You are on page 1of 12

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn D

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Desa Cikeusik

Pekerjaan : Buruh Harian Lepas

Status Marital : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD
Tanggal Pemeriksaan : 26 Oktober 2017

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 oktober 2017

a. Keluhan Utama :

Silau pada mata kanan

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Mata RSUD Waled dengan keluhan silau pada mata
kanan. Keluhan dirasa sejak 8 hari yang lalu, silau dirasa saat pasien terkena
sinar matahari atau cahaya. 8 hari SMRS pasien mengaku mata kanan terkena
debu saat bekerja. Kemudian pasien mengucek mata kanan dan menyiramkan
air bak mandi ke mata kanan, tetapi tidak ada perbaikan. Keluhan disertai
dengan nyeri dan mata merah pada mata kanan. 7 hari SMRS pasien berobat ke
polimata RSUD waled dan diberikan 2 macam obat, pasien lupa nama obatnya.
Keluhan nyeri mata menghilang setelah berobat,sedangkan mata merah pada

1
kanan menetap. Keluhan juga disertai mata berair dan keluar kotoran dari mata
kanan pada saat pagi, kotoran berwarna hijau kekuningan dirasa hilang timbul
tidak setiap hari.

Keluhan nyeri kepala, melihat pelangi, mata gatal, mual, muntah, demam,
pandangan berkabut disangkal oleh pasien

c. Riwayat Penyakit Dahulu :

-Riwayat keluhan serupa : disangkal

-Riwayat trauma : disangkal

-Riwayat penyakit herpes : disangkal

-Riwayat alergi : disangkal

d. Riwayat Pribadi dan Sosial :

-Pasien merupakan buruh harian lepas sehingga sering terpapar debu dan sinar
matahari saat bekerja

III. PEMERIKSAAN FISIS

A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Baik
Kesadaran : Composmentis E4M6V5
Tanda-Tanda Vital :
-Tekanan Darah : 110/80 mmHg
-Frekuensi Nadi :87 x/menit
-Frekuensi Nafas : 20 x/menit
-Suhu : 36,50C
B. Status Lokalis (Pemeriksaan Oftalmologis)
OD OS

lesi pada kornea

Hipopion

2
Okuler Dekstra Pemeriksaan Okular Sinistra
20/70 Visus 20/20
Pinhole (-) Pinhole tidak dilakukan
Gerak Bola Mata

Duksi : 0 normal Duksi : 0 normal


Versi : Bergerak ke 6 arah Versi : Bergerak ke 6 arah

Hiperemis (-) Palpebra Hiperemis (-)


Edema (-) Edema (-)
Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ptosis (-) Ptosis (-)
Lagoftalmos (-) Lagoftalmos (-)
Blefarospasme (-) Blefarospasme (-)
Trikiasis (-) Silia Trikiasis (-)
Distikiasis (-) Distikiasis (-)
Madarosis (-) Madarosis (-)
Endoftalmus (-) Bulbus Okuli Endoftalmus (-)
Eksoftalmus (-) Eksoftalmus (-)
Strabismus (-) Strabismus (-)
Edema (-) Konjungtiva Tarsalis Edema (-)
Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Injeksi konjungtiva () Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (+) Injeksi siliar (-)
Injeki episklera (-) Injeki episklera (-)
Injeksi Sklera (-) Injeksi Sklera (-)
Putih (+) Sklera Putih (+)
Ikterik (-) Ikterik (-)
Jernih (-) Jernih (+)
Edema (+) Edema (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Infiltrat (+) Kornea Infiltrat (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)

Kedalaman sulit dinilai COA Kedalaman dalam


Hipopion (+) Hipopion (-)
Hifema (-) Hifema (-)
Warna cokelat Iris Warna cokelat
Sinekia (-) Sinekia (-)

3
Reguler (+) Pupil Reguler (+)
Bulat Diameter 3 mm Bulat, diameter 3 mm
Reflek pupil direk (+) Reflek pupil direk (+)
Reflek pupil Indirek (+) Reflek pupil Indirek (+)
Keruh (-) Lensa Keruh (-)
Shadow test (-) Shadow test (-)
Normal Palpasi TIO Normal
Pembengkakan (-) Sistem Lakrimal Pembengkakan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sama dengan pemeriksa Lapang pandang Sama dengan pemeriksa
Reflek fundus (+) Funduskopi Reflek fundus (+)
Papil bulat berbatas Papil bulat berbatas tegas,
tegas, C/D 1:3 C/D 1:3
Tidak dilakukan Pengukuran TIO dengan Tidak dilakukan
tonometry Schiotz

