You are on page 1of 20

PRESENTASI KASUS

EVANS SYNDROME

Disusun oleh:
Josephine Clara 07120120014

Pembimbing:
dr. Adi Suryanto, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE/RUMAH SAKIT UMUM
SILOAM
PERIODE 17 JULI-23 SEPTEMBER 2017
KARAWACI
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : An. I Y
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 21 April 2005 (12 tahun)
Agama : Islam
Pendidikan : SD kelas 6
Alamat : Pangodokan, Kota Bumi, Tangerang
Pekerjaan : Pelajar
MR : 77-95-xx

1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal anak lantai 6 Rumah Sakit Umum Siloam
pada tanggal 30 Juli 2017 pukul 19.45 secara autoanamnesis dan alloanamnesis
dengan ibu pasien.

Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir terus menerus sejak 1bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Siloam dengan keluhan keluar
darah terus-menerus dari jalan lahir sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit.
Darah yang keluar berwarna merah segar, terkadang disertai gumpalan-gumpalan
darah. Setiap harinya pasien mengganti pembalutnya 3-4 kali. Pasien mengaku hal
ini baru pertama kali terjadi. Riwayat perdarahan sebelumnya, dan perdarahan
sulit berhenti disangkal. Pasien juga mengatakan bahwa sejak 1 bulan ini, pasien
sering merasa sulit fokus saat mengikuti pelajaran di sekolah, dan selalu merasa
lemas. Lemas dirasakan sepanjang hari, dan tidak membaik setelah makan
ataupun istirahat. Pasien juga mengeluhkan sering pusing dan keleyengan yang
dirasakan terutama saat beraktifitas seperti berjalan jauh dan berolahraga
disekolah. Pasien mengatakan bahwa keluhannya semakin memburuk sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan nyeri perut bagian kiri bawah
sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, dan hilang timbul.
Nyeri dirasakan saat pasien mengeluarkan gumpalan darah dalam jumlah yang
banyak. Menurut pasien dalam sehari pasien dapat merasakan nyeri perut sampai
dengan 5 kali. Keluhan mual, dan muntah disangkal. Pasien juga mengeluh
adanya lebam berwarna kemerahan pada kaki, paha dan tangan sejak 1 bulan yang
lalu. Pasien tidak menyadari hal tersebut sebelumnya. Lebam tidak disertai
dengan nyeri tekan, dan riwayat trauma disangkal. Tiga hari sebelum masuk
rumah sakit, pasien juga mengatakan timbul bitnik-bintik berwarna kemerahan,
dimana timbul di sekujur tubuh terutama kaki, paha, dan tangan. Bintik-bintik
tersebut berukuran kurang lebih 0.5 cm, tanpa disertai rasa gatal maupun nyeri.
Keluhan lain seperti demam dan penurunan berat badan disangkal. Pasien
mengaku bahwa keluhan ini baru pertama kali muncul. Pasien juga mengaku tidak
pernah menerima transfusi darah. Pasien sudah mencoba memeriksakan
keluhannya ke Klinik dokter. Saat itu dokter tidak menjelaskan penyakit pasien,
namun memberi obat berupa obat untuk menghentikan perdarahan, dan obat
penambah darah. Pasien lupa nama obat yang diberikan. Pasien mengaku tidak
ada perbaikan setelah meminum obat tersebut.

Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Pasien pernah
didiagnosis terkena campak 4 tahun yang lalu, dan gondongan 6 bulan yang lalu.
Saat usia 1 tahun pasien mengaku pernah mengalami kejang sebanyak 1 kali.
Kejang kelojotan seluruh tubuh, didahului demam tinggi, dan berlangsung selama
5 menit. Setelah kejang, pasien mengaku sadar.
Pasien menyangkal adanya riwayat perdarahan sulit berhenti, alergi, asma,
atau TBC.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat perdarahan

Di keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat
perdarahan sulit berhenti, alergi, asma, atau TBC disangkal.

Riwayat Kehamilan
P2A0 tidak ada masalah selama kehamilan seperti infeksi, mual dan muntah
hebat, kejang, tekanan darah tinggi, kencing manis, maupun perdarahan. Ibu
pasien mengatakan bahwa ia rajin kontrol kehamilannya ke bidan dan rutin
mengkonsumsi vitamin (zat besi dan asam folat) yang diberikan. Ibu sudah
menerima vaksin tetanus toxoid saat hamil.
Kesan: Kehamilan cukup bulan, tanpa komplikasi.

