You are on page 1of 15

Refleksi Penerapan Pendidikan Islam Melalui Metode Targhib

dan Tarhib

“Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”

( didepan memberi contoh, ditengah memberi semangat, dibelakang memberi dorongan)

Ki Hajar Dewantara

Author : Yadi Ruhiyat, SE., M.Si

SMK KESEHATAN YAPI BONE

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, saat itu pertama kali saya masuk ke sekolah kejuruan kesehatan
pertama di kota Watampone, yang saat ini dikenal dengan SMK Kesehatan YAPI Bone. Satu
sekolah swasta baru dibawah naungan Yayasan Pendidikan Indonesia cabang kota bone. Sekolah
yang menurut ukuran saya adalah salah satu sekolah fenomenal yang pernah saya rasakan.
Bagaimana tidak fenomenal begitu , dibuka langsung membludak siswa yang masuk, meskipun
dengan pada saat itu fasilitas sangat minim sekali, saya masih ingat kala itu dimana tempat belajar
masih mengontrak sebuah ruko di sebuah jalan dekat pasar di Jl. Sukawati di kota bone, ruangan
yang ada kita buat sekat-sekat, satu ruangan dibuat kantor satu ruangan lagi dibuat ruangan kelas
tempat belajar yang apabila kendaraan lewat kegiatan belajar mengajar harus berhenti dahulu.
Alasan fenomenal selanjutnya adalah cara siswa senior yang memang didatangkan khusus dari
smk kesehatan yapi pusat di Makassar untuk melakukan MOS (Masa Orientasi Siswa) untuk siswa
baru, suatu hal baru yang saya lihat sebagai kepala sekolah baru dimana kegiatan tersebut lebih
cenderung lebih dekat kepada kegiatan perpeloncoan daripada pengenalan sekolah, yang memang
kala itu sangat minim sekali sarana prasarana yang ada.

Kegiatan MOS dilaksanakan selama kurang lebih 1 minggu, dimulai dengan kegiatan pra MOS ,
MOS dan kegiatan rekreasi dan ramah tamah. Disetiap sesi selalu didengar suara teriakan –
teriakan dari senior mengarahkan siswa baru agar mengikuti apa yang diperintahkan, tugas- tugas
konyol yang diberikan setiap hari sampai dengan latihan baris berbaris yang dilakukan pada saat
siang bolong ditengah matahari terik, hormat bendera keramat disiang hari, makan nasi komando,
makan nasi dengan telur bebek mentah, sampai memakan rempah , bubuk kopi, sebagai hukuman,
Pola – pola yang cenderung seperti latihan militer tersebut pada saat itu cenderung dimengerti dan
dipahami oleh orang tua siswa sebagai pendidikan mental siswa, tak jarang saya mendengar bisik-
bisik orang tua mengatakan “ biar saja seperti itu supaya kuat mentalnya” , hampir 90 % orang tua
siswa kala itu setuju dengan metode seperti itu.

Bagaimana hasil dari pendidikan awal yang dilakukan senior siswa tersebut ? Berdasarkan hasil
pengamatan saya ada beberapa hasil yang dicapai:

1. Perilaku siswa terkendali


2. Peraturan sekolah terserap dengan baik
3. Siswa mengerti mana yang salah dan yang benar
4. Kebersamaan antar siswa yang begitu erat
5. Karakter dan kompetensi begitu teguh dipegang
6. Rata-rata hampir 95 % alumni angkatan pertama tidak ada yang menganggur

Metode yang diberikan oleh siswa senior diatas adalah menggunakan metode reward and
punishment , dimana apabila siswa melakukan tindakan benar dia akan mendapatkan reward atau
imbalan dari kebaikan yang telah dilakukannya, akan tetapi apabila dia melakukan kesalahan akan
diberikan hukuman sesuai dengan kadar kesalahannya. Meskipun dalam pelaksanaan masih ada
terkesan adanya tekanan emosional aroma balas dendam stigma senior yunior. Akan tetapi saya
rasa manjur dalam kepentingan membentuk karakter siswa. Ternyata metode reward dan
punishment yang dilakukan siswa senior tersebut , jauh sudah lama dilakukan dikenal dalam
pendidikan Islam yaitu dikenal dengan metode Targhib dan Tarhib, tetapi beberapa dekade
belakangan ini kurang popular lagi lagi kerena banyak pendidik islam sendiri lebih menyukai
konsep barat yang cenderung mengenyampingkan aspek apektif yang dapat menghilangkan ke
fitrian tujuan pendidikan itu sendiri yaitu membentuk manusia bukan saja pandai
keintelektualannya, tetapi juga aspek spritualnya perlu di bangun secara serempak .

