You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebutuhan akan material baru yang memiliki sifat unggul terus bertambah
seiring perkembangan zaman. Di antara sifat-sifat yang diinginkan dari suatu
material adalah memiliki ketahanan termal yang baik dan kekuatan yang tinggi
namun memiliki bobot yang ringan. Hal lain yang diinginkan dari material baru
adalah memiliki kualitas yang sama dengan material yang sudah ada, namun
memiliki harga yang lebih murah. Untuk itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi mengenai material semakin banyak dilakukan.
Teknologi nano merupakan salah satu contoh dari upaya pengembangan
material. Pada teknologi nano, suatu material dimanipulasi sehingga memiliki
ukuran dalam skala nanometer. Dengan memperkecil ukuran partikel material
hingga ukuran nanometer, maka rasio luas permukaan per volume material akan
meningkat. Akibatnya, sifat-sifat yang dimiliki material seperti sifat fisik, sifat
mekanik, dan/atau kemampuan katalisis suatu material akan meningkat. Ole karena
itu, penelitian mengenai nanomaterial menjadi daya tarik tersendiri bagi para saintis,
khususnya yang bergerak di bidang sains material.

Salah satu contoh dari aplikasi teknologi nano adalah material


nanokomposit, yaitu kombinasi antara suatu material dengan material lain dalam
skala nano. Dengan menggabungkan suatu material dengan material lain dalam
skala nano, maka komposit yang dihasilkan diharapkan memiliki sifat-sifat yang
lebih baik dibandingkan material penyusun kompositnya. Sampai saat ini, polimer
nanokomposit dengan beragam material penyusun dan struktur telah banyak
disintesis untuk beragam aplikasi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan polimer nanokomposit?
2. Baagaimana cara sintesis polimer nanokomposit?
3. Apa saja contoh dari polimer nanokomposit?
4. Bagaimana aplikasi polimer nanokomposit dalam kehidupan sehari-hari?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan informasi mengenai:
2.1. Definisi polimer nanokomposit.
2.2. Sifat-sifat yang dimiliki oleh polimer nanokomposit.
2.3. Beberapa contoh polimer nanokomposit dan penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB II
ISI

2.1. Definisi Polimer Nanokomposit


Ada tiga istilah penting yang terkait dengan polimer nanokomposit, yaitu
polimer, nanopartikel, dan komposit. Polimer adalah suatu senyawa kimia yang
terdiri dari rantai yang panjang dan memiliki unit berulang pada strukturnya.
Polimer tersusun dari molekul-molekul identik yang disebut dengan monomer. Ciri
umum yang dimiliki oleh polimer adalah berwujud padatan dan memiliki berat
molekul yang besar (ribuan hingga jutaan gram/mol). Contoh dari senyawa polimer
adalah polietilen yang digunakan pada plastik dan nilon pada serat pakaian.

Gambar 2.1 Polietilen dan nilon

Adapun nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang memiliki kisaran


ukuran 1-100 nanometer. Dalam sistem SI, nanometer didefinisikan sebagai
1×10–9 meter ((1/milyar) meter). Nanopartikel dapat disebut juga sebagai
ultrafine particles. Suatu material nanopartikel dapat memiliki sifat yang berbeda
dari bulk partikelnya. Contohnya adalah nanopartikel seng oksida (ZnO) yang
memiliki kemampuan memblokir sinar UV yang lebih baik dibandingkan dengan
partikel bulk-nya

Gambar 2.2 Struktur nanopartikel ZnO


Komposit merupakan material gabungan yang dari dua atau lebih material
dasar. Komposit dibuat untuk menghasilkan material baru yang memiliki sifat fisik,
sifat mekanik, dan sifat kimia yang lebih baik daripada material penyusunnya. Salah
satu contohnya adalah komposit plastik-kayu yang memiliki kekuatan mekanik
lebih baik daripada material kayu saja.

