You are on page 1of 6
Peta Kawasan Ekosister Louse Hutan Bkosistem Leuser N... Ekosistem Leuser diambil dari nama gunung tertinggi kedua di Pulau Sumatera yakni Gunung Leuser (3.404 meter). Leuser berasal dari kata Leusoh (bahasa Gayo) yang berarti “diselubungi awan”. Ada juga yang memahaminya dengan makna “surga terakhir bagi satwa” 1. Bentangan Alam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan komplek hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia yang kini masih tersisa setelah hutan 2 Surga Bagi Paneak Gunung Leuser di Gayo Lues ‘Suaka Margasatwa Rewa Singkil di Aceh Singkil Amazon di Brazil dan hutan Zaire di Afrika. Terletak di bagian utara Pulau Sumatera, secara administrasi kawasan ini berada di wilayah Provinsi ‘Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (Sumut). Kawasan ini terletak pada posisi geografis 2,25° - 4,95” LU dan 96,35° - 98,55° BT, dengan curah hujan rata-rata 2544 mm per tahun dan subu harian rata~ rata 26°C pada siang hari dan 21°C pada malam hari. Luas KEL adalah 2.634.874 hektar. Terluas berada di NAD (2.255.577 hektar} dan sisanya berada di Sumut (384.297 hektar). Cakupan wilayah admistrasi terdiri dari : 13 Kabupaten (875 desa) di NAD dan 4 kabupaten (228 desa) di Sumut. KEL memiliki bentangan alam dengan berbagai tipe habitat yakni pantai, rawa, danau, sungai, dataran rendah, dataran tinggi, hingga pegunungan yang ditutupi tundra, Berdasarkan SK Menteri Kehutanan tentang Tapal Batas KEL, kawasan ini terdiri atas: Surya Bagi 3 Badlak Sumatera (Dicerorhinus sumatranus) Hutan lindung (4 941.713 hektar) Taman Nasional Gunung Leuser ( 602.582 hektar) Taman Buru Lingga Isaq (+ 29.090 hektar) Hutan produksi terbatas (4 8.066 hektar) Hutan produksi (4: 245.676 hektar) Areal Penggunaan Lain (APL) (+ 326.080 hektar) Danau (+ 145 hektar) Laut/sungai/air (+ 3.721 hektar) 2. Keanekaragaman Hayati Hasil penelitian para abli, diperkirakan minimal 45% dari estimasi total spesies tanaman di kawasan Indo-Malaya Barat, 85% dari estimasi total spesies hewan darat yang ada di Pulau Gajah Sumatera (Elephas maximus ) ‘Bunga Raflesia (Rafflesiaatjehensis) — Bunglon (Calotusjubatus) 4 Surga Bagi Surga Bagi 5 Sumatera, ada di dalam KEL. KEL menyimpan 4.500 spesies flora dan fauna yang menjadi sumber plasma nuftah. Diantara yang tercatat adalah 710 spesies hewan (128 spesies mamalia, 424 spesies burung, 96 spesies amhibi dan 24 spesies ikan) dimana sebanyak 180 jenis diantaranya tercatat teraneam punah. Yang membuat Leuser unik adalah karena kawasan ini merupakan satu-satunya ekosistem di dunia dimana 5 jenis satwa langka hidup secara dalam satu kawasan. Satwa tersebut adalah Gajah Sumatera (Elephas maximus), Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatranus), Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae), dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii), the Beruang madu (Helarctos malayanus). KEL juga kaya akan tumbuhan langka seperti bunga tertinggi di dunia (Amorpophalus titanum), bunga terbesar di dunia (Rafflesia atjehensis) dan palem raksasa (Johannesteijsmania altifrons). Selain itu ada ribuan jenis tumbuban seperti lumut, jamur, paku-pakuan, anggrek, dan pohon- pohon raksasa hidup dengan suburnya. Karena kekayaannya itu kawasan ini mempunyai daya tarik tersendiri dan terkenal keseluruh penjuru dunia. Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) Cekakak Hutan Melayu jantan Getenoides concretus) 3. Sebagai Sumber Kehidupan Selain sebagai tempat hewan dan tumbuhan, KEL juga berperan sebagai sumber kehidupan bagi sekitar 4 juta orang yang tinggal di sekitarnya. 