Professional Documents
Culture Documents
EVANS SYNDROME
Disusun oleh:
Josephine Clara 07120120014
Pembimbing:
dr. Adi Suryanto, SpA
1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal anak lantai 6 Rumah Sakit Umum Siloam
pada tanggal 30 Juli 2017 pukul 19.45 secara autoanamnesis dan alloanamnesis
dengan ibu pasien.
Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir terus menerus sejak 1bulan yang lalu.
Riwayat perdarahan
Di keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat
perdarahan sulit berhenti, alergi, asma, atau TBC disangkal.
Riwayat Kehamilan
P2A0 tidak ada masalah selama kehamilan seperti infeksi, mual dan muntah
hebat, kejang, tekanan darah tinggi, kencing manis, maupun perdarahan. Ibu
pasien mengatakan bahwa ia rajin kontrol kehamilannya ke bidan dan rutin
mengkonsumsi vitamin (zat besi dan asam folat) yang diberikan. Ibu sudah
menerima vaksin tetanus toxoid saat hamil.
Kesan: Kehamilan cukup bulan, tanpa komplikasi.
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan dilanjurkan dengan susu
formula dan MP-ASI (cerelac). Pada usia 1 tahun, pasien sudah makan makanan
keluarga (nasi dengan daging dan sayur) sebanyak 3x sehari, dengan diselingi
camilan seperti buah atau biskuit sebanyak 2-3x sehari. Porsi makan kurang lebih
½ - ¾ dapat habis. Saat ini, pasien makan sebanyak 3x sehari dengan nasi, ayam
dan sayur. Porsi makan saat ini, 1 piring makan dewasa dan selalu habis.
Kesan: Nutrisi pasien cukup. Kualitas dan kuantitas makanan baik.
Pasien hanya mendapatkan imunisasi dasar yang ada di Puskesmas, tanpa booster.
Kesan: imunisasi dasar lengkap, booster tidak dilakukan.
Tanda Vital
Laju nadi : 87 x/menit, isi cukup, regular, kuat angkat
Laju napas : 18 x/menit, reguler
Suhu : 36,8oC
Tekanan darah: 120/60 mmHg
Status Gizi dan Antropometri
Berat Badan 50 kg BB/U 144%
Tinggi Badan 150 cm TB/U 108%
Berat Badan Ideal kg BB/TB
BMI 22,2
Kesan: berat badan cukup, perawakan normal
Status Generalis
Kulit Warna kulit sawo matang
Tidak ada lesi, perdarahan, ataupun jaringan parut
Kepala Normosefali
Ubun-ubun besar datar dan tertutup
Rambut hitam terdistribusi merata
Wajah Normal, simetris
Mata Konjungtiva anemis
Sklera tidak ikterik
Pupil bulat, isokor dengan ukuran 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+,
gerakan bola mata ke segala arah
Hidung Bentuk normal
Tidak ada sekret
Telinga Normotia
Tidak ada serumen maupun sekret yang keluar
Mulut Bibir tidak sianosis, tidak pucat, lembab, dan mukosa buccal
tampak kemerahan
Lidah tidak kotor, fasikulasi -, atrofi -
Gigi lengkap, karies -, kavitas –
Gusi tidak merah, bengkak -
Tidak ada bau pernapasan
Tenggorok Tonsil T1/T1
Faring tidak hiperemis
Leher Tidak ada kaku kuduk
Tidak ada pembesaran kelenjar
JVP normal
Dada Bentuk normal
Tidak ada retraksi dada maupun precordial bulging
Paru Pengembangan dada simestris kanan dan kiri
Sonor di seluruh kedua lapang paru
Bunyi suara paru vesikular +/+, tidak ada rhonki maupun mengi
Jantung Iktus kordis tidak terlihat maupun teraba
Bunyi jantung S1/S2 reguler, tidak ada murmur maupun gallop
Abdomen Tidak tampak adanya luka bekas operasi atau kemerahan pada kulit
Perut supel dan datar. Tidak ada nyeri tekan.