Menurut Edi Sutarto dalam bukunya yang berjudul “Pemimpin Cinta” , beliau mengungkapkan
sebuah tiga buah konsep yang beliau beri nama see-do –get ,dimana ada tiga prinsip dalam
perubahan , pertama apa yang dilihat akan mempengaruhi apa yang akan dilakukan seseorang dan
dengan apa yang dilakukan seseorang dan dengan apa yang dilakukan maka itu pula yang
didapatkan. Prinsip kedua bahwa untuk meraih kesuksesan siswa, maka sikap dan perilaku yang
ditampilkan guru semstinya menunjukkan upaya penguatan. Hal ini bila dikaitkan dengan akronim
, maka GURU singkatan dari kata “gu: digugu” (‘dipercaya’dalam bahasa Jawa) dan ‘ru ditiru
(direduplikasi). Proses mereduplikasi sebuah sikap akan lebih besar dampaknya, apabila karakter
gurunya baik maka dengan sedirinya para siswanya akan berkarakter lebih baik, sebaliknya kalau
guru karakternya buruk, maka para siswanya akan berkarakter lebih buruk lagi. Prinsip ketiga dari
konsep see-do-get adalah role model. Pemimpin disekolah harus menjadi model dan teladan utama
bagi guru dan karyawan , sekaligus bagi siswa . .(Edi Sutarto,152, 2015).

Inilah implementasi dari konsep see-do-get , dimana orang langsung melihat pemimpinnyasebagai
contoh, lalu mereka merasakannya sendiri, dan mendapatkan model dari apa yang mereka lihat
dan rasakan lalu mereka bertindak sesuai contoh yang dilihat dan dirasakanya , persis seperti pesan
Ki Hajar Dewantara, “Ing Ngarsa Sung Tulada” bahwa didepan pemimpin harus memberi atau
contoh teladan .(Edi Sutarto,153, 2015).

Keberhasilan seorang Pendidik di kelas dalam menyampaikan materi dikelas dan dapat diresrpon
dengan baik oleh peserta didik, bukan saja kebutuhan kompetensi guru dalam menguasai materi
pembelajaran, tetapi ada unsur lain yang juga cukup menentukan berhasil tidaknya proses
pembelajaran di kelas yaitu methode. Seorang guru harus pandai dan piawai dalam menggunakan
metode di hadapan muridnya.Satu diantaranya adalah methode Tarhib dan Targhib. Kedua metode
ini sangat membantu guru dan siswa saling berinterkasi dalam menuju keberhasilan. Dalam
metode ini guru bisa memberikan harapan yang menyenangkan bahkan hadiah kepada siswa yang
berhasil dan memenuhi persyaratan kognitif tanpa merusak tujuan pembelajaran dan tidak
menyinggung siswa yang gagal karena dilakukan dengan cara yang demokratis ( Targhib ).
Sementara anak didik yang gagal kerena melanggar aturan pembelajarandan tidak memenuhi
persyaratan kognitif dapat ancaman bahkan dihukum ( Tarhib ). Disamping itu methode ini
bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist yang sudah pasti kebenarannya karena sesuai dengan
pertumbuhan manusia baik dari aspek rohani atau jasmani. Hemat Penulis sudah mendesak
waktunya kita kembali kepada ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan terutama dalam dunia
pendidikan agar terbentuknya manusia yang komplit ilmunya dan baik ahlaqnya.
Metode targhib dan tarhib

Metode ini, disebut pula metode “ancaman” dan atau “intimidasi” yagni suatu metode pendidikan
dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan hukuman ats kesalahan yang dilakukan peserta
didik. Istilah targhib dan tarhib dalam al-qur’an dan as-sunnah berarti ancaman atau intimidasi
melalui hukuman yang disebabkan oleh suatu dosa kepada Allah dan Rosulnya. jadi, iya juga dapat
diartikan sebagai ancaman Allah melalui penonjo;an salah satu sifat keagungan dan kekuatan
illahiyah agar mereka(peserta didik) teriingat untuk tidak melakukan kesalahan.

