapkan di kelas XI dan perlunya diterapkan

perpaduan pembelajaran baru untuk mengetahui hasil peningkatannya.

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan pada saat pembelajaran

Biologi di kelas XI MIPA 5 SMAN 2 Malang, solusi yang dapat diterapkan

adalah menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dan

dapat mengaktifkan siswa di dalam pembelajaran seperti siswa dapat membangun


5

pengetahuannya sendiri, dan dapat mengasah keterampilan berpikir kritisnya yaitu

diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dipadu

dengan metode pembelajaran Talking Chips untuk meningkatkan hasil belajar dan

keterampilan berpikir kritis. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

merupakan model pembelajaran kooperatif yang efektif untuk membuat variasi

suasana pola diskusi. Prosedur yang digunakan dalam model Think Pair Share

dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, merespon dan saling

membantu (Trianto, 2011).

Menurut Joyce, dkk. (2009) latihan bekerja sama bisa dilakukan dengan

pengelompokan sederhana, yakni dengan dua siswa dalam satu kelompok yang

ditugaskan untuk menyelesaikan tugas kognitif. Model ini merupakan cara paling

sederhana dalam organisasi sosial maka dari itu model pembelajaran Think Pair

Share sangat ideal untuk guru dan siswa yang baru belajar kolaboratif. Model

pembelajaran Think Pair Share memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri

serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari model ini adalah

optimalisasi partisipasi siswa. Model ini memberi kesempatan lebih banyak

kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada

orang lain (Surayya, 2014).

Model pembelajaran Think Pair Share terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap

Thinking (berpikir), Pairing (berpasangan), dan Sharing (berbagi). Pada tahap

Think siswa harus berpikir sendiri tentang jawaban atas permasalahan yang

diberikan oleh guru. Berpikir merupakan proses kognitif, yaitu suatu aktivitas

mental untuk memperoleh pengetahuan. Ketika harus berpikir, maka akan ada

dialog dengan diri sendiri. Pada tahap Pair, siswa akan berpasangan untuk
6

mendiskusikan hasil berpikir mereka sebelumnya. Diperlukan beberapa

keterampilan berpikir dalam berdiskusi, antara lain: mengenal masalah,

menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah

tersebut, mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, memahami

dan menggunakan bahasa yang tepat dan jelas, menganalisis data, dan menarik

kesimpulan (Surayya, 2014). Keterampilan-keterampilan berpikir ini merupakan

landasan untuk berpikir kritis (Surayya, 2014).

Pada tahap Share, siswa akan berbagi dengan seluruh kelas. Tahap Share

ini diperlukan kemampuan untuk mengatakan sesuatu dengan penuh percaya diri,

dengan demikian setiap tahap yang terdapat dalam model pembelajaran Think

Pair Share merupakan keterampilan berpikir, landasan berpikir kritis, dan definisi

keterampilan berpikir kritis (Surayya, 2014). Agar tahap-tahap dalam model

pembelajaran Think Pair Share berjalan dengan baik maka keterampilan berpikir

kritis siswa sangat diperlukan. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk

berpendapat dengan cara yang terorganisasi (Johnson, 2007). Menurut Solomon

(2009), model Think Pair Share merupakan praktik keadilan yang paling baik

dalam pendidikan. Alasannya, model Think Pair Share memberikan siswa (1)

waktu berpikir, yakni periode untuk merefleksikan dan menyusun jawaban, (2)

waktu latihan, yakni periode untuk mengungkapkan pikiran kepada teman sekelas,

dan (3) lima pilihan tepat termasuk berbagi pikiran dengan pasangan belajar.

Dikatakan lebih lanjut bahwa model think pair share mendorong peningkatan

partisipasi siswa dalam pembelajaran serta meningkatkan kemampuan berpikir

siswa.
7

Pada tahap Share (berbagi ke seluruh kelas) dipadu dengan metode

pembelajaran Talking Chips. Pengertian metode pembelajaran Talking Chips

adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa siswa

dalam satu kelompok diskusi, dimana masing-masing siswa dalam kelompok

memberikan tanda saat mereka berbicara (Kagan, 2009). Talking Chips berguna

untuk membantu siswa dalam hal berdiskusi mengenai isu kontroversial dan

metode pembelajaran ini berguna untuk memecahkan permasalahan komunikasi

yang mendominasi dalam anggota kelompok diskusi (Putra, 2015). Lie (2010)

juga mengungkapkan bahwa setiap anggota kelompok mendapatkan kesempatan

untuk kontribusi dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya.

Kontribusi yang diberikan bisa berupa jawaban, tanggapan/pendapat dan

pertanyaan. Berdasarkan kontribusi yang diberikan oleh siswa dalam hal

memberikan jawaban, pertanyaan maupun tanggapan/pendapat kita dapat

mengukur bagaimana keterampilan berpikir masing-masing siswa. Keunggulan

dari model ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang

sering mewarnai kerja kelompok.

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran Think

Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis.

