You are on page 1of 11

'' '

'---',1r--1:'
1 ..."
ii" ,..' :.

TERAPI OSTEOPOROSIS
Rawan Broto dan Poerwono Rahardjo
Sub Bagian Rematologi Bagian llnlir Penyakit Dalam FK ucM/
SMF Penyakit Datam RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta

Abstrak
Osteoporrrsis adalah penyakrt metabolisme tulang yang dirandai oleh pengurangan
massa tulang dan kemltn.luran mikroarsitektur tulang sehingga terjadi risiko fraktur meniadi
lebih besar karena fragilitas lulang meningkat. Osteoporosis menj6di masatah karena usja
harapan hidup menif]gkat, sedang penanganan akabat komplikasi osteoporosis mahat.
Sehingga diperlukan penanganan dini dengan cara mengetahui tanrla dan qeiala osreo-
porosis secara dini lalu memberikan terapi, baik terapi pencegahan maupun terapi bila retah
terjadi osleoporosis dan komplikasinya.
Osteoporosis terjadi karena 2 penyebab utama yaitu, pertama karena kehilangan massa
tulang secara teros selama hidup dan terlihat nyata pada masa menopause dan
'nenerus
kedua karena pembentukan massa puncak tulang yang terlalu sedikit pada masa dewasa.
Sehingga pembagian osteoporosis meniadi osteoporosis primer tipe lyang berhubungan
dengan penurunan hormon (posa Deropausal osteoporosisl, primer tipe ll yang dihubungkan
dengan osteoporosis s-.nilis dan osteoporosis sekunder yang disebabkan oleh berbagai
keadaan klinis penyakit 1er1entu.
Tujuan pengobatan osteoporosis berdasarkan sebab dan patofisiologinya adalah
pertama untuk mengharnbat hilangnya massa tulang dan kedua meningkatkan massa
tulang. Tuiuan pertama biasa disebut lerapi pencegahan primer. Tuiuan kedua disebut
pencegahan sekunder dan kuratif- Terapi pencegahan primer perlu memperhatikan laktor
makanan yang mendukung alau menyebabkan cepat berkurangnya massa tulang, latihan
fisik. pola hidup aktif dan paparan sinar ultra violet beta dari matahari, pemberian hormonat
pada wanita pra dan pasca menoparse serta pe.hatian terhadap p€nyakit atau terapi obat
tertentu yang clapat rnenyebabkan osteoporosis. Terapi pencegahan sekunder dan kuratif
yang bertujuan meningkatkan massa tulang dapat diberikan obat obatan sepefti kalsitriol,
kalsitonin, hormon pengganti estrogen dan progesterone dosis rendah, bisfosforiat dan
ditambah nutrisi asupan kalsrum serta senam beban.

Kata kunci : osteoporosis prirner dan sekunder, massa puncak tulang, remodeling, rctapi
pencegahan dan terapi kurarif.

Pendahuluan
Sejak dicanangkannya Bone Joint Decade IBJDI 2OO0-201O Osteoporosrs
meniadi penting, karena selain termasLrk dalam 5 besar masalah kelainan

137
muskuloskeietal yang harus d;tangani, juga kasusnya semakin meningkat sejalan
dengan peningkatan iumlah usia iua.
Osteoporosis adalah penyakit metaboiisme tulang yang cirinya adalah pengu
rangan massa tulang dan kemundurar) mikroarsitektur tulang sehinllga meningkat
kan risiko fraktirr o'eh karena fragilitas tulang meningkat. lnsidensi osteoporosis
lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita
pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjarli penting karena problern
lraktur
tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi
tanpa disertai trauma yancr ielas.
Permasalahan terapj osteoporosis adajah kompleks dan erat hubungannya
dengan cakupan penderita yang rendah akibat mahalnya biaya deteksi dini, pe.
meriksaan lanjutan dan obat obat untuk penyakit osteoporosis. Selain i1u obat
obat yang ada plrn masih belum ada yang ideal karena masalah efikasi dan toteransi
Vang ditimbulkan oleh obat obatan tersebut.
Pada urnumnya pengobatan clibagi menjadi 2 tujuan, yaitu pertarna bertltjuan
untuk menghambat hilangnya massa tulang dan disebut pencegahan primer, cian
kedua adalah bertujuan untuk rneningkatkan massa tulang clilebut pencegahan
sekunder dan kuratif.
Makalah ini akan membahas penatalaksanaan osteoporosis terLrtama obat obat
yang dipakai untuk terapi yang bersifat pencegahan primer maupun yang
bersifat
kuratif dan pencegahan sekunder.

Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium


Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yanq terdiri dar; substansi
organik (30olo) dan substansi minetal lTOo/o). Substansi mineral yang paling banyak
terdiri dari kristal hidroksiapatit (9Solo) serta sejunrlah mineral lainnta (S70) seperti
Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2olo) seperti
osteoblast, osteosit dan osteoklast dan matriks tulang (98%) terdii dari kolagen
tipe I (95o/o) dan protein non kolagen (Syo) seperti osteokalsin, osteonektin,
proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang
dan Iosfoprotein
tulang.
Tanpa matriks tulang yang berlungsi sebagai perancah, proses mineralisasi
.
tulang tidak mungkjn dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul
yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsilikasi
dan
fiksasi kristal hidroksiapatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun
sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolff, yaitu setjap
perubahan tungsi tulang akan diikuti oleh perubahan te,lentu yang
menetap pada
arsitektur internal dan penyesuaian eksternal seslai dengan hukJm matematika.
Dengan kata lain, hukum Wolff dapat diartikan sebag;i ,,bentuk akan selalu
mengikuti fungsi" (Daud, 1999).
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang
yang kurang baik selama massa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan
massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan
mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 3O-3S
tahun. WalaLr pun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan
selalu mengadakan remodelling dan memperbaharuj cadangan mine.alnya se
panjang garis beban mekanik_ Faktor pengatur Jormasi dan r;sorbsi
tulang dilak-
sanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut

138
I

coupling. P@ses coupling ini $emungkinkan aktivilas iorntasi tulang sebanding


dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses;ni berlangsung 12 mingEu pada orang
muda dan 16 20 minggu pnda usia nrenengah atau lanjut. Remadelling rcte adalah
2'10olo massa skelet per tahu{i.

Gambar. 1. proses remodelling tulang dan faktor yang mempengaruhinya

Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu taktor lokal yang
menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation
Resorption Formatiot, {ARF). Proses ini dipengarLthi oleh protein mitogenik yang
berasal dari tulang yang merangsang preosteoblast supaya membelah menjadi
osteoblast akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklast. Faktor lain yang
mempengaruhi p(oses rernadelling adalah faktor hormonal. Proses /emodelling akan
dilingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 1OH)2 Varamin
D. Sedang yang menghambat ptoses remodeJ ng adalah kalsitonin, estrogen dan
glukokortikoid. Proses proses yang mengganggu rcmodelling tulang inilah yang me,
nyebabkan terjadinya osteopo.osis.
Selain gangguan pada proses rcmodelling tulang Jaktor lainnya adalah peng-
aturan metabolisme kalsium dan foslat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium
yang besar, tubuh tetap memelihara konsenlrasi kalsium serum pada kadar yanq
tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh Para Tiroid Hormon
(PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol {1,25 dihid.oksi Vitamin Dl dan penurunan
tosJat serum. Faktor lain yang berperan adalirh horrnon tiroid. glukokortikoid dan
insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirotosfat dan pH darah).
Pertukaran kalsium sebesar 1OO0 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraselular
dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat.
Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium
harian, status vitamin D dan umur. Di dalam darah absorpsi tergantung kadar
protein tubuh yaitu albumin karena 50% kalsiLrm yang diserap oleh tubuh terikat
oleh albumin, 4Oolo dalam bentuk komplek sitrat dan 1Oolo terikat fosfat.

139
Faktor faklor yang rnengganEgu p.6ses rer,.rrd€itrgt rl,-rrr llonreostasis kalsium di
atas disebut sebagei faktor risiko terjadinyl oiter)p'-rlisis dan'ribagi irenjadi Jaktor
endogen dan faktor eksogen. Faktor_Jaktol tetsebut depat .iilihat irirda labie 1.

