You are on page 1of 6

I.

KONSEP PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Arthritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok
penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak
diketahui penyebabnya (Price & Wilson, 2006).
Artritis rheumatoid adalah gangguan inflamasi yang tidak
diketahui penyebabnya yang biasanya mengenai sendi synovial
(Smeltzer, 2014).
Arthritis rheumatoid merupakan gangguan kesehatan inflamasi
sistemik yang diperantarai oleh imunitas. Tidak jelas mengapa individu
dapat terkena arthritis rheumatoid, tetapi statisktik menunjukkan bahwa
wanita memiliki peluang lebih besar, yaitu 3:1 untuk terkena arthritis
rheumatoid dan insiden memuncak pada usia 40-60 tahun (Ester, John &
Doug, 2010).
Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit sistematik yang
bersifat progresif, yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi
serta jaringan lunak. Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit
autoimun dimana, secara simetris, persendian mengalami peradangan
sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri, dan kerap kali
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Iskandar, 2012).

B. EPIDEMIOLOGI/INSIDEN KASUS
Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi antara populasi satu
dengan lainya, di Amerika Serikat dan beberapa daerah di Eropa
prevalensi AR sekitar 1% pada kaukasia dewasa; Perancis sekitar 0,3%,
Inggris dan Finlandia sekitar 0,8% dan Amerika Serikat 1,1% sedangkan
di Cina sekitar 0,28%. Jepang sekitar 1,7% dan India 0,75%. Insiden di
Amerika dan Eropa Utara mencapai 20-50/100000 dan Eropa Selatan
hanya 9-24/100000. Di Indonesia dari hasil survey epidemiologi di
Bandungan Jawa Tengah didapatkan prevalensi AR 0,3 %, sedang di
Malang pada penduduk berusia diatas 40 tahun didapatkan prevalensi
AR 0,5 % di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah Kabupaten. Di

1
Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada
tahun 2000 kasus baru Artritis Reumatoid merupakan 4,1% dari seluruh
kasus baru. Di poliklinik reumatologi RS Hasan Sadikin didapatkan 9%
dari seluruh kasus reumatik baru pada tahun 2000-2002 (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2014).

C. ETIOLOGI & KLASIFIKASI


Penyebab arthritis rheumatoid masih belum diketahui walaupun
banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak
dapat ditunjukkan memiliki hubungan pasti dengan genetik. Terdapat
kaitan dengan penanda geneik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada
orang Kaukasia. Namun pada orang Amerika Afrika, Jepang, dan India
Chippewa, hanya ditemukankaitan dengan HLA-Dw4 (Price, 2006).
Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi) dan faktor
metabolic dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Santa & Raenah, 2008).

D. ANATOMI FISIOLOGIS
Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan
tulang yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin.
Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong, terbentuk dari
jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran
sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk “meminyaki” sendi.
Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada
tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang
dapat dilakukan.
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai
mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak
aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta
sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi
baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula. Matriks terdiri dari
2 tipe makromolekul, yaitu :

2
 Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi,
mengandung 70-80% air, hal inilah yang menyebabkan tahan
terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastis.
 Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi,
sangat tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi
makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal kolagennya akan
tahan terhadap tarikan.
 Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat
organik lain seperti enzim

E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis ditentukan oleh stadium dan tingkat keparahan
penyakit.
 Nyeri, pembengkakan, sensasi hangat, eritmia, dan kurangnya fungsi
pada sendi adalah gejala klasik.
 Palpasi sendi mengungkap adanya jaringan yang menyerupai spons
atau lunak.
 Cairan biasanya dapat diaspirasi dari sendi yang meradang
(inflamasi) (Smeltzer, 2014).

F. PATOFISIOLOGI / PENYIMPANGAN KDM


Pada arthritis reumathoid, reaksi autoimun terutama terjadi dalam
jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membrane synovial dan akhirnya pembentukkan
pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut
otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial seperti
edema, kongesti vascular, eksudat fibrin dan infiltrasi selular.
Peradangan yang berkelanjutan, synovial menjadi menebal, terutama

3
pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi
membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus
masuk ke tulang subcondria. Jaringan glanulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago
menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat
ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka
terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau
tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan
tendon dan ligament jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendian (Iskandar, 2012).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan cairan synovial
a. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang
menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
b. Leukosit 5.000-50.000/mm3, menggambarkan adanya proses
inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
c. Rheumatoid faktor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan
berbanding terbalik dengan cairan sinovium.
2. Pemeriksaan kadar sero-imunologi
a. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
arthritis rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat
dijumpai pada pasien lepra, tuberculosis paru, sirosis hepatitis,
hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit
kolagen, dan sarkoidosis.
b. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis
rheumatoid dini.
3. Pemeriksaan darah tepi
a. Leukosit : normal atau meningkat sedikit
b. Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
c. Trombosit meningkat
d. Kadar albumin serum turun dan globulin naik
e. Protein C-reaktif biasanya positif

4
f. LED (laju endap darah) meningkat (Perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2014).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi dimulai dengan edukasi, istirahat dan dan olahraga yang seimbang
dan perujukan ke lembaga komunitas untuk mendapat dukungan.
 Arthritis rheumatoid dini : penatalaksanaan medikasi mencakup
dosis terapeutik salisilat atau NSAID termasuk penyekat enzim
COX-2 yang baru, antimalaria, gold, penisilamin, atau sulfasalazin
metotroksat pemodifikasi respons bilogik serta inbibitor faktor
nekrosis tumor-alfa (TNF-oc) merupakan agen analgesic yang
bermanfaat untuk periode nyeri yang ekstrem.
 Arthritis rheumatoid moderat yang erosif : program terapi
okupasional dan terapi fisik yang formal imunosupresan seperti
siklosporin dapat di tambahkan.
 Arthritis rheumatoid persisten yang erosif : pembedahan
rekonstruktif dan kortikosteroid.
 Arthritis rheumatoid lanjut yang tidak sembuh : agens imunosupresif
seperti metotreksat, siklosfamid, azatioprin, dan leflunomida (sangat
toksik, dapat menyebabkan supresi sumsum tulang, anemia,
gangguan saluran GI, dan ruam). Salah satu yang juga menjanjikan
untuk arthritis refraktori (sulit disembuhkan) adalah alat aferesis
yang telah diakui FDA (Food and Drug Adminisration): kolom
imunoadsorpsi protein A (Prosorba) yang mengikat kompleks sistem
imun (IgG) yang bersirkulasi.
 Pasien arthritis rheumatoid sering kali mengalami anoreksia,
penurunan berat badan, dan anemia memerlukan riwayat diet yang
cermat untuk mengidentifikasi kebiasaan makan dan makanan yang
disukai pasien. Kortikosteroid dapat menstimulasi nafsu makan dan
menyebabkan penambahan berat badan.
 Obat antidepresan dosis rendah (amitriptilin) digunakan untuk
mengembalikan pola tidur yang adekuat dan meredakan nyeri
(Smeltzer, 2014).

5
I. PROGNOSIS/KOMPLIKASI
Dapat terbentuk nodus rematoid ekstra sinovium di katup jantung, paru,
mata, atau limpa. Fungsi pernapasan atau jantung dapat terganggu. Dapat
timbul glaucoma, vaskulitis (peradangan sistem vaskuler) dapat
menyebabkan thrombosis dan infark (Iskandar, 2012).

You might also like