Pengertian Tarhib dan Targhib

Secara etimologis, kata targhib diambil dari kata kerja raghaba yang berarti menyenangi,
menyukai dan mencintai. Kemudian kata itu diubah menjadi menjadi kata benda targhib yang
mengandung makna Suatu harapan utuk memperoleh kesenangan, kecintaan, kebahagiaan.

Semua itu dimunculkan dalam bentuk janji-janji berupa keindahan dan kebahagiaan yang dapat
merangsang seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk memperolehnya. Secara
psikologis, cara itu akan menimbulkan daya tarik yang kuat untuk menggapainya.

Sementara itu istilah tarhib berasal dari kata rahhaba yang berarti menakut- nakuti atau
mengancam. Lalu kata itu diubah menjadi kata benda tarhib yang berarti ancaman hukuman

Dari asal kata tersebut, maka dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud dengan targhib
adalah janji yang disertai dengan bujukan yang membuat senang terhadap suatu yang maslahat,
terhadap kenikmatan atau kesenangan akhirat yang baik dan pasti, serta suka kepada kebersihan
dari segala kotoran, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan amal soleh dan kebajikan dan
menghindari diri dari kenikmatan selintas, temporer yang bermuatan negative atau perbuatan
buruk. Sementara tarhib ialah suatu ancaman atau siksaan sebagai akibat dari megerjakan hal yang
negative yang mendatangkan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah SWT. Atau lengah
dalam mejalankan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT

Posisi Targhib dan Tarhib

1. Targhib

Penghargaan atau hadiah dalam pendidikan anak akan memberikan motivasi untuk terus
meningkatkan atau paling tidak memperahankan prestsi yang telah dicapainya, di lain pihalk
temannya yang melihat akan ikut termotifasi untuk memperoleh yang sama.Sedangkan sangsi atau
hukuman sangat berperan penting dalam pendidikan anak sebab pendidikan yang terlalu lunak
akan membentuk anak kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati

Secara psikiologis dalam diri manusia ada potensi kecendrungan berbuat kebaikan dan keburukan
(al fujur wa taqwa). Oleh karena itu pendidikan Islam berupaya mengembangkan manusia dalam
berbagai cara guna melakukan kebaikan dengan berbekal keimanan. Namun sebaliknya
pendidikan Islam berupaya semaksimal mungkin menjauhkan manusia dari perbuatan
buruk dengan berbagai aspeknya. Jadi tabiat ini perpaduan antara kebaikan dan keburukan ,
sehingga tabiat baik harus dikembangkan dengan cara memberikan imbalan, penguatan dan
dorongan. Sementara tabiat buruk perlu dicegah dan dibatasi ruang geraknya.

Seorang anak yang pandai dan selalu menunjukkan hasil pekerjaan yang baik tidak perlu selalu
mendapatkan hadiah (reward) sebab dikhawatirkan hal itu bias berubah menjadi upah dan itu
sudah tidak mendidik lagi. Di sinilah dituntut kebijaksanaan seorang guru sehingga pemberian
hadiah ini sesuai dengan tujuannya yaitu memberikan motivasi . Dalam hal tertentu, bisa jadi yang
mendapatkan hadiah itu adalah seluruh siswa, bukan hanya yang berprestasi saja

Mengingat itu , Ngalim Purwanto membagi jenis ganjaran seperti sebagai berikut adalah:
1. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan sesuatu jawaban
yang diberikan oleh seorang anak.