Tabel 1. Faktor risiko t*rjadinya csteopcrcsis

Genetik {nut,isr)
Kaukas!s/oriental Defisiensr lqalsiLim
Habitus kecil 0e{isiensi iosiai
Riwayal keluarga Deficrensi protein
Gay€ hidup
Jenis kelamin wanita
Minum kopi
menopause Minum alcohol
Tidak aktif /kurang 0lahragt
Obat.otratan
Giukokodikoid
Diuretika
Sedatif/anii dePressan

Terapi Osteoporosis
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan adanya osteoporosis
pada pasiennya bila didapatkan adanya gejala nyeri menetap pada tulang terutama
setelah rerjadinya fraktur akibat suatu trauma yang ringan, tubuh makin
memendek, kilosis dorsal bertambah, gangguan otot berupa kaku dan lemah serta
gambaran radiologik yang khas pada tulang trabekular' Diperlukan evaluasi lengkap
dan pengukuran densitas massa tulang dan pemeriksaan biokimia tulang dan
hormonal serta Demeriksaan organ lain yang terkait sepel.ti ginial, hati, saluran
cerna, tiroid dan sebaEainya.
Hal yang perlu dipe.hatikan dalam terapi osteopcrosis adalah mengenali ma'am
osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi menjadi osteoporosis primer dan
osteoporosis sekunder tergantung dari jeias atau lidaknya etiologi osteopotosis'
Osteoporosis primer dibagi menjadi tipe latau osteoporosis pascamenoparrse dan
tipe ll atau osteoporosis senilis. Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan
di tulang, misalnya osteoporosis tipe I {pascamenopause! disebabkan penurunan
estrogen yang cepat, absorpsi ka!sium Vang rendah dan t'Jngsi paratiroid yang
menurun, menyebatrkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekLller sehingga
meningkatkan risiko fraktur vedebrae dan colles Wanita lebih banyak dari pria
dengan perbandingan 6-8 : 1 pada usia rata rata 53 -. 57 tahun Pada osteoporosis
'l
ripe ll (senilis) perbandingan wanita dengan pria 2 : dengan rata-rata terjadi
pada usia 75 85 tahun. Kejadiannya berhubungan dengan penururian produksi 1,25
dihidroksi vitamin D dan malabsorpsi kalsium sehingga menyebabkan hiperpara
tiroidisme sekunder vanq menyebabkan penurunan densitas tLllang pada tulang
kortikal.
Pada osteoporosis sekunder yaitu osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit
atau sebab lain diluar tulanq, seperti glukokortikoid, alkoholisme, merokok, immo
bilisasi, kelainan gastrointestinal, tirotoksikosis, arthritis rematoid, hiperkalsiuria,
dan lainnya. Penting mencari apakah ada penyakit tersebut diatas yang mcndasari
terjadinva osteoporosis dan mengatasi dengan benar penvakit yang mendasarinya'

140
I

Bila kelainan ini dapat disingkirkan berarti osteoporosis tersebut termasuk idiopatik.
Osteoporosis idiopatik lebih banyak pada pria dibanding wanita, yaitu 1O ber-
banding 1. Frekuensinya 3O-4O0,6 osteoporosis pria usia 23-86 tahun dengan
gangguan rendahnya proses formasi tulang dan gangguan fungsi osteoblast.
Terapi osteoporosis pada umumnya Lrertujuan Ltntuk menghambat hilangnya
massa tulang disebut pencegahan primer dan meningkatkan massa tulang disebut
pencegahan sekunder dan kuratif.
Terapi osteoporos;s harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan
dan kuratif. Tujuan terapi pencegahan osleoporosis selain sitatnya primer yaitu
agar osteopeni yang terjadi tidak melewati nilai ambang osteoporosis dan terjadi
terlalu dini, juga bersifat sekunder yaitu memperlambat laju osteopeni yang terjadi.
Caranya yaitu dengan memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (senam
pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet beta
matahari. Seiain itu menghindari obat obatan dan ienis makanan yang merupakan
faktor risiko osteoporosis seperti alcohoi, kafein, diuretika, sedatiJ, kortikosteroid
dan sebagainya. Pemberian terapi hormonal pada pencegahan sekunder terutama
pada osteoporosis tipe I (pasca menopausel dan perhatian terhadap penyakit
tertentu yang dapat menyebabkan osteoporosis seperti diabetes mellitus, kelainan
ke'enjar tiroid, dan sebagainya.
Selain pencegahan tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa
tulang dengan melakukan pemberian obat obat antara lain hormon pengganti
(estrogen dan progesteron dosis rendah), kalsitriol, kalsitonin, bisfosfonat,
raloxifen, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban- Bila telah teriadi fraktur
maka perlu diperhatikan penyuluhan untuk kegiatan hidup sehari-hari, terapi
rehabililasi medis dan tprapi bedah.