Riwayat Persalinan dan Masa Perinatal


Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dan lahir pervaginam cukup
bulan dengan presentasi kepala. Selama proses persalinan tidak ada masalah dan
dilakukan di rumah sakit dengan bantuan seorang dokter. Ibu pasien mengatakan
bahwa saat lahir anaknya langsung menangis keras dan tidak ada masalah pada
bayi, seperti biru atau kuning. Berat badan lahir 3200 gram sedangkan panjang
badan pasien, ibu pasien lupa.
Kesan: Persalinan normal pervaginam cukup bulan, tanpa komplikasi dalam
proses persalinan dan masa perinatal

Riwayat Nutrisi
Pasien mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan dilanjurkan dengan susu
formula dan MP-ASI (cerelac). Pada usia 1 tahun, pasien sudah makan makanan
keluarga (nasi dengan daging dan sayur) sebanyak 3x sehari, dengan diselingi
camilan seperti buah atau biskuit sebanyak 2-3x sehari. Porsi makan kurang lebih
½ - ¾ dapat habis. Saat ini, pasien makan sebanyak 3x sehari dengan nasi, ayam
dan sayur. Porsi makan saat ini, 1 piring makan dewasa dan selalu habis.
Kesan: Nutrisi pasien cukup. Kualitas dan kuantitas makanan baik.

Riwayat Tumbuh Kembang


Gerakan Kasar duduk usia 6 bulan, berdiri berpegangan usia 10 bulan,
berdiri tanpa bantuan dan berjalan sejak usia 1 tahun.
Gerakan Halus menggenggam barang dengan kuat usia 6 bulan,
mencoret-coret buku dengan spidol usia 1 tahun.
Komunikasi/Berbicara memanggil mama dan papa usia 10 bulan
Sosial dan memegang sikat gigi dan menggosoknya sendiri usia 4
Kemandirian tahun, bermain bersama teman-teman sebaya usia 5
tahun
Pasien sekarang duduk di kelas 6 SD. Pasien merupakan anak yang aktif dan
dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik, namun karena keluhan ini
pasien merasa sulit fokus terhadap pelajaran disekolah. Pasien juga dapat
bersosialisasi dengan baik.
Kesan: Tidak ada keterlambatan dalam tumbuh kembang, tumbuh kembang sesuai
usia.
Riwayat Imunisasi

Pasien hanya mendapatkan imunisasi dasar yang ada di Puskesmas, tanpa booster.
Kesan: imunisasi dasar lengkap, booster tidak dilakukan.

Riwayat Sosial dan Kondisi Lingkungan


Pasien tinggal serumah dengan ibu, ayah, dan kakaknya. Rumah tersebut memiliki
2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur, ruang makan, dan ruang keluarga. Pasien
tidur bersama kakaknya. Ibu pasien mengatakan bahwa setiap ruangan mendapat
sinar matahari yang cukup dan ventilasi udara yang baik. Status ekonomi pasien
adalah ekonomi kebawah.
Kesan: Sosial, ekonomi, dan lingkungan pasien baik.

Pemeriksaan Fisik (30/7/2017)


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15

Tanda Vital
Laju nadi : 87 x/menit, isi cukup, regular, kuat angkat
Laju napas : 18 x/menit, reguler
Suhu : 36,8oC
Tekanan darah: 120/60 mmHg
Status Gizi dan Antropometri
Berat Badan 50 kg BB/U 144%
Tinggi Badan 150 cm TB/U 108%
Berat Badan Ideal kg BB/TB
BMI 22,2
Kesan: berat badan cukup, perawakan normal