Hepar dan lien tidak teraba membesar
Timpani di seluruh kuadran perut
Bunyi bising usus (+) normal, 12 x/menit
Punggung Tidak ada kelainan
Genitalia Tidak ada kelainan
KGB Tidak terdapat pembesaran KGB pada axila maupun inguinal
Pemeriksaan Tidak ada tanda rangsang meningeal
Neurologis Pemeriksaan saraf kranialis dalam batas normal
Motorik normotrofi, normotonus dengan kekuatan otot baik
Refleks fisiologis ++/++
Refleks patologis -/-
Sensorik kesan baik
Keseimbangan dan koordinasi kesan baik
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap (03/10/2017)
Darah Lengkap Hasil Range Normal
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Evan’s syndrome
Diagnosis Banding
SLE
Anemia Aplastik
Tata Laksana
Medikamentosa
1. IVFD RL 500 ml/8 jam
2. Inj. Asam traneksamat IV. 1x500 mg
3. PRC 1200 cc
4. Methylprednisolone 3 x 32mg (PO)
5. Omeprazole 1 x 20 mg (PO)
Saran Pemeriksaan lanjutan
1. Bone Marrow Puncture
Non-medikamentosa (edukasi)
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya
2. Mengingatkan waktu untuk kontrol.
3. Mengikutsertakan orangtua untuk memonitor tanda-tanda perdarahan, dan
mengamati perbaikan klinis dari anaknya.
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
BAB II
FOLLOW UP
Tanggal/waktu Follow up
Perawatan hari S: Perdarahan(-), nyeri perut (-), lemas (+), pusing (+). BAK,
ke-2 dan BAB dalam batas normal. Nafsu makan baik, makan
04 Oktober nasi dengan daging/ayam dan sayur 3x sehari, 1 porsi habis.
2017 Minum air putih 1,5 L per hari.
O: KU/kes: TSS/CM
TTV: Nadi: 81x/menit (reguler, kuat, isi cukup)
TD: 120/70 mmHg
RR : 20x/menit (reguler, kedalaman cukup)
T : 37.1oC (axilla)
Kepala: normocephali
Mata : CA +/+, SI -/-, pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL
+/+, RCTL +/+
THT : sekret (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-), arkus faring
simetris, faring hiperemis (-), KGB (-)
Thorax : pernafasan simetris pada saat statis dan dinamis
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen: datar, supel, BU (N), perkusi timpani 4 kuadran,
nyeri tekan (-), organomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
A: Sindrom Evans
P: IVFD NS 0.9% 500 ml/8 jam
An. I, 12 tahun, datang dengan keluhan keluar perdahan dari jalan lahir terus
menerus sejak 1 bulan SMRS. Pasien juga mengeluhkan sulit fokus saat
mengikuti pelajaran di sekolah, dan selalu merasa lemas, pusing, dan keleyengan
terutama saat melakukan aktifitas berat.
Absolut Relatif
Obstructive sleep apnea syndrome Tonsilitis berulang
akibat hipertrofi adenotonsilar Abses peritonsilar berulang
Curiga keganasan
Perdarahan berulang
Jika pasien memiliki hipertrofi tonsil yang asimetris dengan riwayat dan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada kecurigaan keganasan, seperti limfoma,
maka perlu dilakukan tonsilektomi. (6)
Kriteria Definisi
Frekuensi minimal Minimal 7 episode pada tahun sebelumnya,
episode nyeri minimal 5 episode per tahun selama 2 tahun
tenggorokan terakhir, atau minimal 3 episode per tahun selama
3 tahun terakhir
Fitur klinis Nyeri tenggorokan dengan minimal satu dari:
- Suhu tubuh > 38.3oC
- Adenopati servikal (nyeri tekan KGB atau
ukuran KGB >2 cm)
- Eksudat tonsillar
- Kultur positif untuk Streptokokus β-hemolitik
grup A
Pengobatan Antibiotik diberikan dengan dosis konvensional
untuk episode yang dicurigai atau terbukti
streptokokal
Dokumentasi Setiap episode infeksi tenggorokan dan gejalanya
dicatat pada rekam medis secara bersamaan
Jika tidak terdokumentasi secara lengkap,
observasi (umumnya 12 bulan) oleh dokter untuk
2 episode infeksi tenggorokan dengan pola
frekuensi dan fitur klinis yang konsisten dengan
riwayat awal.
