You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau kaadaan yang

optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang

optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain mencakup:

perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih,

pembuangan sampah, pembuangan air kotor (limbah) dan sebagainya. Adapun yang

dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk

memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan

media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang

hidup di dalamnya (Notoadmodjo, 2003).

Polusi atau pencemaran lingkungan umumnya terjadi akibat pengembangan

teknologi dalam usaha meningkatkan kesejahteraan hidup, misalnya pencemaran air,

udara dan tanah akan mengakibatkan merosotnya kualitas air, udara dan tanah,

akibatnya akan terjadi hal-hal yang merugikan dan mengancam kelestarian

lingkungan. Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang

menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak diharapkan baik yang bersifat fisik,

kimiawi maupun biologis, sehingga mengganggu kesehatan, eksistensi manusia dan

aktivitas manusia serta organisme lainnya (Supardi, 2003).

Faktor lingkungan (fisik, biologi dan sosiokultural) mempunyai kaitan yang erat

dengan faktor perilaku misalnya kebiasaan atau perilaku dalam menggunakan

Universitas Sumatera Utara


air bersih, membuang air besar serta membuang sampah di sembarang tempat

termasuk pembuangan limbah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pencemaran air

tersebut dan penduduk menjadi rawan terhadap penyakit menular bawaan air seperti

penyakit kulit, diare dan lain-lain (Depkes RI, 2003).

Sesuai dengan penjelasan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun

1992, yang dimaksud dengan penyehatan air meliputi pengamatan dan penetapan

kualitas air untuk berbagai kebutuhan manusia. Oleh karena itu seharusnya air yang

dikonsumsi oleh manusia untuk kebutuhan sehari- hari selain harus mencukupi juga

harus memenuhi persyaratan kualitas fisik, kimia dan bakteriologis (Depkes, 1992).

Secara epidemiologis ada keterkaitan yang erat antara masalah air bersih

dengan penyakit kulit, maka oleh sebab itu dengan adanya cakupan air bersih yang

tinggi dapat menurunkan angka penyakit kulit. Dalam kaitan dengan hal tersebut

maka seharusnya air bersih yang digunakan harus memenuhi persyaratan kualitas

yang ditetapkan. Persyaratan kualitas tersebut telah tertuang dalam Permenkes No.

416/1999 tentang syarat-syarat dan kualitas air bersih (Depkes RI,1990).

Program penyehatan air merupakan salah satu program prioritas dalam agenda

Millenium Development Goals (MDGs) dengan sasarannya adalah penurunan

sebesar separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap sumber air

minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015,

dan diperkirakan 1,1 milyar penduduk didunia yang tinggal di desa maupun di kota

hidup tanpa air bersih (WHO,2008).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan laporan MDGs tahun 2008 di Indonesia jumlah penduduk yang

tidak memiliki akses air bersih sebesar 44,2 %, dan hanya 5,5 % penduduk di desa

yang mempunyai akses air bersih. Selanjutnya pada tempat-tempat umum cakupan

penduduk yang mempunyai akses air bersih hanya 32,9% (WHO,2008).

Pencemaran air dapat terjadi akibat masuknya atau dimasukkannya bahan

pencemar dari berbagai kegiatan, seperti rumah tangga, pertanian, industri. Akibat

pencemaran tersebut kualitas air dapat menurun hingga tidak memenuhi persyaratan

peruntukan yang ditetapkan. Penurunan kualitas air akibat pencemaran, seperti yang

terjadi di sungai-sungai dapat mengubah struktur komunitas organisme akuatik yang

hidup. Pencemaran senyawa organik, padatan tersuspensi, nutrient berlebih,

substansi toksik, limbah industri dapat menyebabkan gangguan kualitas air dan

dapat menyebabkan perubahan keanekaragaman komposisi organisme akuatik di

sungai. (Affandi, 1990).

Kota Medan yang berpenduduk 2.109.339 (BPS 2010), merupakan salah satu

kota yang mempunyai penduduk terbanyak di Indonesia. Dengan jumlah penduduk

yang sebegitu besarnya, kebutuhan akan air bersih juga sangat besar. Sedangkan

kenyataannya akses untuk mendapatkan air bersih sangatlah sulit.

Sungai-sungai di Kota Medan berdasarkan Keputusan Menteri Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang status sungai Deli dan Sungai Babura

adalah sungai yang merupakan kawasan lindung yang harus dilindungi maka

pemerintah berupaya dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan

Universitas Sumatera Utara


mengevaluasi penyelenggaraan kawasan sumber daya air, pendayagunaan dan

pengendalian dan pengendalian daya rusak air.