Gambar 2.3 Komposit plastik-kayu


Dari ketiga istilah di atas, maka polimer nanokomposit dapat didefinisikan
sebagai suatu komposit yang dibuat dari suatu polimer dan nanopartikel. Polimer
nanokomposit tersusun dari partikel-partikel dalam skala nanometer yang
terdispersi dalam matriks polimer. Dengan adanya penambahan nanopartikel, maka
polimer tersebut akan mengalami peningkatan signifikan pada sifat-sifatnya atau
memiliki sifat baru bergantung dari jenis nanopartikel yang ditambahkan.

Gambar 2.4 Gambaran struktur polimer nanokomposit

2.2. Klasifikasi Polimer Nanokomposit


Polimer nanokomposit dapai dibagi menjadi dua berdasarkan jenis
nanopartikel yang digunakan, yaitu nanokomposit (material organik)-polimer dan
nanokomposit (material anorganik). Nanokomposit (material organik) merupakan
nanokomposit yang terdiri dari matriks polimer dan nanomaterial berupa senyawa
organik seperti kitin, fluoropolimer, dan organoclay. Sebaliknya, nanokomposit
(material anorganik)-polimer terdiri dari matriks polimer dan nanomaterial berupa
senyawa anorganik seperti logam dan silika.
Lebih jauh lagi, nanokomposit (material anorganik)-polimer dapat dibagi
menjadi dua. Jenis pertama adalah komposit nanopartikel-polimer, yaitu
nanokomposit yang dibuat dengan mendispersikan materi anorganik (dapat berupa
koloid atau serat) ke dalam matriks suatu polimer. Jenis kedua adalah komposit
nanolayer-polimer, yaitu nanokomposit yang dibuat dengan mengurung rantai
polimer ke dalam template anorganik.

Gambar 2.5 Struktur dari (a) nanokomposit nanopartikel-polimer, dan (b) nanokomposit
nanolayer-polimer
Nanokomposit juga dapat dibedakan dari bentuk nanomaterial
(nanoreinforcer atau nanofiller) yang digunakan. Secara umum, ada berbagai
bentuk dari nanomaterial. Suatu parameter yang penting dalam menentukan bentuk
dari nanomaterial adalah rasio luas permukaan per volume. Semakin besar rasio
luas permukaan per volume material nano, maka sifat-sifatnya akan semakin baik.
Dari plot rasio luas permukaan per volume terhadap rasio aspek (panjang per
diameter) suatu material nano, diperoleh dua bentuk material nanoyang paling
optimum, yaitu bentuk platelet dan fiber [McCrum et al, 1996]. Oleh karena itu,
jenis nanokomposit yang penting adalah nanokomposit yang menggunakan fiber
(contoh: karbon nanotube) dan nanokomposit yang menggunakan platelet (contoh:
silika clay berlayer).

Gambar 2.6 Plot rasio luas permukaan per volume nanomaterial vs rasio aspek
Berdasarkan struktur morfologinya, nanokomposit dapat dibedakan
menjadi nanokomposit terinterkalasi dan nanokomposit tereksfoliasi. Struktur
morfologi ini dipengaruhi oleh interaksi organik-anorganik yang terjadi antara
rantai polimer dengan nanomaterial anorganik. Struktur nanokomposit dikatakan
tereksfoliasi jika nanomaterial mengalami delaminasi hingga ukurannya mencapai
skala nanometer dan jarak antar nanomaterial cukup jauh sehingga periodisitasnya
hilang. Hal ini dapat terjadi karena interaksi antar partikel nanomaterial jauh lebih
kecil daripada interaksi antar rantai polimer. Apabila interaksi nanomaterial lebih
besar dibanding interaksi antar rantai polimer, maka yang terjadi adalah rantai
polimer akan menyisip di antara partikel nanomaterial yang masih mempertahankan
periodisitasnya. Struktur yang demikian disebut terinterkalasi. Perlu diperhatikan
bahwa belum tentu nanokomposit memiliki struktur baik tereksfoliasi maupun
terinterkalasi secara mutlak, karena pada kenyataannya, beragam morfologi
nanokomposit dapat ditemukan. Oleh karena itu, yang biasa diamati adalah
kecenderungan struktur nanokomposit, apakah mengarah ke tereksfoliasi atau
terinterkalasi.
Selain kedua struktur tersebut, ada kemungkinan bahwa rantai polimer tidak
berinteraksi sama sekali dengan nanomaterial anorganik yang ditambahkan.
Akibatnya, rantai polimer terpisah dari nanomaterial dan membentuk dua fasa.
Struktur yang demikian disebut teragregasi atau mikrokomposit, dan bukanlah
merupakan suatu nanokomposit.

