Professional Documents
Culture Documents
terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut.
tersebut adalah pengertian dalam arti luas, yakni yang termasuk menyangkut
tidak ada dimuat dalam KUHP, namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan
menyebabkab sakit atau luka pada orang lain”. 11 Akan tetapi perbuatan yang
menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, tidak dapat dianggap sebagai
11
Tirtamidjaja, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Fasco, Jakarta, 1995, hal. 78.
15
16
a. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan
menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain. Berdasarkan doktrin di
atas bahwa setiap perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau
dengan sengaja menimbulkan rasa sakit ataupun luka tubuh yang terhadap
dikemukakan :
“Jika menimbulkan luka atau sakit pada tubuh bukan menjadi tujuan, melainkan
suatu sarana belaka untuk mencapai suatu tujuan yang patut, maka tidaklah ada
penganiayaan”.12
17
Berdasarkan
12
yurisprudensi ini tersimpul pendapat, bahwa setiap perbuatan
Tongat, Hukum Pidana Materiil, Djambatan, Jakarta, 1993, hal. 2.
yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada
tubuh merupakan penganiayaan. Berdasarkan Arrest Hooge Raad dan doktrin di
“Suatu perbuatan yang dilakukan dengans engajamenimbulkan rasa sakit atau luka
pada tubuh orang lain, yang akibatnya mana semata-mata merupakan tujuan si
petindak”.13
1) Unsur kesenjangan.
2) Unsur perbuatan.
b) Luka tubuh.
di atas, berikut ini akan diuraikan makna dari masing-masing unsur tersebut
sebagai berikut :
1) Unsur kesengajaan.
meliputi
13
kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kepastian dan
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, Biro Konsultasi
Bantuan Hukum Fakultas
kesengajaan sebagaiHukum Universitas Brawijaya, Malang, 1999, hal. 10.
kemungkinan.
18
orang itu mempunyai maksud menimbulkan akibat berupa rasa sakit atau luka
menyatakan :
Kenyataan bahwa orang telah melakukan suatu tindak pidana yang besar
kemungkinan dapat menimbulkan perasaan sangat sakit pada orang lain itu
merupakan suatu penganiayaan. Tidak menjadi soal bahwa dalam kasus ini
opzet pelaku telah tidak ditujukan untuk menimbulkan perasaan sangat sakit
seperti itu melainkan telah ditujukan kepada perbuatan untuk melepaskan
diri dari penagkapan oleh seorang pegawai polisi.15
Bertolak dari Arrest Hoge Raad di atas tersimpul, bahwa kemungkinan
terhadap terjadinya rasa sakit yang semestinya dipertimbangkan oleh pelaku tetapi
14
Tongat, Op.Cit., hal. 73.
15
Ibid., hal. 74.
19
Dalam hal ini sekalipun pelaku tidak mempunyai maksud untuk
2) Unsur perbuatan.
tindak pidana penganiayaan itu bisa dalam bebagai bentuk perbuatan seperti
terjadinya atau timbulnya rasa sakit, rasa perih, tidak enak atau penderitaan.
20
b) Luka tubuh.