Tabel 4. Indikasi tonsilektomi menurut Scottish Intercollegiate Guidelines Network (9)
Indikasi Tonsilektomi
Nyeri tenggorokan akibat tonsilitis akut
Episode nyeri tenggorokan yang mengganggu fungsi normal
Episode nyeri tenggorokan >7 kali per tahun, terdokumentasi dengan baik,
signifikan secara klinis, sudah mendapat mengobatan yang adekuat
>5 episode per tahun selama 2 tahun
>3 episode per tahun selama 3 tahun
Tabel 5. Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology - Head and Neck
Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 (1)
Indikasi Tonsilektomi
Serangan tonsilitis >3x per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang
adekuat
Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan mengganggu
pertumbuhan orofasial
Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale
Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan
Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri Streptokokus β-hemolitik grup
A
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
Otitis media efusa/otitis media supuratif
Umumnya pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah prosedur
operasi tonsilektomi. Jika terdapat permasalahan sosial, seperti jarak antara rumah
dan rumah sakit yang lebih dari 1 jam, kemampuan penjaga yang meragukan, atau
ansietas orangtua maka dapat dipikirkan untuk menambah masa rawat 1 malam
setelah prosedur operasi tonsilektomi. (6) Terkadang tidak hanya dilakukan
tonsilektomi, namun adenotonsilektomi. Adenotonsilektomi tidak memiliki
efikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tonsilektomi sehingga tonsilektomi
saja sudah cukup. (10) Selain adenotonsilektomi, dapat dilakukan juga
adenotonsilotomi. Tonsilotomi memiliki efektifitas yang sama dengan
tonsilektomi, namun tonsilotomi memiliki risiko pertumbuhan ulang tonsil,
rekurensi obstructive sleep apnea, dan operasi berulang. (11)
Asetaminofen, terkadang digabung dengan kodein dapat digunakan untuk
menghilangkan nyeri. Ibuprofen dan analgesik lain yang mengganggu koagulasi
tidak disarankan. (6) Penggunaan NSAID untuk mengontrol nyeri masih menjadi
kontroversi. Namun, NSAID selain ketorolac dinyatakan aman untuk digunakan.
Penggunaan ketorolac dapat menyebabkan perdarahan post operasi (4.4-18%)
sehingga ketorolac tidak disarankan untuk digunakan. Obat antinyeri dapat
diberikan secara reguler, tidak hanya menunggu anak kesakitan. (3) Pada pasien
ini diberikan ketorolac dan asam mefenamat yang diberikan secara reguler.
Antibiotik tidak wajib diberikan pada pasien post operasi tonsilektomi.
Saat ini, antibiotik secara oral sudah tidak direkomendasikan karena dapat
menyebabkan mual, muntah, dan nyeri perut. Demam adalah indikasi satu-satunya
untuk pemberian antibiotic oral setelah operasi tonsilektomi. (12) Antibiotik oral
(umumnya amoksisilin-klavulanat) diberikan 7-10 hari setelah operasi. (6) Dosis
tunggal cefalotin secara intravena sebelum operasi menunjukkan efikasi yang
sama dan efek samping yang lebih ringan sehingga penggunaannya lebih
direkomendasikan. (13) Pada pasien ini diberikan antibiotik ceftriaxone saat di
rumah sakit dan dilanjutkan dengan cefixime 2x200 mg selama 5 hari sebagai
obat pulang.
Aktivitas ringan dapat dilakukan dalam beberapa hari, dan aktivitas penuh
setelah 2 minggu. (6) Setelah operasi dapat ditemukan eskar putih dan kasar pada
fosa tonsillar dan bertahan hingga 3-4 minggu yang seringkali disalahartikan oleh
orangtua sebagai infeksi. Pasien diminta untuk banyak mengonsumsi air agar
status hidrasi tetap baik karena status hidrasi yang baik berkaitan dengan
pengurangan nyeri. Jika anak mengalami nyeri yang berat dan menetap, demam,
perdarahan, atau tanda-tanda dehidrasi, harap segera dibawa kembali ke dokter.
(3) (6)
DAFTAR PUSTAKA