Hormon Steroid Gonadal


Termasuk hormon steroid gonadal adalah estrogen, androgen dan progesteion.
Estrogen mempunyai pe.anan yang besar dalam mempertahankan massa tulang.
E{ek utamanya adalah menghambat resorpsi tulang dengan cara menghambat
pembentukan dan Jungsi osteoklas- Berbeda dengan progesteron sampai sekarang
efek langsung pada tulang belum diketahui secara pasti. Pada pria teslosteron
diubah menladi estrogen di perifer oleh enzim aromatase dan mekanisme
selanjutnya hampir sama dengan wanita, bedanya pada pria tidak ada osteoporosis
fase cepat karena tidak ada menopause dan mempunyai massa puncak tulang lebih
ringgi.
Estrogen merupakan terapi hormonal pengganti utama yang direkomendasikan
WHO untuk osteoporosis tipe l. Digunakan untuk terapi pencegahan osteopenia
pada wanita pasca menopause dan pengobatan wanita pasca menopause bengan
osteoporosis selama 20 tahun lebih. Kelebihan terapi estrogen adalah juga
memperbaiki profil lipid dan mengurangi faktor risiko serangan jantung serta
meningkatkan massa tulang 5-1O% pada penggunaan yang teratur selama 5 tahun.
Pada penelitian terbukti dapal menurunkan risiko {raktur tulang sampai 37olo
dengan risiko rclatit O,27 selelah penggunaan 1O tahun (Eriksen, 1995). Wanita
yang masih bertungsi uterusnya pemberian estrogen perlu dikombinasi dengan
progesteron Lrntuk mencegah proliterasi endomelrium dan mengurangi {aktor risiko
kanker rahim. Terapi estrogen ini juga meningkatkan risiko kanker payudara dan

141
'.----

pengguna-
ovarium. Risiko ini berhubungan dengan durasi dan dosis estrogen serta
an lebih dari 5 tahun penggunaan estrogen tersebut.
Obat vanq digunakan adalal\ coniugated estrogens lprcrnatin) 0'3-0,625
mg/hari, piperazine estrone sulfale iogen) 0,625-1,25 mg/hari, estradiol
(Estraderm) patches 25 1OO ug dan msdroksiprogesteron asetat lprovera) 2,5'1O
mg/hara.
Derivat androgen yang dapat diberikan pada penderita osteoporosis pria adalah
anabolik steroid, mempunyai e{ek sintesis protein Yang kuat dan e{ek androgen
ringan. Anabolik steroid yang digunakan adalah nandrolon decanoat dan stanozolol'
An;bolik steroid mampu nrenurunkan kecepatan bone loss pada pendcrita
osteoporosis dengan cara merangsanE pemb'entukan tulang secara langsung oleh
karena adanya reseptor androgen pada tulang Manfaat pada penderita
di
osleoporosis adalah menambah massa tulang, meningkatkan absorpsi kalsium
usus, menurunkan ekskresi kalsium dalam urine, menurunkan massa lemak dan
menambah nlassa otot EJek sampingriya adriah stlafa parau' hirsutisme'
cenderung retensi air dan garam serta mengakibatkan perubahan profil lipid
(atherogenik).

Raloxifene
RaloxiJene tergolong dalam seleklif estrogen reseptor modulator {SERM}'
yang bersifat anti
adalah komponen non sieroid yang berasal dari benzothiophene
pada payudara
estrogen, mengadakan kompeliti{ inhibisi terhadap peran estrogen
dun ihusurny" uterus, selain juga bersofat agon;s estrogen pada tulang dan
melabolisme lemak. Obat lain yang tergolong dalam SERM ini adalah tamoxipen
pada tulang panjang
Penggunaan raloxi{ene meningkatkan massa I\tlaflg 2 2,5yo
*"nii'u p".""_lnu,topause lDelmas et at . 1gg7l, selain itu menurunkan risiko patah
tulang belakang sebesar 5O7o pada dosis 120 mg/hari {Ettinger ela'' 1999)
Bila
risiko
diban-dingkan dengan estrogen maka efektivitas raloxi{ene menurunkan
fraktur l;bih rendah, namun tidak menstinrulasi payudara dan ulerus dan tidak
nyeri
membuat perdarahan menstruasi. Efek sampingnya adalah retensi cairan dan
kepala. Dosis yang biasa dipergunakan adalah 60 mg/hari'