Gambar 2.7 Struktur nanokomposit: (a) teragregasi, (b) terinterkalasi, dan (c) tereksfoliasi

2.3. Beberapa Contoh Polimer Nanokomposit


Hingga kini, polimer nanokomposit dengan beragam bahan penyusun telah
banyak disintesis. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai polimer nanokomposit
berbasis hidroksiapatite, logam, montmorillonite, TiO2, Fe2O3/Fe3O4, dan silikon.
2.3.1. Nanokomposit Hidroksiapatite-Polimer
Hidroksiapatite (Ca10(PO4)6(OH)2) merupakan senyawa yang dapat
ditemukan pada tulang dan gigi manusia. Senyawa ini digunakan sebagai
biomaterial karena memiliki sifat biokompatibel, bioaktivitas, dan
osteokonduktivitas. Kegunaannya antara lain pada pengobatan untuk regenerasi
tulang yang patah. Namun, Hidroksiapatite hasil sintesis memiliki sifat mekanik
yang kurang baik seperti modulus elastis yang tinggi dan ketangguhan patah yang
rendah sehingga aplikasi hidroksiapatite sintetik menjadi terbatas.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan pendispersian
nanopartikel hidroksiapatite ke dalam matriks polimer yang sesuai. Dengan
demikian, nanokomposit yang dihasilkan akan memiliki sifat mekanik yang lebih
baik, namun tetap mempertahankan bioaktifitas dari hidroksiapatite sehingga dapat
diaplikasikan pada bidang ortopedi, dental dan maksilofasial. Sebagai contoh,
nanokomposit polikaprolakton-hidroksiapatite (PCL-HAp) memiliki modulus
elastis yang lebih rendah dibandingkan dengan partikel tunggal hidroksiapatite,
sehingga dapat digunakan sebagai matriks regenerasi tulang pada pengobatan
tulang yang patah. Contoh lainnya adalah nanokomposit hidroksiapatite-etilen-vinil
asetat (HAp-EVA) yang memiliki kekuatan tarik dan elongasi yang lebih kuat
daripada partikel tunggal hidroksiapatite sehingga juga dapat digunakan sebagai
matriks regenerasi tulang.
2.3.2. Nanokomposit Logam-Polimer
Nanokomposit yang terdiri dari polimer dan nanopartikel emas, perak, atau
platina, telah banyak disintesis dan dipelajari karena memiliki potensi aplikasi yang
penting dan luas. Nanopartikel logam-logam tersebut banyak digunakan untuk
meningkatkan sifat optik, sifat magnetik, dan aktivitas katalitik dari polimer yang
digunakan. Karena rasio luar permukaan per volume dari nanopartikel cukup besar,
maka nanokomposit yang dihasilkan akan mengalami peningkatan sifat-sifatnya
secara signifikan. Sebagai contoh, luas permukaan partikel logam yang besar
menyebabkan transfer elektron berlangsung cepat antara spesi reduktor dan
oksidator pada reaksi redoks. Akibatnya, kecepatan reaksi redoks akan meningkat.
Contoh dari nanokomposit logam-polimer adalah nanokomposit emas-
polipirol (Au-Ppy) yang dapat digunakan sebagai biosensor karena nanopartikel
emas meningkatkan konduktivitas dan kemampuan enzyme entrapment dari
polipirol. Contoh lainnya adalah nanokomposit perak-poli(3,4 etilendioksitiofen)
(Ag-PEDOT) yang digunakan ebagai sensor karena sifat optik dan konduktivitas
yang lebih baik dibandingkan material penyusunnya, dan nanokomposit emas-
polianilin (AU-PANI) yang memiliki daya hantar listrik lebih besar dibandingkan
polimer PANI saja.
2.3.3. Nanokomposit MMT-polimer
Montmorillonite (MMT) merupakan contoh natural clay yang banyak
diteliti sebagai bahan nanokomposit karena nanokomposit MMT-polimer memiliki
sifat-sifat dan struktur yang unik. Distribusi nanopartikel MMT ke dalam matriks
polimer akan meningkatkan sifat-sifat nanokomposit yang dihasilkan secara
signifikan. Karakteristik yang terlihat dari nanokomposit MMT-polimer adalah
peningkatan sifat mekanik, sifat termal, kestabilan kimia, dan kemampuan sebagai
flame retardant. Beberapa contoh polimer yang digunakan sebagai nanokomposit
dengan MMT adalah fluoro-poly(ether amic acid) (6F-PEAA) dan polietilen
tereftalat (PET).
2.3.4. Nanokomposit TiO2-Polimer
Titanium oksida (TiO2) dapat digunakan sebagai bahan nanokomposit
dengan polimer karena sifatnya yang inert, toksisitas yang rendah, dan harga yang