2. Guru memberi kata-kata yang mengembirakan ( pujian )

3. Dengan memberikan pekerjaan yang lain, misalnya engkau akan segera saya beri soal yang
lebih sukar karena soal sebelumnya bisa kau selesaikan dengan sangat baik

4. Ganjaran yang ditujukan kepada seluruh siswa, misalnya dengan mengajak bertepuk
tangan untuk seluruh siswa atas peningkatan prestasi rata-rata kelas tersebut

5. Ganjaran berbentuk ganda, misalnya pensil, buku tulis, coklat dll.Tapi dalam hali ini guru
harus sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda tersebut hadiah bisa berubah
menjadi upah

2. Tarhib

Hukuman (Punishment) dalam pendidikan mempunyai porsi penting, pendidikan yang terlalu
bebas dan ringan akan membentuk anak didik yang tidak disiplin dan tidak mempunyai keteguhan
hati. Namun begitu sangsi yang baik adalah tidak serta merta dilakukan, apalagi ada rasa dendam.
Sangsi dapat dilakukan dengan bertahap, misalnya dimualai dengan teguran, kemudian diasingkan
dan seterusnya dengan catatan tidak menyakiti dan tetap bersipat mendidik.

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu membagi hukuman menjadi dua yakni ;

1. Hukuman yang dilarang, seperti memukul wajah, kekeraan yang berlebihan, perkataan
buruk, memkl ketika marah, menendang dengan kaki dan sangat marah.

2. Hukuman yang mendidik dan bermenpaat, seperti memberikan nasihat dan pengarahan,
mengerutkan muka, membentak, menghentikan kenakalannya, menyindir, mendiamkan,
teguran,duduk dengan menempelkan lutut keperut, hukuman dari ayah, menggantungkan tongkat,
dan pukulan ringan
Terkadang memang menunda hukuman akan lebih besar dampaknya dari pada menghukum yang
dilakukan secara spontanitas .Penundaan akan membuat seorang akan berbuat yang sama atau
mengulangi kesalahan lain lantaran belum adanya hukuman yang dirasakan akibat kesalahan
yang pernah dibuatnya. Sebaiknya tindakan ini jangan dilakukan terus menerus. Bila kita telah
berusaha semaksimal mungkin dalam mendidik dengan cara lain ternyata belum juga menurut,
maka alternatif terakhir adalah hukman fisik (pukulan ) tetapi masih tetap pada tujuan semula
yakni bertujuan mendidik.

Abdullah Nasih Ulwan menyebutkan persyaratan memberikan hukuman pukulan antara lain :

1. Pendidik tidak terburu-buru

2. Pendidik tidak memukul ketika dalam keadaan sangat marah

3. Menghindari anggota badanyang peka seperti kepala,muka,dada dan perut.

4. Tidak terlalu keras dan menyakti

5. Tidak memukul anak sebelum ia berusia 10 tahun

6. Jika kesalah anak adalah untuk petama kalinya, hendaknya diberi kesempatan untk
bertobat, minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan itu

7. Pendidik menggunakan tangannya sendiri

8. Jika anak sudah menginjak usia dewasa dan dengan 10 kali pukulan tidak juga jera
makaBOLEH ia menambah dan mengulanginya sehingga anak menjadi lebih baik

Namun begitu, diperbolehkannya menghukum bukan berarti pendidik dapat melakukan hukuman
sekehendak hatinya, terlebih pada hukuman fisik,ada anggota bagian badan tertentu yang perlu
dihindari . Jadi Cuma bagian anggota tertentu saja yang dapat dilakukan ketika melakukan
hukuman fisik, misalnya pada bagian muka atau mata yang berakibat cacat anak sehingga menjadi
minder.Jangan pula memukul kepala, karena berbahaya untuk perkembagan otak dan syaraf yang
berakibat pada gangguan kejiawaan dan mental.Oleh karena itu apabila hukuman terpaksa akan
dilakukan maka pendidik hendaknya memilih hukuman yang palinmg ringan akibatnya. Jika
hukuman badan yang dijatuhkan maka pendidik memilih anggota badan lain yang lebih aman dan
kebal terhadap pukulan seperti pantat dan kaki.

Dalam bukunya Armai Arief mengomentari tentang pemberian hukuman ada lima hal yang harus
diperhatilan oleh si pendidik antara lain :

1. Tetap dalam jalinan cinta, kasih dan saying

2. Didasarkan kepada alasan keharusan

3. Menimbulkan kesan di hati anak

4. Menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik

5. Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.