Status Generalis
Kulit Warna kulit sawo matang
Tidak ada lesi, perdarahan, ataupun jaringan parut
Kepala Normosefali
Ubun-ubun besar datar dan tertutup
Rambut hitam terdistribusi merata
Wajah Normal, simetris
Mata Konjungtiva anemis
Sklera tidak ikterik
Pupil bulat, isokor dengan ukuran 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+,
gerakan bola mata ke segala arah
Hidung Bentuk normal
Tidak ada sekret
Telinga Normotia
Tidak ada serumen maupun sekret yang keluar
Mulut Bibir tidak sianosis, tidak pucat, lembab, dan mukosa buccal
tampak kemerahan
Lidah tidak kotor, fasikulasi -, atrofi -
Gigi lengkap, karies -, kavitas –
Gusi tidak merah, bengkak -
Tidak ada bau pernapasan
Tenggorok Tonsil T1/T1
Faring tidak hiperemis
Leher Tidak ada kaku kuduk
Tidak ada pembesaran kelenjar
JVP normal
Dada Bentuk normal
Tidak ada retraksi dada maupun precordial bulging
Paru Pengembangan dada simestris kanan dan kiri
Sonor di seluruh kedua lapang paru
Bunyi suara paru vesikular +/+, tidak ada rhonki maupun mengi
Jantung Iktus kordis tidak terlihat maupun teraba
Bunyi jantung S1/S2 reguler, tidak ada murmur maupun gallop
Abdomen Tidak tampak adanya luka bekas operasi atau kemerahan pada kulit
Perut supel dan datar. Tidak ada nyeri tekan.
Hepar dan lien tidak teraba membesar
Timpani di seluruh kuadran perut
Bunyi bising usus (+) normal, 12 x/menit
Punggung Tidak ada kelainan
Genitalia Tidak ada kelainan
KGB Tidak terdapat pembesaran KGB pada axila maupun inguinal
Pemeriksaan Tidak ada tanda rangsang meningeal
Neurologis Pemeriksaan saraf kranialis dalam batas normal
Motorik normotrofi, normotonus dengan kekuatan otot baik
Refleks fisiologis ++/++
Refleks patologis -/-
Sensorik kesan baik
Keseimbangan dan koordinasi kesan baik
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap (03/10/2017)
Darah Lengkap Hasil Range Normal

Hemoglobin 5.80 g/dl 11.70 - 15.50

Hematokrit 21.70 % 35.00 - 47.00


RBC 2.03 juta/μL 3.80 - 5.20
WBC 6.11 ribu/μL 3.60 - 11.00
Platelet 11.00 ribu/μL 150.00 - 440.00
MCV 94.30 fL 80.00-100.00
MCH 25.20 pg 26.00-34.00
MCHC 26.70 g/dL 32.00-36.00

Apusan Darah Tepi (03/10/2017i):


Eritorsit: Mikrositik Hipokrom, anisopoikilositosis ( sferosit +, tear drop cell
+, eliptosit +). Ditemukan NRBC.
Leukosit: Kesan jumlah normal.
Kesan morfologi diemukan limfosit plasma biru dan limfosit atipik.
Tidak ditemukan sel muda / blast.
Trombosit: Kesan Jumlah menurun, distribusi merata.
Kesan morfologi normal, tidak ditemukan giant thrombocyte.
Kesan: Anemia mikrositik hipokrom suspek hemolotik e.c Hb pathy,
disertai trombositopemo dan tanda inflamasi suspek infeksi virus DD/ ITP.

Pemeriksaan inkompatibilitas dan Direct coomb’s test (3/10/2017):


Golongan darah: O Rhesus positif
Sel darah merah: Terdapat sensitisasi invivo oleh immune antibody igG dan
factor komplemen C3d
Serum : Ditemukan antibody yang reaktif pada suhu 20Oc,
Spesifikasi Anti-P1 dan Liss Coomb’s. spesifikasi belum
dapat ditentukan
Auto control : Positif
Crossmatch : Suhu 20oC dari 9 unit, didapatkan 6 unit compatible mator
dan minor. Liss Coomb’s: inkompatibilitas mayor dan
minor.

Diagnosis
Diagnosis Kerja
Evan’s syndrome
Diagnosis Banding
SLE
Anemia Aplastik

Tata Laksana
Medikamentosa
1. IVFD RL 500 ml/8 jam
2. Inj. Asam traneksamat IV. 1x500 mg
3. PRC 1200 cc
4. Methylprednisolone 3 x 32mg (PO)
5. Omeprazole 1 x 20 mg (PO)
Saran Pemeriksaan lanjutan
1. Bone Marrow Puncture

Non-medikamentosa (edukasi)
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya
2. Mengingatkan waktu untuk kontrol.
3. Mengikutsertakan orangtua untuk memonitor tanda-tanda perdarahan, dan
mengamati perbaikan klinis dari anaknya.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
BAB II
FOLLOW UP