tubuh, atau terjadinya perubahan rupa tubuh sehingga menjadi berbeda dari
keadaan tubuh sebelum terjadinya penganiayaan. Perubahan rupa itu misalnya
tubuh dan sebagainya. Unsur akibat-baik berupa rasa sakit atau luka – dengan
unsur perbuatan harus ada hubungan kasual. Artinya harus dapat dibuktikan,
bahwa akibat yang berupa rasa sakit atau luka itu merupakan akibat langsung
dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Tanpa adanya hubungan kausal
antara perbuatan dengan akibat ini, maka tidak akan dapat dibuktikan adanya
penganiayaan akibat berupa rasa sakit atau luka pada tubuh itu haruslah
rasa sakit atau luka pada tubuh itu menjadi tujuan dari pelaku. Apabila akibat
yang berupa rasa sakit atau luka itu bukan menjadi tujuan dari pelaku tetapi
hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain yang patut, maka dalam hal
Dalam praktek penegakan hukum, persoalan yang muncul adalah apa yang
menjadi ukuran atau kriteria dari tujuan yang patut itu. Persoalan itu mudah
dijawab, sebab tidak ada ukuran atu criteria umum baku yang dapat dipakai
sebagai pedoman. Oleh karena tidak ada ukuran yang bersifat yang secara umum
dapat diterapkan, maka ukuran atau kriteria patut atau tidak patut itu diserahkan
21
pada akal pikiran dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Jadi, sifatnya
Sebagai contoh perbuatan orang tua memukul anaknya. Menurut kebiasaan dalam
pemukulan terhadap anak tersebut tidak melampaui batas-batas yang wajar, maka
dianggap sebagai perbuatan yang wajar dan menurut akal pikiran sudah
berlebihan, dan karenanya tidak lagi dipandang sebagai perbuatan untuk mencapai
Dalam KUHP tindak pidana penyaniayaan dapat dibagi menjadi beberapa bagian
tersebut, di bawah ini akan diuraikan satu persatu jenis tindak pidana tersebut
sebagai berikut :
1) Penganiayaan biasa.
Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 351 KUHP. IStilah lain
yang sering digunakan untuk menyebut jenis tindak pidana ini adalah tindak
perumusan tentang tindak pidana lain dalam KUHP, maka perumusan tentang
saja tanpa menguraikan unsur-unsurnya. Oleh karena Pasal 351 KUHP hanya
historis, maka penafsiran terhadap Pasal 351 KUHP tersebut juga ditempuh
perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 351 KUHP di atas, akan dikutip
rumusan tersebut tidak memberikan kejelasan tentang perbuatan seperti apa yang
kualifikasinya saja dan pidana yang diancamnya. Tindak pidana dalam Psal 351
lain dalam KUHP yang merupakan unsure-unsur perbuatan dan juga akibat yang
dilarang. Rumusan awal Pasal 351 KUHP yang diajukan oleh Menteri Kehakiman
Belanda ke Parlemen saat itu terdiri dari dua rumusan, yang pada intinya
penganiayaan, yaitu :
a) Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau
perumusan Pasal 351 ayat (1) hanya menyebut kualifikasinya saja, yaitu
untuk menimbulkan rasa sakit atau penderitaan pada tubuh. Adapun unsur-unsur
dari penganiayaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP
a) Unsur kesengajaan.
b) Unsur perbuatan.
c) Unsur akibat perbuatan berupa rasa sakit, tidak enak pada tubuh, dan luka
tubuh, namun dalam Psal 351 ayat (1) KUHP ini tidak mempersyaratkan
adanya perubahan rupa atau tubuh pada akibat yang ditimbulkan oleh tindak
kesehatan fisik. Merusak kesehatan bukan saja berarti sakit (secara fisik), tetapi
juga mengandung arti melakukan perbuatan menjadikan orang yang sudah sakit.
sebagai merusak fungsi organ atau sebagian dari organ tubuh manusia.
2) Penganiayaan Ringan.
Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 352 KUHP. Berbeda dengan
korkordansi. Jenis tindak pidana ini dalam WvS yang tidak dikenal. Dibuatnya
yang lain.
a) Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus
rupiah.
dalam :
(b) Pegawai negeri yang sedang atau karena menjalankan tugasnya yang sah
(c) Nyawa atau kesehatan, yaitu memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa
pekerjaan dan jabatan atau pencaharian itu dalam makanan atau minuman,
penganiayaan itu merupakan penganiayaan ringan. Dengan kata lain dapat
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau mata pencaharian, tetapi
kualitas tertentu, demikian juga apabila penganiayaan itu dilakukan dengan cara
atau pencaharian itu dengan berencana atau dilakukan terhadap orang-orang yang
dalam rumusan Pasal 353 KUHP. Dalam konteks penganiayaan ringan yang
Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya orang tua yang memukul anaknya,
sehingga karena pukulan itu menimbulkan rasa sakit atau luka pada anak tersebut.