IV. RESUME

Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan silau pada mata
kanan sejak 8 hari yang lalu, keluhan disertai hiperemis mata kanan.epifora
dan eksudasi pada mata kanan, hilang timbul saat pagi hari. Pasien memiliki
riwayat terkena debu pada mata kanan saat bekerja. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan status generalis dalam batas normal dan status oftalmologi
didapatkan visus OD 20/70 PH(-), visus OS 20/20, Injeksi siliar dan injeksi
konjungtiva OD (+),hiperemis konjungtiva tarsalis OD, pada COA OD
hipopion (+)

V. DIAGNOSIS BANDING

- Keratitis ec suspek bakerialis infection

- Keratitis ec suspek viral infection

- Keratitis ec suspek fungi infection

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Keratitis suspek Bacterial Infection

VII. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

-Pewarnaan Gram OD

4
-Tes fluoresensi OD

-Pemeriksaan Kultur

VIII. TATA LAKSANA

1. Medikamentosa :

Antibiotik topikal spectrum luas OD

Siklopegik topikal OD

2. Non Medikamentosa

Edukasi :

-memberitahukan kepada pasien agar mata kanan tidak boleh dibebat

-jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

-mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin


dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

IX. PROGNOSIS

Quo Ad Vitam : ad bonam

Quo Ad Functionam : dubia ad bonam

Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam

BAB II

ANALISIS KASUS

5
II.1 IDENTITAS

Pada identitas pasien didapatkan pasien merupakan seorang laki-laki


berusia 45 tahun, pekerjaan adalah sebagai buruh harian lepas dimana
menyebabkan pasien sering terpapar sinar matahari dan debu. Pendidikan
terakhir pasien adalah setingkat SD, hal tersebut mempengaruhi pola piker dan
kesadaran pasien akan pentingnya memeriksakan keluhan penyakit terutama
keluhan mata yang dirasakan pasien

II.2 ANAMNESIS

Pasien datang dengan keluhan silau pada mata kanan sejak 8 hari yang
lalu. Keluhan ini dirasakan ketika pasien melihat sinar matahari atau cahaya.
Hal tersebut menunjukan adanya masalah pada mata kanan yaitu kornea.
Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan jendela yang dilalui oleh
berkas cahaya saat menuju retina. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera menggagu pembentukan bayangan di retina, oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. Fotofobia pada penyakit kornea
merupakan akibat kontraksi iris meradang yang nyeri. Dilatasi pembuluh iris
adalah fenomena refleks yang timbul akibat iritasi pada ujung saraf kornea.
(Vaughan, 2010 hal 125)

Pasien juga sempat mengeluhkan nyeri pada mata kanan , tetapi keluhan
nyeri ini menghilang saat setelah berobat. Kornea mempunyai banyak serabut
saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda
(benda asing, kornea, abrasi kornea flikterula, keratisis interstisial) dapat
menimbulkan rasa sakit. (Vaughan, 2010 hal 125) Kornea adalah salah satu
bagian tubuh yang mempunyai kepadatan saraf tertinggi sehingga tingkat
sensitivitas kornea 100 kali lebih besar dari konjungtiva. (American Academy
of Opthalmology, 2012 hal 6) Timbulnya nyeri pada mata adalah gejala
signifikan dari penyakit kornea. Tingkat keparahan gejala sakit bekisar dari
rasa atau sensai tidak nyaman menjadi rasa sakit yang berat. Tipe dari
mikroorganisme yang menginfeksi dan kedalaman lapisan kornea yang
terinfeksi mempengaruhi keparahan nyeri pada mata. (Namrata, 2008 hal 35)
Keluhan mata merah pada pasien terjadi karena adanaya inflamasi pada
kornea. pembesaran pembuluh darah siliar anterior. Pembuluh darah kornea
akan teraktivasi kebanyakan berasal dari arkade limbus vaskular dan
bermigrasi kornea perifer. (American Academy Of Opthalmology, 2012, hal
25). Hal ini juga sesuai dengan teori bahwa dilatasi pembuluh iris adalah
fenomena refleks yang timbul akidabat iritasi pada ujung saraf kornea
(Vaughan, 2010 hal 125) Peradangan pada kornea, tukak kornea, benda asing,

6
radang jaringan uvea dapat mengakibatkan melebarnya pembuluh darah
perikornea (arteri siliar anterior) atau injeksi siliar. (Ilyas, 2014)