Tanggal/waktu Follow up
Perawatan hari S: Perdarahan(-), nyeri perut (-), lemas (+), pusing (+). BAK,
ke-2 dan BAB dalam batas normal. Nafsu makan baik, makan
04 Oktober nasi dengan daging/ayam dan sayur 3x sehari, 1 porsi habis.
2017 Minum air putih 1,5 L per hari.
O: KU/kes: TSS/CM
TTV: Nadi: 81x/menit (reguler, kuat, isi cukup)
TD: 120/70 mmHg
RR : 20x/menit (reguler, kedalaman cukup)
T : 37.1oC (axilla)
Kepala: normocephali
Mata : CA +/+, SI -/-, pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL
+/+, RCTL +/+
THT : sekret (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-), arkus faring
simetris, faring hiperemis (-), KGB (-)
Thorax : pernafasan simetris pada saat statis dan dinamis
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen: datar, supel, BU (N), perkusi timpani 4 kuadran,
nyeri tekan (-), organomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
A: Sindrom Evans
P: IVFD NS 0.9% 500 ml/8 jam

Perawatan hari S: Perdarahan (-), keluhan lemas berkurang, mengaku lebih


ke-3 aktif.
05 Oktober O: KU/kes: TSS/CM
2017 TTV: Nadi: 82x/menit (reguler, kuat, isi cukup)
TD: 110/70 mmHg
RR : 18x/menit (reguler, kedalaman cukup)
T : 36.8oC (axilla)
Kepala: normocephali
Mata : CA +/+, SI -/-, pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL
+/+, RCTL +/+
THT : sekret (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-), arkus faring
simetris, faring hiperemis (-), KGB (-)
Thorax : pernafasan simetris pada saat statis dan dinamis
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen: datar, supel, BU (N), perkusi timpani 4 kuadran,
nyeri tekan (-), organomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
A: Evan’s syndrome
P: IVFD NS 500 ml/6 jam
R/
Methylprednisolon 3 x 32mg (PO)
Omeprazole 1 x 20mg (PO)

Perawatan hari S:Perdarahan (-), pusing sudah bekurang, lemas(-).keluhan lain


ke-4 (-).
6 Oktober 2017 O: KU/kes: TSS/CM
06.30 TTV: Nadi: 81x/menit (reguler, kuat, isi cukup)
TD: 110/70 mmHg
RR : 20x/menit (reguler, kedalaman cukup)
T : 37.1oC (axilla)
Kepala: normocephali
Mata : CA +/+, SI -/-, pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL
+/+, RCTL +/+
THT : sekret (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-), arkus faring
simetris, faring hiperemis (-), KGB (-)
Thorax : pernafasan simetris pada saat statis dan dinamis
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen: datar, supel, BU (N), perkusi timpani 4 kuadran,
nyeri tekan (-), organomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
A: Evans syndrome
P: IV IVFD NS 500 ml/6 jam
Transfusi PRC 600 ml
Metilprednisolon 3 x 32 mf
Omaprazol 1 x 2m
R/ pulang
Obat pulang: Ranitidin PO 2x150 mg
Asam mefenamat PO 3x500 mg
Cefixime PO 2x200 mg
Kontrol SpTHT 1 minggu (8/8/2017)
BAB II
DISKUSI KASUS

An. I, 12 tahun, datang dengan keluhan keluar perdahan dari jalan lahir terus
menerus sejak 1 bulan SMRS. Pasien juga mengeluhkan sulit fokus saat
mengikuti pelajaran di sekolah, dan selalu merasa lemas, pusing, dan keleyengan
terutama saat melakukan aktifitas berat.