Dapat juga misalnya seorang sesuai yang memukul istrinya, sehingga karena
Apabila bertolak dari rumusan Pasal 352 ayat (1) KUHP diatas, dua contoh
logika, yang paling mungkin adalah bahwa dua contoh penganiayaan diatas masuk
kedalam Pasal 351 ayat (1) KUHP yaitu penganiayaan biasa. Namun, oleh karena
penganiayaan biasa dalam Pasal 351 ayat (1) secara doktriner dan berdasarkan
luka tubuh, sementara luka tubuh dalam konteks Pasal 351 ayat (1) harus ditafsir
atau pencaharian meski harus bersifat sementara. Oleh karena itu secara logika
hanya menimbulkan rasa sakit atau luka yang tidak menjadi halangan untuk
akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu hanya berupa rasa sakit atau berupa
luka pada tubuh, luka tersebut merupakan luka yang menghalangi untuk
Secara Implisist ketentuan dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP mengandung
orang yang tidak mempunyai kualitas tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal
356 bukanlah merupakan penganiayaan biasa dalam Pasal 351 ayat (1), tetapi
termasuk penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 352 ayat (1)
KUHP.
3) Penganiayaan Berencana.
Jenis penganiayaan ini diatur dalam pasal 353 KUHP yang menyatakan : 30
a) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu diancam dengan pidana penjara
c) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Berdasarkan rumusan Pasal 353 KUHP diatas tersimpul pendapat bahwa
atau kematian, yaitu diatur dalam Pasal 353 ayat (1) KUHP. Apabila dikaitkan
dengan Pasal sebelumnya khususnya pasal 351 ayat (1) KUHP yang mengatur
353 ayat (1) KUHP berupa penganiayaan biasa berencana. Jenis penganiayaan
adalah penganiayaan yang menimbulkan akibat rasa sakit atau luka tubuh
yang tidak termasuk luka menurut Pasal 90 KUHP dan tidak termasuk dalam
2) Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat yang diatur dalam Pasal
3) Penganiayaan berencana yang berakibat kematian yang diatur dalam Pasal 353
(3) KUHP. 31
Penganiayaan berencana yang telah dijelaskan di atas dan telah diatur dalam
pasal 353 KUHP apabila mengakibatkan luka berat dan kematian adalah berupa
apabila menimbulkan luka berat yang di kehendaki sesuai dengan (ayat 2) bukan
355 KUHP), apabila kejahatan tersebut bermaksud dan ditujukan pada kematian
(ayat 3) bukan disebut lagi penganiayaan berencana tetapi pembunuhan berencana
a) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, dipidana kerena melakukan
Perbuatan berat (zwar lichamelijk letsel toebrengt) atau dapat disebut juga
menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan sengaja.
Kesengajaan itu harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana yaitu: pebuatan
yang dilarang, akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larang itu dan bahwa
dari perbuatan pidana, seorang jaksa harus teliti dalam merumuskan apakah yang
telah dilakukan oleh seorang terdakwah dan ia harus menyebukan pula tuduhan
pidana semua unsur yang disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur dari
menusuk dengan pisau), maupun terhadap akibatnya, yakni luka berat. Mengenai
luka berat disini bersifat abstrak bagaimana bentuknya luka berat, kita hanya
dapat merumuskan luka berat yang telah di jelaskan pada pasal 90 KUHP yaitu
32
luka berat berarti jatuh sakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh
lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut. Senantiasa
tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian tidak dapat
lagi memakai salah satu panca indra, Mendapat cacat besar Lumpuh
(kelumpuhan), Akal (tenaga faham) tidak sempurna lebih lama dari empat
Pada pasal 90 KUHP diatas telah dijelaskan tentang golongan yang bisa
dikatakan sebagi luka berat, sedangkan akibat kematian pada penganiayaan berat
berat berencana ini merupakan bentuk gabungan antara penganiayaan berat (354
ayat 1) dengan penganiyaan berencana (pasal 353 ayat 1), dengan kata lain suatu
Penganiayaan
pembuktian tersebut terikat pada Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu
pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum. Dalam pasal 183 Undang-
Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
nomor 8 tahun 1981 kiranya dapat dipahami bahwa pemidanaan baru boleh
dijatuhkan oleh hakim apabila terdapat sedikitnya dua alat bukti yang sah, Dua
alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim, Dan perbuatan pidana tersebut
34
dilakukan oleh terdakwa. Dan Dalam pasal 184 (1) KUHAP menyatakan alat
bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat ,petunjuk dan
keterangan terdakwa.