Pasien memiliki riwayat terkena debu pada mata kanan sejak 8 hari yang
lalu. Bakteri adalah penyebab terpeting dari keratitis. Trauma pada kornea
menyebabkan kerusakan pada epitel yang intake.(Namrata, 2008 hal 65)
Faktor pencetus yang paling seri menimbulkan keratitis bakterialis adalah
penggunaan lensa kontak, trauma, perubahan struktur dari permukaan kornea.
(Academy of Opthalmology, 2012 hal 159). Gejala yang menyatakan adana
infeksi bakteri berat adalah adanya infiltrasi ke dalam stroma kornea (Ilyas,
2014)

Epifora dan eksudasi pada mata kanan. Yang dirasa hilang timbul. Hampir
semua kasus ulkus kornea menampilkan keluhan tentang eksudasi dari mata
yang sakit. Tipe dari secret dapat berupa mukoid, mukopurulent, dan watery.
Watery secret biasanya terdapat pada ulkus viral sedangkan mukopurulent
pada ulkus bacterial.(Namrata, 2008 hal 35)

II. 3 PEMERIKSAAN FISIS

Pada pemeriksaan fisis didapatkan Visus OD 20/70 dengan pinhole (-) dan
Visus OS 20/20, artinya tajam penglihatan pada mata kanan menurun dan
bukan disebabkan karena kelainan refraksi. Yang berarti dapat
diklasifikasikan mata merah dengan penurunan visus mada pada mata kanan.
Uji pinhole dilakukan pada pasien dengan penglihatan kabur akibat refraksi
(misalnya, myopia, hyperopia, astigmatisme) disebabkan oleh banyaknya
berkas sinar tak terfokus yang masuk pupil dan mencapai retina. Ini
mengakibatkan terbentuknya bayangan yang tidak focus tajam. Pada kelainan
refraksi ketika menggunakan pinhole akan tampak hanya sejumlah kecil
berkas sinar sejajar-sentral yang bisa mencapai retina sehingga pada kelainan
refraksi dihasilkan bayangan yang lebih tajam. Sedangkan pada kelainan
bukan refraksi tidak ada perbaikan (Vaughan, 2010 hal 31)

Gejala umum dari keratitis bacterial adalah penurunan tajam penglihatan,


fotofobia, nyeri, dan kemerahan. (Namrata, 2008 hal 69). Kemudian
didapatkan reflek cahaya direk dan indirek OD +/+, OS +/+ yang
menunjukan fungsi nervus optikus kedua mata masih baik. Pada pemeriksaan
kornea terdapat injeksi siliar dan injeksi konjungtiva OD (+) hal ini
menunjukan adanya peradangan. terjadi karena adanaya inflamasi pada
kornea. pembesaran pembuluh darah siliar anterior. Pembuluh darah kornea
akan teraktivasi kebanyakan berasal dari arkade limbus vaskular dan
bermigrasi kornea perifer. (American Academy Of Opthalmology, 2012, hal

7
25). Hal ini juga sesuai dengan teori bahwa dilatasi pembuluh iris adalah
fenomena refleks yang timbul akidabat iritasi pada ujung saraf kornea
(Vaughan, 2010 hal 125) Fluoresein harus dilakukan untuk mengetahui ada
atau tidakya defek epitel pada kornea. karena memiliki sifat menyerap cahaya
pada panjang gelombang biru dan memancarkan fluoresensi hijau, sehingga
fluorescein mewarnai area yang rusak secara uniform. (Bruce James, 2006).
Pada pemeriksaan ditemukan edema kornea OD. Endotel kornea menjaga
kejernihan kornea melalui 2 fungsi, sebagai pembatas humor aquous dan
dengan menyediakan pompa metabolisme. Perubahan fungsi baik oleh
kerusakan atau pembangunan yang tidak sesuai akan menimbulkan edema
pada kornea. Akut kornea edema sering kali terjadi akibat sebuah efek
penghalang yang diubah dari lapisan endotel atau epitel kornea. (Academy Of
Ophtahmology, 2012 hal 29). Pada pemeriksaan COA OD terdapat hipopion
(+) hal ini menunjukan bahwa peradangan yang berasal dari kornea yang
belum perforasi telah sampai ke COA melalui membrane descement,
sehingga iris dan siliar dapat mengalami peradangan. (Ilyas, 2014). Pada
kornea OD didapatkan infiltrate (+). Infiltrate dikategorikan termasuk lesi
yang dalam pada kornea (deep lessions). Infiltrate pada kornea adalah area
fokal inflamasi aktif stroma yang terdiri dari akumuluasi sel leukosit dan sel
debris. Ditandai dengan gambaran fokal, granular, keruh kelabu di stroma
anterior dan berhubungan dengan hiperemis konjungtiva. (Kanski,2007 hal
252)

II.4 DIAGNOSA BANDING

Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis yang didapat, ada
beberapa dugaan penyakit yang diderita oleh pasien. Diagnosa banding yang
mendekati keratitis ec suspek bakteial infection, keratitis suspek fungi
infection dan keratitis ec suspek viral infection.