Keutamaan Targhib dan Tarhib

Targhib dan Tarhib dalam khasanah pendidikan Islam , menurut Al Nahlawi seorang tokoh
pendidikan Islam dalam komentarnya menyatakan bahwa berbeda dari metode ganjaran dan
hukuman dalam pendidikan barat. Perbedaan yang palimg mendasar adalah targhib dan
tarhib berdasarkan ajaran Allah SWT. yang sudah pasti kebenarannya, sedangkan ganjaran dan
hukuman berdasarkan pertimbangan duniawi yang terkadang tidak lepas dari ambisi pribadi

Targhib dan tarhib dalam pendidikan islam sangat urgen diberlakukan ada beberapa alasan
diantaranya adalah:
1. Bersifat transenden yang mampu mempengaruhi peserta didik secara fitri. Semua ayat yang
mengandung targhib dan tarhib ini mempunyai isyarat kepada keimanan kepada Allah SWT. dan
hari akhir

2. Disertai dengan gambaran yang indah tentang kenikmatan surga atau dahsyatnya neraka

3. Menggugah serta mendidik perasaan Rabbaniyyah, seperti khauf, khusu,raja’ dan perasaan
cinta kepada Allah SWT.

4. Kesimbangan antara kesan dan perasaan berharap akan ampunan dan rahmat Allah

Dapat di mengerti bahwa metode targhib dan tarhib tersebut pada dasarnya berusaha
membangkitkan kesadaran akan keterkaian dan hubungan diri manusia dengan Allah SWT.
Dengan demikian metode ini sangat cocok untuk dikembangkan untuk membentuk anak didik
yang sesuai dengan tujuan pendidikan islam diantaranya membentuk kepribadian yang utuh lahir
dan bathin.

Tinjauan Al Qur’an dan Hadist

Seperti kita pahami bersama bahwa penggunaan metode dalam pendidikan Islam disesuaikan
dengan tingkat kecerdasan, kultur, kepekaan dan pembawaan anak.Diantara mereka ada yang
cukup dengan isyarat.Ada yang hanya jera apabila dengan pandangan cemberut dan marah, tetapi
ada juga yang tidak mempan dengan cara-cara tersebut, sehingga mereka harus merasakan
hukuman terlebih dahulu

Jadi baik hukuman atau rangsangan kepada anak didik harusdilakukan dengan sangat hati- hati
dan penuh kecermatan dari seorang pendidik. Hal ini dilandasi oleh betapa Islam begitu santun
dalam mendidik umatnya baik yang terdapat dalam yang kita temui dalam Al Qur’an atau Hadist
.diantaranya

1. Bentuk Targhib (Rangsangan)

a. Kepada mereka yang yang selalu berbuat kebajikan terutama yang menafkahkan/sodaqoh
hartanya
‫االذين ينفقون في السراء والضراء والكظمين الغيظ والعا فينن عن النا س وهللا يحب المحسنين‬

Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik dalam waktu luang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahny dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah mencintai
orang-oang yang berbuat kebaikan

b. Dijanjikan kepada mereka yang bertaqwa dengan balasan tidak terduga

‫وومن يتق هللا يجعل له مخرجا‬

Artinya : Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah , niscaya akan menjadikan baginya jalan keluar

‫ويرزقه من حيث اليحتسب‬

Dan akan member rezki dari arah yang tidak disangka-sangka

‫ومن يتق هللا فهو حسبه‬

Dan barang siapa yang bertawaqal kepada Allah , niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya
….

2. Bentuk Targhib (Ancaman)

a. Mereka yang tidak disukai Allah dalam hidupnya

‫يا ايها الذين آمنوا التحرموا طيبت ما احل هللا لكم والتعتدوا ان هللا اليحب المعتدين‬

Artinya : Hai orang-orang ang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagimu, dan janganlah kamu malampawi batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai terhadap orang melampaui batas

b. Mendapat hukuman langsung


‫والسا رق والسا ر قة فا قطعوا ايد يهما جزاء بما كسبا نكال من هللا وهللا عزيز حكيم‬

Artinya : Laki-laki dan perempuan yang melakukan pencurian ,potonglah tangan keduanya sebagai
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan.

