You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita


perhatian masyarakat. Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Pada kecelakaan lalu lintas banyak
yang sebagian korban yang mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang
tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur.
Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian
manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang
dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja,
olahraga dan rumah tangga.
Tibia merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami cedera.
Mempunyai permukaan subkutan yang paling panjang, sehingga paling sering
terjadi fraktur terbuka. Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua
tulang kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan fraktur
melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak
langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit, cedera langsung
akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Kalau kulit diatasnya masih
utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup. Kecelakaan sepeda motor adalah
penyebab yang paling lazim. Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma
tumpul, dan resiko komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe
kerusakan jaringan lunak.
Pada fraktur dan dislokasi pergelangan kaki biasanya kaki tertambat di
tanah sementara momentum tubuh terus ke depan, pasien dapat tersandung pada
rintangan yang tak diduga-duga atau tangga, atau masuk ke dalam cekungan kecil
di tanah, atau jatuh dari tempat tinggi. Jika tidak dapat menangani dan merawat
fraktur dengan cermat, akan dapat menyebabkan kecacatan yang berat.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Pinanog Kab. Sindereng Rappang
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Rumah Sakit : Ibnu Sina Makassar
Tanggal MRS : 14 Januari 2018
RM : 16-83-65

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : nyeri pada kaki kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD dengan keluhan nyeri pada kaki kiri. Nyeri
tersebut dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit akibat
kecelakaan lalu lintas. Nyeri dirasakan disertai dengan bengkak dan
tampak kaki kiri mengalami kelainan bentuk. Riwayat penurunan
kesadaran tidak ada. Riwayat muntah tidak ada.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : -
4. Riwayat Pengobatan : -
5. Riwayat Operasi : Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya.
6. Riwayat Keluarga : Tidak ada yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien.

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. PRIMARY SURVEY
 Airway and C-spine control
Airway : clear, patent
C-Spine control : clear.
 Breathing and ventilation :
RR : 20x/menit, bunyi nafas vesikuler, pergerakan dada simetris kiri
kanan, nafas spontan, tidak ada jejas.
 Circulation: Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit kuat
angkat, regular.
 Disability : GCS E4M6V5 Composmentis, pupil isokor Ø 2.5 mm/2.5
mm
 Environment : Suhu 36.5oC.
B. SECONDARY SURVEY
Status Lokalis : Regio cruris sinistra
 Look : Pasien tampak kesakitan, eritem (-), hematom (-),
deformitas (+), edema (+)
 Feel : Nyeri tekan (+), hangat (-)
 Move : Gerak aktif dan pasif cruris sinistra sulit dievaluasi karena
nyeri
 NVD : Sensibilitas baik, CRT < 2 detik

IV. FOTO KLINIS

3
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
 Darah Rutin
Hb : 9.2 gr/dL
WBC : 7.6 x 103 ul
PLT : 278 x 103 ul
Limfosit : 2.0 x 103 ul
 Fungsi Hati
SGOT : 39 u/L
SGPT : 28 u/L
 Fungsi Ginjal
Ureum : 22 mg/dL
Kreatinin : 0.9 mg/dL
 GDS : 115 mg/dL
B. RADIOLOGI

Pemeriksaan : Cruris (S)


AP/LAT
- Diskontinuitas pada
proksimal os tibia fibula
sinistra
- Persendian relatif baik
- Mineralisasi tulang baik
- Soft tissue swelling dan
laserasi

Kesan : Fraktur Proksimal Os


Tibia Fibula Sinistra

4
VI. RESUME
Seorang perempuan 49 tahun dengan keluhan nyeri pada kaki sebelah kiri.
Nyeri tersebut dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit akibat
kecelakaan lalu lintas. Nyeri dirasakan disertai dengan bengkak dan tampak
kaki kiri mengalami kelainan bentuk. Primary survey clear. Secondary
survey: status lokalis : regio cruris sinistra. Look : pasien tampak kesakitan,
eritem (-), hematom (-), deformitas (+), edema (+). Feel : nyeri (+). Move :
gerak terbatas nyeri. NVD dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang foto
cruris sinistra posisi AP/Latreral : tampak fraktur proksimal os tibia fibula
sinistra.

VII.DIAGNOSA KERJA
Fraktur tibia fibula sinistra

VIII. PLANNING DIAGNOSA


 IVFD RL 20 tpm
 Pasang spalk
 Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
 Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
 Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
 Rencana Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun
parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering
diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat,
mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.
Fraktur kruris (crus = tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada
tibia dan fibula.