Calcitriol dan Kalsium


Calcitriol telah banyak diteliti dan terbukti mencegah hilangnya massa tulang
penderita
O,7-1,3olo pertahun pada dosis O,6 ug/hari pada tulang belakang
orteoporo.i, akibat kortikosteroid .(sambrook et al , 1993), begitu pula
pada
termasuk obat
lulang kepafa dan lengan alas (Tilyarcl et al , 1992l Vitamin D ini
y"ng".ojer"t dalam meningkatkan massa lulang, sehingga untuk hasil yang lebih
pengganti ho"mon atau bisJosfonat Calcitriol
Oait" OltomUinasitan dengan terapi
ginial'
tidak dianjurkan pada penderila batu ginjal arau didapatkan gangguan fungsi
jantung mauPUn hepar'
Pemberian calcitriol biasanYa bersamaan dengan kalsium karena {ungsi utama
vitamin D ini adalah menjaga homeostasis kalsium dengan cara meningkatkan
yang cukup
absorpsi kalsium cli usus dan mobilisasi kalsium dari tulang Kalsium
dalam serlrrn akan menekan sekresi PTH dengan demikian proses resorpsi lulang
yang
akan dihambat {Christiansen & Riis, 1990) Pemberian kalsium dianjurkan
1O0O 15O0 mg/harinya. Pemberian suplemen kalsium saja hanya berdampak kecil

142
terhadap massa tulang pada wanita menopause {Gennari & Nuti, 1997}. Beberapa
ahli meneliti dampak histologis pada massa tulang akibat pemberian kalsium
bersama calcitriol mendapatkan hasil penurunan resorpsi tulang yang bermakna,
peningkatan mineralisasi tulang dan peningkatan rcmodelling pada pemberian
kalsitriol O,5 ug bersama 12OO-2OOO mg kalsium selama 3-4 bulan pada wanita
lanjut usia. Faktor yang mempenganihi absorpsi kalsjum adalah diet serat dan
katein, serta natrium dan protein yang mempengaruhi eksresi kalsium urine
(Heaney, 1997).

Kalsitonin
Kalsitonin telah disetujui oleh FDA sebagai alternatif terapi untuk osteoporosis.
lndikasinya adalah pada pasien yang tidak dapat menggunakan estrogen.
Pemberiannya lewat semprotan intranasal dengan dosis 2OO u/hari sebagai dosis
tunggal dan parenteral dengan dosis 50-1OO lU secara intramuskular atau subkutan
diberikan 2-3 kali/minggu. Efek samping adatah pusing, mual, muka panas biasanya
berlangsung 30-60 menit. Manfaat kalsitonin yang lain adalah menambah massa
tulang dan mempunyai efek analgetik. Mekanisme kerjanya adalah mengurangi
resorps; dengan menekan aktivitas osteoklast atau menghambat cara kerja
osteoklast dengan 2 cara yaitu menghambat transformasi monosit meniadi
osteoklast dan mengadakan translokasi ion kalsium kedalam mitokondria. Dampak
yang nyata adalah penderita mengalami tum ovet dalam massa tulang yang tinggi
(Christiansen & Riis, 19901. Kelemahan obat ini adalah harus digunakan te.us
menerus, sebab bila dihentikan maka akan didapat fenomena lebound bone tutn

Bisfosfonat
Bisfostonat merupakan obat yang relatil baru yang digunakan untuk p6ng-
obatan osteoporosis, baik sebagai alternatit terapi pengganti hormon pada wanita
maupun penderita osteoporosis pria. Cara kerja bisloslonat adalah mengurangi
resorpsi tulang oleh osteoklast dengan caaa ber;katan pada permukaan tulang dan
dengan menghambat kerja osteoklast dengan cara mengurangi produksi proton dan
enzim lisosomal dibawah osteoklast. Selain itu juga mempengaruhi aktifasi pre-
kusor osteoklast, dilferensiasi prekusor osteoklsst menjadi osteoklast yang matang.
kemotaksis, perlekatan osteoklast pada permukaan tulang dan apoptosis
osleoLlast
Bisfosfonat juga memiliki efek tak langsung terhadap osteoklast denstan cara
merangsang osteoblast menghasilkan substansi yang dapat menghambat
osteoklast dan menurunkan kadar stimulator osteoklast. Beberapa penelitian juga
mendapatkan bahwa bisfosfonat dapat meningkatkan jumlah dan dalerensiasi
osteoblast. Dengan mengurangi aktivitas osteoklast maka pemberian bisfostonat
akan memberikan keseimbangan yang positif pada unit rcmodelling tulang.