Contoh Hadist Nabi tentang Targhib dan Tarhib

Banyak sekali kita jumpai dari hadist Rasulallah SAW. Yang menggambarkan tentang nasihat
tentang mendidik anak yang penuh dengan kasih saying bahkan terhadap para sehabat beliau yang
sudah dewasa atau tua renta, dengan menghindari hukuman kecuali dengan terpaksa yang
sebelumnya didahului dengan peringatan. Diantaranya adalah:

‫عن علي رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قا ل رفع القلم على ثالثة عن النا ءىم حتى يستيقظ وعن الضبي حتى يحتلم‬
‫وعن المجنون حتى يعقل‬

Artinya : Dari Ali ra wa kw dari Nabi Muhammad SAW beliua bersabda Pena diangkat atas tiga
golongan dari orang yang sedang tidur hingga dia bangun, dari anak kecil hingga dia dewasa, dan
dari orang gila hingga dia waras (berakal)

‫عن عمر بن شعيب عن ابيه عن جده ق ا ل رسول ا هلل عليه وسلم مروا اوالدكم با اللصال ة وهم ابنا ء سبع سنين واضربواهم‬
‫ه‬ ‫عليها وهم ابنا ء عشر سنين وفرقوا بينهم فى المضا جع‬

Artinya : Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dan dia berkata Rasulallah SAW
bersabda Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun ,
dan pukulah mereka jika tidak mengerjakan shalat pada usia sepuluh tahun, dan pada usia tersebut
juga pisahkanlah tempat tidur mereka (laki-perempuan).

Hujatul Islam al Ghazali berujar hendaknya para guru member nasihat kepada siswanya dengan
kelembutan. Guru dituntut berperan sebagai orang tua yang dapat merasakan apa yang dirasakan
anak didiknya,jika anak memperlihatkan suatu kemajuan, seyogyanya guru memuji hasil usaha
muridnya, berterima kasih kepadanya dan mendukungnya terutama di depan teman-temannya
Seorang guru hendaknya menjadi sehabat dan teman dalam proses pembelajaran di kelas, dengan
sikap ramah, membantu, penuh senyum dan tidak mudah marah apalagi menghukum. Apabila anak
didiknya mengerjakan hal yang tidak baik, hendaknya jangan di publikasikan dengan teman
lainnya.jika anak mengulangi kesalahan yang sama tegurlah dengan cara yang baik dan tidak
menyinggung perasaan murid, apalagi mengungkit- ungkit keturnan dan keluarga.Walaupun
demikian bukanlah berarti tidak ada hukuman yang diberlakuakn di klas terhadap anak didik yang
melanggar aturan dan norma pendidikan. Sebab jika tidak sekolah secara keseluruhan tidak
mempunyai wibawa di masyarakat dan dianggap sekolah yang tidak memahami karakter
pendidikan.

Keberhasilan seorang pendidik di kelas bukanlah ditentukan dominan oleh seberapa jauh
kemampuan kompetensinya saja, tetapi juga kepiawayan guru dalam tampil di muka peserta didik,
dalam hal ini adalah metode yang dipergunakan ketika berhadapan dengan peserta didik sangatlah
menentukan berhasil tidaknya seorang guru menyampaikan materi pelajaran dan muridnya merasa
senang. Sebab ada juga guru yang berhasil mengajar di kelas tetapi tidak kesan yang
memungkinkan para peserta didik merasa senang dan kerasasan menerima pelajarannya.