6 Surga Bagi ‘Sungai Agusan di Gayo Lues Surga Bagi Pe Huta pinus di Kawasan Bkosistom Leuser| KEL sangat penting bagi keselarasan, keseimbangan lingkungan disekitarnya, khususnya bagi NAD dan Sumut karena ekosistem ini adalah hulu berbagai sungai yang sangat penting bagi penghidupan seperti; pengairan, industri, maupun sumber mata air untuk kelangsungan hidup manusia dan hewan. Bentangan hutan di KEL telah menjamin sumber air secara terus menerus bagi 106 sungei yang mengalir di kawasan ini. Dengan demikian kelestarian Ekosistem Lenser ini sangat penting mengingat fungsi yang diembannya sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keragaman hayati dan untuk ilmu pengetahuan. KEL merupakan aset nasional yang tidak ternilai harganya. Hal ini sudah di buktikan oleh para ekolog, bahwa KEL merupakan siklus hidup yang saling berkaitan sebagai komponen alam yang sangat rapi dan teratur sebagai mata rantai yang berintegrasi untuk dapat memberi perlindungan kehidupan kepada makhluk di dalam dan di sekitarnya, Hasil pengkajian ilmiah yang dilakukan selama bertahun-tahun memperlihatkan bahwa KEL adalah kawasan hutan hujan tropis yang sangat unik, lengkap dan Iuas, Taman Nasional Gunung Leuser telah diakui sebagai “Warisan Dunia” oleh UNESCO. 4. Sejarah Pelestarian Leuser Upaya_pelestarian Leuser telah dimulai pada tahun 1920-an. Saat itu seorang ahli geologi Belanda bernama F.C. Van 4 Heurn mencoba mengeksplorasi sumber minyak dan mineral yang diperkirakan banyak terdapat di Aceh. Namun para pemuka adat setempat kawatir akan kelestarian hutan Gunung Leuser. Bagi mereka, Gunung Leuser dianggap kawasan yang sakral dan suci. Van Heurn tidak menemukan kandungan mineral yang dicarinya. Dutch an Ocuettany sianee Surga Bagh 9 Sebagai gantinya dia membantu para pemuka adat (para Datoek dan Oeloebalang) melakukan pendekatan kepada Pemerintah Kolonial Belanda agar memberikan status kawasan konservasi (wildlife sanctuary). untuk Leuser. Setelah berdiskusi dengan Komisi Belanda untuk Perlindungan Alam, maka pada Agustus 1928, sebuah proposal diberikan untuk ‘memberikan status perlindungan terhadap sebuah kawasan yang terbentang dari Singkil (hulu Sungai Simpang Kiri) di bagian selatan, sepanjang Bukit Barisan, ke arah lembah Sungai Tripa dan rawa pantai di Meulaboh bagian utara, Pada 6 Februari 1934 dilaksanakan musyawarah masyarakat adat di Tapaktuan yang menghasilkan “Deklarasi Tapaktuan”. Ini merupakan keputusan pertama tentang pelestarian Leuser. Setelah itu upaya menguatkan perlindungan terhadap Lenser terus dilakukan antara lain: penandaan tapal batas Suaka Margasatwa Gunung Leuser (1940), memasukkan Dataran Tinggi Kappi, Sikundur dan Sembala ke dalam wilayah Suaka Margasatwa Gunung Leuser (1970-an), Lee menetapkan Suaka Margasatwa Gunung Leuser sebagai Taman Nasional (1980), serta penandatanganan kerjasama Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa untuk perlindungan Leuser (1991). Legalitas KEL dimulai dengan SK Menhut No. 227/KPTS-II/1995. Kemudian diperkuat dengan Kepres No.33/1998, SK Menhut No.190/Kpts-II/2001 (penetapan batas KEL di NAD), SK Menhut No.10193/KPTS-II/2002 (penetapan batas KEL di Sumut), UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh serta PP. No. 26/2008 yang menetapkan KEI, sebagai kawasan strategis nasional. Dengan mewarisi semangat para tokoh Aceh di zaman Hindia Belanda, pada 23 Juli 1994, beberapa tokoh Aceh di Jakarta mendirikan Yayasan Leuser Internasional sebagai upaya untuk menyelamatkan Ekosistem Leuser yang terancam kelestariannya. Perlindangan dan Pemantauan Hutan ‘Rech Tartang df Aras Napat berbagai donor seperti Exxon Mobile Foundation, Canadian International Development Agency, US Fish and Wildlife, Secours Populaire Francais, Rotary Club England, Denver Zoo, dll. Yang terkini adalah Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh (Aceh Forest Environment Project / AFEP) yang didanai Multi j Para pendiri YLI terdiri dari H. Bustanil Arifin, SH, H. Abdul Rachman Ramly, Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA, Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud, Drs. H. Sayed Mudhahar Ahmad, Drs. Nurdin Abdul Rachman, Drs. H. Teuku Iskandar dan Mike Griffiths. Sejak berdiri YLL telah mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Indonesia dan dunia internasional dalam upaya membantu pemerintah mengelola KEL. Program terbesar yang pernah dilakukan adalah Program Pengembangan Leuser yang dananya berasal dari bantuan Uni Eropa (1995-2004). Setelah itu ada bantuan pendukung lainnya dari Tim Monitoring Donor Fund (MDF) melalui World Bank dan Program Perlindungan Daerah Aliran Sungai yang didanai Oleh New Zealand Aid 10 Surga Bog ‘Surga Bagi uw

You might also like