lebih murah dibanding karbon nanotube. Sifat lain dari TiO 2 adalah mampu
menghilangkan sel mati, menyumbangkan CO2, dan dapat menyebabkan
autoregenerasi pada sistem pada periode waktu tertentu. Nanopartikel TiO 2 yang
berada dalam matriks polimer memiliki sitokompatibilitas yang lebih baik
dibandingkan komposit TiO2 konvensional (TiO2 dalam skala mikro). Aplikasi
nanokomposit polimer-TiO2 antara lain pada pengolahan limbah, elektrolit padat,
dan material biomedis.
2.3.5. Nanokomposit Fe2O3/Fe3O4-Polimer
Polimer konduktor merupakan material yang menarik perhatian karena
berpotensi untuk aplikasi sebagai LED (Light Emitting Diode=Dioda Pemancar
Cahaya) organik, sel surya berbasis polimer, dan pelindung dari interferensi
elektromagnetik. Namun, penggunaan polimer konduktor untuk bidang-bidang
tersebut masih memiliki kelemahan. Di antara kelemahan dari polimer konduktor
adalah sulit diproses melalui melt processing, kelarutan yang kurang baik, dan
toksisitasnya terhadap lingkungan.
Untuk itu, maka dibuatlah nanokomposit dengan mendispersikan
nanopartikel Fe2O3/Fe3O4 ke dalam matriks polimer konduktor. Dengan
penambahan nanopartikel Fe2O3/Fe3O4, maka sifat konduktivitas dan kemagnetan
dari polimer akan mengalami peningkatan. Selain itu, efisiensi dari polimer
konduktor juga meningkat setelah dijadikan nanokomposit dengan nanopartikel
Fe2O3/Fe3O4. Dengan demikian, nanokomposit Fe2O3/Fe3O4-polimer dapat
diaplikasikan lebih baik untuk bidang-bidang tersebut dibandingkan hanya
menggunakan polimer konduktor saja.
2.3.6. Nanokomposit Silikon-Polimer
Nanokomposit berbasis silikon dan polimer juga banyak diteliti oleh para
saintis. Secara umum, nanokomposit silikon-polimer dapat dibuat dengan
mendispersikan nanopartikel silikon ke dalam matriks polimer, atau menggunakan
silikon sebagai template untuk mengurung polimer. Si, SiO2, dan SiC merupakan
material penting untuk aplikasi pada temperatur tinggi dan aplikasi yang
membutuhkan ketahanan abrasi yang baik, sehingga nanokomposit silikon-polimer
banyak disintesis untuk memenuhi kebutuhan pada aplikasi tersebut.
Nanokomposit (Si, SiO2, atau SiC)-polimer memiliki sifat gabungan dari
keunggulan yang dimiliki silikon dan polimer. Nanokomposit yang dihasilkan akan
memiliki ketahanan mekanik dan kestabilan termal yang tinggi seperti nanopartikel
silikon, namun mudah untuk diproses dan memiliki kerapatan yang rendah seperti
polimer. Selain itu, silika berpori juga dapat digunakan sebagai template dalam
pembuatan nanokomposit. Hal ini dikarenakan ukuran pori-pori silika dapat diatur
saat preparasinya dengan proses elektrokimia. Ukuran pori yang berbeda akan
menyebabkan interaksi yang berbeda antara silika dan polimer sehingga
nanokomposit yang dihasilkan juga dapat bervariasi.
2.4. Sintesis Polimer Nanokomposit
Berbagai metode sintesis polimer nanokomposit telah ditemukan. Metode
sintesis ditentukan berdasarkan jenis dan struktut nanokomposit yang diinginkan.
Metode sintesis polimer nanokomposit yang umum digunakan antara lain:
2.4.1. Metode Sol-Gel
Metodel sol-gel merupakan teknik yang digunakan untuk menghasilkan
polimer nanokomposit yang berada pada suatu film tipis. Pada film tipis ini, akan
diperoleh nanokomposit dengan nanopartikel yang terdistribusi relatif homogen
dalam matriks polimer. Sintesis dengan metode sol-gel dilakukan dengan
menggunakan oksida logam atau garam anorganik yang reaktif dan monomer
polimer sebagai prekursor. Prekursor dicampurkan dalam fasa cair, lalu monomer
mengalami reaksi polimerisasi dengan adanya oksida logam atau garam. Setelah
melalui reaksi hidrolisis, akan didapatkan hasil berupa sol. Sol lalu diberikan
thermal treatment sehingga berubah menjadi gel. Gel lalu diletakkan pada film tipis
sehingga didapatkan polimer nanokomposit berbentuk membran.
Tabel 1 Beberapa contoh nanokomposit yang disintesis dengan metode sol-gel. (RT)