Daya rusak sungai ini disebabkan adanya aktifitas kegiatan/usaha disepanjang

Aliran Sungai (DAS) dari hulu sampai hilir antara lain usaha pertanian, pemukiman,

perkotaan/pembangunan, hotel, mall dan industri sehingga kualitas sungai

berkurang atau terjadi pencemaran lingkungan (Badan Lingkungan Hidup Kota

Medan ,2010).

Ciri-ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis dan

polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Sebagai contoh air minum

yang terpolusi mungkin rasanya akan berubah meskipun perubahan baunya mungkin

sukar dideteksi, bau yang menyengat mungkin akan timbul pada pantai laut, sungai

dan danau yang terpolusi, kehidupan hewan air akan berkurang pada air sungai yang

terpolusi berat, atau minyak yang terlihat terapung pada permukaaan air laut

menunjukkan adanya polusi. Tanda- tanda polusi air yang berbeda ini disebabkan

oleh sumber dan jenis polutan yang berbeda-beda.

Di dalam kegiatan industri dan teknologi, air yang telah digunakan (air limbah

industri) tidak boleh langsung dibuang kelingkungan karena dapat menyebabkan

pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas

yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami

proses daur ulang sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang kembali ke

lingkungan tanpa menyebkan pencemaran air lingkungan . (Wardhana,2001).

Universitas Sumatera Utara


Kondisi air sungai yang dijadikan pembuangan limbah berbahaya dari industri,

limbah rumah tangga, pestisida dan lain-lain. Limbah industri sangat potensial

sebagai penyebab terjadinya pencemaran air. Pada umumnya limbah industri

mengandung limbah B3, yaitu bahan berbahaya dan beracun. Karakteristik limbah

B3 korosif yang dapat menyebabkan karat, mudah terbakar dan meledak, bersifat

toksik atau beracun dan menyebabkan infeksi atau penyakit.

Limbah industri yang berbahaya antara lain yang mengandung logam dan

cairan asam. Misalnya limbah yang dihasilkan industri pelapisan logam, yang

mengandung tembaga dan nikel serta cairan asam sianida, asam borat, asam kromat,

asam nitrat dan asam fosfat. Limbah bersifat korosif, dapat mematikan tumbuhan

dan hewan air. Pada manusia menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, mengganggu

pernafasan dan menyebabkan kanker.(Mukono,H,1999).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan terlihat bahawa air sungai Babura

keruh, terlihat berminyak dan mengandung tinja manusia. Dengan kondisi sungai

yang seperti ini masih banyak masyarakat yang tinggal di sekitar sungai Babura

yang mencuci pakaian, buang air besar dan kecil termasuk mencuci kenderaan

bermotor. Perilaku masyarakat yang buruk tentang sanitasi terutama dalam hal

penyediaan dan penggunaan air bersih dapat menurunkan derajat kesehatan

masyarakat itu sendiri sehingga dapat menimbulkan terjadinya keluhan penyakit

kulit.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti

kualitas air, perilaku masyarakat dan keluhan penyakit kulit di sekitar sungai Babura

Di Kecamatan Medan Baru Tahun 2012.

1.2. Perumusan Masalah

Sebagian besar masyarakat sekitar sungai Babura menggunakan air sungai

untuk MCK dan membersihkan kendaraan di sungai tersebut. Hal ini menyebabkan

sungai berwarna keruh dan dan berminyak. Dengan demikian yang menjadi

rumusan permasalahan adalah perilaku masyarakat yang meliputi Pengetahuan,

Sikap, Tindakan dalam penggunaan air sungai Babura dan Keluhan Kesehatan Kulit

di Kecamatan Medan Baru Tahun 2012 .

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air dan perilaku

masyarakat di sekitar sungai Babura dengan keluhan kesehatan kulit di

Kecamatan Medan Baru Tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang bahaya

pencemaran air sungai

2. Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap pencemaran air sungai.

Universitas Sumatera Utara


3. Untuk mengetahui tindakan masyarakat terhadap pencemaran air

sungai.

4. Untuk menganalisa kualitas kimia air sungai Babura.

5. Untuk menganalisa kualitas biologi air sungai Babura.

6. Untuk menganalisa kualitas fisik air sungai Babura

7. Untuk mengetahui keluhan kesehatan kulit pada masyarakat sekitar

sungai.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk dapat digunakan sebagai dasar kebijakan dalam perencanaan

pengelolaan sumber daya air.

2. Untuk menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang kulitas air

Sungai Babura.

3. Sebagai informasi dan bahan refrensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya,

khususnya pada bidang ilmu kesehatan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

You might also like