B. Anatomi Tibia dan Fibula

C. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula :
1. Fraktur proksimal tibia
2. Fraktur diafisis
3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki

6
Fraktur Proksimal Tibia
a. Fraktur Infrakondilus Tibia
Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai
pasien yang mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut.
Walaupun tungkai bawah dapat membengkak dalam segala arah, namun
biasanya terjadi pergeseran lateral ringan dan tidak ada tumpang tindih
atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke dalam lututnya. Dapat dirawat dengan
gips tungkai panjang, sama seperti fraktur pada tibia lebih distal. Jika
fragmen tergeser, dapat dilakukan manipulasi ke dalam posisinya dan
gunakan gips tungkai panjang selama 6 minggu. Kemudian dapat
dilepaskan dan diberdirikan dengan menggunakan tongkat untuk
menahan berat badan.
b. Fraktur Berbentuk T
Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus
tibia ke atas diantara kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak
pada lutut dengan hebat. Kondilus tibia dapat terpisah, sehingga korpus
tibia tergeser diantaranya. Traksi tibia distal sering dapat mereduksi
fraktur ini secara adekuat.
c. Fraktur Kondilus Tibia (bumper fracture)
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap
femur dimana kaki terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi
akibat tabrakan pada sisi luar kulit oleh bumper mobil, yang
menimbulkan fraktur pada salah satu kondilus tibia, biasannya sisi
lateral.
d. Fraktur Kominutiva Tibia Atas
Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh
bagian periosteum yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat,
kemudian merawatnya dengan traksi tibia distal.

7
Fraktur Diafisis
Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur
dapat juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan
fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur
tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan
menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur jenis ini dapat diklasifikasikan
menjadi :
a. Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa
Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan
fibula:
 Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan
secara transversal atau oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan
intak, sehingga dapat membidai fragmen, dan pergeseran akan sangat
terbatas.
 Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik
spiral hampir tanpa pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat
terbatas.
Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran
minimal, tinggalkan fragmen sebagaimana adanya. Jika pergeseran
signifikan, lakukan anestesi dan reduksikan.
b. Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak
Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia
dengan fibula yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress
torsional pada tibia bagian medial yang akan menimbulkan fraktur green
stick pada metafisis atau diafisis proksimaldengan fibula yang intak. Pada
umur 5-10 tahun, fraktur biasanya bersifat transversaldengan atau tanpa
fraktur fibula.
c. Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula
Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan
fibula secara transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak,
sehingga tidak terjadi pergeseran atau hanya sedikit pergeseran ke

8
samping. Biasanya pasien masih dapat berdiri. Otot-otot tungkai menutupi
tempat fraktur, sehingga memerlukan sinar-X untuk mengkonfirmasikan
diagnosis. Tidak diperlukan reduksi, pembidaian, dan perlindungan,
karena itu asalkan persendian lutut normal, biarkan pasien berjalan segera
setelah cedera jaringan lunak memungkinkan. Penderita cukup diberi
analgetika dan istirahat dengan tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi.
d. Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula
Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang
pada tungkai bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen
bergeser ke arah lateral, bertumpang tindih, dan berotasi. Jika tibia dan
fibula fraktur, yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi dan rotasi
yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi.
Perawatan tergantung pada apakah terdapat pemendekan. Jika terdapat
pemendekan yang jelas, maka traksi kalkaneus selama seminggu dapat
mereduksikannya. Pemendekan kurang dari satu sentimeter tidak menjadi
masalah karena akan dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai
berjalan. Sekalipun demikian, pemendekan sebaiknya dihindari.

Klasifikasi Klinis :
1. Fraktur tertutup (simple fracture)
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (compound fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam) atau from without (dari luar)
Derajat I :
 Luka < 1 cm
 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
 Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan
 Kontaminasi minimal

9
Derajat II :
 Laserasi > 1 cm
 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas
 Fraktur kominutif sedang
 Kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas :
 Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental / sangat kominutif yang
dsebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
 Kehilangan jaringan lunak dengan besarnya fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi masif
 Luka pada pembuluh arteri
3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi
misalnya malunion, delayed union, infeksi tulang.
Gambar :

D. Etiologi Fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :

10
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan
jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau
metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya
pada penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki
dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur
melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkatyang sama. Pada
cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus
kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur.
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.

E. Patofisiologi Fraktur
a. Gaya atau trauma penyebab fraktur dapat berupa :
Gaya langsung
Gaya tidak langsung
b. Pada tulang panjang
Gaya twisting (fraktur spiral)
Gaya bending dan kompresi (fraktur tranversal disertai separasi
triangular fragment butterfly)

11
Kombinasi twisting, bending dan kompresi (fraktur oblik pendek)
Tarikan tendon atau ligament (fraktur avulsi)
Pada tulang kanselous seperti vertebra atau calcaneal memberikan crush
fracture yang komminutif.

F. Gejala Klinis
Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas, kadang-kadang
kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya bahwa
kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki biasanya memuntir
keluar dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi memar dan bengkak.
Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk menilai
sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tetapi pasien diminta untuk
menggerakkan jari kakinya. Sebelum merencanakan terapi, perlu dilakukan
penentuan beratnya cedera.
Pada anamnesis dalam kasus fraktur kondilus tibia terdapat riwayat
trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri serta hemartrosis. Terdapat
gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Pada fraktur diafisis tulang kruris
ditemukan gejala berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
penonjolan tulang keluar kulit. Pada fraktur dan dislokasi sendi pergelangan
kaki ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau
deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokaliasasi dari nyeri tekan
apakah pada daerah tulang atau pada ligament.
Selain itu, adapun tanda dan gejalanya adalah :
1. Nyeri hebat di tempat fraktur
2. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
3. Rotasi luar dari kaki lebih pendek
4. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

12
G. Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi
anamnesis lengkap dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun
sangat penting untuk dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan
penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan dan menilai
secara objektif keadaan yang sebenarnya.
1. Anamnesis
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur),
baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan
ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus
dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat
terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh
dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga.
Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi
anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan
gejala-gejala lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya :
 Syok, anemia atau perdarahan.
 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen.
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan :
Look (Inspeksi)
 Deformitas : angulasi (medial, lateral, posterior atau anterior),
diskrepensi (rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
 Bengkak atau kebiruan.
 Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).