Seperti penelitian sebelumya yakni hasil penelitian yang dilakukan Putra (2014)

yaitu penerapan pembelajaran berbasis masalah dipadu dengan Think Pair Share

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar biologi siswa

kelas XI IPA 1 SMAN 2 Batu Jawa Timur yaitu hasil tes akhir siklus 1 didapatkan

persentase 60% sedangkan pada siklus II sebanyak 86,66% sehingga terjadi

peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 26,66%. Hasil penelitian


8

lainnya yang terkait dengan Talking Chips yaitu penelitian oleh Listiaputri (2014)

yang berjudul penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA 3 Malang yaitu di dapatkan

data penelitian bahwa Talking Chips dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis berdasarkan nilai rata-rata kelas dari 89,6 menjadi 91,6 dengan nilai selisih

sebesar 2,0.

Materi Sistem Respirasi dan Sistem Ekskresi merupakan materi pada

silabus biologi kelas XI semester 2 yaitu pada Kompetensi Dasar 3.8, 4.8, 3.9,

dan 4.9. KD 3.8 yaitu Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun

organ pada Sistem Respirasi dalam kaitannya dengan bioproses dan gangguan

fungsi yang dapat terjadi pada Sistem Respirasi Manusia sedangkan KD 4.8 yaitu

Menyajikan hasil analisis pengaruh pencemaran udara terhadap kelainan pada

struktur dan fungsi organ pernapasan manusia berdasarkan studi literatur. KD 3.9

Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem

ekskresi dalam kaitannya dengan bioproses dan gangguan fungsi yang dapat

terjadi pada Sistem Ekskresi manusia sedangkan KD 4.9 yaitu Menyajikan hasil

analisis pengaruh pola hidup terhadap kelainan pada struktur dan fungsi organ

yang menyebabkan gangguan pada Sistem Ekskresi serta kaitannya dengan

teknologi. Kedua KD tersebut termasuk ke dalam tingkat kognitif C4 yaitu

menganalisis yang merupakan HOTS High Order Thinking Skills. Maka dari itu

pemilihan materi ini sangat sesuai untuk meningkatkan keterampilan berpikir

kritis dan hasil belajar. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan

Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran


9

Think Pair Share dipadu dengan Metode Pembelajaran Talking Chips untuk

Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Biologi Siswa

Kelas XI SMAN 2 Malang.

B. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah.

1. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI SMAN 2 Malang melalui

penerapan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dipadu

dengan metode pembelajaran Talking Chips

2. Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI SMAN 2 Malang

melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS)

dipadu dengan metode pembelajaran Talking Chips

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dipadu dengan

Talking Chips dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas

XI MIPA 5 SMAN 2 Malang tahun pelajaran 2016/2017 pada mata

pelajaran Biologi.

2. Metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dipadu dengan

Talking Chips dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MIPA 5

SMAN 2 Malang tahun pelajaran 2016/2017 pada mata pelajaran Biologi.


10

D. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian diharapkan bermanfaat bagi beberapa pihak sebagai

berikut.

1. Guru model yaitu: (a) memberikan solusi untuk memecahkan masalah

pembelajaran yang ada di kelas; (b) memberikan kesempatan untuk

memperbaiki kualitas pembelajaran dan cara mengajar; (c) memberikan

kesempatan untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair Share dipadu dengan metode pembelajaranTalking Chips untuk

meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis.

2. Siswa: (a) mendapatkan pengalaman belajar yang baru; (b) mengasah

kemampuan berpikir kritis; (c) meningkatkan hasil belajar; (d) mendapatkan

kesempatan yang sama dalam mengikuti pembelajaran.

3. Sekolah: (a) dapat digunakan untuk tambahan model pembelajaran; (b)

menciptakan learning community antara kepala sekolah, guru dan

pengawas.

E. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini di lakukan pada siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 2 Malang

2. Materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah Sistem Pernapasan dan

Sistem Ekskresi semester genap

3. Aspek yang diteliti adalah keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar

siswa meliputi ranah kognitif dan psikomotorik

4. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif

tipe Think Pair Share dipadu dengan metode pembelajaran Talking Chips
11

F. Definisi Operasional

Beberapa definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

siswa . Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

meliputi tahap berpikir (Think), berpasangan (Pair), berbagi (Share).

2. Talking Chips atau kancing gemerincing merupakan salah satu metode

pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa siswa dalam satu

kelompok diskusi, dimana masing-masing siswa dalam kelompok

memberikan tanda saat mereka berbicara. Penerapan metode pembelajaran

Talking Chips ini dalam proses pembelajaran diharapkan semua siswa

memiliki kesempatan yang sama untuk aktif dalam mengemukakan

pendapat sehingga terjadi pemerataan kesempatan dalam pembagian tugas

kelompok.

3. Hasil Belajar merupakan perubahan tingkah laku selama dan setelah

pembelajaran berlangsung. Hasil belajar diukur melalui tes pada akhir siklus

untuk ranah kognitif dan lembar observasi untuk ranah psikomotorik saat

kegiatan pembelajaran.

4. Keterampilan berpikir kritis adalah sebuah proses aktif dan cara berpikir

secara teratur atau sistematis untuk memahami informasi secara mendalam,

sehingga membentuk sebuah keyakinan kebenaran informasi yang didapat

atau pendapat yang disampaikan. Pada penelitian ini keterampilan berpikir

kritis siswa diukur dari jawaban siswa pada soal uraian tes akhir siklus
12

menggunakan rubrik penilaian berpikir kritis dari Finken dan Ennis (1993)

yang diadaptasi oleh Zubaidah (2015).

You might also like