Perlu diingat bagi para guru bahwa ketika anak murid sudah simpati terhadap gurunya karna
mengerti tentang mereka, sebenarnya ini sudah menjadi modal besar. Dari sinilah perhatian dan
keseriusan murid dalam mencerna dan memperhatikan materi yang di sampaikan guru akan
berhasil, karena tidak ada keterpaksaaan, yang timbul adalah kesadaran belajar sebagai seorang
murid. Terkadang guru kurang menyadari bahwa kemalasan dan ketidak seriusan atau kenakalan
murid dalam belajar dituduhkan sepenuhnya kepada mereka, padahal belum tentu itu disebabkan
oleh tingkah laku murid yang tidak patuh dengan aturan sekolahatau tugasnya sebagai murid. Jadi
sikap pendidik seperti tersebut diperlukan otokoreksi jujur yang permanen, artinya mereka harus
menyadari bahwa kegagalan selama ini disebabkan oleh sikap dan prilakunya yang sudah
menyimpang dari kode etik seorang pendidik. Dengan kata lain mereka harus belejar banyak
tentang Pedagogik dan psikologi mengajar,seperti suasana belajar harus diciptakan se kondusif
mungkin baik dalam hal ruangan atau kenyamanan yang dimulai dari pendidik sendiri. Coba kita
lihat literatur Islam yang menunjukkan betapa sikap guru sangat sentral dalam berhasil tidaknya
dalam menyampaikan ilmu, terutama yang bersumber dari contoh Rasulallah SAW. dalam
menyampaikan ilmu di hadapan para sehabatnya
Suasana keilmuan dalam majlis Nabi Muhammad SAW.adalah suasana “ tulus ikhlas” dengan
tujuan agar mendapatkan pelajaran dengan mudah, tanpa ada penghalang yang menjadi rintangan
atau hal lain yang akan mengganggu kosentrasi. Bahkan Beliau sangat ingin agar majlis ta’limnya
tidak bubar hanya karena bau udara yang kurang sedap. Dalam pertemuan mingguan yang
diadakan setiap jum’at, selalu didahului dengan mandi wajib, dan Nabi menyuruh orang yang baru
memakan bawang( putih atau merah ) agar duduk meyendiri agak jauh dari majlis sampai baunya
hilang..

Gambaran suasana ta’lim Beliau sangatlah meneyentuh, terutama yang menyangkut peserta didik.
Beliau tidak menghukum peserta didiknya dengan cara yang dapat mematahkan semangat belajar
murid, hal ini dapat dilihat dari cara beliau memberikan hukuman ( targhib ) sangatlah mendidik
dan tidak menyakiti, dengan cara duduk agak menjauh dari yang lain tetapi tetap diperkenankan
mengikuti pelajaran, kecuali rasa baunya sudah hilangBOLEH duduk bersama. Sikap bijaksana
dan tidak arogan sangatlah dibutuhkan oleh seorang pendidik, sekalipun celah itu ada dan
memungkinkan, hendaknya diambil dan dijatuhkan dengan cara yang tidak meyakitkan peserta
didik agar mereka tidak merasa dikucilkan dan dirampas haknya sesama murid. Keterangan Nabi
Muhammad SAW.tentang dirinya dalam hadits-haditsnya memberikan gambaran pribadinya
sebagai pribadi seorang guru dalam gambaran yang agung. Beliaulah yang telah mengajarkan ilmu
dari Sang Pencipta dengan baik, menyampaikan risalahnya kepada segenap manusia dan sangat
berambisi terhadap mereka, mampu menyesuiakan dengan berbagai tabiat mereka ,sangat ramah
dan lemah lembut dalam pengajarannya dengan menempuh cara yang sesuai dengan setiap
muridnya. Semua itu dalam rangkaian suasana keilmuan yang mulia

Banyak hadist yang membahas adab, wejangan dan nasihat-nasihat yang dapat membentuk
manusia menjadi mulia, seperti berkata benar, melaksanakan amanat, menepati janji, menjaga
pandangan, memaafkan kesalahan, toleransi dan lain-lain adab kejiwaan dan kemasyarakatan.
Banyak aspek pembelajaran yang harus diperhatikan oleh para pendidik dalam melaksanakan
tugasnya di muka kelas yang berkaitan bukan saja dengan murid sebagai orang pertama yang
dihadapi, tetapi lingkungan rohani harus benar-benar melekat pada diri seorang guru yaitu sifat
mulia atau adab yang disebutkan
diatas. Sebab apa yang diucapkan dan dilakukan guru mejadi contoh dan langsung di tiru oleh para
siswa. Oleh karena itu rasa simpati perlu dibangun di dalam kelas bukan dengan sikap otoriter dan
menang sendiri guru, namun di bangun melalui rasa simpati dan kasih sayang antara peserta didik
dengan pendidik melalui methode yang sarat dengan nilai-nilai keislaman yang bersipat universal.