143
Tabel 2. Generasi Bisfoslonat
Moditikasi kimia Polsnsi anti

Gen€rasi I Etidronat cH3 1

10
rantai samping halida
Generasi ll CH2 S Ienrl Cl 10
Grup amjno terminal Cl-12 cH2 NHz 100
iCHz)g NHz 100 1000

Gon€ras: lll CH2 S piridin 1000 10000


Rantai sampino siklik 2 CH2 li(CH3) 1000 10000
Zoledronat CH, imidazol > 10000

Absorpsi bisfostonat sangat buruk, sebab hanya 5% yang diserap oleh tubuh
dan sangat dipengaruhi oleh zat lain seperti kalsium, kation divalen dan berbagai
minuman kecuali air putih. Maka dari itu bisfoslonat harus diminum denqan air
pada posisi tegak (tidak boleh berbaring), lebih baik pada pagi hari saat perut
kosong, setelah itu tidak diperkenankan makan apa pun selama 30 menit kecuali
Etidronat dapat diberikan 2 jam sebehm dan 2 jam sesudah makan. karena
absorpsinya tidak dipengaruhi oleh makanan. Dari sekitar byo bisfostonat yang
diserap tubuh, 2O-5Ool. akan melekat pada permukaan iulang setelah 1Z-24 iam
dan tetap berada disana sampai bertahun-tahun. Bisfosfonat yang tidak melekat di
tulang akan diekskresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal sehingga pemberiannya
pada penderita gagal ginjal harus berhati,hati.
Dosis untuk masing,masing bisfosfonat berbeda, untuk generasi I seperti
Etid.onat dan Klodronat dosisnya 400 mg/hari selama 2 minggu untuk etidronat
dan 1 bulan untuk klodronat kemudian dilanjutkan dengan pemberikan kalsium 5OO
mg/hari selama 2 bulan, siklus ini diulang setiap 3 bulan" Untuk penyakit paget dan
hiperkalsemia karena keganasan Klodronat diberikan 15OO mg drip i.v selama 4 jam
alau 30O mq/hari perdrip selama 5 hari.
Dosis bistosfonat generasi ll seperti Alendronat diberikan 1O mg/hari setiap
hari, karena tidak mengganggu mineralisasi tulang. Untuk penyakit paget 40
mg/hari selama 6 bulan. BisJos{onat terbaru generasi lll seperti Risedronat dosisnya
adalah 5 mg/hari. Berbagai penelitian membuktikan bahwa risedronat merupakan
obat yang efektif untuk mengatasi osteoporosis dan rnengurangi risiko lraktur pada
wanila dengan osteoporosis pasca menopause dan wanita dengan menopause
artificial akibat pengobatan karsinoma payudara (Delmas et a/., 1997). Untuk
penyakit Paget diberkan dosis 30 mg/hari selama 2 bulan_

Kesimpulan
Dengan bertambahnya usia harapan hidup di Indonesia maka osteoporosis
menjada masalah karena penyakit dengan ciri utama pengurangan massa tulang
sehingga meningkatkan risiko fraktur ini banyak terladi pada usia lanlut. Deteksi
dini, pengobatan osteoporosis dan penanganannya bila sudah terjadi fraktur masih
mahal terbatas peralalannya. Terapi pencegahan primer dan sekunder serla
pengobatan osteoporosis walaupun mahal namun kini banyak pilihan obat yanq

'144
I

disediakan. Dengan demikian penatalaksanaan osteoporosis diharapkan dapat


optimal mulai dari penyuluhan, suplementasi nutrisi. perawatan rehabilitasi dan
bedah bila telah terjadi lraktur dan obat-obat disesuaikan dengan kondisi pasien.