Keratitis Bakterialis. Infeksi bakkteri adalah penyebab secara umum


kondisi kehilangan penglihatan. Keratitis bacterial berhubungan dengan
faktor risiko yang mempengaruhi integriti dari epitel kornea. Beberapa faktor
risikonya adalah penggunaan lensa kontak, trauma, dan faktor lainnya
(diabetes, imnosupresi, defisiensi vitamin A dan measles). (Kanski, 2007 hal
256) (Academy Of Ophtalmology, 2012 hal 158-159).

Bakteri mempunyai berbagai mekanisme adhesi. Sebagai contohnya, S


aureus adhesi dengan cara mengikat kolagen dan komponen lainnya yang
berasal dari membrane bowman dan stroma. Dimana P aeruginosa bisa

8
mengikat molekul reseptor yang berasal dari epitel yang cedera. Inflamasi
kornea dimulai dengan produksi sitokin lokal dan kemokin dan migrasi
neutrophil menuju perifer kornea melalui pembuluh limbus. Enzim
dikeluarkan oleh neutrophil dan mengaktivasi matriks kornea untuk
metalloproteinases. Inflamasi yang progressive dapat menimbulkan perforasi
kornea. (Academy Of Ophtalmology, 2012 hal 159).

Manifestasi Klinis. Onset nyeri yang cecpat berhubungan dengan infeksi


konjungtiva, fotofobia dan penurunan tajam. Lesi khas pada keratitis dengan
infeksi bakteir menunjukan lesi epitel yang rusak dibatasi dengan infitlat
yang padat. (Academy Of Ophtalmology, 2012 hal 159).

Evaluasi Laboratorium. .Pemeriksaan pertama dengan pewarnaan Gram.


Pada pewarnaan gram dapat menunjukan jenis bakteri termasuk gram positif
atau gram negative. Orinsip pemeriksaan ini adalah berdasarkan kemampuan
dinding sel untuk menahan pewarna (Kristal violet). pada bakteri gram positif
pewarna dapat mempenatrasi dinding sel. Sedangkan bakteri gram negative
tidak dapat. Pemeriksaan kedua dengan kultur. Pemeriksaan ini dengan cara
menempatkan sampel ditempat yang sudah diseleksi (blood agar, chocolate
agar) (Kanski, 2007 hal 256)

Keratitis Infeksi Fungi (Jamur). Lebih jarang terjadi disbanding keratitis


bakteri. Jamur terdiri dari 2 tipe : yang pertama tipe filamentous (lebih bayak
di Negara tropis ) dan yang kedua tipe Yeast (lebih banyak di Negara yang
beriklim sedang). Trauma pada kornea yang berasal dari tumbuhan dan
materi pertanian menjadi faktor risiko yang mengarah kepada keratitis karena
infeksi jamur. Terutama terjadi pada petani, tukang kebun, perawat
perkebunan yang bertugas memotong rumput tanpa menggunakan kaca mata
pelindung. Penggunaan topikal kortikosteroid merupakan faktor risiko
mayor, efek kortikosteroid topikal adalah mengaktivasi dan meningkatkan
virulensi dari organisme fungi dengan cara mengurangi resistensi kornea
terhadap infeksi. (Kanski, 2007 hal 260) (Academy Of Ophtalmology, 2012.
Hal 164-165)

Manifestasi Klinis. Pasien dengan keratitis karena infeksi jamur


mempunya tanda inflamasi yang lebih rendah daripada keratitis bakteri di
fase akut. Gejala klinis yang dapat timbul berupa sensasi ada benda asing,
fotofobia, pandangan buram. Lesi yang khas pada penyakit ini adalah adanya
infiltrasi dengan lesi satelit. (kanski, 2007 hal 256) (Academy Of
Opthalmology, 2012 hal 166)