untuk pengungkapan kasus. Pada kasus-kasus semacam ini arah penyidikan harus
jelas arahnya agar pengumpulan bukti menjadi terarah dan tajam pula. Kesalahan
dalam membuat tuduhan, misalnya akan dapat membuat tersangka menjadi bebas
sama sekali. Jika penyidik, jaksa serta hakim hanya menganggap perlu mencari
alat bukti berupa pengakuan terdakwa dan mengabaikan pembuktian secara ilmiah
lewat pemeriksaan medis dan kesaksian ahli maka tentunya pembuktian dilakukan
badan dengan memberikan ancaman hukuman yang lebih tinggi dibanding dengan
tindak pidana Iainnya. Maka dalam hal ini Kedudukan seorang ahli sangat
diperlukan dalam penanganan korban kejahatan, dimana dalam hal ini adalah
bantuan profesi dokter akan sangat menentukan adanya kebenaran faktual yang
pengusutan tindak pidana terhadap kesehatan dan nyawa manusia ialah pembuatan
secara logis untuk kemudian mengambil kesimpulan maka oleh karenanya pada
waktu memberi laporan pemberitaan dari Visum Et repertum itu harus yang
Penganiayaan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-
baiknya. Tugas pokok seorang dokter dalam membantu pengusutan tindak pidana
dan menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk kemudian mengambil
kesimpulan.
16
Wawancara dengan Bapak Hendro Wahyudiono selaku Direktur Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Ngawi pada Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Ngawi, 14 Maret 2010. 36
Maka oleh karenanya pada waktu memberi laporan pemberitaan dari
obyektifnya tentang apa yang dilihat dan ditemukannya pada waktu pemeriksaan.
Maka Visum Et Repertum sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus
dapat mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat
semua kenyataan sehingga akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat.
Selain daripada itu visum et repertum mungkin dipakai pula sebagai dokumen
dengan mana dapat ditanyakan pada dokter lain tentang barang bukti yang telah
pemeriksaan tersebut.17
Seperti diketahui dalam suatu perkara pidana yang menyangkut perusakan tubuh
merupakan Corpus Delicti. maka oleh karenanya Corpus Delicti yang demikian
tidak mungkin disediakan atau diajukan pada sidang pengadilan dan secara mutlak
harus diganti oleh Visum Et Repertum. Dan tentunya Kedudukan seorang dokter
seharusnya disadari dan dijamin netralitasnya, karena bantuan profesi dokter akan
17
Wawancara dengan Bapak Hendro Wahyudiono selaku Direktur Rumah 37
Sakit Umum Daerah
Sehubungan Kabupaten
dengan Ngawi
kedudukan pada
visum Rumah Sakit
et repertum Umum penting
yang semakin Daerah
Kabupaten Ngawi, 15 Maret 2010.
dalam pengungkapan suatu kasus penganiayaan misalnya, pangaduan atau laporan
kepada pihak Kepolisian baru akan dilakukan setelah tindak pidana penganiayaan
berlangsung lama sehingga tidak lagi ditemukan tanda-tanda kekerasan pada diri
maka dokter punya kewajiban untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi atau
menyuruh keluarga korban untuk melapor ke polisi. Korban yang melapor terlebih
dahulu ke polisi pada akhirnya juga akan dibawa ke dokter untuk mendapatkan
pertolongan medis sekaligus pemeriksaan forensik untuk dibuatkan visum et
unsur delik seperti yang dinyatakan oleh undang-undang, dan menyusun laporan
visum et repertum. Maka dari itu keterangan ahli berupa visum et repertum
repertum akan menjadi alat bukti yang sah karena berdasarkan sumpah atas