Kepust6kaan
Christiansen. C and Riis, 8.J., 1990 The Sitent Epidemic, postmenopausal Osteopolosis-
Hamdelstrykkeriet ApS, Aalborg, Denmark.
Daud, R., 1999 Strukxtr dan Metabolisme,Tutang Seda Hubungannya Dengan patogeneis
Osteopotosis. Kumpulan Makatah I "' tndonesian Course on Osteoporosis. Arya Dura,
Lido Sukabumi, 3 5 Maret 2OOO. The lndonesian Rheumatjsm ,qssociation {tRA}.
Delmas, P.D.,8alena, R., Confravreux, E. f997 Bisfosfonat. Risedronar prev€nts bon€ loss
in woman with artificial menopause due to chemotherapy of breast cancer : A double
blind, placebo controlled study. J Clin Oncot 1997 | I 5 (3): 955-62
Delmas, P.D., Bia.nason, N.H., Mitlak, B.H. 1997 Effect of Raloxifene on Bone Minsral
Density, Serum Cholesterol Concentration and Uterino Endometrium in post
Menopausal Women. /V EnglJ Med 1997 ;337 : 1641 - 7
Eriksen, E.F.. Melson, F., Mosekilde, L. 1995 Drug Therapy Formation,stimulating
Regimens dalam Riggs and Melton lEdsl. Osteoporosis Etiology, Diagnosis, and
Management. Lappincott Raven. Philadelphia. Second Edition. pp. 4O3-2O.
Ettinger, 4., Mitiak, 8.H., Black, D.M. 1999 Reducrion ot Vert€brat Fracrure Risk in post
Menopausal Women with Osteoporosis Treated with Ratoxitene. JAMA 1999; 282 :
637 45.
Gennari, C and Nuri, R. 1997 Othor Agents for Treatment of Osteoporosis. Datam pJ.
Meunier {ed). Osteoporosis : Diagnosis and Management. Martin Dunitz Ltd. London.
Pp. 149 56.
Heaney, R.P. '1997 Non Pharmacologic Prevention of Osteoporosis: Nutrition and Exercise.
Dalam PJ. Meunier (ed). Osteoporosis : Diagnosis and Management. Manin Dunitz
Ltd. London
Sambrook, P., Birmingham, J., Kelly, P., Kempler, S., Nguyen. T., pocock., N. 1993
Prevention of Corticosteroid Osteoporosis a Comparison of Calcium, Calcitraol, and
Calcitonin. N Engl J Med 1593: 32A: 1747 52.
Tilyard, M.W., Spears, c.F., Thomson, J., Dovey, S. 1992 Trearment ot posi- menopausal
Osteoporosis with Calcitriol or Calsium. N EnglJ Med 1992;326t 357 - 62.
Lampiran 1. Algorltma ponatalatsanaan Osteopo,osis

HISTORI
CLINICALFINDING
SKN FOLO

FIRST SCREEI.IING
OU.SiPLAINX-RAY

.
NO SPECAT IX
'REPEAT
'NEXTLY

IDENTIF
B TO. PATERN

'EXCERI REPFAI
'NUTRiT ,8IOCH. EONE MARKERS
'BADHAETS(,)
.ANTIOSTED NEXI D MO'
OR
PORO]IC DRUGS
'HRT EONE MASS MEASUREMFNI
NEXT 1 Y

REPEAT
'PRO6H. BONE MARKERS BONE MASS MEASUREMENT
NEXI 3 MD MENIT NEXT J Y.
OR
,8ONE
MASS MEASUREMEN]
NEXT 1Y.

Sornber: 1sl hdonesia Course on Osleoporosis

146
I

Lsmpi.an 2. Check List Falto, Rosilo Oslooporosis

Risk {actor

Q Female O Mal€
tr>70 o 50-70 D Under 50
Genetic/lamilial, erhnic origjn O Caucasian O Asia. O Black
Q Short O Averase O Shoa
O Small B Ave.ase tr Big
Family histo.y of osrooporosis O One cale O Non€
O Underwejght O Normal O Overweight

O Low tr High
Medic'nalsupplemenrs O No.e O <80omg/day O Abov6 Soomq/day
Litestyle exercise/activiry O lnactive
Smokins
O Many O None
O Most of life
Alcoholconsumprion O Heavy O Moderat€ O Lioht

Time of menopause O Early O Normal O Not oady


O Complete O Partial O Nore
Years since menopause O Over 1O o 5 - 10 go 5
Oestrosen therapydurinq
O None O lnlermittonl

Gastric/sna,r bowet resection D Complete O Panial O None


O Sev€re o Mitd O None
Hyperparathy.oidjsm O Severe o Mird O None

Glucoco11icoid therapy O Lonq telm O Sho( term O Nonc

O Short rerm g None

You might also like