Nanokomposit PVA-TPAPS terikat silang merupakan contoh polimer


nanokomposit yang disintesis dengan metode sol-gel. Sintesis dilakukan dengan
melarutkan sejumlah PVA dan TPAPS ke dalam air panas, lalu kedua larutan
dicampur sambil diaduk. Sejumlah TEOS sebagai agen pengikat silang
ditambahkan ke dalam campuran, lalu diaduk selama 6 jam pada temperatur ruang
hingga didapatkan sol. Proses sol-gel dilakukan pada hidrolisis asam (pada pH = 2)
menggunakan silan. Gel yang memiliki ikatan hidrogen kemudian dituang ke
lembaran PVC. Setelah dilakukan pengeringan, membran nanokomposit PVA-
TPAPS diambil kemudian diikat silang dengan menggunakan larutan formal
(HCHO-H2SO4). Skema sintesis nanokomposit PVA-TPAPS terikat silang dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.8 Skema sintesis nanokomposit PVA-TPAPS dengan metode sol-gel

2.4.2. Metode One-Pot


Metode One-Pot biasa digunakan untuk membuat nanokomposit logam-
polimer. Metode ini terbilang sederhana karena hanya dibutuhkan reagen berupa
garam anorganik, monomer, dan pelarut air. Metode ini tidak membutuhkan
thermal treatment dan lebih mudah dilakukan dibandingkan metode sol-gel.
Tabel 2 Contoh polimer nanokomposit yang disintesis dengan metode One-Pot