An. K, 13 tahun, datang untuk operasi tonsilektomi dengan keluhan batuk


berulang sejak 10 tahun SMRS.
Pasien mengeluhkan adanya batuk yang sering dan berulang selama 10
tahun terakhir. Adanya batuk dapat menandakan adanya infeksi pada saluran
nafas atau adanya benda asing pada saluran nafas dan sudah terjadi selama 10
tahun, maka perlu dipikirkan adanya kelainan secara anatomis atau akibat infeksi
yang terjadi secara kronik. Keluhan demam yang dirasakan pasien makin
memperkuat kemungkinan adanya infeksi yang terjadi. Demam yang dirasakan
tidak terlalu tinggi sehingga lebih mengarah pada demam akibat infeksi virus.
Untuk keluhan rasa mengganjal dan nyeri pada tenggorokan dapat terjadi akibat
infeksi atau trauma. Adanya obstruksi pada jalan nafas, baik akibat hipertrofi
tonsil ataupun benda asing dapat menyebabkan pasien bernapas melalui mulut,
tidur mendengkur (ngorok), dan gangguan tidur karena sleep apnea (obstructive
sleep apnea syndrome). Pasien ini gangguan nafas pada posisi tidur karena
tenggorokannya terasa penuh dengan lendir. (1)
Pada riwayat penyakit dahulu pasien, terdapat riwayat tonsilitis sejak 10
tahun yang lalu. Pasien pernah diminta untuk melakukan operasi amandel, namun
operasi belum dilakukan.
Diagnosis banding yang mungkin untuk pasien ini adalah common cold,
influenza, adanya benda asing, dan tonsilitis rekuren. Common cold memiliki juga
memiliki gejala batuk dan nyeri tenggorokan yang disertai dengan bersin, hidung
tersumbat, fatigue, nyeri kepala, mialgia dan atralgia. Influenza juga memiliki
gejala batuk, nyeri tenggorokan dan demam dengan nyeri kepala, lemas, malaise,
nyeri otot, suara serak dan rhinorrhea. Jika terdapat benda asing, pasien dapat
memiliki gejala obstruksi pada saluran napas, nyeri pada tenggorokan, dan pasien
dapat mengalami batuk karena berusaha mengeluarkan benda asing tersebut.
Tonsilitis rekuren adalah tonsilitis akut yang terjadi beberapa kali dalam setahun
dengan gejala nyeri tenggorokan, demam, disfagia, odinofagia, obstruksi jalan
nafas, lemas, dan nyeri tekan KGB. Tonsilitis rekuren dapat menyebabkan
terjadinya hipertrofi tonsil. (2)
Pada pemeriksaan status antropometri didapatkan bahwa pasien memiliki
berat badan yang berlebih dengan tinggi yang normal. Untuk berat badan ideal
pasien tidak dapat di plot pada kurva pertumbuhan. Pemeriksaan fisik yang
bermakna adalah adanya ukuran tonsil T4/T3 tanpa hiperemis pada faring.
Apabila dicocokan dengan karakteristik hipertrofi tonsil akibat tonsilitis rekuren,
sesuai dari pada An. K karena sesuai dengan hasil anamnesis menunjukkan bahwa
pasien sudah memiliki keluhan tonsilitis akut berulang dan sudah berlangsung
lama, serta dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya perbesaran tonsil.

Tabel 1. Gradasi perbesaran tonsil (3)

Grade Definisi Deskripsi


0 Tidak terlihat Tonsil tidak mencapai tonsillar pillars
1+ <25% Tonsil mengisi <25% transverse oropharyngeal space
(antara anterior tonsillar pillars)
2+ 25-49% Tonsil mengisi <50% transverse oropharyngeal space
3+ 50-74% Tonsil mengisi <75% transverse oropharyngeal space
4+ >75% Tonsil mengisi >75% transverse oropharyngeal space

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada An. K yaitu pemeriksaan


laboratorium darah untuk persiapan operasi. Pada pemeriksaan laboratorium
darah, tidak ada tanda infeksi dan semuanya dalam batas normal dan operasi dapat
dijalankan sesuai jadwal. Pemeriksaan penunjang untuk persiapan tonsilektomi
adalah pemeriksaan untuk koagulasi dan perdarahan, terutama jika terdapat
riwayat gangguan darah pribadi maupun keluarga atau jika riwayat tidak jelas.
Pada anak dengan risiko tinggi terjadinya respiratory compromise dapat
dilakukan polysomnography. Jika terdapat rencana untuk dilakukan
adenoidektomi untuk rhinosinusitis kronik, maka dilakukan pemeriksaan imaging
pada sinus. (4)

Gambar 1. Alur pengambilan keputusan untuk tonsilektomi (5)