13
 Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan
luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka
(compound).
Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
 Temperatur setempat yang meningkat
 Nyeri tekan : nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
 Krepitasi : dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati.
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
 Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
Move (pergerakan)
 Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
 Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya.
 Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
3. Pemeriksaan Penunjang
Sinar –X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari
nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita

14
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of
Two´:
 Dua pandangan : Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada
film sinar-X tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut
pandang (AP & Lateral/Oblique).
 Dua sendi : Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat
mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin
terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi
mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur
keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
 Dua tungkai : Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan
diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan
bermanfaat.
 Dua cedera : Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada
lebih dari 1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau
femur perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang
belakang.
 Dua kesempatan : Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit
dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan
lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur,
tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana
yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur
serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan
prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan
fraktur transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang
kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada

15
sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur
kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang
dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk
visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop
scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai
atau fraktur tak bergeser yang lain.

H. Penatalaksanaan
Penilaian awal terhadap pasien trauma dapat dibagi menjadi
primer, survei sekunder, dan tersier. Survei primer harus dilakukan dalam 2-5
menit dan terdiri dari urutan ABCDE : Airway, Breathing, Circulation,
Disability, dan Exposure. Jika fungsi dari setiap dari tiga sistem pertama
terganggu, resusitasi harus segera dimulai. Pada pasien yang kritis, resusitasi
dan penilaian dilanjutkan secara bersamaan oleh tim praktisi trauma.
Pemantauan dasar termasuk electroencephalograph (ECG), tekanan darah
noninvasive, dan oksimetri nadi sering dapat dimulai di lapangan dan
dilanjutkan selama pengobatan. Resusitasi trauma mencakup dua tahap
tambahan: kontrol perdarahan dan perbaikan cedera secara definitif. Survei
sekunder dan tersier yang lebih komprehensif dari pasien dilakukan setelah
survei primer.

Penanganan Definitif
Penanganan definitif meliputi tindakan operatif dan non-operatif. Hal ini juga
dipengaruhi diagnosa fraktur tersebut. Terapi fraktur meliputi 3 dasar
obyektif yaitu :
a) Reduksi/reposisi : menempatkan kembali fragment tulang pada posisi
seanatomis mungkin. Dapat dilakukan dengan reduksi tertutup / reduksi
terbuka
b) Mempertahankan reduksi sampai healing dan cukup untuk mencegah
displacement (immobilisasi). Ada 3 metoda yang lazim yaitu :
 fiksasi eksternal dengan cast atau splint,

16
 traksi
 fiksasi internal dengan nail, plate atau screw.
c) Mengembalikan fungsi otot, sendi dan tendon (rehabilitasi) untuk
mencegah joint stiffness & disuse atrophy. Harus dilakukan sesegera
mungkin

Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu :


a. Absolut
1. Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan
operasi dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
2. Cedera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki
jalannya darah di tungkai.
3. Fraktur dengan sindroma kompartemen.
4. Cedera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas
pasien, juga mengurangi nyeri.
b. Relatif, jika adanya:
1. Pemendekan
2. Fraktur tibia dengan fibula intak
3. Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya


adalah sebagai berikut :
1. Fiksasi
a. Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera
multipel yang hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan
pada fraktur terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini,
luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga menghindari
kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat
kemungkinan penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari
fiksasi eksternal tipe standar.

17
b. Ring Fixators
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan
sejenis cincin dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya
adalah dapat digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau distal.
Cara ini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah
ini merupakan gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis
tibia.
c. Open reduction with internal fixation (ORIF)
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai
ke metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini
yaitu gerakan sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah
mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut
ini merupakan gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.
d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur
terbuka atau tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk
meluruskan tulang yang cidera dan menghindarkan trauma pada
jaringan lunak.
2. Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya
nervus tibia dan pada crush injury dari tibia.

I. Komplikasi
a. Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa
internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi
karena luka yang tidak steril.
b. Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang
tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak
tercukupinya peredaran darah ke fragmen.

18
c. Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5
bulan mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan
pergerakan pada tempat fraktur.
d. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya
defisiensi suplay darah.
e. Kompartemen Sindrom
Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan
terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement
osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan
tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah,
dan diikuti dengan kematian jaringan.
f. Mal union
Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar
seperti adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
g. Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
h. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot
tungkai bawah.

19

You might also like