Metode One-Pot terbagi menjadi dua, yaitu metode One-Pot fasa tunggal
dan metode polimerisasi interfasial. Pada metode One-Pot fasa tunggal, baik garam
anorganik maupun monomer dilarutkan dalam air, kemudian direaksikan disertai
pengadukan hingga didapat polimer nanokomposit. Pada metode polimerisasi
interfasial, monomer dilarutkan dalam pelarut organik, lalu ditambahkan air
sehingga terbentuk lapisan dua fasa. Kemudian, garam anorganik ditambahkan ke
dalam lapisan dua fasa. Proses ini dilakukan dengan menjaga agar tetap terbentuk
dua fasa, sehingga pengadukan tidak dilakukan. Pembentukan polimer
nanokomposit pada metode polimerisasi interfasial terjadi di permukaan lapisan
antara fasa air dan fasa organik. Ag-PEDOT merupakan contoh nanokomposit yang
disintesis dengan metode One-Pot fasa tunggal, sedangkan Au-PDA merupakan
contoh nanokomposit yang disintesis dengan metode polimerisasi interfasial.
2.4.3. Metode Polimerisasi Oksidatif
Polimerisasi oksidatif merupakan metode yang digunakan untuk membuat
nanokomposit (nanopartikel anorganik)-polimer, dan proses ini terjadi antara
koloid anorganik dengan monomer dengan adanya pengoksidasi kuat. Adanya
pengoksidasi kuat akan menyebabkan monomer terpolimerisasi dengan
nanopartikel anorganik. Metode ini tidak membutuhkan temperatur tinggi karena
pada metode ini, polimerisasi selalu terjadi pada temperatur di bawah 10 °C.

Tabel 3 Polimer nanokomposit yang disintesis dengan metode polimerisasi oksidatif.(D:mm)

Contoh dari polimer nanokomposit yang disintesis dengan metode polimerisasi

oksidatif adalah

Ag-POT dan Grafit-PANI merupakan dua contoh nanokomposit yang


disintesis dengan metode polimerisasi oksidatif. Skema sintesis keduanya dapat
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.9 Skema sintesis nanokomposit Ag-POT dengan metode polimerisasi oksidatif

Gambar 2.10 Skema sintesis nanokomposit grafit-PANI dengan metode polimerisasi oksidatif
2.4.4. Metode Elektrokimia
Sintesis elektrokimia merupakan metode sederhana untuk mensintesis
polimer nanokomposit. Metode elektrokimia dilakukan dengan menggunakan sel
elektrokimia yang memakai tiga elektroda, yaitu elektroda kerja, elektroda
pembanding, dan elektroda counter. Metode ini banyak dipakai untuk mensintesis
polimer nanokomposit yang memiliki sifat daya hantar listrik, dan merupakan cara
terbaik untuk memperoleh film nanokomposit yang langsung dilapiskan pada
elektroda yang digunakan.
Tabel 4 Contoh polimer nanokomposit yang disintesis dengan metode elektrokimia

2.4.5. Metode Interkalasi


Metode interkalasi merupakan metode yang penting dan banyak dipakai
karena bahan dasar yang digunakan melimpah dan tidak mahal. Metode ini
dilakukan untuk meningkatkan sifat mekanik suatu polimer dan menghasilkan
material yang lebih murah dibandingkan material penyusunnya. Banyak senyawa
anorganik berstrukur layer seperti clay silikat, fosfat, oksida logam, grafit, disulfida,
kompleks trifosfor sulfida dan lain-lain yang dapat digabungkan dengan polimer
organik dengan metode interkalasi.
Berdasarkan proses pembentukan interkalasi, metode ini dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu polimerisasi interkalasi, interkalasi larutan, dan interkalasi
lelehan. Pada polimerisasi interkalasi, monomer polimer diinterkalasikan ke dalam
layer mika-silikat dengan ketebalan 1 nm. Kemudian, reaksi polimerisasi dilakukan
sehingga terbentuk rantai polimer yang terinterkalasi ke dalam struktur layer mika-
silikat. Rantai polimer yang terbentuk akan mengurai layer menjadi nanopartikel
sehingga mika-silikat akan terdispersi dalam polimer. Pada interkalasi larutan,
polimer dilarutkan dalam pelarut lalu dicampurkan dengan layer anorganik. Pada
interkalasi lelehan, lelehan polimer dicampurkan dengan layer anorganik. Dari
ketiga metode tersebut, metode interkalasi lelehan lebih banyak dipakai karena
penggunaannya lebih luas. Hal ini dikarenakan beberapa polimer sulit dibuat
nanokomposit dengan metode polimerisasi interkalasi dan interkalasi larutan.
2.4.6. Metode-metode Lainnya
Selain metode-metode yang telah disebutkan, masih ada metode lain untuk
mensintesis polimer nanokomposit. Metode lain tersebut diantaranya adalah:

1. Metode Termal
2. Metode Inner-Matrix Synthesis (IMS)
3. Metode Template-Assisted Synthesis
4. Metode Reversible Addition-Fragmentation Chain-Transfer (RAFT)
Polymerization Synthesis
5. Metode Self-Assembly Synthesis
6. Metode Melt-mixing
7. Metode Microwave-Induced synthesis
8. Metode Catalitic Chain Transfer Polymerization (CCTP) Synthesis
9. Metode Polimerisasi Emulsi
10. Metode Fotopolimerisasi

2.5. Keuntungan dan Kerugian dari Polimer Nanokomposit


Polimer nanokomposit memiliki banyak keuntungan dibanding material
lainnya. Beberapa keuntungan yang dimiliki material polimer nanokomposit antara
lain:
1. Peningkatan yang signifikan pada sifat fisik dan sifat mekanik
Suatu nanokomposit dapat memiliki sifat fisik dan mekanik yang lebih baik
dibandingkan material penyusunnya karena adanya ikatan/interaksi baru yang
terbentuk pada struktur nanokomposit. Misalnya, terbentuknya ikatan kovalen baru
antara polimer dengan nanopartikel anorganik, atau adanya interaksi ikatan
hidrogen antara keduanya. Adanya interaksi baru tersebut menyebabkan interaksi
polimer-nanopartikel menjadi lebih kuat sehingga terjadi peningkatan sifat fisik dan
mekanik pada nanokomposit. Sebagai contoh, nilon 6 mengalami peningkatan
kekuatan tarik, modulus tensil, modulus fleksural, dan temperatur distorsi panas
setelah dibuat menjadi nanokomposit dengan organoclay. Nanokomposit ini
dikenal sebagai Cloisite®.
Tabel 5 Perbandingan sifat mekanik nilon 6 dengan Cloisite®.

2. Munculnya sifat baru pada polimer


Penambahan nanopartikel ke dalam matriks polimer dapat menghasilkan
karakteristik yang sebelumnya tidak dimiliki oleh polimer tersebut. Sebagai contoh,
polikaprolakton menjadi memiliki aktivitas biologis setelah dibuat komposit
dengan nanopartikel hidroksiapatite. Contoh lainnya adalah nanokomposit
poliglisin-MMT menghasilkan nanokomposit yang dapat memiliki konformasi
sekunder seperti halnya protein, ciri yang sebelumnya tidak dimiliki oleh MMT.
3. Pengurangan limbah
Salah satu penyebab dihasilkannya limbah adalah kesulitan dari produk
tertentu untuk didaur ulang. Beberapa kemasan untuk makanan, misalnya,
menggunakan struktur film berlapis untuk meningkatkan sifat mekaniknya
sehingga sulit untuk didaur ulang. Dengan menggunakan polimer nanokomposit ,
maka akan diperoleh kemasan makanan yang memiliki sifat fisik dan mekanik yang
mirip dengan material sebelumnya tanpa harus memakai struktur berlapis. Dengan
demikian, maka kemasan akan lebih mudah didaur ulang dan limbah yang
dihasilkan dapat dikurangi. Sebagai contoh, nanokomposit termoplas-nanofiller
yang dapat menggantikan foil multilayer pada kemasan makanan.
Selain kelebihan, polimer nanokomposit juga memiliki beberapa
kekurangan yang perlu diperhatikan, diantaranya:

1. Peningkatan viskositas
Viskositas merupakan faktor penting yang menentukan kemudahan suatu
polimer dalam pemrosesan di pabrik. Polimer yang terlalu kental (viskositas tinggi)
akan lebih sulit dialirkan sehingga menyulitkan proses pengolahan polimer menjadi
produk. Dengan penambahan nanopartikel, viskositas polimer nanokomposit akan
meningkat sehingga lebih sulit untuk diproses dibandingkan polimernya.
2. Kesulitan dalam proses dispersi dan distribusi nanopartikel
Untuk membuat polimer nanokomposit dengan kualitas tinggi, maka
dibutuhkan dispersi nanopartikel yang homogen dan distribusi yang merata pada
matriks polimer. Untuk itu, dibutuhkan interaksi yang baik antara nanopartikel
dengan polimer. Beberapa nanopartikel harus dipreparasi terlebih dahulu sebelum
dibuat menjadi nanokomposit. Apabila dispersi atau distribusi kurang baik, maka
akan terjadi agregasi sehingga nanokomposit yang terbentuk kurang baik atau
bahkan tidak terbentuk sama sekali
3. Penurunan sifat-sifat tertentu
Pembuatan polimer nanokomposit, selain meningkatkan sifat-sifat polimer
dan nanopartikel, ternyata juga dapat menyebabkan penurunan pada sifat-sifat
tertentu. Misalnya, penurunan kekuatan impak dan kekerasan pada poliamida
setelah dimodifikasi menjadi nanokomposit.

2.6. Aplikasi Polimer Nanokomposit Dalam Kehidupan Sehari-hari


Polimer komposit memiliki aplikasi yang luas dan hampir tidak terbatas.
Hal ini dikarenakan variasi nanopartikel, polimer, dan metode sintesis dapat
menentukan karakteristik nanokomposit yang dihasilkan. Beberapa aplikasi yang
menggunakan polimer komposit adalah:
1. Probing sel makhluk hidup
2. Drug Delivery System
3. Flame Retardant
4. Semikonduktor
5. Sel surya dan sel bahan bakar
6. Pelindung dari sinar UV
7. Coating
8. Sensor
9. Film dan fiber dengan kekuatan mekanik tinggi
10. Katalis
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Polimer nanokomposit merupakan material yang menjanjikan untuk


penggunaan di masa depan. Beragam kombinasi polimer dan nanopartikel, serta
variasi ukuran dan bentuk nanopartikel, serta metode sintesis yang digunakan, dapat
menghasilkan polimer nanokomposit dengan beragam karakteristik dan aplikasi.
Selain itu, perlu dilakukan pengembangan untuk mengatasi kekurangan yang
dimiliki polimer nanokokmposit sehingga penggunaannya lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

 Luan, Jingfei; Wang, Shu; Hu, Zhitian; Zhang, Lingyang. Synthesis Techniques,
Properties and Applications of Polymer Nanocomposites. Current Organic Synthesis,
2012, 9, 114-136.
 Downing-Perrault, Alyssa. Polymer Nanocomposites Are The Future. 2005.
University of Wisconsin-Stout.
 A. Hule, Rohan; J. Pochan, Darrin. Polymer Nanocomposites for Biomedical
Applications. Mrs Bulletin, 2007, 32.
 S. Anandhan and S. Bandyopadhyay (2011). Polymer Nanocomposites: From
Synthesis to Applications, Nanocomposites and Polymers with Analytical
Methods, Dr. John Cuppoletti (Ed.), ISBN: 978-953-307-352-1.
 Optimization of Polymer Nanocomposite Properties. Diedit oleh Vikas Mittal
Copyright © 2010 WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim
ISBN: 978-3-527-32521-4
 http://en.wikipedia.org/wiki/Nanocomposite
 http://en.wikipedia.org/wiki/Polymer_nanocomposite
 http://en.wikipedia.org/wiki/Nanoparticle
 http://www.understandingnano.com/nanocomposites-applications.html
 http://www.cem.msu.edu/~kanatzid/Nanocomposites.html
 http://www.azonano.com/article.aspx?ArticleID=1832
 http://www.nanocompositech.com/review-nanocomposite.htm
 http://www.news-medical.net/health/Nanoparticles-What-are-
Nanoparticles.aspx
 http://www.tifac.org.in/index.php?option=com_content&id=523:nanocompos
nano--technology-trends-a-application-
potential&catid=85:publications&Itemid=952

You might also like