Para pakar ilmu jiwa pendidikan telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menentukan
sosok-sosok pendidik sejati dan jangkauan pengaruhnya dalam diri peserta didik. Di antara tabiat
mansia tidak mau menyempurnakan proses belajar yang mereka tempuh kecuali dari pendidik
yang mereka cintai, mereka ketahui kemampuanya, mereka rasakan adanya setruman-setruman
jiwa secara langsung, roman muka yang selalu ceria dan perhatian yang penuh. Sebagaimana
mereka mengetahui bahwasannya seorang pendidik sejati harus mengusai materi yang akan
disajikan kepada peserta didik dengan sempurna. Sipat jujur, amanah, kesungguhan dalam
memberikan nasihat harus melekat pula dalam diri seorang pendidik.

Belajar adalah bagian kegiatan, sehingga mengajar merupakan spesipikasi positif oleh para
pendidik ketika hal itu diperlukan, atau dengan kata lain, setiap pendidik seharusnya dan sudah
spantasnya berbuat yang dapat menimbulkan motivasi dan gairah belajar siswa.Disamping tentu
saja tidak meninggalkan tujuan instruksional khusus atau umum dalam pembelajaran untuk
mencapai tujuan dan kesuksesan Apabila tujuannya sudah jelas maka yang diperlukan kemudian
adalah sugesti dan motivasi guna memperkuat hadap ( tujuan ) yang masih lemah. Jadi seorang
pendidik tidak baik membiarkan muridnya tertinggal dengan temannya tanpa mencari tahu
penyebabnya, jika diperluka harus ada perhatian khusus agar terpacu semangatnya dalam mengejar
ketertinggalan dalam materi belajar, sebab pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan tidak
berbeda jauh tinggal bagaimana kita mengemas dan membangun talenta tsb.

Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan Allah SWT melalui para Rasulnya sudah pasti
memberikan yang terbaik kepada mahluknya dalam menata kehidupan dunia yang serba singkat
ini, baik dunia terlebih akhirat yang merupakan akhir dari perjalanan manusia.

Kesuksesan yang diperoleh di dua tempat tersebut sangat dipengaruhi oleh kwalitas keilmuan yang
dimiliki manusia. Sementara kwalitas ilmu itu sangat didasari oleh bagaimana cara ilmu itu di
dapat, salah satunya methode.
Methode Tarhib dan Targhib yang telah di uraikan diatas ternyata sangat berpengaruh atau
berdampak positif terhadap perkembangan dan kwalitas proses belajar yang dilakukan seorang
pendidik. Seorang siswa bukan saja matang dalam kwalitas keilmuan yang diperoleh, tetapi
mentalnya terus ditempa sehingga terbentuk ahlak yang baik sebagai seorang ilmuan dimasa
mendatang. Oleh karena itu methode Tarhib dan Targhib yang bersumber dari Al Qur’an dan Al
Hadis telah lama diimplementasikan Rasulallah SAW yang di teruskan oleh para Sehabat sampai
sekarang oleh para tokoh pendidikan Islam sangat perlu sekali dipertahankan dan dijadikan salah
acuan pokok dalam metode peroses belajar.

Sudah saatnya para pendidik Muslim lebih memperdalami methode Tarhib dan Targhib, jangan
terlalu tertarik dengan metode barat yang lebih mengutamakan keberhasilan aspek kognitif atau
kepandaian saja. Kita memerlukan generasi yang kuat keintelektualannya dan kokoh pula Iman
atau rohaninya.

Sumber :

1. http://ibnuqosim.blogspot.co.id/2010/10/mengenal-methode-targhib-dan-tarhib.html
2. Al Qur’an dan terjemahannya
3. Sutarto, Edi, Pemimpin Cinta, Bandung , Kaifa (PT Mizan Pustaka), 2015

You might also like