Tatalaksana yang diterima An. K adalah tonsilektomi karena pasien


memiliki indikasi relatif untuk dilakukan tonsilektomi, adanya kejadian tonsilitis
yang berulang yang >7 episode per tahun, sesuai dengan kriteria Paradise dan
Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Tonsilektomi tidak diindikasikan
pada anak yang berusia kurang dari 3 tahun, obstructive sleep apnea syndrome
berat, dan masalah medis berat lainnya (abnormalitas kraniofasial, penyakit
neuromuskular, dll). (6) Saat ini, tonsilektomi lebih sering dilakukan akibat
adanya hipertrofi tonsil yang menyebabkan adanya gejala obstruksi napas, bukan
karena pencegahan infeksi berulang. (5) Tonsilektomi dapat mengurangi episode
infeksi dan mempercepat durasi infeksi, terutama pada 12 bulan pertama, namun
seiring dengan bertambah tahun, efektifitasnya makin menurun. (7)

Tabel 2. Indikasi tonsilektomi (6)

Absolut Relatif
 Obstructive sleep apnea syndrome  Tonsilitis berulang
akibat hipertrofi adenotonsilar  Abses peritonsilar berulang
 Curiga keganasan
 Perdarahan berulang
Jika pasien memiliki hipertrofi tonsil yang asimetris dengan riwayat dan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada kecurigaan keganasan, seperti limfoma,
maka perlu dilakukan tonsilektomi. (6)

Tabel 3. Kriteria Paradise untuk tonsilektomi (8)

Kriteria Definisi
Frekuensi minimal Minimal 7 episode pada tahun sebelumnya,
episode nyeri minimal 5 episode per tahun selama 2 tahun
tenggorokan terakhir, atau minimal 3 episode per tahun selama
3 tahun terakhir
Fitur klinis Nyeri tenggorokan dengan minimal satu dari:
- Suhu tubuh > 38.3oC
- Adenopati servikal (nyeri tekan KGB atau
ukuran KGB >2 cm)
- Eksudat tonsillar
- Kultur positif untuk Streptokokus β-hemolitik
grup A
Pengobatan Antibiotik diberikan dengan dosis konvensional
untuk episode yang dicurigai atau terbukti
streptokokal
Dokumentasi Setiap episode infeksi tenggorokan dan gejalanya
dicatat pada rekam medis secara bersamaan
Jika tidak terdokumentasi secara lengkap,
observasi (umumnya 12 bulan) oleh dokter untuk
2 episode infeksi tenggorokan dengan pola
frekuensi dan fitur klinis yang konsisten dengan
riwayat awal.
Tabel 4. Indikasi tonsilektomi menurut Scottish Intercollegiate Guidelines Network (9)

Indikasi Tonsilektomi
Nyeri tenggorokan akibat tonsilitis akut
Episode nyeri tenggorokan yang mengganggu fungsi normal
Episode nyeri tenggorokan >7 kali per tahun, terdokumentasi dengan baik,
signifikan secara klinis, sudah mendapat mengobatan yang adekuat
>5 episode per tahun selama 2 tahun
>3 episode per tahun selama 3 tahun

Tabel 5. Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology - Head and Neck
Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 (1)

Indikasi Tonsilektomi
Serangan tonsilitis >3x per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang
adekuat
Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan mengganggu
pertumbuhan orofasial
Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale
Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan
Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri Streptokokus β-hemolitik grup
A
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
Otitis media efusa/otitis media supuratif