9
Evaluasi Laboratorium. Pemeriksaan pewarnaan dengan Giemsa. Dan
pemeriksaan Kulture. (Kanski, 2007 hal 257)

Keratitis Infeksi Virus. Penyakit mata herpes adalah penyebab mayor


dari unilateral kornea jaringan parut di dunia. Ada beberapa mekanisme yang
dapat menyebabkan keratitis infeksi virus. Yang pertama Infeksi Primer. Pada
infeksi primer tidak ditemukan adanya riwayat pajanan virus, biasanya terjadi
melalui transmisi droplet. Dan yang kedua adalah infeksi rekuren. Pada
rekuren infeksi, ditemukan riwayat pajanan penyakit virus. Kemudian virus
ini reaktivasi dan menimbulkan penyakit. (Kanski, 2007 hal 262)

Manifestasi Klinis. Gejala pertama adalah iritais, fotofobia dan mata


berarir. Bila kornea bagian sentral terkena dapat timbul gejala gangguan
penglihatan. Lesi yang khas pada penyakit ini adalah lesi dendritic.
Merupakan lesi berbentuk percabangan linier dengan tepian yang kabur dan
memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya. Pada bentuk yang kronik
lesi berupa lesi geografik, yaitu lesi dendritic halus yan bentuknya lebih lebar.
(Vaughan, 2010 hal 132)

II.5 DIAGNOSA KERJA

Diagnosa kerja pada pasien ini adalah keratitis ec suspek bacterial


infection. Hal ini didasarkan pada hasil anamnesis yaitu, fotofobia, mata
merah, epifora dan eksudasi. Serta didapatkan riwayat terkena debu pada
mata kanan. status oftalmologi didapatkan visus OD 20/70 PH(-), visus OS
20/20. Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva OD (+), pada COA OD hipopion
(+), reflek fundus OD dan OS (+). Dan lesi yang khas pada kornea berupa
epitel yang rusak dibatasi dengan infitlat yang padat. Hal ini sesuai dengan
teori. Keratitis bacterial berhubungan dengan faktor risiko yang
mempengaruhi integriti dari epitel kornea. Beberapa faktor risikonya adalah
penggunaan lensa kontak, trauma, dan faktor lainnya (diabetes, imnosupresi,
defisiensi vitamin A dan measles). (Kanski, 2007 hal 256) (Academy Of
Ophtalmology, 2012 hal 158-159). Manifestasi Klinis. Onset nyeri yang
cecpat berhubungan dengan infeksi konjungtiva, fotofobia dan penurunan
tajam. Lesi khas pada keratitis dengan infeksi bakteir menunjukan lesi epitel
yang rusak dibatasi dengan infitlat yang padat. (Academy Of Ophtalmology,
2012 hal 159).

II. 6 TATA LAKSANA

1. Non Medikamentosa

10
Edukasi :

-memberitahukan kepada pasien agar mata kanan tidak boleh dibebat

-jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

-mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin


dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

2. Medikamentosa :

-Antibiotik topikal spectrum luas OD

Ada berbagai macam rute pemberian obat antibiotik seperti topikal,


subkonjungtiva atau secara sistemik. Antibiotic topikal menggunakan
antibiotik yang diperkaya umumnya lebih disukai sebagai konsentrasi
antibiotic yang lebih tinggi dengan rute ini. (Namrata, 2008 hal 72)

-Siklopegik topikal OD

Peradangan pada kornea dapat menginduksi terjadinya spasme pada


siliaris yang bertanggung jawab terhadap terjadinya nyeri. Siklopegik
topikal membantuk untuk meringankan nyeri dengan cara
memparalisiskan otot siliaris. Selain itu pemberian obat ini, digunakan
juga untuk mencegah terjadinya sinekia posterior (Namrata, 2008 hal 31)

II.7 PROGNOSIS

Quo Ad Vitam : ad bonam, karena hidup pasien masih tidak terancam


dengan penyakit ini

Quo Ad Fungtionam : Dubia ad bonam, karena pada keratitis bakterialis


yang dapat terjadi ulkus kornea sehingga dapat menimbulkan jaringan
parut.

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam, dikarenakan kekambuhan bisa saja


terjadi jika selama pasien bekerja tetap terkena debu yang dapat memicu
terjadinya luka pada lapisan kornea.

DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophtalmology. External Disease and Cornea.2012

11
Bruce James, Chris J, Anthony B. Lecture Notes Oftalmologi Edisi ke-9. Jakarta:
Balai Penerbit Erlangga.2006

Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-5.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2014

Jak J Kanski. Clnical Ophtalmology A systematic Approach (6th edition).Elsevier.


2017

Namrata S, Rasik B Vajpaye. Corneal Ulcers Diagnosis and Management.


Mumbai, India. 2008

Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P : Opthalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta:
Widya Medika: 2010

12

You might also like