Umumnya pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah prosedur
operasi tonsilektomi. Jika terdapat permasalahan sosial, seperti jarak antara rumah
dan rumah sakit yang lebih dari 1 jam, kemampuan penjaga yang meragukan, atau
ansietas orangtua maka dapat dipikirkan untuk menambah masa rawat 1 malam
setelah prosedur operasi tonsilektomi. (6) Terkadang tidak hanya dilakukan
tonsilektomi, namun adenotonsilektomi. Adenotonsilektomi tidak memiliki
efikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tonsilektomi sehingga tonsilektomi
saja sudah cukup. (10) Selain adenotonsilektomi, dapat dilakukan juga
adenotonsilotomi. Tonsilotomi memiliki efektifitas yang sama dengan
tonsilektomi, namun tonsilotomi memiliki risiko pertumbuhan ulang tonsil,
rekurensi obstructive sleep apnea, dan operasi berulang. (11)
Asetaminofen, terkadang digabung dengan kodein dapat digunakan untuk
menghilangkan nyeri. Ibuprofen dan analgesik lain yang mengganggu koagulasi
tidak disarankan. (6) Penggunaan NSAID untuk mengontrol nyeri masih menjadi
kontroversi. Namun, NSAID selain ketorolac dinyatakan aman untuk digunakan.
Penggunaan ketorolac dapat menyebabkan perdarahan post operasi (4.4-18%)
sehingga ketorolac tidak disarankan untuk digunakan. Obat antinyeri dapat
diberikan secara reguler, tidak hanya menunggu anak kesakitan. (3) Pada pasien
ini diberikan ketorolac dan asam mefenamat yang diberikan secara reguler.
Antibiotik tidak wajib diberikan pada pasien post operasi tonsilektomi.
Saat ini, antibiotik secara oral sudah tidak direkomendasikan karena dapat
menyebabkan mual, muntah, dan nyeri perut. Demam adalah indikasi satu-satunya
untuk pemberian antibiotic oral setelah operasi tonsilektomi. (12) Antibiotik oral
(umumnya amoksisilin-klavulanat) diberikan 7-10 hari setelah operasi. (6) Dosis
tunggal cefalotin secara intravena sebelum operasi menunjukkan efikasi yang
sama dan efek samping yang lebih ringan sehingga penggunaannya lebih
direkomendasikan. (13) Pada pasien ini diberikan antibiotik ceftriaxone saat di
rumah sakit dan dilanjutkan dengan cefixime 2x200 mg selama 5 hari sebagai
obat pulang.
Aktivitas ringan dapat dilakukan dalam beberapa hari, dan aktivitas penuh
setelah 2 minggu. (6) Setelah operasi dapat ditemukan eskar putih dan kasar pada
fosa tonsillar dan bertahan hingga 3-4 minggu yang seringkali disalahartikan oleh
orangtua sebagai infeksi. Pasien diminta untuk banyak mengonsumsi air agar
status hidrasi tetap baik karena status hidrasi yang baik berkaitan dengan
pengurangan nyeri. Jika anak mengalami nyeri yang berat dan menetap, demam,
perdarahan, atau tanda-tanda dehidrasi, harap segera dibawa kembali ke dokter.
(3) (6)
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar


Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 7th ed.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2012.
2. Lippincott Williams & Wilkins. Handbook of Signs & Symptoms. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
3. Baugh RF, Archer SM, Mitchell RB, Rosenfeld RM, Amin R, Burns JJ, et al.
Clinical Practice Guideline : Tonsillectomy in Children. Otolaryngol Head
Neck Surg. 2011; 144.
4. American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Clinical
Indicators: Tonsillectomy, Adenoidectomy, Adenotonsillectomy in
Childhood. 2012..
5. Bochner RE, Gangar M, Belamarich PF. A Clinical Approach to Tonsillitis,
Tonsillar Hypertrophy, and Peritonsillar and Retropharyngeal Abscesses.
Pediatr Rev. 2017 February; 38(2).
6. Gigante J. Tonsillectomy and Adenoidectomy. Pediatr Rev. 2005 June;
26(6).
7. Morad A, Sathe NA, Francis DO, McPheeters ML, Chinnadurai S.
Tonsillectomy Versus Watchful Waiting for Recurrent Throat Infection: A
Systematic Review. Pediatrics. 2017 February; 139(2).
8. Wetmore RF. Tonsils and Adenoids. In Kliegman RM, Stanton BF, Geme JS,
Schor NF, Behrman RE, editors. Nelson Textbook of Pediatrics.
Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 2023-2026.
9. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of sore throat
and indications for tonsillectomy. 2010..
10. Paradise JL, Bluestone CD, Colborn DK, Bernard BS, Rockette HE, Kurs-
Lasky M. Tonsillectomy and Adenotonsillectomy for Recurrent Throat
Infection in Moderately Affected Children. Pediatrics. 2002 July; 110(1).
11. Borgström A, Nerfeldt P, Friberg D. Adenotonsillotomy Versus
Adenotonsillectomy in Pediatric Obstructive Sleep Apnea: An RCT.
Pediatrics. 2017 April; 139(4).
12. Aljfout Q, Alississ A, Rashdan H, Maita A, Saraireha M. Antibiotics for Post-
Tonsillectomy Morbidity: Comparative Analysis of a Single Institutional
Experience. J Clin Med Res. 2016 May; 8.
13. Gil-Ascencio M, Castillo-Gómez CJ, Gdel CPS, la OAVd. Antibiotic
prophylaxis in tonsillectomy and its relationship with postoperative
morbidity. Acta Otorrinolaringol Esp. 2013 July-August; 64.

You might also like